Kebijakan Relokasi Peran dan kebijakan Unit Pengelola Angkutan Jalan Provinsi DKI

76 yang kerap beroperasi di lingkungan terminal khususnya di ruang tunggu penumpang ke bangunan permanen seperti kios-kios persegi empat yang konstruksi utamanya terdiri dari tembok, kayu, atap asbes dan bahan-bahan lainnya, yang lokasinya di jalur keluar terminal di areal terminal dalam kota, 6 dan bangunan tersebut diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Bpk. Sutioso. 7 Berdasarkan hasil di lapangan, penulis menemukan informasi bahwasannya dalam menyukseskan program relokasi, selain pihak terminal yang menyediakan bangunan, para pedagang kaki lima juga ikut serta dalam pembangunannya, seperti mendirikan bangunan sendiri untuk mereka dengan modal pribadi. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan K: Dulu bangunan polos dan sekarang di bangun kios yang bangunan di bangun sendiri. cuman UPT ini menyediakan tempat saja atau lahan. awalnya itulah padagang kaki lima dari di ruang tunggu kita fasilitasi kita ajukan ke UPT, jadi kerja sama antara PT ama UPT 30 Juni 2012: 14.00 WIB. 8 Untuk lebih jelasnya lagi, letak dan bentuk bangunan relokasi di terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: 6 Wawancara dengan K, di Rumah Makan Jalur Keluar Terminal Kios Relokasi, 8 agustus 2012. 7 Wawancara dengan C, di Kantor Terminal Kampung Rambutan Antar Kota, 8 agustus 2012 6 Wawancara dengan K. 77 Sumber: Observasi di Terminal Kp. Rambutan Jakarta Timur 15 April 2012. Tujuan relokasi di jalur keluar terminal kampung rambutan yaitu, untuk menciptakan situasi dan kondisi yang aman dan nyaman di terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, dan penataan ruang terminal supaya tidak ada pedagang kaki lima liar, 9 serta untuk menambah anggaran pendapatan daerah atau kas daerah yang diperoleh melalui dana retribusi dari setiap para pedagang. 10 Selain itu, upaya untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat dan pedagang kaki lima untuk melakukan kegiatan usaha di terminal tersebut. 11 8 Wawancara dengan C, di Terminal Kampung Rambutan 8 agustus 2012 9 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi Jakarta, Rekapitulasi Data Fasilitas Terminal PROV DKI Jakarta, h: 36. 10 Wawancara dengan AA, di Terminal Kampung Rambutan 24 Mei 2012 Terminal dalam kota Terminal antar kota 78 Berdasarkan hasil observasi di lapangan, letak bangunan relokasi terdapat di jalur keluar terminal antar kota dan dalam kota, serta dibangun di atas trotoar. Ini merupakan suatu penyimpangan, karena jalur keluar terminal merupakan jalan pemberangkatan alat transportasi, dan trotoar adalah fasilitas untuk para pejalan kaki dan bukan digunakan untuk tempat berdagang, hal ini melanggar ketentuan PERDA No 8 tahun 2007 pasal 12 yang melarang menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum. 12 Namun, berdasarkan tujuan dari program relokasi tersebut, menurut analisis penulis merupakan untuk kepentingan Dinas, dan hal tersebut disahkan berdasarkan PERDA nomor 8 tahun 2007 pasal 36, walaupun salah dalam penempatannya. 13 Proses pemakaian fasilitas penunjang atau bangunan relokasi di terminal kampung rambutan, ada 4 tahapan yang penuilis lihat di lapangan, yaitu: a. Tahap Perijinan Kegiatan Usaha. Sebelum para pedagang dapat melakukan kegiatan usaha di terminal Kampung Rambutan atau memakai bangunan relokasi, para pedagang diharuskan mengurus perijinan terlebih dahulu ke Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, 14 dan mempersiapkan persyaratan- persyaratannya, yaitu sebagai berikut: Pertama, mengisi formulir 10 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 8 tahun 2007 pasal 12³Ketertiban Umum´ h: 6. 11 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 8 tahun 2007 pasal 36, h: 10. 12 Wawancara dengan AA, di Terminal Kampung Rambutan 24 Mei 2012 79 pendaftaran. Dalam memperoleh formulir pendaftaran, pemohon dapat mengambilnya di seksi operasional, dan diwajibkan melampirkan rekomendasi pemohon, seperti lokasi usaha, jenis usaha, dan ukuran bagunan atau luasan lahan yang akan digunakan di tempat tersebut terminal. Kedua, melampirkan foto ukuran 3x4. Ketiga, meyiapkan berkas atau tanda nomor pokok wajib pajak NPWP. Keempat, kartu tanda penduduk KTP. Kelima, membayar retribusi. 15 Setelah mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratannya, formulir tersebut diserahkan kepada Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta untuk dipersetujui, dan pemohon melengkapi kembali surat perijinan ke Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta untuk mendapatkan nomor stiker atau nomor pendaftar, serta membayar retribusi. 16 Selanjutnya, pemohon mengkonfirmasi ke terminal agar di tempatkan di lokasi yang telah di sediakan. Sebagaimana yang diungkapkan Bpk. AA: Kalo masalah pemakaian kios-kios itu maupun membangun bangunan... yaa itu juga harus seperti tadi lagi, ijin dulu ke UPT, baru konfirmasi ke kita, misalkan sudah dipersetujui sama UPT baru kita alokasikan mereka ketempat yang masih kosong 24 Mei 2012: 10.00 WIB. 17 Dalam mengurus atau membuat perijinan pemohon tidak di pungut biaya, namun hanya di wajibkan membayar dana retribusi yang jumlahnya sesuai luas lokasi yang di gunakan. Ketentuan tersebut berdasarkan PERDA 13 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Surat Ijin Kegiatan Usaha Di Dalam Terminal Penumpang, Pool Bus Dan Terminal Barang Di Provinsi Jakarta Jakarta: Dinas Perhubungan, 2012, h: 1. 14 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Surat Ijin Kegiatan Usaha Di Dalam Terminal Penumpang, Pool Bus Dan Terminal Barang Di Provinsi Jakarta Jakarta: Dinas Perhubungan, 2012, h: 1. 15 Wawancara dengan AA, di Terminal Kampung Rambutan 24 Mei 2012 80 NO 1 tahun 2006 tentang retribusi, dan berdasarkan informasi dari Bpk. WW: Kalo biaya perijinan ga ada biaya, cuman dia bayar retribusi sesuai luasan, retribusi sesuai PERDA 1 tentang retribusi daerah, nah di situ ada tuh,... beda-beda memang kalo kaya di rambutan ni kan antar kota namanya biasanya di perda itu 30.000 meter persegi, luasannya berapa nih buat jualannya nih tinggal di kali luas. kalo di dalam kota yang berdampingan dengan antar kota itu retribusinya 20 ribu 20 Mei 2012: 11.00 WIB. 18 b. Perpanjang Perijinan Kegiatan Usaha. Dalam satu tahun, suatu badan atau orang yang melakukan kegiatan usaha diterminal harus melakukan perpanjang ijin usaha. Masa perpanjang perijinan, Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta memberikan 10 kali ijin untuk melakukan kegiatan usaha di terminal, 19 ijin tersebut dapat diberikan setelah proses perpanjangan perijinan telah di lengkapi persyaratannya, serta sudah di seleksi kelayakan dalam melakukan kegiatan usaha di terminal oleh Unit Pengelola Teminal Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana yang diungkapkan WW: ³Masa ijin 1 tahun perpanjang, nah per 3 tahun kita evaluasi gitu, maksudnya layak ga dia jualan di situ´ 20 Kemudian, dalam Proses penetapan permohonan 17 Wawancara dengan WW di Unit Pelayanan Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, 20 Mei 2012 18 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Surat pengurusan perpanjang Ijin Usaha Di Dalam Terminal Bus Dan Terminal Di Provinsi DKI Jakarta, h: 2 19 Wawancara dengan WW, di Unit Pelayanan Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, 20 Mei 2012. 81 pengurusan izin dan perpanjangan perijinan usaha pada lokasi terminal dilaksanakan selama 21 hari. 21 Untuk Lebih jelas lagi, prosedur pelayanan permohonan ijin dan perpanjang perijinan dalam melakukan kegiatan usaha di terminal Bus Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada diagram sebagai berikut: 22 c. Tahap Seleksi Usaha. Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta memberikan seleksi kepada pedagang dengan memberikan 5 persyaratan jenis usaha penunjang yang berdasarkan ketentuan PERDA Provinsi Khusus 20 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Surat pengurusan perpanjang Ijin Usaha Di Dalam Terminal Bus Dan Terminal Di Provinsi DKI Jakarta, h: 2 Proses 21 Hari UPT Terminal Pemohan Atau Badan Seksi Operasional Kepala UPT TerminalTerminal Sekretaris DISHUB Wakil Kepala Dinas Kepala Dinas Pernomor Surat 82 Ibukota Jakarta nomor 12 tahun 2003, diantaranya adalah: Satu, kios makanan dan minuman. Dua, kios majalah dan koran. Tiga, WC umum peterusan. Empat, kios karcis atau stiker bus. Lima, warung telekomunikasi WARTEL. 23 Dengan adanya ketentuan diatas, maka dalam melakukan kegiatan usaha di terminal para pedagang tidak dapat menentukan jenis dagangannya untuk di pasarkan atau di jual, karena Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta telah menentukan jenis usaha yang di perbolehkan. Dengan adanya ketentuan tersebut, tanpa disadari dapat menghambat gerak para pedagang dalam melakukan usaha, dan kemungkinan bisa mengurangi pendapatan mereka, bahkan menimbulkan daya saing di antara pedagang. d. Membayar retribusi. Setiap pedagang yang menempati lokasi relokasi atau fasilitas penunjang terminal, diwajibkan membayar retribusi atau sewa berdasarkan lokasi dan luasan tempat. Pedagang yang melakukan kegiatan usaha di wilayah terminal antar kota AK di kenakan RP. 30.000 permeter dengan masa tenggang satu bulan, dan untuk di wilayah terminal dalam kota DK Rp. 20.000 permeter dengan masa tenggang satu bulan, kemudian untuk di terminal yang berdiri sendiri atau terminal kecil yang digunakan hanya untuk perlintasan kendaraan dikenakan biaya Rp. 15.000 permeter dengan masa tenggang satu bulan. Ketentuan tersebut berdasarkan PERDA nomor 1 tahun 2006 tentang Retribusi, dan Hasil wawancara dengan WW: 21 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta Lampiran Surat pengurusan perpanjang Ijin Usaha Di Dalam Terminal Bus Dan Terminal Di Provinsi DKI Jakarta, h: 1 83 Kalo yang berdiri sendiri, terminal berdiri sendiri kaya rawamangun, pasar minggu, kelender itu cuma 15 ribu per meter peseginya, kalo berdampingan kaya rambutan kan itu ada antar kota, dan dalam kota itu 20 ribu, pokoknya yang antar kota itu 30 ribu mau di lebak bulus kek, mo di kalideres, di pulo gadung. di dalam kotanya 20 ribu 20 Mei 2012: 11.00 WIB. 24 Dalam melakukan pembayaran retribusi, para pedagang membayar sewa tempat kepada pihak terminal, 25 kemudian dari kepengurusan terminal diserahkan ke Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta. Dana retribusi tersebut digunakan untuk kas daerah. 26 Dengan adanya proses perijinan, pedagang kaki lima mendapatkan jaminan hukum dari pemerintah, dan jaminan keamanan dalam melakukan kegiatan usaha di terminal Kampung Rambutan. Mekanisme perijinan dan bentuk bangunan yang sediakan oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, bila dikaitkan dengan PERGUB PROV. DKI Jakarta nomor 8 tahun 2009 tentang lokasi sementara pasal dua sampai dengan pasal lima, maka bentuk relokasi yang dilakukan oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta merupakan relokasi untuk usaha mikro atau pedagang kaki lima ke lokasi sementara. 27 22 Wawancara dengan WW di Unit Pelayanan Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, 20 Mei 2012 23 Wawancara dengan H, salah satu pedagang resmi di Terminal Dalam Kota Kp. Rambutan Jakarta Timur 21 Mei 2012 24 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi Jakarta, Rekapitulasi Data Fasilitas Terminal PROV DKI Jakarta, h: 36. 15 Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur, PERGUB PROV. DKI Jakarta No 8 Tahun 2009 Tentang Lokasi Sementara Jakarta: Dinas Perhubungan 2012, h: 65. 84 2. Kebijakan Sementara Pemerintah melarang kegiatan perekonomian informal ilegal pedagang kaki lima liar berdasarkan PERDA nomor 8 tahun 2007 pasal 25, yang isinya melarang setiap orang membeli barang yang dipasarkan oleh para pedagang kaki lima. Dengan adanya ketentuan tersebut, jelas kegiatan perekonomian informal ini dilarang pemerintah. Namun, di terminal kampung rambutan masih banyak pedagang kaki lima yang liar masih eksis dan pertumbuhannya semakin banyak. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, faktor pedagang kaki lima masih tetap eksis dan berkembang diterminal Kampung Rambutan dikarenakan adanya kebijakan sementara yang diberikan oleh pihak terminal kepada pedagang kaki lima liar, dan kebijakan tersebut dan berdasarkan konsensus kesepakatan antara pihak terminal dengan para pedagang kaki lima tidak resmi. Kebijakan tersebut, isinya yaitu: a. Jam operasional Dalam melakukan kegiatan usaha para pedagang kaki lima liar, diberikan kebebasan oleh pihak terminal untuk dapat masuk di dalam terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur berdasarkan jam tertentu yang telah disepakati oleh para pedagang liar, yaitu mulai dari jam 12 siang sampai dengan jam 5 pagi. Ketentuan ini berdasarkan informasi dari para pedagang yang statusnya tidak resmi liar, diantaranya yaitu dari N pedagang buah-buahan yang sering beroperasi di wilayah terminal dalam 85 kota:³Ya ada waktu waktu tertentu aja dari jam 12 siang sampe jam 5 sore abis-abis ya terakhir sampe subuh aja jam 5 pagi´ 15 April 2012: 10.00 WIB. 28 Selanjutnya, informasi dari D yang merupakan pedagang nasi goreng, mie rebus dan kopi yang di wilayah terminal antar kota terminal kampung rambutan sebagai berikut, ³Kebijakannya ya kalo siang macet, jadi bikin ganggu ketertiban umum, eeh ini lah ini, bikin macet mobil, macet bis jadi di kasih waktunya sampe jam empat, jam setengah lima sampe jam empat malem´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 29 Kemudian, E pedagang buah buahan di terminal dalam kota, berpendapat sama yaitu: ³Kebijakan ada, tapi cuman boleh masuk ya jam 3 abis djuhur, dan sekitar jam empat sorelah´ 24 Mei 2012: 19.00 WIB. 30 b. Membayar Retribusi Selain diberikan jam operasional, pedagang berkewajiban membayar retribusi sebesar Rp. 2000 sampai Rp. 3000 perharinya untuk jasa kebersihan, dan di koordinasi oleh petugas kebersihan. Seperti yang diungkapakan juga oleh E: ³Kalo masalah pungutan ya sekedar uang VDPSDK NHEHUVLKDQ SDOLQJ SHUKDUL´ GDQ ³kalo pungutan itu dari NHEHUVLKDQ´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 31 Hal serupa dinyatakan oleh D: ³Iya 2000, yaaa bayar sekedarnya lah untuk kebersihan, dan pokoknya ada 26 Wawancara dengan N, di WARTEG Terminal Dalam Kota, 15 April 2012 26 Wawancara dengan D, Warung Sayur Di Samping Terminal Kampung Rambutan, 25 Mei 2012 25 Wawancara dengan E, Warung Kopi Di Terminal Dalam Kota, 24 Mei 2012 27 Wawancara dengan E. 86 \DQJ QDULNLQ EXDW NHEHUVLKDQ GDUL WHUPLQDO´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 32 Kemudian, menurut S: ³Itu namanya, uang kebersihan atauwa apa pokoknya 3000, tapi masalah yang nerima saya ga tau´ 22 Mei 2012: 12.00 WIB. 33 Selanjutnya N berpendapat: ³Pungutan, ada sih tapi cuma tiap hari minggu GRDQJ \D SDOLQJ ODK EXDW NHEHUVLKDQ DMD´ 15 April 2012: 10.00 WIB. 34 c. Konsekuensi Konsekuensi merupakan tindakan represif yang dilakukan pihak terminal kepada pedagang kaki lima yang melanggar kebijakan parsial tersebut dengan cara merajia atau mengusir mereka dari wilayah terminal Kampung Rambutan, hal ini terjadi apabila mereka melanggar jam operasional yang telah ditetapkan, sebagaimana yang di ungkapkan D: ³Ya JLWXODKGLUDMLDELNLQPDFHWNLWDMXJDQDXLQVHQGLULODK´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 35 Kemudian N berpendapat sama yaitu: ³Pernah sih di razia, ya ngelanggar batas peraturan aja, kan dah di kasih waktu, trus ngelanggar JLWX´ 15 April 2012: 10.00 WIB. 36 d. Lokasi Pihak terminal memberikan kebebasan kepada pedagang kaki lima untuk menentukan lokasi usaha, dengan syarat tidak melanggar jam operasional yang telah ditentukan dan mengganggu ketertiban di terminal 28 Wawancara dengan D. 2012 29 Wawancara dengan S, di Warung Kopi Samping Dalam Kota, 22 Mei 2012 26 Wawancara dengan N. 30 Wawancara dengan D. 26 Wawancara dengan N. 87 kampung rambutan. Hal ini berdasarkan informasi dari D: ³Lokasi tempat, kita nentuin sendiri, cari lahan kosong buat jualan´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 37 Hasil observasi di lapangan, penulis mendapatkan 3 lokasi sentral yang kerap dijadikan tempat para pedagang liar dalam memasarkan atau menjual dagangannya, yaitu di wilayah terminal dalam kota, jalur masuk terminal dan jalur keluar terminal. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: Sumber: Observasi di Terminal Kp. Rambutan Jakarta Timur 15 April 2012. 31 Wawancara dengan D. Pedagang liar Di Wilayah Terminal Dalam Kota Pedagang Liar Di Jalur Masuk Terminal Pedagang Liar Di Jalur Keluar Terminal 88 Alasan para pedagang tidak resmi liar memilih ketiga lokasi tersebut yaitu, merupakan tempat yang stategis karena ramai akan pengguna fasilitas terminal atau penumpang. 38 Bila dikaitkan dengan teori Mc. Gee and Yeung, persebaran yang dilakukan para pedagang kaki lima di terminal kampung rambutan merupakan pola penyebaran memanjang Linier Concentration karena terfokus pada eksebilitas yang tinggi pada lokasi, dikarenakan sering dilalui dan tempat berkumpulnya para pengguna jasa terminal atau calon penumpang. 39 Selanjutnya, jenis barang dagangan yang dipasarkan oleh para pedagang kaki lima liar di terminal kampung rambutan merupakan barang mentah atau yang tidak diproses seperti buah-buahan, dan bentuk usaha yang dilakukan para pedagang dapat dikategorikan dalam aktivitas semi permanen Semi Static, karena menggunakan sarana yang sederhana yaitu dengan menggunakan keranjang untuk dijadikan gelaran mereka. 40 Berdasarkan PERDA nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, 41 yang isinya memberikan hak kepada pedagang kaki lima dengan menyediakan ruang usaha bagi usaha kecil dan pedagang kaki lima sebesar 20 persen lahan pemerintah. Dengan demikian, berdasarkan peraturan 26 Wawancara dengan N. 23 Ari Susilo Budi, Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL Serta Persepsi Masyarakat Sekitar di Kota Pemalang. Semarang: Tesis, Jurusan Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Kota, Universitas Diponegoro, 2006, h: 39. 23 Ari Susilo Budi, Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL Serta persepsi Masyarakat Sekitar di Kota Pemalang, h: 37. Diakses pada tanggal 25 November 2011 dari www. Eprints.undip.ac.id. 19 Jakarta go. Id, ³Wawancara Gubernur Dengan Harian Indonesia´ Harian Indonesia, 30 November 2009, h: 3. Diakses pada 25 Februari 2012. http:www.jakarta.go.idwebnews200911WAWANCARA-GUBERNUR-DENGAN- HARIAN-INDONESIA 89 daerah tersebut, kebijakan sementara yang di berikan pihak terminal, menurut analisis penulis merupakan bentuk perlindungan terhadap pedagang kaki lima, serta merupakan bentuk realisasi dari PERDA nomor 8 tahun 2007 pasal 27 ayat 1 tentang usaha tertentu, yang isinya yaitu: Setiap orang atau badan dilarang menempatkan benda-benda dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha di jalan, dipinggir rel kereta api, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali di tempat- tempat yang telah diizinkan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Gubernur Gubernur Provinsi DKI Jakarta. 2007: 6 . 42 Bila dikaitkan dengan teori konflik, kebijakan sementara merupakan bentuk dan tingkatan intervensi konflik, yaitu pengelolaan konflik Conflict Management. Pengelolaan Konflik suatu tindakan antipasi pemerintah khususnya pihak terminal Kampung Rambutan jakarta Timur, supaya tidak bergejolaknya perlawanan-perlawanan konflik dari pedagang kaki lima dengan menciptakan berbagai pemecahan masalah. 43 Serta, untuk menjegahnya konflik terbuka di lingkungan terminal, seperti secara langsung kepada petugas yang mau menangkap mereka, menolak relokasi, dan tetap berjualan di lingkungan terminal. 44 Kebijakan sementara, bila di analisis dengan teori fungsional struktural, di satu sisi bersifat fungsional karena pihak terminal dapat mengontrol para pedagang kaki lima liar, menyukseskan program relokasi dengan memberikan keuntungan bagi pemakai bangunan relokasi, dan 19 3HUDWXUDQDHUDK3URYLQVL.,-DNDUWD1RWDKXQ³Ketertiban Umum´+ 19 Novri Susan, Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2009, h: 97. 44 Maria Sri Rahayu ³ Strategi Pedagang Kaki Lima Terhadap PERDA No. 3 Tahun 2000: Studi Kasus Di Lapangan Puputan Margarana Denpasar´, h: 14. 90 memberikan peluang untuk para pedagang tidak resmi atau liar untuk mencari nafkah di terminal Kampung Rambutan. Namun, menurut Robert K. Merton, keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur adalah bertentangan dengan fakta, karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain. 45 di sisi lain kebijakan sementara menjadi disfungsional karena berdasarkan hasil temuan dilapangan hasil wawancara dengan pedagang kaki lima liar, kebijakan tersebut menghambat usaha mereka, dan masih ada tindakan represif diantara mereka walaupun telah diberikan jam operasional dan ada pungutan retribusi. Hal ini mengartikan bahwa kebijakan sementara ini tidak ada jaminan hukum dan keamanan untuk para pedagang kaki lima liar. Dengan adanya disfungsional dari kebijakan sementara, maka kebijakan sementara merupakan pembatasan ruang gerak pedagang kaki lima liar. Seperti harapan yang ungkapan D: ³Ya minta nya sih ga banyak- banyak. di kasih waktu, di kasih inilah pokoknya jam 4 kita masuk tar pagi kita sudah selesai kita pulang gitu aja ga minta banyak-banyak´ 25 Mei 2012: 09.00 WIB. 46 Selanjutnya dari N: 27 Shvoong, ³ Pokok-pokok Teori Struktur Fungsional´. Shvoong, 30 Juni 2011, h: 3. Diakses pada tanggal 20 April 2012. http:id.shvoong.comlaw-and-politicscontemporary- theory2180241-pokok-pokok-teori-struktural-fungsionalixzz1oRAim3fI 33 Wawancara dengan D. 91 Kalo pesan, untuk seluruh bapak LLD gitu tolong lah di kasih batas waktu yang panjang apa lagi kalo misalkan hari minggu mah di bebaskan biar para pedagang bisa sama-sama cari makan 15 April 2012: 10.00 WIB. 47 Dari penjelasan kedua informan tersebut, maka jelas bahwa memang kebijakan sementara terasa sangat memberatkan dan sangat menekan kehidupan pedagang kaki lima liar di terminal tersebut. Dari segi hukum aktivitas yang mereka lakukan sangat jelas telah melanggar peraturan daerah yang berlaku, sementara pekerjaan itu merupakan pilihan yang harus ambil ditengah ketidakberdayaan mereka. Maka tidak dipungkiri terdapatnya bentuk-bentuk pembangkangan untuk menghadapi dominasi tersebut dalam bentuk resistensi perlawanan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, bentuk resistensi yang digunakan oleh para pedagang kaki lima liar yaitu dengan melanggar kebijakan yang telah ditentukan, seperti tetap berjualan dengan melanggar jam operasional yang telah ditentukan dengan strategi hardware, yaitu mengambil kesempatan dari situasi main kucing-kucingan. 48 Mengutip dari pemikiran James Scott, tindakan perlawanan diatas merupakan bentuk resistensi terbuka, karena merupakan penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan kepada para pedagang kaki lima, dan tidak berpretensi mengubah sistem dominasi, tetapi hanya untuk menolak sistem yang berlaku yang bersifat eksploitatif dan tidak adil. 49 26 Wawancara dengan N. 48 Alisjahbana, Sisi Gelap Perkembangan Kota Yogyakara: Laksbang Pressindo 2005, h: 142-143. 49 James Scott, Senjatanya Orang-orang Yang Kalah Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2000, h. 40-41. 92 Bentuk resistensi selanjutnya yaitu resistensi terselubung, dengan tindakan menerima ketentuan atau kebijakan yang diberikan pihak terminal dengan cara menggerutu, mengomel, membicarakan petugas diam, pasrah, dan mengikuti peraturan serta menerima konsekuensi yang diberikan. Seperti yang diungkapkan E: ³Untuk keinginan saya, ya maunya sih dari siang gitu, cuman karna ga diijinin, jadi yaa mau ga mau harus sore, jadi NLWDWXUXWLQDMD´ 24 Mei 2012: 19.00 WIB. 50 Menurut teori fungsional struktural, bentuk resistensi tersebut merupakan bagian dari ritualisme Ritualism, yaitu suatu keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan namun masih tetap memilih sarana atau tata cara yang telah ditentukan. 51 Kemudian, Menurut Hardjana, tindakan yang dilakukan para pedagang kaki lima dengan menerima ketentuan atau kebijakan yang diberikan pihak terminal dengan cara diam, pasrah dan mengikuti peraturan serta menerima konsekuensi yang diberikan, termasuk kedalam konflik tertutup. 52 Kedua bentuk resistensi yang dilakukan oleh para pedagang merupakan suatu proses sosial untuk meminimalisir eksploitasi terhadap mereka para pedagang kaki lima liar. 53 Sedangkan menurut Gurr, tindakan 32 Wawancara dengan E. 27 Dr. Ir. Herien puspitawati, Teori Struktural Fungsional Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga Bogor: Ikk Fema 2009, h: 17-18 52 Agus M. Hardjana, Konflik di Tempat Kerja Yogyakarta: Kanisius 1994, h. 16-18. 53 Alisjahbana, ³Resisitensi Pedagang Kaki Lima di Perkotaan: Studi Kasus PKL Kota Surabaya´, Humanika, Vol 82, Desember 2004, h: 126. 93 tersebut merupakan suatu protes sosial penolakan akan keputusan dari pihak otoriter atau yang berwenang, yaitu kepengurusan terminal. 54 Dalam menghadapi resistensi pedagang kaki lima liar, pihak terminal menerapkan berbagai cara untuk menanggapi kehadiran merekasalah satunya dengan tindakan represif seperti di razi dan pengusiran, hal tersebut dilakukan untuk terciptanya lingkungan yang kondusif, aman, dan tertib. Sebagaimana yang diungkapkan Bpk. AA: Yaa kalo misalkan pedagang yang tidak resmi itu berdagang di wilayah terminal kita tertibkan, apalagi sampai menimbulkan kemacetan dan mengganggu pejalan kaki atau orang-orang yang ingin memakai fasilitas terminal, kita akan merazia mereka, karna jelas-jelas mengganggu 24 Mei 2012: 10.00 WIB. 55 Sebagaimana yang diungkapkan Dahrendorf, bahwa kesetabilan atau keseimbangan terjadi karena adanya pemaksaan, 56 dan konflik sosial yang didasarkan pada oposisi kepentingan kelas dan konsekuensi konflik itu dalam melahirkan perubahan sosial. 57 Dengan demikian, walaupun tindakan ini mencederai kemanusiaan atau tidak manusiawi, namun tindakan represif perlu dilakukan untuk mencapai tujuan supaya terciptanya lingkungan yang kondusif di lingkungan terminal dengan mengontrol para pedagang liar supaya tidak mengganggu ketertiban di terminal, dan tempat relokasi menjadi lebih bermanfaat bagi pedagang kaki lima, serta keberadaan 54 QGL 6XUDGL ³5HVLVWHQVL 0DV\DUDNDW DODP 3HPEDQJXQDQ ,QIUDVWXNWXU 3HUGHVDDQ´ Studi Kasus di Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat´ Komunitas, Vol. IV No.3 November 2008, h: 55. 39 Wawancara dengan AA. 34 Zainuddin Malik, Narasi Agung: Tiga Teori Sosial Hegemonik Surabaya: LPAM 2003, h:207. 57 Robert M. Z. Lawang, ed, Paul Johnson: Teori Sosiologi Klasik dan Modern II Jakarta: Gramedia 1986, h: 183. 94 pedagang kaki lima liar tidak merugikan pedagang resmi dalam menjalankan usaha, dan juga memperoleh penghasilan yang diharapkan. Hal ini sebagaimana harapan yang di ungkapkan L: ³Ya terganggu sih mas, ya kesatu omset kita menurun dengan adanya pedagang-pedagang liar´ 25 Mei 2012: 15.00 WIB. 58 Kemudian, harapan dari H: Iyya emang sih merasa risih juga sih cuman yaa namanya orang mencari makan gitu pak, masing-masing aja rizkinya, ga ngelarang sih yaa kalo bisa sih di tertibkan lah, biar supaya yang punya kios ini pendapatannya lebih layak gitu lah 25 Mei 2012: 16.40 WIB. 59

B. Faktor Penghambat Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Terminal

Kampung Rambutan Jakarta Timur Dalam menjalankan program di lapangan, tentunya banyak ditemukan beberapa kendala. Berdasarkan informasi yang di peroleh di lapangan, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta dalam relokasi yaitu: 1. Dalam penyediaan bangunan fasilitas penunjang terminal Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta hanya diperbolehkan memakai 10 persen dari luasan terminal. 60 2. Dalam melakukan kegiatan usaha di terminal kampung rambutan, Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta mengijinkan pihak terminal memfasilitasi para pedagang, serta 35 Wawancara dengan L, Kios Rumah Makan Terminal Kampung Rambutan Dalam Kota , 25 Juni 2012 36 Wawancara dengan H, Kios Rumah Makan Terminal Kampung Rambutan Dalm Kota, 21 Mei 2012 37 Wawancara dengan WW . 95 memperbolehkan para pedagang mendirikan bangunannya sendiri, di satu sisi kebijakan tersebut membantu pedagang dalam melakukan kegiatan usaha di terminal, namun di sisi lainnya memberatkan pedagang atau pengelola yang sudah mendirikan kios di kawasan terminal karena kios-kios yang dibangun di atas lahan pemerintah terminal akan menjadi hak milik pemerintah, 61 dan selanjutnya di kelola oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta. 62 Ketentuan tersebut jelas merugikan para pedagang yang telah mendirikan kios dengan modal sendiri kemudian hak kepemilikannya di ambil, dalam peraturan tersebut pemerintah seolah-olah menjadi pihak yang otoriter dalam pengaturannya, dan tidak mempertimbangkan keinginan dan kesejahteraan pedagang. 3. Tempat relokasi untuk para pedagang di terminal kampung rambutan saat ini tidak dapat di tambah atau di perbanyak, sebagaimana yang diungkapkan WW: ³Sebenernya.. kalo fasilitas terminal, baik itu di terminal DKI itu tidaN EROHK GL WDPEDK ODJL MDGL LQL \DQJ DGD DMD´ 20 Mei 2012: 11.00 WIB. 63 Kemudian, menurut AA: ³Sekarang fasilitas penunjang tidak bisa di tambah lagi karena aset atau lahan di 26 Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta, Lampiran Surat Ijin Kegiatan Usaha Di Dalam Terminal Penumpang, Pool Bus Dan Terminal Barang Di Provinsi Jakarta, h: 1. 6 Wawancara dengan K. 38 Wawancara Wawancara dengan WW 96 WHUPLQDOVXGDKSHQXKGHQJDQIDVLOLWDVWHUPLQDO´ 24 Mei 2012: 10.00 WIB. 64 4. Dengan adanya ketentuan pembatasan pembangunan fasilitas terminal atau tempat relokasi, Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta saat ini hanya memberikan bantuan kepada para pedagang yang sudah menempati tempat relokasi dengan memperbolehkan memperpanjang ijin usaha, sebagaimana yang diutarakan WW: Jadi ini yang ada aja, untuk perpanjang aja memperpanjang tempat, jadi gak boleh di tambah lagi, maksudnya ga boleh permohonan baru atau memohon ijin baru, yang ada sekarang ini hanya proses perpanjang aja, permohonan ijin 20 Mei 2012: 11.00 WIB. 65 Dengan adanya ketentuan yang hanya 10 persen peruntukan bangunan fasilitas terminal, berdampak minimnya bangunan relokasi untuk para pedagang kaki lima. Kemudian, dengan adanya pembatasan dalam penyediaan fasilitas terminal dan Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta hanya melayani para pedagang yang sudah terdaftar menempati lokasi resmi, mengakibatkan banyak pedagang kaki lima yang tidak dapat mengakses fasilitas terminal, serta tidak memberikan kesempatan kepada pedagang lain untuk menempati lokasi tersebut, sehingga masih banyak para pedagang melakukan aktifitasnya di ruang- ruang publik dan menjadi pedagang liar. 39 Wawancara dengan AA. 40 Wawancara dengan WW .