Teori Fungsional Struktural a. Teori Fungsional Struktural Talcott Parsons
37 Selanjutnya, sistem tindakan Talkott Parson terdapat 4 komponen
skema tindakan, yaitu: Satu, pelaku atau aktor. Parson melihat aktor sebagai termotivisir untuk mencapai tujuan. Dua, Tujuan Goal. Tujuan yang
dicapai harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Tiga, Situasi. Tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi
Prasarana dan Kondisi. Empat, Standar-standar Normatif: Skema ini sangat penting untuk mencapai tujuan, dalam pencapaian tujuan aktor harus
memenuhi sejumlah standar atau aturan yang berlaku di masyarakat
.
27
b. Teori Fungsional Struktural Robert K. Merton
Robert K. Merton seorang fungsionalis yang menggunakan terminologi fungsionalisme taraf menengah, Teori ini dikemukakan oleh
Robert. K. Merton yang berorientasi pada kelas. Namun secara teoretis, Merton memiliki perspektif yang sama dengan sosiolog fungsionalisme.
Merton telah mengutip 3 postulat yang ia kutip dari analisa fungsional, diantaranya ialah: Pertama, kesatuan fungsional masyarakat
yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau
konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini,
Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan
27
Ferryroen, ³Talcott Parsons: Teori Struktur Fungsional´, h: 2
38 karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu
kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain. Kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh
bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi
positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan
demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan. Ketiga, yaitu Indispensability. yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban,
setiap kebiasaan, ide, objek materil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan
merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini
masih kabur, dalam artian tak memiliki kejelasan apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
28
Dalam teori fungsionalisme taraf menengah, Merton juga mencoba menjelaskan perilaku deviasi dengan membagi norma sosial menjadi 2 jenis
yaitu: Satu, Tujuan Sosial Sociate Goals. Dua, Sarana yang tersedia Means. Dalam kontaks ini, Robert K. Merton mengemukakan 5 bentuk
kemungkinan adaptasi yang dilakukan setiap anggota kelompok masyarakat berkaitan dengan tujuan Goals dan tata cara yang telah membudaya
28
Shvoong, ³Pokok-pokok Teori Struktur Fungsional´. Shvoong, 30 Juni 2011. h: 3. Diakses pada tanggal 20 April 2012. http:id.shvoong.comlaw-and-politicscontemporary-
theory2180241-pokok-pokok-teori-struktural-fungsionalixzz1oRAim3fI
39 Means, yaitu: Pertama, Konformitas Conformity, yaitu suatu keadaan di
mana anggota masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana yang terdapat dalam masyarakat sebab adanya tekanan moral yang melingkupinya. Kedua,
Inovasi Inovation terjadi manakala tujuan yang terdapat dalam masyarakat diakui dan dipertahankan tetapi dilakukan perubahan sarana yang
dipergunakan sebagai alat untuk meneapai tujuan tersebut. Ketiga, Ritualisme Ritualism adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat
menolak tujuan yang telah ditetapkan namun masih tetap memilih sarana atau tata cara yang telah ditentukan. Keempat. Penarikan Diri Retreatisme
merupakan keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah tersedia dalam masyarakat. Retreatisme ini mencerminkan
mereka-mereka yang terlempar dari kehidupan masyarakat. Kelima. Pemberontak Rebellion. yakni suatu keadaan di mana tujuan dan sarana
yang terdapat dalam masyarakat ditolak serta berupaya untuk mengganti dan mengubah seluruhnya.
29
2. Teori Konflik Ralf Dahrendorf Pada dasarnya, teori konflik sama dengan fungsionalisme struktural,
yaitu pada studi struktur dan institusi sosial dan melihat masyarakat sebagai satu sistem, yang terdiri dari bagian-bagian.
30
Tetapi, persepktif fungsionalis menganggap masyarakat statis atau masyarakat berada dalam keadaan
berubah secara seimbang. Sedangkan, perspektif konflik melihat bahwa masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Fungsionalis
29
Dr. Ir. Herien puspitawati, Teori Struktural Fungsional Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga Bogor: Ikk Fema 2009, h: 17-18
30
Bernard, Teori Sosiologi Modern Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007, h: 71-72.
40 menekankan keteraturan sebagai sumber integrasi dan keseimbangan,
teoritisi konflik menekankan konflik sebagai sumber perubahan.
31
Teori konflik yang dikemukakan Ralf Dahrendorf merupakan teori NRQIOLNGLDOHNWLN0HQXUXWDKUHQGRUI³PDV\DUDNDWPHPSXQ\DLGXDZDMDK
\DNQL NRQIOLN GDQ NRQVHQVXV´ DKUHQGRUI EHUVDQGDU SDGD IXQJVLRQDO struktural,
dan mengatakan
bahwa dalam
struktural fungsional
keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang sukarela atau karena konsensus yang bersifat umum, sedangkan dalam teori-teori
konflik kesetabilan atau keseimbangan terjadi karena pemaksaan. Hal itu berarti, dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan
dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kesetabilan bisa dicapai.
32
Pernyataan di atas membawa Dharendorf membawa kepada tesis penting yang dikemukakannya yakni, distribusi otoritas atau kekuasaan
yang berbeda-beda merupakan faktor yang menentukan bagi terciptanya konflik sosial yang sistematis. Berdasarkan tesis tersebut, posisi yang ada di
dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda, kekuasaan atau otoritas tidak terdapat secara interistik
didalam pribadi-pribadi melainkan posisi-posisi yang mereka tempati. Kekuasaan atau otoritas selalu mengandung dua unsur, yaitu penguasa
orang yang berkuasa dan orang yang dikuasai atau bawahan. Mereka yang
31
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Pranada Media, 2005, h: 153.
32
Zainuddin Malik, Narasi Agung: Tiga Teori Sosial Hegemonik Surabaya: LPAM 2003, h: 207
41 menduduki posisi sebagai penguasa atau atasan diharapkan untuk
mengontrol orang-orang yang dikuasai atau bawahannya. Dengan demikian, kekuasaan atau otoritas itu adalah sesuatu yang sah Legitimate, dengan
demikian sah pula sangsi-sangsi yang dikenakan terhadap orang-orang yang melawan kekuasaan tersebut.
33
Selanjutnya, Dahrendorf menjelaskan pertalian antara konflik dan perubahan sosial. Konflik dapat berfungsi untuk melahirkan perubahan. Dia
menyatakan apabila kelompok-kelompok bertentangan muncul, dengan demikian mereka akan terlibat dalam tindakan, yang mengarah pada
perubahan didalam stuktur sosial.
34
Dalam teori konflik atau paksaan Koersi, Dharendorf menempatkan suatu kerangka yang menjelaskan
proses-proses terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu: Satu, setiap masarakat di segala bidangnya mengalami proses-proses perubahan
sosial, karena manusia tidak pernah puas akan apa yang telah dicapai. Dua, tiap manusia memperlihatkan perbantahan Dissensus dan konflik disegala
bidangnya. Tiga, setiap masyarakat terdiri atas dasar paksaan yang dikenakan oleh segelintir anggota yang mempunyai otoritas ke sesama
anggota lain. Empat, setiap unsur dalam masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahannya.
35
33
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007, h: 53-58
34
Bernard, Teori Sosiologi Modern, h: 78.
35
K. J. Veeger, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 1993, h:
213.
42 Dharendorf melihat masyarakat dari segi pandang teori konflik terbagi
menjadi 2 kategori yaitu, orang yang berkuasa dan orang yang dikuasai. Dualisme tersebut, merupakan struktur- struktur dan hakikat tiap-tiap
kehidupan bersama, mengakibatkan kepentingan yang berbeda-beda dan mungkin saling berlawanan.
36
Diferensiasi kepentingan melahirkan kelompok-kelompok yang saling berbenturan, yaitu kekuasaan atau otoritas
mengandung 2 unsur yaitu orang yang berkuasa dan orang yang dikuasai Superordinasi atau dengan kata lain atasan dan bawahan Subordinasi.
Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain: Satu, Kelompok Semu Quasi Group. Dua, Kelompok Kepentingan Manifes. Tiga, kelompok
konflik kelompok semu. Sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga
termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok
konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam 2 perkumpulan, yakni kelompok yang berkuasa atasan dan kelompok yang
dibawahi bawahan. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Dharendorf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang
sama. Mereka yang berada pada kelompok atas penguasa ingin tetap
36
K. J. Veeger, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, h: 214.
43 mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah yang
dikuasai atau bawahan ingin supaya adaperubahan.
37