F. Epidemiologi Diare
Diare  masih  merupakan  masalah  kesehatan  masyarakat  di  negara berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan  kesakitan  pada  anak,  terutama  anak  usia  di  bawah  5  tahun.  Di  dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara
berkembang Kemenkes RI, 2011. Angka kematian bayi dan balita karena diare berdasarkan hasil survei antara lain:
1.  Berdasarkan  SKRT  2001,  angka  kematian  bayi  sebesar  9  ,  angka kematian balita sebesar 13
2.  Studi  mortalitas  tahun  2005  menunjukkan  angka  kematian  bayi sebesar 9,1, angka kematian balita sebesar 15,3
3.  Dari  riskesdas  2007,  angka  kematian  bayi  sebesar  42,  angka kematian balita sebesar 25,5
G. Patofisiologi Diare
Fungsi  utama  dari  saluran  cerna  adalah  menyiapkan  makanan  untuk keperluan  hidup  sel,  pembatasan  sekresi  empedu  dari  hepar  dan  pengeluaran
sisa-sisa  makanan  yang  tidak  dicerna.  Fungsi  tadi  memerlukan  berbagai  proses fisiologi  pencernaan  yang  majemuk,  aktivitas  pencernaan  itu  dapat  berupa
Sinthamurniwaty, 2007:
1.  Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2.  Proses  pengunyahan  mastication  :  menghaluskan  makanan  secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3.  Proses penelanan  makanan  diglution :  gerakan makanan dari  mulut
ke gaster
4.  Pencernaan  digestion  :  penghancuran  makanan  secara  mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5.   Penyerapan  makanan  absorption:  perjalanan  molekul  makanan
melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6.  Peristaltik:  gerakan  dinding  usus  secara  ritmik  berupa  gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal. 7.   Berak defecation : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Menurut  Sunoto  dalam  Sinthamurniwaty  2007,  dalam  keadaan  normal dimana  saluran  pencernaan  berfungsi  efektif  akan  menghasilkan  ampas  tinja
sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal
atau  longitudinal  intraluminal  bersama  elektrolit  dan  zat-zat  padat  lainnya  yang memiliki sifat aktif osmotik Sinthamurniwaty, 2007.
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk  secara  per  oral,  saliva,  sekresi  lambung,  empedu,  sekresi  pankreas  serta
sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap  kembali  cairan  intestinal,  sehingga  tersisa  kurang  lebih  50-100  gr
sebagai tinja Sinthamurniwaty, 2007.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1.   Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum 2.  Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3.  Mencegah bakteri untuk berkembang biak. Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya
satu  dengan  lainnya.  Misalnya  bertambahnya  cairan  pada  intraluminal  akan menyebabkan  terangsangnya  usus  secara  mekanis,  sehingga  meningkatkan
gerakan  peristaltik  usus  dan  akan  mempercepat  waktu  lintas  khim  dalam  usus. Keadaan  ini  akan  memperpendek  waktu  sentuhan  khim  dengan  selaput  lendir
usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat  lain akan  mengalami gangguan Sinthamurniwaty, 2007.
Berdasarkan  gangguan  fungsi  fisiologis  saluran  cerna  dan  macam penyebab  dari  diare,  maka  patofisiologi  diare  dapat  dibagi  dalam  3  macam
kelainan pokok yang berupa Sinthamurniwaty, 2007: 1.   Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit karena toksin
Gangguan  reabsorpsi  pada  sebagian  kecil  usus  halus  sudah  dapat menyebabkan  diare,  misalnya  pada  kejadian  infeksi.  Faktor  lain  yang  juga
cukup  penting  dalam  diare  adalah  empedu.  Ada  4  macam  garam  empedu yang  terdapat  di  dalam  cairan  empedu  yang  keluar  dari  kandung  empedu.
Dehidroksilasi  asam  dioksikholik  akan  menyebabkan  sekresi  cairan  di jejunum  dan  kolon,  serta  akan  menghambat  absorpsi  cairan  di  dalam  kolon.
Ini  terjadi  karena  adanya  sentuhan  asam  dioksikholik  secara  langsung  pada permukaan mukosa usus.
Diduga  bakteri  mikroflora  usus  turut  memegang  peranan  dalam pembentukan  asam  dioksi  kholik  tersebut.  Hormon-hormon  saluran  cerna
yang  diduga  juga  dapat  mempengaruhi  absorpsi  air  pada  mukosa  usus manusia,  antara  lain  adalah:  gastrin,  sekretin,  kholesistokinin  dan  glukogen.
Suatu  perubahan  PH  cairan  usus  juga  dapat  menyebabkan  terjadinya  diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus invasive diarrhea
Suatu  proses  absorpsi  dapat  berlangsung  sempurna  dan  normal  bila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada
dalam  keadaan  yang  cukup  tercerna.  Waktu  sentuhan  yang  adekuat  antara khim  dan  permukaan  mukosa  usus  halus  diperlukan  untuk  absorpsi  yang
normal. Permukaan  mukosa  usus  halus  kemampuannya  berfungsi  sangat
kompensatif,  ini  terbukti  pada  penderita  yang  masih  dapat  hidup  setelah reseksi  usus,  walaupun  waktu  lintas  menjadi  sangat  singkat.  Motilitas  usus
merupakan  faktor  yang  berperanan  penting  dalam  ketahanan  lokal  mukosa usus.  Hipomotilitas  dan  stasis  dapat  menyebabkan  mikroorganisme
berkembang  biak  secara  berlebihan  tumbuh  lampau  atau  overgrowth  yang kemudian  dapat  merusak  mukosa  usus,  menimbulkan  gangguan  digesti  dan
absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas  dapat  terjadi  karena  rangsangan  hormon  prostaglandin,
gastrin,  pankreosimin;  dalam  hal  ini  dapat  memberikan  efek  langsung sebagai  diare.  Selain  itu  hipermotilitas  juga  dapat  terjadi  karena  pengaruh
enterotoksin  staphilococcus  maupun  kholera  atau  karena  ulkus  mikro  yang invasif o1eh  Shigella  atau  Salmonella.  Selain uraian di atas haruslah diingat
bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3.  Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus virus. Dalam  beberapa  keadaan  tertentu  setiap  pembebanan  usus  yang
melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya  malabsorpsi  dari  hidrat  arang,  lemak  dan  zat  putih  telur  akan
menimbulkan  kenaikan  daya  tekanan  osmotik  intra  luminal,  sehingga  akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: 1.  Kehilangan  air  dan  elektrolit  sehingga  timbul  dehidrasi  dan
keseimbangan asam basa 2.  Kekurangan gizi
3.  Perubahan ekologik dalam  lumen usus dan  mekanisme ketahanan  isi usus
H. Pencegahan Diare
Menurut  Adrianto  2003  dalam  Bintoro  2009,  diare  umumnya ditularkan  melalui  empat  F,  yaitu  food,  feces,  fly  dan  finger.  Oleh  karena  itu
upaya  pencegahan  diare  yang  praktis  adalah  dengan  memutus  rantai  penularan tersebut.  Beberapa  upaya  yang  dapat  dilakukan  adalah  menyiapkan  makanan
dengan  bersih,  menyediakan  air  minum  yang  bersih,  menjaga  kebersihan individu,  mencuci  tangan  sebelum  makan,  pemberian  ASI  eksklusif,  buang  air
besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya,  mencegah  lalat agar tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat.
Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian dapat  dicegah  dengan  mencegah  dan  mengatasi  dehidrasi  dengan  pemberian
oralit.  Gizi  yang  kurang  dapat  dicegah  dengan  pemberian  makanan  yang  cukup selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus
dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung. Anak  harus  segera  dibawa  ke  rumah  sakit  bila  dijumpai  tanda-tanda  dehidrasi
pada anak Bintoro, 2009. Menurut  Kemenkes  RI  2011,  kegitan  pencegahan  penyakit  diare  yang
benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah: a.  Pemberian ASI
b.  Makanan Pendamping ASI c.  Menggunakan air bersih yang cukup
d.  Mencuci tangan
e.  Penggunaan jamban f.  Membuang tinja bayi yang benar
g.  Pemberian imunisasi campak
I. Penatalaksanaan Penderita Diare
Menurut Kemenkes RI 2011, prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare Lima Langkah Tuntaskan Diare, yang terdiri atas:
1.  Pemberian Oralit Osmolaritas Rendah Pencegahan  terjadinya  dehidrasi  dapat  dilakukan  mulai  dari  rumah
dengan  memberikan  oralit.  Bila  oralit  tidak  tersedia,  penderita  dapat diberikan  lebih  banyak  cairan  yang  mempunyai  osmolaritas  rendah  yang
dianjurkan  seperti  air  tajin,  kuah  sayur  dan  air  matang.  Namun,  bila  terjadi dehidrasi,  penderita  harus  segera  dibawa  ke  petugas  kesehatan  untuk
mendapatan  pengobatan  yang  cepat  dan  tepat  dengan  oralit.  Oralit  yang digunakan  saat  ini  adalah  oralit  kemasan  200cc  dengan  komposisi  Natrium
klorida  0,52  gram,  Kalium  klorida  0,3  gram,  Trisodium  sitrat  dihidrat  0,58 gram dan Glukosa anhidrat 2,7 gram.
2.  Pemberian Zinc Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc.
Bila  anak  mengalami  diare,  kehilangan  Zinc  bersama  tinja,  menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang
penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan
Zinc  sebagai  kofaktornya.  Pemberian  Zinc  selama  diare  terbuki  mampu mengurangi lamanya diare, mengurangi tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi  buang  air  besar,  mengurangi  volume  tinja  serta  menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Zinc  diberikan  pada  setiap  diare  dengan  dosis;  untuk  anak  berumur kurang  dari  6  bulan  diberikan  10  mg  ½  tablet  Zinc  per  hari,  sedangkan
untuk  anak  berumur  lebih  dari  6  bulan  diberikan  tablet  Zinc  20  mg. Pemberian  Zinc  diteruskan  sampai  10  hari,  walaupun  diare  sudah  membaik
untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan. 3.  Pemberian ASIMakanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita  terutama  pada  anak  agar  tetap  kuat  dan  tumbuh  serta  mencegah
berkurangnya  berat  badan.  Anak  yang  masih  minum  ASI  harus  lebih  sering diberi ASI. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah mendapat makanan padat
harus  diberikan  makanan  yang  mudah  dicerna  sedikit  demi  sedikit  tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 4.  Pemberian antibiotik
Antibiotik  tidak  boleh  digunakan  secara  rutin  karena  kecilnya  kejadian diare  yang  memerlukannya.  Antibiotik  hanya  bermanfaat  pada  anak  dengan
diare berdarah.
5.  Pemberian nasihat
Ibu atau keluarga harus diberi nasihat tentang: a  Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b  Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, yaitu jika diare lebih  sering,  muntah  berulang,  sangat  haus,  makan  atau  minum  sedikit,
timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.
J. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita