Hubungan Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare

menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan jamban , membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak.

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita

1. Hubungan Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare

a Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare

Umur balita merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar balita yang diteliti memiliki umur 24 bulan. Berdasarkan hasil bivariat menunjukkan bahwa distribusi balita yang banyak mengalami kejadian diare sebagian besar berumur 25-59 bulan yaitu sebanyak 16 balita. sedangkan balita yang berumur 10-24 bulan dan mengalami diare sebanyak 7 balita. Hasil uji chai square, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita 10-59 bulan dengan kejadian diare, dengan Pvalue sebesar 0,392. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar 2004 di TPA Bantargebang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare dengan umur balita. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Muhadi 2008, yang memperoleh informasi bahwa balita kelompok umur bayi yang terkena diare ada 12 21,8 dari 55 balita dan balita kelompok umur balita yang menderita diare ada 14 14,7 dari 95 balita. Berbeda halnya dengan penelitian Sinthamurniwaty 2005 di Kabupaten Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur balita dengan kejadian diare dengan Pvalue 0,006. Hasil penelitian ini menunjukkan balita umur 24 bulan mempunyai risiko 3,18 kali terkena diare dibandingkan dengan balita berumur ≥ 24 bulan. Menurut Muthmainah 2011, bayi usia di bawah 10 bulan mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi terutama jika sterilisasinya kurang. Selanjutnya, anak yang berusia di bawah 24 bulan produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup untuk defence mekanisme, sehingga serangan virus berkurang. Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang 6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli Puspitasari, 2012. Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara umur balita dengan kejadian diare, dimungkinkan karena ibu balita selalu melakukan perhatian khusus terhadap balita mengingat sebagian besar pekerjaan ibu balita adalah ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu lebih banyak untuk mengurus dan menjaga kebersihan balitanya sendiri. Selain itu, sebagian responden menganggap bahwa diare yang terjadi pada umur dibawah 25 bulan adalah kejadian wajar dan merupakan tanda fase perubahan anak menjadi besar dan pandai sehingga tidak adanya upaya pencegahan. Walaupun demikian terdapat 35 balita yang berumur 10-24 bulan menderita kejadian diare, yang artinya tidak semua balita yang berumur 10-24 bulan pada penelitian ini tidak mengalami diare. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kelompok umur 6-12 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intololeransi makanan itu yang dapat menyebabkan tingginya risiko terkena diare Sinthamurniwaty, 2004. Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan, biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare Sinthamurniwaty, 2004. Muhadi 2010 dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas 12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya. b Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu yang diduga mempengaruhi kejadian diare pada balita. berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 31 responden 59,6. Berdasarkan hasil uji bivariat, dapat diketahui bahwa responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian kecil mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 6 responden 28,6 sedangkan responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare pada balitanya yaitu sebanyak 15 responden 71,4. Berdasarkan hasil uji statisik chai square diketahui pemberian ASI eksklusif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar 2004 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara kejadian diare dengan pemberian ASI. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 10 balita 11,6 mendapatkan ASI dan mengalami kejadian diare. Sedangkan balita yang tidak mendapatkan ASI terkena diare sebanyak 6 balita 60. Namun berbeda dengan hasil penelitian Cahyono di Pondok Gede 2003, yang menunjukkan bahwa ASI eksklusif berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada balita. dalam penelitian ini balita yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai risiko terkena diare sebesar 3,19 kali dibandingkan dengan balita tang diberi ASI eksklusif. Hasil penelitian lain yang dihasilkan oleh Simatupang 2003 di kota Sibolga yang menyatakan terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk Kemenkes, 2011 Kecilnya presentase pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini diduga menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Selain itu, faktor lain adalah imunitas balita yang cukup baik dari sebagian responden yang terutama ibu rumah tangga mengasuh balitanya sendiri yang memungkinkan ibu untuk memberikan makanan yang bergizi cukup. Walaupun begitu, dalam penelitian ini secara presentase balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan ibu yang memberikan pisang, bubur dan makanan lain pada bayi yang baru lahir. Beberapa responden menyatakan saat melahirkan tidak memberi ASI karena pada saat itu ASI tidak keluar. Di samping itu, beberapa responden lainnya juga mengatakan bahwa bayi tidak mau diberi ASI sehingga oleh responden diberi makanan lain seperti bubur biskuit kepada bayinya. Menurut Kemenkes RI 2010, ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja ASI eksklusif tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

c Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare

Imunisasi campak merupakan riwayat imunisasi campak yang diperoleh balita. Dalam penelitian ini, sebagian balita belum mendapatkan imunisasi campak yaitu sebanyak 46,2 sedangkan balita yang sudah diimunisasi campak sebanyak 53,8. Hasil analisis hubungan imunisasi campak dengan kejadian diare menunjukkan bahwa kejadian diare lebih banyak terjadi pada balita yang belum diimunisasi campak yaitu sebanyak 54,2 13 balita. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan karena nilai Pvalue sebesar 0,263 lebih besar dari α 5. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar 2004 yang mendapatkan bahwa imunisasi campak tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita dan sifat hubungan hanya risiko secara kebetulan. Penelitian yang dilakukan Rini 2001 juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Hal ini berbeda dengan penelitian penelitian Cahyono di Pondok Gede 2003 yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan adalah imunisasi campak. Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita diimunasasi campak. Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare Kalista, 2012. Imunisasi termasuk imunisasi campak merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pada balita, termasuk diare yang biasanya merupakan komplikasi dari penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak pada balia sangat bermanfaat. Menurut Akhmadi 2009 dalam Umarotuzuhro 2011, pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur sembilan bulan. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita pada penelitian ini dapat terjadi karena imunitas balita yang cukup baik yang didapatkan dari makanan dan minuman yang didapatkan balita. Menurut Johar 2004 dalam penelitiannya, balita yang mengalami kejadian diare walaupun telah diimunisasi campak dapat terjadi karena adanya variabel lain yaitu asupan gizi yang berpengaruh pada imunitas tubuh balita. Selain itu, dilihat dari presentase balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak setelah berumur 10 bulan dan mengalami diare lebih besar 54,2. Hal ini disebabkan dari masih banyaknya balita yang belum diimunisasi. Berdasarkan pernyataan dari ibu balita yang belum memberikan imunisasi kepada balitanya diketahui bahwa ibu balita malas untuk membawa balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan dan kesadaran yang masih rendah dari ibu tentang pemahaman imunisasi campak. Selain itu, balita yang belum mendapatkan imunisasi campak juga dapat disebabkan karena pada saat ada jadwal imunisasi campak balita tersebu dalam kondisi tidak sehat sehingga tidak memungkinkan anak diimunisasi. Menurut Rini 2001, pencegahan penyakit infeksi salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi. Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar 6-20.

2. Hubungan Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan Tahun 2002

1 57 78

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 9 128

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 16 128

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

0 2 7

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG - UDiNus Repository

0 0 2

HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

0 1 7