72
Walaupun dari keanggotaan tiap kelompoknya tidak ditemukan masalah adanya satu keluarga ataupun hanya numpang nama.
Penelitian Juliarni 2013 juga menemukan fenomena seperti diatas yang mana dalam pelaksanaan SPP di Bangun Purba tahun 2012 terkesan kejar target
demi terpakainya seluruh alokasi bantuan langsung masyarakat, manipulasi jenis usaha di proposal serta penggunaan dana bantuan hanya untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan bayar hutang, padahal seharusnya SPP merupakan suatu pemberdayaan masyarakat, dimana pemberdayaan adalahserangkaian proses
kegiatan untuk memperkuat keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
4.4.2 Pelaksanaan Sosialisasi : Belum Menyeluruh
Sebagai agen sosialisasi resmi untuk menginformasikan mengenai program SPP ini yang ditunjuk oleh pihak kecamatan ke desa adalah KPMD
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa. Masing-masing setiap desa ditunjuk 1-2 orang, dan di Desa Batu Anam memiliki KPMD sebanyak 1 orang yaitu ibu SM
yang memiliki tanggung jawab menginformasikan mengenai program SPP ke 10 dusun yang berada di Desa Batu Anam.
Beliau memberikan sosialisasi program SPP melalui bantuan keberadaan kepala dusun di setiap dusun yang berada di desa Batu Anam, hal ini sesuai
dengan pernyataan yang dikatakan oleh informan:
Universitas Sumatera Utara
73
Ibu SM “ Awalnya saya mengetahui program SPP ini dari rapat rutin yang
dilaksanakan di kantor desa, lalu saya yang sejak dulu memang sudah menjadi KPMD di kegiatan posyandu ditunjuk sebagai KPMD yang
menangani program SPP, dan kegiatan posyandu sebelumnya saya alihkan ke rekan yang lain. Untuk urusan mensosialisasikan kegiatan ini
ke masyarakat, saya minta bantuan dari tiap-tiap kepala dusun disetiap dusunnya, kerena jujur saja kalau saya yang bekerja sendirian maka akan
tersebar dengan memakan waktu yang lama, apalagi jarak tiap dusunnya yang relatif jauh, namun disini saya juga berperan aktif dalam
mensosialisasikan kegiatan ini, baik menjelaskan maksud dan tujuan serta fungsi dari program ini. Saya juga ambil andil dalam pembuatan
beberapa proposal tiap kelompok, karena bisa dibilang anggota yang ikut tidak paham dengan mekanisme pembuatan proposal dan juga
keterbatasan pengetahuan serta waktu mereka
”. Ibu M
“ Awalnya saya tau program SPP ini dari ibu KPMD. Beliau menginformasikan melalui perwiritan yang rutin kami laksanakan hari
kamis, jadi waktu itu ibu SM menyampaikan mengenai SPP ini ketika perwiritan telah selesai dilakukan, namun hanya menjelaskan SPP secara
umum saja, penjelasan selanjutnya setelah kami dan beberapa ibu-ibu lain yang tertarik ingin bergabung menanyakan secara langsung kepada ibu
SM dan berkunjung kerumahnya, setelah itu barulah bapak B kepala dusun yang menyampaikan mengenai SPP kepada saya dan beberapa
ibu-ibu lainnya yang datang ke warung saya, jadi bisa dibilang sosialisasi yang kami terima dan menyebar melalui kabar dari mulut ke mulut. Kalau
informasi melalui pengumuman keseluruh ibu-ibu dan ditempatkan dalam 1 ruangan itu belum pernah
” Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat
diketahui bahwa para informan mendapatkan informasi mengenai SPP ini melalui KPMD yang memang agen sosialisasi utama dari program ini, dan sejauh ini
keberadaan KPMD
memang dirasakan
keberadaannya ditengah-tengah
masyarakat khususnya yang ikut menjadi kelompok SPP. Keberadaan KPMD ini dirasakan anggota SPP selain sebagai agen
sosialisasi juga sebagai pendamping dalam pembuatan proposal pinjaman kelompok, dan sebagai agen kedua dalam mensosialisasikan program SPP adalah
Universitas Sumatera Utara
74
kepala dusun yang dari wawancara beberapa informan kurang dirasakan kehadirannya, karena masih ada beberapa informan yang mengaku tidak
mendapatkan informasi program SPP ini. Temuan data ini juga terkait dengan penelitian Rihadini 2012 yang
dilakukan di Ranometo yang mana dalam pelaksanaan sosialisasi program SPP ini masih belum terakses keseluruh masyarakat umum, baik karena keterbatasan
KPMD itu sendiri ataupun hal-hal yang disengaja seperti penyebaran info hanya berdasarkan keakraban dan kekeluargaan saja. Jika di pahami proses sosialisasi
adalah merupakan suatu tahapan utama dalam pelaksanaan sebuah program, dan dalam kajian sosiologi proses sosialisasi dapat dilakukan oleh berbagai media,
diantaranya antar individu secara langsung atau melalui media cetak ataupun elektronik.
Dalam bersosialisasi khususnya dalam suatu program sangat dibutuhkan, agar tujuan dari program itu dapat tersampaikan dengan baik. Berikut fungsi manifest dari
pelaksanaan sosialisasi :
1. Memperkenalkan maksud dan tujuan dari program keseluruh masyarakat.
2. Disampaikan oleh pihak pembuat program kepada seluruh lapisan
masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program. Pada kenyataannya, pada Desa Batu Anam fungsi manifest dari sosialisasi ini
tidak berjalan baik, bahkan muncul fungsi baru dari sosialisasi tersebut berdasarkan hasil wawancara berikut:
Ibu S “ kalau sosialisasi gak pernah dilakukan secara terbuka atau secara
umum begitu nak, biasanya KPMD itu yang mendatangi rumah kami satu- satu untuk menyampaikan ini, itupun hanya beberapa saja, nanti yang
mendapat informasi itu disuruh mencari temannya sendiri, jadi
Universitas Sumatera Utara
75
informasinya ini gak tersebar keseluruh masyarakat bahkan hanya yang dekat sama KPMD saja
lah yang tau informasi.” Ibu SM
“kalau sosialisasi tentang SPP kami lakukan, tetapi tidak kami kumpulkan masyarakat seluruhnya, kami hanya menyampaikan kepada kepala dusun
atau kami pilih orang-orang yang berkualitas dan memiliki usaha untuk mengajak temannya mengikuti program ini, karena jika dikumpulkan
semua susah dek, toh juga tidak semuanya paham maksud dari program ini, hanya beberapa orang saja yang paham jadi ya mereka yang kita pilih
dek, karena kita kan mengetahui bahwa kaum ibu di pedesaan itu gak
semuanya tamat sekolah dek”. Berdasarkan hasil yang disampaikan informan diatas bahwa sosialisasi
telah memiliki fungsi yang tidak diharapkan yakni fungsi Latent yang disebut disfungsi. Fungsi yang tidak diharapkan itu adalah:
1. Informasi program disampaikan kepada masyarakat atau kelompok
tertentu saja, baik tetangga maupun orang terdekat KPMD saja. 2.
Agen sosialisasi tidak bekerja secara maksimal. Penelitian Wahyudi 2011 yang juga melakukan penelitian tentang
program SPP di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, menjelaskan juga bahwa SPP bisa berjalan secara efektif dikarenakan struktur yang ada bekerja
secara fungsional. Proses sosialisasi menjadi pokok utama dari keberlangsungan program ini. Berdasarkan penelitiannya Wahyudi melihat bahwa dalam tahapan
ini jika terjadi ketimpangan maka program ini hanya akan diisi oleh orang-orang yang seharusnya tidak mendapatkan pinjaman. Dapat dikatakan tidak tepat
sasaran sehingga tidak berjalan secara efektif.
Universitas Sumatera Utara
76
4.4.3 Penggunaan Dana SPP : Kurang Transparan Dan Kurang Sesuai Dengan SOP SPP