70
4.4  Disfungsi Pelaksanaan SPP
Ketidaksesuaian  berjalannya  program  dalam  hal  ini  adalah  ketidaksesuaian SOP pelaksanaan program dengan kenyataan pelaksanaan program, menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru akan muncul yang tentu saja harus diselesaikan. Dengan  harapan  program-program  yang  telah  dibuat  sedemikian  rupa  dapat
berdampak baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
4.4.1 Pembentukan Kelompok : Manipulasi Usaha Yang Digeluti
Dalam  pelaksanaan  SPP  yang  tertuang  dalam  SOP,  tertulis  bahwa  syarat anggota untuk membuat kelompok SPP adalah anggota kelompok baru minimal 5
orang  dan  maksimal  10  orang,  sedangkan  untuk  kelompok  lama  maksimal  15 orang, dan di desa Batu Anam ini masing-masing kelompok beranggotakan 7
– 10 orang  per  kelompok.  Pembentukan  kelompok  ini  juga  harus  dengan  syarat  tidak
adanya ikatan persaudaraan keluarga dalam satu kelompok. Setiap anggota yang ikut program SPP haruslah sudah memiliki usaha dan
jenis  usaha  yang  digeluti,  haruslah  dilampirkan  dalam  pembuatan  proposal pinjaman,  namun  pada  kenyataannya  masih  ada  beberapa  anggota  yang  sama
sekali tidak memiliki usaha  yang tentu saja dalam pembuatan proposal  pinjaman menyertakan manipulasi keterangan usaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikatakan oleh informan: Ibu A
“ Anggota dikelompok SPP ibu ada 10 orang. Tapi hanya 2 orang saja yang  memiliki  usaha  yaitu  kedai  sampah.  Yang  lainnya  dipakai  buat
kebutuhan  sehari-hari  termasuk  juga  ibu,  tapi  ibu  pakai  buat  tambahan dana  bangun  rumah.  Ya  waktu  buat  proposal  ibu  bilang  saja  ibu  punya
Universitas Sumatera Utara
71
usaha  jualan  gorengan,  karenakan  kalau  dibuat  diproposal  buat tambahan dana bangun rumah mana dikasih, jadi intinya ya pinter-pinter
kami aja nak untuk membuat proposal bersama KPMD yang penting nanti pas dana uda cair  kan gak ada pengawasan jadi gak akan ketahuan  dan
pas  diakhir  nanti  ya  dibayar  saja  uang  pinjamannya  sesuai  yang  kita pinjam  berapa.  Kalau  dipikir  sih  memang  salah  tapi  kan  dari  pihak  spp
nya  sendiri  juga  gak  melakukan  pengawasan  atau  bahkan  pas  saat pemeriksaaan  proposal  kenapa  gak  turun  kelapangan  dulu  untuk
melakukan  pengecekan,  tapi  malah  main  dicairkan  saja.  Ya  sudah  kan berarti masyarakat gak salah. Namanya juga butuh duit nak cari pinjaman
tanpa agunan pasti susah kan
” Ibu SA
“ Anggota kelompok ibu ada 10 orang. Ibu saja bergabung di kelompok semangka  karena  diajak  ibu-ibu  yang  lainnya  karena  merasa  kurang
anggota.  Ya  ibu  ikut  saja,  kan  lumayan  uangnya  dipakai  buat  kebutuhan sehari-hari.  Dari  total  pinjaman  Rp  50.000.000  ibu  cuma  pinjam  Rp
3.000.000,  karena  bunga  yang  cuma  1  makanya  ibu  ambil,  kan  sedikit cicilan  pembayaran  yang  harus  saya  bayar.  Cukuplah  diambil  dari  gaji
saya sebagai BHL buat bayar cicilannya. Kalau masalah jenis usaha apa yang  tertera  di  proposal  saya  bilang  saja  kalau  pinjamannya  itu  nanti
saya gunain buat modal usaha jualan bensin eceran.” Bapak A
“ Saya tahu sebenarnya ada beberapa anggota SPP yang bohong dalam menyantumkan  usaha  mereka  dalam  proposal.  Tapi  mau  gimana,
namanya  tetangga  satu  kampung  kan  susah  kalau  seandainya  terlalu diusik.  Yang  penting  selagi  dia  saya  anggap  mampu  untuk  melunasi
hutangnya  ya  diberikan  saja,  daripada  dana  dari  pemerintah  ini ngang
krak berhenti di rekening PNPM kan bagus berputar”. Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  para  informan  tersebut,  dapat
diketahui  bahwa  para  informan  yang  bergabung  menjadi  anggota  SPP  tidak sepenuhnya  sepenuh  hati  atau  dengan  kesadaran  ingin  merubah  kesejahteraan
hidup  melalui  kegiatan  usaha  yang  menjadi  tujuan  utama  SPP.  Bahkan  ada beberapa anggota yang ikut hanya karena diajak atau sekedar ikut-ikutan dan dana
dari  SPP  itu  tidak  diatur  dengan  baik.  Bahkan  dengan  frontal  anggota  SPP tersebut  menyampaikan  manipulasi  usaha  yang  tercantum  di  propoal  pinjaman.
Universitas Sumatera Utara
72
Walaupun  dari  keanggotaan  tiap  kelompoknya  tidak  ditemukan  masalah  adanya satu keluarga ataupun hanya numpang nama.
Penelitian  Juliarni  2013  juga  menemukan  fenomena  seperti  diatas  yang mana  dalam  pelaksanaan  SPP  di  Bangun  Purba  tahun  2012  terkesan  kejar  target
demi  terpakainya  seluruh  alokasi  bantuan  langsung  masyarakat,  manipulasi  jenis usaha  di  proposal  serta  penggunaan  dana  bantuan  hanya  untuk  pemenuhan
kebutuhan  sehari-hari  dan  bayar  hutang,  padahal  seharusnya  SPP  merupakan suatu pemberdayaan masyarakat, dimana pemberdayaan adalahserangkaian proses
kegiatan  untuk  memperkuat  keberdayaan  kelompok  lemah  dalam  masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
4.4.2  Pelaksanaan Sosialisasi : Belum Menyeluruh