BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh bangsa. Perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting. Salah satunya
menjaga kestabilan moneter yang disebabkan atas kebijakannya terhadap simpanan masyarakat serta sebagai lalu lintas pembayaran. Bank sendiri
merupakan suatu badan usaha yang tujuannya menghasilkan laba. Dalam hal ini
berlaku prinsip going concern yang artinya kegiatan usaha harus dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk
memaksimumkan keuntungan dan memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Dari dua tujuan utama perusahaan tersebut, maka pihak manajemen harus dapat
menghasilkan keuntungan yang optimal serta melakukan pengendalian yang
seksama terhadap kegiatan operasional, terutama yang berkaitan dengan keuangan perusahaan.
Krisis moneter yang berkepanjangan melanda Indonesia sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan, terutama di bidang ekonomi. Keadaan
ekonomi yang berfluktuasi tersebut membuat keadaan perekonomian negara menjadi sangat memprihatinkan. Setelah terjadi krisis, pada bulan Juli 1998 nilai
mata uang rupiah mengalami penurunan mencapai 83,2, indeks saham terpangkas menjadi 35, kapitalisasi pasar berkurang sebesar 88, tingkat
Universitas Sumatera Utara
pengangguran meningkat menjadi 16,8, suku bunga meningkat menjadi 65, dan nilai impor menurun hingga 33,4.
Di samping itu, banyak bank yang dilikuidasi sejak bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi. Bank yang dilikuidasi berjumlah 16 bank diantaranya
adalah :
Tabel 1.1 Daftar 16 Bank Swasta Nasional yang Terkena Likuidasi
No. Nama Bank
Total Assets Dalam Jutaan
Rupiah Modal
Dalam Jutaan Rupiah
1. Bank Harapan Sentosa 4.291.625
341.177 2. Bank Guna Internasional
449.886 59.213
3. Bank Andromeda
1.383.377 115.297
4. Bank Astria
Raya 715.767
55.168 5. Bank Sejahtera B. Umum
2.220.045 146.849
6. Bank Dwipa
159.305 13.411
7. Bank Kosagraha Semesta 201.323
17.051 8. Bank
Jakarta 296.822
30.482 9. Bank Citrahasta Manunggal
163.506 13.482
10. South East Asia Bank 617.865
28.105 11. Bank
Pinaesaan 512.405
29.205 12. Bank
Mataram Dhanarta
305.262 15.912
13. Bank Anrico
122.730 5.850
14. Bank Pacific
2.276.050 190.328
15. Bank Industri
543.901 30.636
16. Bank Majapahit Jaya 176.001
22.841 Sumber : Bank Indonesia, dimuat dalam berbagai surat kabar, diolah
Bank-bank tersebut dilikuidasi oleh pemerintah dikarenakan bank-bank tersebut mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam ekonomi dan
keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Atas peristiwa tersebut sedikitnya ada lima pihak
yang dirugikan yaitu mulai dari nasabah deposan, nasabah kredit, bank-bank
Universitas Sumatera Utara
dalam maupun luar negeri yang menjadi kreditor dari bank yang dilikuidasi, karyawan bank yang dilikuidasi, dan tentu saja pemilik bank yang dilikuidasi
tersebut. Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank juga telah menimbulkan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder dan shareholder. Kondisi ini tentu saja membuat para investor dan kreditur merasa khawatir jika
perusahaannya mengalami kesulitan keuangan yang bisa mengarah kepada kebangkrutan.
Tingkat kekhawatiran investor ini makin bertambah dengan munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perpu nomor 1 tahun 1998
yang mengatur kepailitan. Didalam perpu tersebut dinyatakan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih maka akan dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik
atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. Hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar
jika proses likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dapat diprediksi lebih dini sehingga dapat dihindari terjadinya masalah yang berkaitan dengan nasabah,
pemilik maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Selain itu krisis keuangan yang belum usai sampai saat ini adalah salah
satu pemicu kebangkrutan. Fenomena bailout sering dilakukan ketika terjadi krisis keuangan. Pada tahun 1998, perbankan di Asia mengalami krisis dimana
Indonesia turut merasakan dampaknya dan praktek bailout juga digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, bailout terjadi besar-besaran dengan nama Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia BLBI.
Melihat dari pelajaran pahit Lehman Brothers, ada banyak nama besar didalamnya yang telah di-bailout ditengah-tengah krisis keuangan global saat ini.
Diantaranya Bear Stearns bank investasi AS, Fannie Mae Freddie Mac perusahaan keuangan properti terbesar AS, Northern Rock perusahaan
keuangan properti Inggris, Royal Bank of Scotland bank kedua terbesar di Inggris, AIG asuransi, Lloyds HBOS bank Inggris, Citigroup bank AS.
Daftar di atas belum termasuk bank-bank yang di-bailout di bagian Eropa, Asia, dan Amerika Latin lainnya, termasuk di Indonesia yang dialami oleh Bank
Indover dan Bank Century. Saat ini dengan adanya bantuan likuiditas bank
Indonesia BLBI, bank century tersebut masih dapat tetap berdiri dengan nama Bank Mutiara Tbk.
Dampak dari bangkrutnya Lehman Brother langsung dirasakan di belahan dunia lain karena wilayah geografis operasionalnya ada dilima benua. Investor
dan nasabahnya merugi. Bank-bank di Asia maupun Eropa yang berhubungan dengan Lehman juga turut merugi. Jika digabungkan kerugian bank-bank yang
berbisnis dengan Lehman bisa mencapai puluhan milyar dollar Amerika.
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa dunia bisnis sebaiknya dibiarkan berjalan apa adanya, terutama dunia keuangan. Namun ada kejadian-
kejadian seperti Lehman Brother atau bahkan yang lebih besar lagi yang memerlukan intervensi pemerintah agar tidak terjadi kerusakan atau kehancuran
yang lebih buruk. Ada istilah too big to fail yang berarti ada perusahaan-
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang ukurannya terlalu besar dan jika mereka gagal maka dampak negatifnya terlalu besar bagi ekonomi dan disinilah pemerintah harus memberikan
perannya. Penelitian kebangkrutan perusahaan perbankan menurut Altman dengan
mengggunakan lima rasio keuangan. Rasio tersebut adalah Cash flow to total debt, Net income to total assets, Total debt to total assets, Working capital to total
assets, dan Current ratio. Temuan Altman 1968 tersebut diperkuat oleh hasil
eksperimen Beaver dalam Setyorini 1999:4. Beaver memberikan eksistensi dari temuan Altman dengan menambah jumlah sampel serta mengkaitkan rasio-rasio
keuangan tersebut dengan harga saham. Sampel terdiri dari 79 perusahaan yang sehat dan 79 perusahaan yang bangkrut. Dari kedua kelompok perusahaan
tersebut, lima rasio prediktor menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang gagal dan perusahaan yang berhasil serta para investor
mengakuinya kemudian membawa informasi rasio keuangan tersebut ke dalam harga saham.
Disamping itu berdasarkan hasil penelitian Saragih 2010 bahwa ada hubungan yang positif antara kebangkrutan perbankan dengan variabel makro
maka penulis pun tertarik untuk meneliti sejauh mana pula hubungan kebangkrutan perbankan jika dikaitkan dengan harga sahamnya.
Kebangkrutan suatu bank dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangannya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara menganalisis laporan
keuangan yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi
Universitas Sumatera Utara
keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi-strategi perusahaan yang akan atau telah dilaksanakan. Disamping itu
perusahaan dapat mengetahui keadaan serta perkembangan finansial perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai di waktu lampau dan di waktu yang sedang
berjalan. Selain itu dengan melakukan analisis keuangan di waktu lampau maka dapat diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan serta hasil-hasilnya yang
dianggap telah cukup baik dan mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut.
Analisis rasio keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan. Tingkat kesehatan sangat penting bagi
perusahaan perbankan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan dan pada
akhirnya terhindar dari kemungkinan terjadinya kebangkrutan terlikuidasi. Analisis kebangkrutan ini dilakukan untuk memperoleh peringatan awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen karena dapat melakukan perbaikan sejak
awal. Analisis kebangkrutan bank dapat mencakup penilaian terhadap faktor-
faktor CAMELS yang terdiri dari capital, assets, management, earning, liquidity dan sensitivity. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode altman
z-score yang merupakan penelitian awal dengan mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Penilaian lain juga dapat dilihat dari nilai rasio keuangan perbankan seperti CAR
Universitas Sumatera Utara
Capital Adequacy Ratio , NPL Non Performing Loan, ROA Return on Assets
dan LDR Loan to Deposit Ratio. Berikut ini adalah Tabel yang menunjukan pertumbuhan perbankan dari tahun 2005-2009 :
Tabel 1.2 Jumlah Bank Umum Berdasarkan Tingkat Rasio
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
Modal Inti 100 miliar
≥ 100 miliar 44
87 39
91 30
100 22
102 11
110 CAR
12 ≥ 12
12 119
13 117
14 116
11 113
12 109
NPL 5
≥ 5 100
31 100
30 108
22 105
19 107
14 ROA
1,5 ≥ 1,5
41 90
47 83
46 84
41 83
42 79
LDR 50
≥ 50 25
106 29
101 20
110 9
115 11
110 Sumber:Bank Indonesia,Statistik Perbankan Indonesia-Vol.8,No.12Nov2010
Penilaian rasio keuangan perbankan dapat mencerminkan kinerja bank tersebut. Semakin tinggi nilai CAR maka semakin tinggi pula kemampuan
likuiditas bank, semakin tinggi LDR maka semakin rendah kemampuan likuiditas bank, dan semakin besar ROA maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank tersebut. Di bawah ini pula ditunjukkan gambaran kinerja bank umum dan bank persero dalam rentang waktu tahun 2005 sampai dengan 2009
adalah sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.3 Kinerja Bank
Kinerja Bank Umum Tahun 2005-2009
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009
CAR 19,30 21,27 19,30 16,76 17,42
ROA 2,55 2,64 2,78 2,33 2,60
LDR 59,66 61,56 66,32 74,58 72,88
Kinerja Bank Persero Tahun 2005-2009 Indikator
2005 2006 2007 2008 2009 CAR
19,43 21,20 17,85 14,31 13,81 ROA
2,54 2,22 2,76 2,72 2,71 LDR
51,04 59,93 62,37 70,27 69,5
Sumber:Bank Indonesia,Statistik Perbankan Indonesia-Vol.8,No.12Nov2010 Bagi seorang kreditur dan seorang pemegang saham dengan analisis
kebangkrutan ini bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi nantinya. Analisis rasio
keuangan merupakan suatu alat analisis yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik pihak intern sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan kinerja di masa yang
akan datang maupun pihak ekstern sebagai dasar kebijakan mereka. Kebangkrutan memang merupakan masalah yang sangat penting yang
harus diwaspadai oleh perusahaan. Sebuah perusahaan yang mengalami kebangkrutan, berarti perusahaan tersebut telah benar-benar mengalami kegagalan
usaha. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Berbagai analisis dikembangkan
untuk memprediksi awal kebangkrutan perusahaan. Analisis yang banyak
Universitas Sumatera Utara
digunakan saat ini adalah analisis diskriminan Altman, dimana analisis ini mengacu pada rasio-rasio keuangan perusahaan yang tentu saja akan berhubungan
dengan harga saham suatu perusahaan tertentu. Analisis diskriminan Altman merupakan satu model statistik yang dikembangkan oleh Altman yang kemudian
berhasil merumuskan rasio-rasio keuangan terbaik dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan perusahaan. Dari rasio tersebut kemudian dirumuskan dalam altman
z-score kebangkrutan perusahaan, dimana perusahaan yang diteliti mendekati kebangkrutan atau menjauhi kebangkrutan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan mengambil judul analisis pengaruh kebangkutan
bank dengan metode altman z-score terhadap harga saham perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.
B. Perumusan Masalah