Analisis Etos Kerja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
DIAN FAJARIADI
117046033/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2014
(2)
ANALISIS ETOS KERJA, IKLIM KERJA DAN DISIPLIN
KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAN FAJARIADI
117046033/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2014
(3)
Judul Tesis : Analisis Etos Kerja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Dian Fajariadi Nomor Induk Mahasiswa : 117046033
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Juanita, SKM, M.Kes) (Salbiah, SKP, M.Kep)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D) (dr.Dedi Ardinata, M.Kes)
(4)
Telah diuji
3. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS
Pada Tanggal : 5 Juni 2014___ ______
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Juanita, SE, M.Kes Anggota : 1. Sarbiah, S.Kp, M.Kep
(5)
5
PERNYATAAN
ANALISIS ETOS KERJA, IKLIM KERJA DAN DISIPLIN
KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2014
Dian Fajariadi 117046033
(6)
Judul Tesis : Analisis Etos Kerja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Dian Fajariadi Nomor Induk Mahasiswa : 117046033
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan
ANALISIS ETOS KERJA, IKLIM KERJA DAN DISIPLIN
KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Salah satu ukuran keberhasilan pelayanan keperawatan adalah seberapa besar produktifitas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada klien dan keluarganya. Untuk mencapai pertumbuhan produktivitas kerja yang optimal diperlukan beberapa faktor pendukung antara lain adalah adanya iklim kerja yang harmonis, etos kerja yang baik dan disiplin kerja yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara iklim kerja, etos kerja, dan disiplin kerja dengan produktivitas kerja para perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Medan. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatif, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel iklim kerja, etos kerja dan disiplin kerja dengan produktivitas kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan. Jumlah sampel 60 orang dari 144 populasi yang diambil dengan teknik random sampling. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan analisis data dengan uji univariat, bivariat dan multivariat. Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pengujian hipotesis serta pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Iklim kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebesar 48 responden (80%) dan
(7)
minoritas iklim kerja kurang baik sebanyak 12 responden (20%); Etos kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebesar 52 responden (86,7%) dan minoritas merasa iklim kerja kurang baik hanya 8 responden (13,3%). Disiplin kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebanyak 53 responden (88,3%) dan minoritas kurang baik sebanyak 7 responden (11,7%). Terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara sedangkan antara etos kerja dan iklim kerja dengan produktivitas kerja tidak terdapat hubungan yang signifikan tetapi iklim kerja mempengaruhi produktivitas kerja perawat. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat adalah disiplin kerja dengan nilai p = 0,011 dengan nilai koefisien regresi 0,538, sedangkan etos kerja dan iklim kerja tidak memiliki hubungan dengan produktivitas kerja.
(8)
Title of the Thesis : The Analysis on the Correlation of Work Ethic, Work Climate, and Work Discipline with Productivity of the Nurse Practitioners' Performance at Mental-Hospital of North Sumatera Province
Name of Student : Dian Fajariadi Std. ID Number : 117046030
Study Program : Magistrate in Nursing Science Major : Nursing Administration
ABSTRACT
One of the parameters of the success in nursing service is to what extent nurses' productivity in providing good nursing care for their clients and the clients' families. In order to achieve the development of optimal work productivity, several supporting factors are needed such as harmonious work climate, good work ethic, and high work discipline. The objective of the research was to find out the correlation of work climate, work ethic, and work discipline with work productivity of the nurse practitioners at Mental Hospital, Medan. The research used descriptive correlative design which was aimed to analyze the correlation of the variables of work climate, work ethic, and work discipline with work productivity of the nurse practitioners at. Mental Hospital, Medan. The population was 144 nurses, and 60 of them were used as the samples, using systematic random sampling technique. The data were analyzed by using univariate, bivariate, and multivariate tests in order to find out the correlation between independent variables and dependent variable. Based on the result of the research, hypothetical test-, and the analysis, it could be concluded as follows: 48 respondents (80%) had good work climate at Mental Hospital Medan, while 12
(9)
respondents (20%) had bad work climate. 52 respondents (86.7%) had good work ethic, while 8 respondents (13.3%) had bad work ethic. 53 respondents (88.3%) had good work discipline, while 7 respondents (11.7%) had bad work discipline. There was significant correlation between work climate and work productivity of nurse practitioners in the Mental Hospital of North Sumatera Province, while there was no significant correlation of work ethic and work climate with work productivity although work climate influenced nurses’ work productivity. The factor which had the most dominant influence on nurses’ work productivity was work discipline at p value = 0,011 and coefficient regression value of 0,538, while work ethic and work climate did not have any correlation with work productivity. Keywords: Work Climate, Work Ethic, Work Discipline, Work Productivity
(10)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kesehatan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Etos Erja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan tesis ini selanjutnya.
Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga, terutama kepada : dr. Dedi Aridinata, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Dr.Setiawan, S.Kp, MNS, PhD, selaku Ketua Program Studi S2 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, selaku Sekretaris Program Studi S2 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
Ucapan terima kasih saya sampaikan juga kepada Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I dan Salbiah, S.Kp, M.Kep, selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Dr.Dra. Nurmaini, MKM, selaku Penguji I yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, selaku Dosen Penguji II
(11)
Program Studi S2 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara, yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaikan tesis ini.
Teristimewa rasa hormat penulis kepada orang tua terutama Ayahanda Suparjo Ahmad (Alm) dan Ibunda Nilawati yang telah memberikan do’a dan semangat agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Istri tercinta Srinatun dan ananda terkasih Daffa El Khalili, yang telah memberikan motivasi yang kuat bagi penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada semua pihak yang disebutkan di atas serta semua pihak yang telah membantu, meskipun tidak disebutkan namanya satu persatu, mohon maaf jika penulis ada kekurangan. Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2014 Penulis
(Dian Fajariadi) NIM: 117046033
(12)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas :
Nama : Dian Fajariadi
Tempat/Tanggal Lahir : Bangka Jaya, 18 Juli 1984 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : 1 dari 6 bersaudara Nama Ayah : Suparjo Ahmad Nama Ibu : Nilawati (Almh) Status Perkawinan : Kawin
Nama Istri : Sri Natun
Anak : Daffa El-Khalili
Alamat rumah : Jl. Bunga Rinte Gg. Mawar VII Simpang Selayang Medan Tuntungan
Riwayat Pendidikan
1990 – 1996 : SD N5 Kreunggeukueh
1996 – 1999 : SLTP N6 Lhokseumawe 1999 – 2002 : SPK-Muhammadya Lhokseumawe
2003 – 2008 : S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
(13)
Kegiatan Akademik selama Studi
Workshop Analisis Data dengan Contents Analysis & WEFT-QDA di Medan tgl 31 Januari 2012 sebagai Peserta
Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan Tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta
Optimalisasi Kolaborasi Perawat-Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal 20 Juli 2012 sebagai Peserta.
Oversea Study Visit ”Nursing Administration in Hospital and Healthcare System in Thailand” di Thailand tanggal 18-20 Pebruari 2013 sebagai Peserta. Seminar Keperawatan ”Aplikasi Action Research dalam Pengembangan Audit
Dokumentasi Keperawatan” di Medan Tanggal 8 Mei 2013 sebagai Peserta.
Publikasi
Fajariadi, D., Juanita & Salbiah. (2014). Analisis Etos Kerja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Kesehatan STIKESSU (JKS), 1(2).
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Umum ... 8
1.3.2 Tujuan Khusus ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN LITERATUR ... 10
2.1 Landasan Teoritis ... 10
2.1.1 Produktivitas Kerja ... 10
2.1.1.1 Pengertian ... 10
2.1.1.2 Ciri-ciri Pegawai yang Produktif ... 11
2.1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas ... 13
2.1.1.4 Dasar-Dasar yang Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Individu ... 15
2.1.1.5 Cara Meningkatkan Produktivitas ... 17
2.1.1.6 Pengukuran Produktivitas ... 20
2.1.1.7 Konsep Produktivitas Dalam Manajemen Keperawatan ... 22
2.1.2 Iklim Kerja ... 22
2.1.2.1 Pengertian ... 22
2.1.2.2 Dimensi iklim kerja ... 23
2.1.2.3 Pengukuran Iklim Kerja ... 28
2.1.2.4 Konsep Iklim Kerja dalam Manajemen Keperawatan ... 28
2.1.3 Etos Kerja ... 30
2.1.3.1 Pengertian ... 30
2.1.3.2 Makna Etos Kerja ... 31
(15)
2.1.3.4 Konsep Etos kerja dalam Manajemen
Keperawatan ... 36
2.1.4 Disiplin Kerja ... 37
2.1.4.1 Pengertian ... 37
2.1.4.2 Nilai-nilai dalam Disiplin Kerja ... 38
2.1.4.3 Macam-macam disiplin kerja ... 39
2.1.4.4 Faktor-faktor Disiplin Kerja ... 41
2.1.4.5 Proses Pendisiplian ... 43
2.1.4.6 Pengukuran Disiplin Kerja ... 47
2.1.4.7 Indikator-indikator Kedisiplinan ... 48
2.1.4.8 Pelaksanaan dan Penetapan Disiplin Kerja ... 50
2.1.4.9 Konsep Disiplin Kerja dalam Manajemen Keperawatan ... 52
2.2 Peran dan Fungsi Perawat Manajer ... 52
2.3 Kerangka Konsep ... 56
BAB III METODE PENILITIAN ... 57
3.1 Jenis Penelitian ... 57
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 57
3.2.2 Waktu Penelitian ... 57
3.3 Populasi dan Sampel ... 58
3.3.1 Populasi ... 58
3.3.2 Sampel ... 58
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 59
3.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas ... 59
3.4.1.1 Uji Validitas ... 59
3.4.1.2 Uji Reliabilitas ... 64
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 65
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 67
3.7 Metode Analisa Data ... 68
3.7.1 Cara Pengolahan Data ... 68
3.7.2. Analisis Statistik Guna Menguji Hipotesis yang Telah Ditetapkan ... 68
3.8 Pertimbangan Etik ... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72
4.1 Hasil Pengumpulan Data ... 72
4.2 Hasil Penelitian ... 73
4.2.1 Analisis Univariat ... 73
4.2.1.1 Karakteristik Responden ... 73
4.2.1.2 Variabel Penelitian ... 74
4.2.1.2.1 Produktivitas Kerja ... 74
4.2.1.2.2 Iklim Kerja ... 80
(16)
4.2.1.2.4 Disiplin Kerja ... 88
4.2.2 Analisa Bivariat ... 92
4.2.2.1 Hubungan antara Iklim kerja dengan Produktivitas Kerja ... 93
4.2.2.2 Hubungan antara Etos Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 93
4.2.2.3 Hubungan antara Disiplin Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 94
4.2.3 Uji Multivariat ... 94
BAB V PEMBAHASAN ... 97
5.1 Univariat ... 97
5.1.1 Iklim Kerja ... 97
5.1.2 Etos Kerja ... 101
5.1.3 Disiplin Kerja ... 102
5.1.4 Produktivitas Kerja ... 104
5.2 Bivariat ... 107
5.2.1 Hubungan antara Iklim Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 107
5.2.2 Hubungan antara Etos Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 108
5.2.3 Hubungan antara Disiplin Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 110
5.3 Multivariat ... 112
5.4 Keterbatasan Penelitian ... 113
5.4.1 Jumlah Variabel ... 113
5.4.2 Sumber Rujukan ... 113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 114
6.1 Kesimpulan ... 114
6.2 Saran ... 115
(17)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas Produktivitas Kerja ... 60
3.2 Hasil Uji Validitas Iklim Kerja ... 61
3.3 Hasil Uji Validitas Etos Kerja ... 62
3.4 Hasil Uji Validitas Disiplin Kerja ... 63
3.5 Hasil Uji Reliabiltias ... 64
3.6 Definisi Operasional Penelitian Hubungan Antara Etos Kerja, Iklim Kerja, Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara ... 65
4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Lama Kerja dan Status Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) ... 73
4.2 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) 75 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Jawaban Responden tentang Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) ... 76
4.4 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Iklim Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) 80
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Jawaban Responden tentang Iklim Kerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) ... 81
4.6 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Iklim Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) 85
4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Jawaban Responden tentang Etos Kerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) ... 85 4.8 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Disiplin Kerja Perawat
(18)
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Jawaban Responden tentang Disiplin Kerja Perawat Pelaksana Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) ... 89 4.10 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Produktivitas Kerja
Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera
Utara (n=60) ... 93 4.11 Hubungan Etos Kerja Dengan Produktivitas Kerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) 93 4.12 Hubungan Disiplin Kerja Dengan Produktivitas Kerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (n=60) 94 4.13. Hasil Regresi Logistik Ganda ... 95
(19)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.3. Kerangka Konsep ... 56 4.1 Distribusi Frekuensi Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (N=60) ... 74 4.2 Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Perawat Pelaksana di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (N=60) ... 80 4.3 Distribusi Frekuensi Etos Kerja Perawat Pelaksana di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (N=60) ... 84 4.4 Distribusi Frekuensi Disiplin Kerja Perawat Pelaksana di Rumah
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 125 Lampiran 2. Biodata Expert ... 133 Lampiran 3. Izin Penelitian ... 135
(21)
Judul Tesis : Analisis Etos Kerja, Iklim Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Dian Fajariadi Nomor Induk Mahasiswa : 117046033
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan
ANALISIS ETOS KERJA, IKLIM KERJA DAN DISIPLIN
KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Salah satu ukuran keberhasilan pelayanan keperawatan adalah seberapa besar produktifitas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada klien dan keluarganya. Untuk mencapai pertumbuhan produktivitas kerja yang optimal diperlukan beberapa faktor pendukung antara lain adalah adanya iklim kerja yang harmonis, etos kerja yang baik dan disiplin kerja yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara iklim kerja, etos kerja, dan disiplin kerja dengan produktivitas kerja para perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Medan. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatif, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel iklim kerja, etos kerja dan disiplin kerja dengan produktivitas kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan. Jumlah sampel 60 orang dari 144 populasi yang diambil dengan teknik random sampling. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan analisis data dengan uji univariat, bivariat dan multivariat. Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pengujian hipotesis serta pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Iklim kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebesar 48 responden (80%) dan
(22)
minoritas iklim kerja kurang baik sebanyak 12 responden (20%); Etos kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebesar 52 responden (86,7%) dan minoritas merasa iklim kerja kurang baik hanya 8 responden (13,3%). Disiplin kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Medan mayoritas baik sebanyak 53 responden (88,3%) dan minoritas kurang baik sebanyak 7 responden (11,7%). Terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara sedangkan antara etos kerja dan iklim kerja dengan produktivitas kerja tidak terdapat hubungan yang signifikan tetapi iklim kerja mempengaruhi produktivitas kerja perawat. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat adalah disiplin kerja dengan nilai p = 0,011 dengan nilai koefisien regresi 0,538, sedangkan etos kerja dan iklim kerja tidak memiliki hubungan dengan produktivitas kerja.
(23)
Title of the Thesis : The Analysis on the Correlation of Work Ethic, Work Climate, and Work Discipline with Productivity of the Nurse Practitioners' Performance at Mental-Hospital of North Sumatera Province
Name of Student : Dian Fajariadi Std. ID Number : 117046030
Study Program : Magistrate in Nursing Science Major : Nursing Administration
ABSTRACT
One of the parameters of the success in nursing service is to what extent nurses' productivity in providing good nursing care for their clients and the clients' families. In order to achieve the development of optimal work productivity, several supporting factors are needed such as harmonious work climate, good work ethic, and high work discipline. The objective of the research was to find out the correlation of work climate, work ethic, and work discipline with work productivity of the nurse practitioners at Mental Hospital, Medan. The research used descriptive correlative design which was aimed to analyze the correlation of the variables of work climate, work ethic, and work discipline with work productivity of the nurse practitioners at. Mental Hospital, Medan. The population was 144 nurses, and 60 of them were used as the samples, using systematic random sampling technique. The data were analyzed by using univariate, bivariate, and multivariate tests in order to find out the correlation between independent variables and dependent variable. Based on the result of the research, hypothetical test-, and the analysis, it could be concluded as follows: 48 respondents (80%) had good work climate at Mental Hospital Medan, while 12
(24)
respondents (20%) had bad work climate. 52 respondents (86.7%) had good work ethic, while 8 respondents (13.3%) had bad work ethic. 53 respondents (88.3%) had good work discipline, while 7 respondents (11.7%) had bad work discipline. There was significant correlation between work climate and work productivity of nurse practitioners in the Mental Hospital of North Sumatera Province, while there was no significant correlation of work ethic and work climate with work productivity although work climate influenced nurses’ work productivity. The factor which had the most dominant influence on nurses’ work productivity was work discipline at p value = 0,011 and coefficient regression value of 0,538, while work ethic and work climate did not have any correlation with work productivity. Keywords: Work Climate, Work Ethic, Work Discipline, Work Productivity
(25)
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pelayanan kesehatan pada dekade terakhir ini tengah menghadapi perubahan di berbagai aspek tatanan dan sumber daya layanan sebagai dampak dari globalisasi yang menimbulkan perubahan di segala aspek kehidupan. Dimana dampak positifnya telah menjadikan pasien sebagai seseorang yang tertindik karena banyaknya informasi yang diperoleh tentang berbagai hal termasuk kesehatan kondisi ini kemudian menumbuhkan kesadaran pasien akan hak untuk memilih layanan yang berkualitas kerena mereka memiliki daya beli yang cukup tinggi.
Kesadaran masyarakat ini berdampak pada profesi untuk menyesuaikan diri untuk meningkatkan mutu yang berdasar pada kebutuhan masyarakat termasuk pelayanan keperawatan pada tatanan rumah sakit. Profesi keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara menyeluruh, dikarenakan perawat sebagai tenaga kesehatan selama 24 jam penuh berinteraksi dengan pasien. Perawat juga merupakan sumberdaya manusia yang terbanyak dirumah sakit yaitu sekitar 40-60%, (Rijaldi, 1994). Hal inilah yang membuat pelayanan keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan memepunyai konstribusi yang sangat menentukan mutu pelayanan rumah sakit, sehingga setiap upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dirumah sakit harus juga disertai meningkatkan mutu pelayanan keperawatan (Rijaldi, 1994).
(26)
Di rumah sakit perawat menjalankan peran dan fungsinya dalam berbagai unit kerja rawat inap, rawat jalan maupun sebagai pengelola atau admistrator. Salah satu tolak ukur dalam penilaian mutu pelayanan keperawatan dirumah sakit adalah dengan menilai mutu pelayanan keperawatan yang ada diruangan rawat inap. Semua kegiatan keperawatan di ruangan secara meneyeluruh akan tampak nyata dibandingkan dengan ruang lainnya. Kegiatan diruangan rawat inap banyak dilakuakan oleh tenaga pelaksana keperawatan (Depkes RI,2001,2002).
Salah satu kontribusi pelayanan keperawatan terhadap mutu pelayanan kesehatan tergantung dari manajemen, dan salah satu ukuran dari keberhasilan pelayanan keperawatan yang baik adalah seberapa besar produktivitas para perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada pasien dan keluarganya. Produktivitas dalam organisasi keperawatan diwujudkan melalui pemberian asuhan keperawatan yang di jamin kualitas dan kuantitasnya berdasarkan standar yang telah ditentukan, serta efektifitas dan efisiensinya (Bettginies dalam Atmoseputro, 2001).
Produktivitas kerja seorang perawat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimana individu melihat produktivitas perawat dalam kaitannya dengan karakteristik kepribadian individu perawat yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu perawat yang selalau berusaha untuk meningkatkan kualitas keilmuannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas perawat dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (output). Dimana dalam sudut pandang ini, terjadinya peningkatan produktivitas kerja
(27)
seorang dirumah sakit tidak hanya dilihat dari aspek kualitas, yaitu meningkatnya kemajuan perawat, tetapi juga dilihat berdasarkan kepuasan klien sebagai penerima jasa pelayanan (Massofa, 2008; Hansen dalam Swanburg, 2000).
Oleh karena itu produktivitas merupakan tujuan dari setiap jenis organisasi, termasuk pelayanan keperawatan, dengan produktivitas kerja para perawat yang tinggi, maka pelayanan di rumah sakit akan semakin baik dan kualitas pelayanan kesehatan bisa ditingkatkan. Perbaikan produktivitas kerja ditunjukkan untuk memperbesar keuntungan dalam organisasi keperawatan termasuk didalamnya untuk dapat meningkatkan kemajuan perawat serta meningkatkan kepuasan klien sebagi penerima jasa pelayanan keperawatan.
Steers & Poter (1991), mengemukakan bahwa iklim kerja merupakan lingkungan internal yang mewakili faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan internal yang mewakili faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan berlangsung, menurut Zimmamoto (1992), menyatakan bahwa iklim kerja adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi yang mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Setiap organisasi akan memiliki iklim kerja yang berbeda.
Iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui dimensi struktural, dimensi birokratik dan dimensi sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Marquis dan Huston (2000), bahwa dalam upaya pemberdayaan tenaga keperawatan, diperlukan beberapa aspek organisatoris antara lain filosofis, struktur pengorganisasian, tanggung jawab, hubungan kerja sama atau koordinasi, standar
(28)
kinerja dan otonomi perawat. Bila aspek-aspek tersebut kurang mendapat perhatian maka akan tercipta kondisi kerja yang tidak kondusif yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja para karyawannya.
Dari beberapa penelitian tentang iklim kerja banyak telah dilakukan oleh para peneliti antara lain penelitian Lumbantoruan, (2005) melaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di rumah sakit umum pusat Adam Malik Medan, Menurut Rasmun, (2002) melaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan disiplin kerja di rumah sakit daerah Banyumas. Sementara itu menurut Haryono (2006), mengidentifikasi bahwa ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kepuasan kerja di Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta., menurut Penelitian Somantri, (2004) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kepuasan kerja perawat non pegawai negeri sipil di rawat inap rumah sakit umum daerah Ciamis. Setiadi, (2009) juga melaporkan ada hubungan antara iklim kerja, disiplin kerja dan etos kerja terhadap produktivitas kinerja perawat pelaksana di RSAL dr. Ramelan surabaya.
Selain iklim kerja, disiplin kerja juga merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku yag menunjukkan sikap patuh atau taat pada suatu peraturan atau tata tertip yang telah ditetapkan melalui latihan yang terwujud melalui sikap, prilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada persilisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya. Menurut Byars, (1984) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dipakai, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisiplinan kerja karyawan, yaitu ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap
(29)
peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja. Robbins, (2001) mengemukakan tipe permasalahan dalam kedisiplinan, antara lain kehadiran, perilaku dalam bekerja (dalam lingkungan kerja), ketidakjujuran, dan aktivitas di luar lingkungan kerja.
Selain iklim kerja dan disiplin kerja ada juga faktor lain yang mendukung dalam peningkatan produktivitas kerja yaitu etos kerja. Etos kerja sering diartikan sebagai perilaku kerja yang etis menjadikan kebiasaan kerja yang berporoskan etika atau dengan nama lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan yang baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan ditempat kerja. Etos kerja dalam organisasi mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip dan standar-standar yang menjadi dasar perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam organisasi atau konteks sosialnya (Damayanti, 2008).
Etos kerja merupakan bagian penting dari keberhasilan manusia, baik dalam komunitas kerja yang terbatas, maupun dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Dengan etos kerja yang tinggi perusahaan atau organisasi akan dapat meningkatkan produktivitas sebagaimana yang diharapkan. Peningkatan etos kerja dalam organisasi merupakan tugas dan tanggung jawab semua lapisan, terutama pimpinan dalam membina serta membimbing bawahannya supaya dapat bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dengan etos kerja yang baik maka akan tercipta suasana kerja yang kondusif yang akan mendukung pelaksanaan tugas yang baik dan memberikan tingkat produktivitas yang tinggi (Priyanto, 2000).
(30)
Beberapa penelitian yang mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan faktor penting yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik dan bertambahnya kepuasan. Alford (1998) dalam Jansen (2002), menyatakan bahwa 17-18 percobaan di sebuah organisasi memperlihatkan peningkatan yang positif sesudah adanya etos kerja. Penelitian tersebut menyatakan bahwa etos kerja memberikan prestasi yang lebih baik dan kepuasan yang lebih baik pula. Hal ini mengisyaratkan betapa pentingnya kesuksesan organisasi yang harus didukung oleh etos kerja yang tinggi. Etos kerja memang perlu dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan organisasi bisa aman, tertib dan lancar (Hanif, 2008).
Etos kerja tercermin dalam kedisiplinan melaksanakan pekerjaan. Perawat juga dituntut untuk disiplin dalam bekerja. Menurut Tulus (2004), menyatakan masalah kedisiplinan kerja merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan adanya kedisiplinan, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi (Hasibuan, 2003). Kecenderungan penurunan produktivitas perusahaan salah satunya diakibatkan oleh perilaku kerja para karyawan yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh perilaku karyawan yang sering bolos, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau pulang lebih awal dari jam kerja. Dengan sering tidak disiplinya SDM maka target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai yang pada gilirannya berpengaruh terhadap produktivitas kerja organisasi (Ilyas, 2001).
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara memiliki ruang rawat inap 18 rawat inap, poli klinik dan memiliki 144 perawat pelaksana. Studi awal yang di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tentang iklim kerja, disiplin kerja dan
(31)
etos kerja pada perawat pelaksana sangat berbeda dengan rumah sakit umum lainnya. Hal ini dikarenakan iklim kerja, etos kerja dan disiplin kerja di rumah sakit ini secara struktural akan dipengaruhi oleh aturan keperawatan yang ada didalamnya (Bidang Keperawatan, 2013).
Hasil wawancara peneliti terhadap 7 orang perawat pelaksana mengatakan belum optimalnya ketepatan waktu hadir dinas, masih banyak juga perawat yang bertugas tidak di ruangannya dan belum melaksanakan asuhan keperawatan dirumah sakit belum optimal.
Menurut informasi 4 kepala ruang rawat inap mengatakan perilaku perawat dalam menaati ketentuan dan tata tertib ruangan juga masih kurang. Hal ini terlihat masih ada beberapa perawat yang datang terlambat keruangan setelah apel pagi, dinas sore, dan dinas malam Di sisi lain ditemukan ada beberapa perawat yang harusnya bertugas digantikan orang lain. Kedisiplinan kerja yang diperlihatkan oleh beberapa perawat ini belum mencerminkan harapan organisasi yang dapat berujung pada penerunan produktivitas organisasi dan perlu diwaspadai oleh pihak manajemen khususnya bidang perawatan agar tidak menular ke tenaga perawat lainnya.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka peneliti tertarik ingin meneliti tentang analisis hubungan etos kerja, iklim kerja, dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.
(32)
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis etos kerja, iklim kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi etos kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatra Utara Medan
2. Mengidentifikasi iklim kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatra Utara Medan
3. Mengidentifikasi disiplin kerja kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatra Utara Medan
4. Mengidentifikasi hubungan etos kerja dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumtera Utara Medan
5. Mengidentifikasi hubungan iklim kerja dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumtera Utara Medan
6. Mengidentifikasi hubungan disiplin kerja dengan produktivitas kerja Perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumtera Utara Medan
1.4Hipotesis
1.4.1 Ada hubungan antara Etos kerja terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit jiwa Provinsi Sumatera utara.
(33)
1.4.2 Ada hubungan antara Iklim kerja terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit jiwa Provinsi Sumatera utara.
1.4.3 Ada hubungan antara Disiplin kerja kerja terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit jiwa Provinsi Sumatera utara.
1.4.4 Terdapat hubungan yang paling dominan antara faktor etos kerja, iklim kerja dan disiplin kerja dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.
1.5Manfaat Penilitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah:
1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Memberikan sumbangan pemikiran untuk rumah sakit yang bersangkutan tentang budaya organisasi yang bisa mempengaruhi
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai wacana yang memperkaya pengetahuan penelitian dalam menerapkan teori, khususnya teori di bidang managemen keperawatan ke dalam dunia praktek yang sebenarnya
1.5.3 Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini bisa menambah referensi dan informasi bagi pengetahuan kesehatan khususnya tentang managemen keperawatan.
(34)
2.1Landasan Teoritis
Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep produktivitas kerja, konsep iklim kerja, konsep etos kerja, konsep disiplin kerja dan peran manajer perawat dalam sistem manajemen keperawatan di rumah sakit.
2.1.1 Produktivitas Kerja
2.1.1.1Pengertian
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas (Massofa, 2008). Pendapat para ahli tentang konsep produktivitas antara lain Hasibuan (2003), menyatakan secara umum produktivitas diartikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Gibson (1997), menyatakan bahwa produktivitas mencerminkan kemampuan untuk menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran yang dibutuhkan dengan adanya keuntungan, keberhasilan pelayanan yang baik,
(35)
kegiatan yang meningkat dan adanya umpan balik. Ilyas, (1999), mengatakan bahwa produktivitas adalah pengukuran tentang seberapa baik sumber daya dipergunakan bersama dalam suatu organisasi untuk menghasilkan suatu unit produksi atau produktivitas diartikan sebagai ukuran efisiensi dari aktifitas organisasi dalam mempergunakan sumber dayanya untuk memproduksi barang atau jasa.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari masukan, proses, dan keluaran. Masukan yaitu menyatakan penggunaan sumber daya yang efisiensi dengan menggunakan sumber daya yang minimal, sedangkan keluaran adalah suatu kumpulan hasil yang menunjukkan efektivitas, untuk menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran yang dibutuhkan dengan adanya keuntungan, keberhasilan pelayanan yang baik, kegiatan yang meningkat dan adanya umpan balik.
2.1.1.2Ciri-ciri Pegawai yang Produktif
Ranfte dalam Timpe (2000), mengemukakan ciri-ciri pegawai yang produktif sebagai berikut :
a. Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan
Kualifikasi pekerjaan dianggap sebagai hal yang mendasar, karena produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang baik. Pengamatan yang khas adalah cerdas, cepat, kompeten secara professional, kreatif, inovatif, memahami pekerjaannya, bekerja dengan cerdik, selalu mencari perbaikan, dianggap memiliki nilai pengawasannya, memiliki catatan prestasi yang berhasil dan selalu meningkatkan diri.
(36)
b. Bermotivasi tinggi
Motivasi sebagai faktor kritis akan memungkinkan setiap pegawai yang memiliki motivasi untuk berada pada jalan kearah produktivitas tinggi. Pengamatan yang khas adalah dapat memotivasi diri sendiri, tekun, mempunyai kemauan keras untuk bekerja, bekerja efektif dengan tanpa pengawasan, menyukai tantangan, selalu ingin bertanya mempergunakan ketidakpuasan yang konstruktif, berorientasi pada sasaran atau pencapaian hasil, sealu tepat waktu dan ingin menepati waktu, tingkat energi tinggi dan dapat mengarahkan energi dengan benar, ia akan puas setelah melakukan pekerjaan dengan baik, percaya bahwa bekerja wajar sehari-hari perlu diimbangi dengan gaji yang wajar dan mampu memberi andil lebih dari yang diharapkan.
c. Mempunyai orientasi pekerjaan positif
Sikap seseorang terhadap pekerjaanya sangat baik dalam mempengaruhi kinerjannya. Faktor positif dikatakan sebagai faktor utama dalam produktivitas pegawai. Pengamatan yang khas adalah menyukai pekerjaan dan membanggakannya, menetapkan standar yang tinggi, mempunyai kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaanya, cermat dapat dipercaya, menghormati manajemen dan tujuannya, mempunyai hubungan baik dengan manajemen, dapat menerima pengarahan serta luwes dan dapat menguasai diri.
d. Dewasa
Pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten. Pengamatan yang khas adalah berintegrasi tinggi, mempunyai rasa tanggung jawab yang
(37)
kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri, mandiri dan percaya diri, ia pantas memperoleh penghargaan hidup dari dunia nyata, mantap secara emosional, dapat bekerja efektif walaupun dalam tekanan, dapat bekerja dari pengalaman, mempunyai ambisi yang sehat.
e. Dapat bergaul dengan efektif
Kemampuan untuk memantapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah asset yang dapat meningkatkan produktivitas. Pengamatan yang khas adalah mempergunakan kecerdasan sosial, pribadi yang menyenangkan, berkomunikasi yang efektif, bekerja produktif serta memperagakan sikap yang positif dan antusias.
2.1.1.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Beberapa ahli mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, antara lain menurut Ilyas (2000), faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja antara lain adalah:
a. Faktor lingkungan, antara lain ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik b. Faktor personel, meliputi motivasi, tujuan, kemampuan, moral pendidikan,
tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan.
c. Faktor oganisasi, meliputi struktur, teknologi, dan iklim kerja,
d. Faktor manajerial, meliputi komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, motivasi, tujuan, penentuan dan penggunaan sumber daya.
(38)
Sedangkan menurut Budiono (2003:265), produktivitas dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berada dalam diri tenaga kerja maupun diluar diri tenaga kerja itu sendiri. Didalam diri tenaga kerja antara lain sikap mental, motivasi, disiplin dan etos kerja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas yaitu pendidikan, ketrampilan dan kemampuan, sistem manajemen, teknologi yang digunakan, sarana produksi, iklim lingkungan kerja, kesehatan dan gizi kerja, jaminan sosial. Wignjosoebroto (2003:9) mengungkapkan bahwa pada hakikatnya produktivitas kerja akan banyak ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu: a. Faktor teknis, yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan
penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.
b. Faktor manusia, yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ada dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemampuan kerja dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestasi kerja atas seseorang.
Rafianto (1985), mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun faktor-faktor lain, seperti :
a. Tingkat pendidikan dan ketrampilan, karena pada dasarnya pendidikan dan latihan meningkatkan ketrampilan kerja.
(39)
b. Kemampuan fisik, yang mempengaruhi hasil kerjanya yang dipengaruhi oleh faktor gizi dan kesehatan dimana faktor gizi dan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat penghasilan.
c. Penggunaan sarana dan prasarana produksi, termasuk alat-alat yang digunakan (manual, semi manual, mesin), teknologi, lingkungan kerja.
d. Kemampuan manajerial menggerakkan dan mengarahkan tenaga kerja dan sumber-sumber lain.
e. Kesempatan yang diberikan.
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja diatas dapat disimpulkan bahwa Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor dan tiap-tiap faktor adalah saling mempengaruhi peningkatan produktivitas baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.1.1.4Dasar-Dasar yang Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Individu
Menurut Robbins (1998) mengemukakan bahwa karakteristik biografi atau karakteristik pribadi merupakan dasar-dasar yang berhubungan dengan produktivitas kerja individu. Karakteristik ini terdiri dari umur, jenis kelamin dan masa kerja.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor personel yang mempengaruhi produktivitas kerja (Ilyas, 2002). Ada suatu keyakinan bahwa produktivitas akan merosot dengan makin tuanya seseorang (Robbins, 1998). Hal ini sering dikaitkan dengan ketrampilan seorang individu khususnya kecepatan, kecekatan,
(40)
kekuatan dan koordinasi akan menurun seiring dengan berjalannya waktu. Hasil penelitian Simanjutak, (1985) dalam Robbins, (1998) mengemukakan bahwa prestasi kerja meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia, lalu menurun menjelang tua dan tingat produktivitas tertinggi pada usia 35-39 tahun. Selain itu kebosanan dalam bekerja yang monoton dan berlarut serta kurangnya rangsangan intelektual akan dapat berkontribusi terhadap berkurangnya produktivitas.
Menurut Siagian (2000), faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah kedewasaan (usia), dengan semakin meningkatnya usia seseorang, kedewasaan teknis dan psikologis semakin meningkat serta semakin mampu mengambil keputusan dengan bijaksana. Ranfte dalam Timpe (2000), mengemukakan bahwa pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan seseorang dikatakan dewasa bila mempunyai integritas tinggi, yaitu mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri, mandiri dan percaya diri, mantap secara emosi, dapat belajar dari pengalaman serta mempunyai ambisi yang sehat. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa dewasa merupakan salah satu ciri individu yang produktif.
b. Jenis Kelamin
Secara konsisten tidak ada perbedaan antara kinerja laki-laki dan perempuan dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetisi, motivasi dan kemampuan belajar. Beberapa riset mengenai tingkat ketidakhadiran mengatakan bahwa perempuan lebih tinggi
(41)
dari pada laki-laki. Hal ini ada kaitannya dengan peran perempuan dalam tanggung jawab keluarga dan perawatan anak serta sebagai pencari nafkah sekunder (Robbins, 1998).
c. Masa Kerja
Robbins (1998), berpendapat bahwa senioritas bukan merupakan peramal yang baik untuk produktivitas. Beberapa penelitian terhadap hubungan senioritas dengan produktivitas menunjukan tidak ada bukti yang kuat bahwa orang-orang yang telah lama berada pada suatu pekerjaan akan lebih produktif dari pada yang senioritasnya lebih rendah. Akan tetapi masa kerja akan mempengaruhi pegalaman seseorang, semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman sehingga produktivitas kerja dapat meningkat (Siagian, 2001).
Pandapat lain dari Asad (1987), mengemukakan bahwa pegalaman kerja seseorang akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Lebih lanjut Simanjutak (1985), mengemukakan bahwa seseorang yang baru bekerja, belum mengenal dan meghayati pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan masa kerja seseorang yang terlalu lama dalam suatu organisasi, akan merasa jenuh dalam bekerja sehingga terjadi penurunan kreativitas karena tidak adanya tantangan dalam pekerjaannya.
2.1.1.5Cara Meningkatkan Produktivitas
Berikut beberapa cara untuk menyiasati meningkatkan produktivitas kerja dan kinerja karyawan. Siagian (2002), memberikan rumusan faktor-faktor peningkatan produktivitas kerja antara lain adalah :
(42)
a. Melakukan perbaikan secara terus menerus.
Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal contohnya adalah perubahan strategi organisasi, perubahan kebijakan tentang produk, perubahan pemanfaatan teknologi dan perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan eksternal, meliputi perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat acak, perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi berkelompok, perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat dan perubahan yang terjadi secara cepat, menyeluruh dan terus-menerus.
b. Peningkatan mutu hasil pekerjaan.
Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan, dan proses pengambilan keputusan. Pada kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan lain-lain. c. Pemberdayaan sumberdaya manusia.
Memberdayakan sumber daya manusia mengandung kiat untuk: 1) mengakui harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar, memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang beraneka ragam; 2) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk manajemen) yang dibenarkan melanggar
(43)
hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan hak mendapat perlindungan; 3) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.
d. Kondisi fisik tempat bekerja yang menyenangkan.
Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lain ventilasi yang baik, penerangan yang cukup, tata ruang rapi dan perabot tersusun baik, lingkungan kerja yang bersih dan lingkungan kerja vang bebas dari polusi udara.
e. Umpan balik.
Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi, senang atau tidak senang pada seseorang. Rasional dalam arti dapat diterima oleh akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sangsi disiplin, status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.
Tague dalam Timpe (2000), mengatakan bahwa kelambatan pertumbuhan produktivitas disebabkan oleh suatu kegagalan moral organisasi dan merupakan cerminan dari bagaimana cara manajer dan para pekerja memandang organisasi mereka. Organisasi-organisasi yang berbagi tanggung jawab secara terbuka dan
(44)
jujur menuntun industri mereka ke dalam kualitas dan produktivitas. Dari berbagai faktor diatas dapat disimpulkan bahwa Produktivitas kerja karyawan yang tinggi adalah idaman setiap manager. Tetapi bukan hal mudah meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Menuntut terus menerus karyawan tanpa melihat kondisi mereka bukanlah hal bijaksana, malah dapat membuat karyawan patah semangat atau kondisi fisiknya menurun. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan dan ditumbuhkan kesadaran yang tinggi agar mereka dengan penuh kesadaran bekerja dengan optimal sesuai tujuan organisasi (Hamid, 2003).
2.1.1.6Pengukuran Produktivitas
Menurut Atmoseputro (2001), untuk mengukur produktivitas dapat dilakukan dengan mengukur performance dari setiap situasi yang menggambarkan produktivitas, yaitu lebih memusatkan pada hasil akhir daripada kegiatan-kegiatan (proses) dan berpikir pada perbandingan dari kenyataan terhadap yang seharusnya. Illyas (1999), mengemukakan pengukuran produktivitas dengan dua cara yaitu physical producti dan Value productivity. Pengukuran physical
productivity adalah pengukuran produktivitas secara kuantitatif dengan unit
pengukuran berupa ukuran atau size, panjang, jumlah, unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia. Value productivity adalah pengukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang sebagai tolak ukur sehinggga tingkat produktivitas dikonversi kebentuk rupiah.
Hamid (2003), menyatakan bahwa proses pengukuran produktivitas kerja dapat diukur secara objektif melalui tahap-tahap, sebagai berikut :
(45)
a. Tujuan dari pengukuran kemujaraban atau efficacy (kemampuan akademis, tingkat pencapaian akademis, pendidikan berkelanjutan, perkembangan ketrampilan.
b. Tujuan dari pengukuran efektifitas (kemampuan dalam melakukan prosedur, ketepatan memprioritaskan aktifitas, penampilan kerja secara professional dan sesuai dengan standar yang ada, memberikan informasi yang jelas dan tepat pada orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain).
c. Tujuan dari pengukuran efisiensi (sikap, yang cakap, tanggap, ketelitian, dapat beradaptasi dan secara ekonomi dapat melakukan penghematan)
Sedangkan menurut Umar (1998), produktivitas memiliki 2 dimensi yaitu dimensi efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal dengan pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu, efisiensi berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Dari berbagai cara pengukuran diatas dapat disimpulkan bahwa Pengukuran produktivitas kerja mengandung cara atau metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda. Tetapi secara sederhana produktivitas dapat diukur dari efektifitas dan efisiensi dalam menerapkan pengetahuannya.
(46)
2.1.1.7Konsep Produktivitas Dalam Manajemen Keperawatan
ada organisasi keperawatan produktivitas adalah hasil akhir dari pemberian asuhan keperawatan yang dihubungkan dengan efisiensi penggunaan peralatan untuk menghindari pemborosan dan efektivitasya itu berkaitan dengan kegiatan (Hansen dalam Swanburg & Swanburg, 2000). Untuk memenuhi kepuasan klien dan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, produktivitas kerja sangat penting untuk dikelola dengan baik. Perbaikan produktivitas ditujukan untuk memperbesar keuntungan dalam organisasi keperawatan termasuk didalamnya untuk dapat meningkatkan kemajuan perawat serta meningkatkan kepuasan klien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan (Davis & Newstran, 1990).
Keperawatan memerlukan biaya terbesar dari anggaran rumah sakit, yaitu lebih dari sepertiga anggaran pendapatan lembaga kesehatan. Anggaran besar tersebut digunakan untuk biaya operasional ruangan dan pengembangan sumber daya keperawatan yang jumlahnya lebih dari separuh jumlah staf secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut penggunaan sumber-sumber yang ada secara efisien dan efektif sangatlah penting (Marr, 1994).
2.1.2 Iklim Kerja
2.1.2.1Pengertian
Steers & Porter (1991), menyatakan iklim kerja merupakan lingkungan internal yang mewakili faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan berlangsung. Sedangkan Huber, (2000), menyatakan bahwa iklim kerja disebut juga sebagai
(47)
kepribadian organisasi yang dapat dirasakan sebagai anggota suatu organisasi, ketika karyawannya menyatakan persepsi atau pendapat umum yang timbul dinamika pada tempat bekerja sikap dan tingkah lakunya dipengaruhi. Kemudian dikemukakan oleh Gibson (1997), menyatakan bahwa iklim kerja adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi yang mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim kerja adalah persepsi dari staf terhadap lingkungan kerjanya berdasarkan realitas yang berisi suatu peraturan dan kebijakan yang berlaku sama untuk setiap pekerja dimana diperlukan empati serta pengertian dari manajer ke bawahan sehingga tercipta motivasi staf untuk melaksanakan pekerjaan dengan cepat, tepat dan akurat.
2.1.2.2Dimensi iklim kerja
Iklim kerja penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim kerja organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim organisasi.
Menurut model Pines (1982) yang dikutip oleh kusnun (2006), iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat dimensi sebagai berikut :
a. Dimensi Psikologis, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang inovasi.
(48)
b. Dimensi Struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.
c. Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama), dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).
d. Dimensi Birokratik, yaitu meliputi Undang-undang dan peraturan-peraturan konflik peranan dan kekaburan peranan.
Robin (2001) menyebutkan ada enam dimensi iklim kerja organisasi sebagai berikut :
a. Kesesuaian (Flexibility)
Fleksibilitas merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
b. Tanggung Jawab (responsibility)
Tanggung jawab adalah kesanggupan seseorang staf dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Tanggung jawab adalah iklim kerja yang menggambarkan persepsi anggota organisasi terhadap adanya kewajiban dalam mempertanggung jawabkan pekerjaaan yang dilakukanya. Tanggung jawab membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang untuk mempertangung jawabkan semua yang telah dilakukan kepada pemberi wewenang.
(49)
Jadi tanggung jawab ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
c. Standar (Standar)
Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai model contoh, ukuran yang disusun berdasarkan wewenang, kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai, diterima dan layak dalam prkatek keperawatan serta derajad mutunya merupakan tolak ukur bagi pelayanan keperawatan. Standar ialah dimensi iklim kerja yang dipersepsikan oleh angggota organisasi terhadap adanya standar kerja dalam melaksnakan pekerjaanya untuk mencapai tujuan yang berkualitas. hal ini merupakan tuntutan secara psikologi agar mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik dan dapat meningkatkan mutu, dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
d. Penghargaan (reward)
Penghargaaan adalah suatu bentuk imbalan baik materi maupun immaterial yang didapatkan sebagai balas jasa atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Penghargaan adalah dimensi dari iklim organisasi yang dipersepsikan oleh anggota organisasi terhadap adanya penghargaan atau imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah atau akan dilakukannya. Pandangan anggota organisasi terhadap imbalan yang diterimanya berkaitan
(50)
erat dengan persepsi seseorang mengenai dirinya, harga diri, harapan, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja dan prestasi kerja yang dicapainya. Penetapan dari suatu penghargaan yang obyektif diperlukan kriteria yang jelas dan terukur dalam menentukan staf yang akan diberikan penghargaan, hal ini agar tidak menghancurkan kondisi kompetitif, menimbulkan sikap apatis dan keraguan bagi staf. Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk positif seperti jenjang karir, upah yang sesuai sedangkan penghargaan yang negative dapat diberikan berupa hukuman administrative sampai dengan pemecatan. Penghargaaan dikelompokan menjadi dua yaitu penghargaan instriksik seperti pemberian kompensasi, bonus/insentif serta penghargaan ekstrinsik seperti kepuasan yang disampaikan kepada klien dan keluarganya (Tappen, 1985;Loveridge & Cumming 1996).
e. Kejelasan (Clarity)
Kejelasan adalah persepsi objektif dari suatu keterangan yang terinci dan jelas mengenai tugas-tugas atau batasan wewenang hak dan kewajiban yang diberikan kepada staf untuk melakukan tugas. Kejelasan adalah dimensi dari iklim kerja yang dipersepsikan oleh anggota organisasi terhadap semua aktifitas pekerjaan yang diorganisir dengan baik dengan tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Aspek ini sangat perlu mendapat perhatian yang serius, karena penjelasan yang lengkap tentang ruang lingkup tugas yang menjadi tanggung jawab anggota yang bersangkutan, bermanfaat dalam melaksanakan aktifitas pekerjananya terutama menyangkut kaitan antara tugas satu dengan tugas lainnya. Perlunya kerja sama, koordinasi dan hal-hal lainnya
(51)
yang menyangkut sikap anggota tersebut. Jadi kejelasan itu terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.
f. Rekan Kerja
Rekan kerja adalah semangat kerja sama saling mendukung antara anggota didalam suatu kelompok kerja dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Rekan kerja adalah dimensi dari iklim kerja yang dipersepsikan oleh staf pekerja yang memiiki hubungan saling percaya dan saling membantu diantara mereka dalam lingkungan kerjanya. Rekan kerja merupakan pendorong yang dapat memberikan kemudahana pekerja dalam melaksnaakan tugas. Dalam konteks lain rekan kerja disebutnya sebagai kehangatan dan dukungan (Warm
and support) yaitu perasaan dukungan dan bantuan yang diberikan dalam
kehidupan organisasi.
Para ahli mengemukakan bahwa dimensi iklim kerja terbentuk karena berbagai situasi dan kondisi organisasi itu sendiri baik langsung maupun tidak langsung yang telah mempengaruhi dimensi iklim kerja yang dirumuskan. Berdasarkan pendapat di atas, berarti bahwa iklim organisasi meliputi beberapa unsur yang bisa menjadikan organisasi dijiwai oleh semua anggotanya di mana iklim dapat sebagai suatu atribusi dari organisasi atau sebagai suatu atribusi daripada persepsi individu sendiri sebagai efek dari staf yang bekerja bersama-sama.
(52)
2.1.2.3Pengukuran Iklim Kerja
Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan pengukuran iklim kerja dalam organisasi adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran menurut likert dalam Davis & Newstran (1990)
Yaitu pengukuran iklim kerja dengan menggunakan kuesioner yang berhubungan dengan iklim kerja, yaitu dimensi kepemimpinan, komunikasi, pengambilan keputusan tujuan dan control serta proses pegaruh dan interaksi dengan jawaban menggunakan skala lima tingkatan yaitu sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk. Namun pendapat likert ini tidak disebutkan berapa jumlah pertanyaan serta validitas dan relibialitasnya.
b. Pengukuran menurut Litwin dan Meyer dalam Suyanto (2001)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berhubungan dengan keenam dimensi iklim kerja, yaitu kesesuaian perasaan, tanggung jawab, standar, penghargaan, kejelasan dan hubungan antar manusia yang akan saling berinteraksi dalam membentuk iklim kerja, namun menurut pendapat Litwin dan Meyer ini tidak diketahui jumlah pertanyaan, validitas dan reliabilitas serta skalanya.
2.1.2.4Konsep Iklim Kerja dalam Manajemen Keperawatan
Untuk menghasilkan perawat yang berkualitas diperlukan individu-individu yang yang senantiasa berdedikasi tinggi dan professional yang memberikan sumbangan yang berharga bagi rumah sakit. Didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya perawat perlu faktor-faktor pendukung diantaranya adalah iklim kerja yang harmonis. Iklim kerja di ruang rawat inap terkait erat
(53)
dengan proses penciptaan lingkungan kerja yang kondusif di rumah sakit, sehingga tercipta hubungan dan kerja sama yang harmonis yang dapat mewujudkan produktivitas kerja semakin baik pada diri perawat. Manajer keperawatan perlu mengkondisikan lingkunganya agar kondusif bagi perawat untuk mengekspresikan inovasi dan kreativitasnya. Keharmonisan dan keserasian tersebut dapat tercipta jika sistem kerja dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta iklim yang kondusif. Hal ini akan membuat para perawat termotivasi untuk bekerja dengan optimal yang pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud dengan tingkat efisien dan efektivitas yang tinggi.
Marquis dan Huston (2000), menyatakan bahwa dalam upaya pemberdayaan tenaga keperawatan, diperlukan beberapa aspek organisatoris antara lain filosofis, struktur pengorganisasian, tanggung jawab, hubungan kerja sama atau koordinasi, standar kinerja dan otonomi perawat. Bila aspek-aspek tersebut kurang mendapat perhatian maka akan tercipta kondisi kerja yang tidak kondusif.
Swansburg (2000), menyatakan bahwa aktifitas keperawatan yang dibuat oleh manajer dapat menjadi iklim kerja yang positif yaitu dengan :
a. Mengembangkan misi, tujuan yang objektif berdasarkan masukan dari perawat pelaksana termasuk tujuan pribadi staf tersebut.
b. Memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang termasuk perkembangan karir dan pendidikan berkelanjutan.
c. Meningkatkan kerjasama tim.
d. Menganalisa sistem kompensasi organisasi keperawatan dan strukturnya untuk memberi penghargaan atas kompensasi dan produktivitasnya.
(54)
e. Meningkatkan otonomi, harga diri dan rasa percaya diri dalam melaksanakan keperawatan.
f. Memberikan kepercayaan dan keterbukaan termasuk memberikan motivasi. g. Mengkaji hal-hal yang tidak diperlukan dan memberikan hukuman berat
membatasinya.
h. Memberikan keamanan dan kebebasan untuk mengemukakan ide tanpa adanya konflik dan konfrontasi.
i. Mengembangkan perencanaan termasuk desentralisasi pembuatan keputusan dan partisipasi dalam pelaksanaan keperawatan.
2.1.3 Etos Kerja
Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja.
2.1.3.1Pengertian
Tasmara (1991), menyatakan bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong diri manusia untuk bertindak dan meraih amal yang optimal. Sedangkan Damayanti (2008), secara lebih khusus dapat mengartikan bahwa etos kerja itu sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telah bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius, kepercayaan yang telah diyakini dalam kehidupan seseorang.
(55)
Jansen (2002), menyatakan etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Menurut Max Weber (1998) dalam jansen (2002), pakar manajemen, etos kerja diartikan sebagai perilaku kerja yang etis yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika. Dengan kata lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah seperangkat perilaku kerja yang etis yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang yang bisa mewarnai manfaat suatu pekerjaan.
2.1.3.2Makna Etos Kerja
Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja. Mengingat kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja,
adalah unsur penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penilaian positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang positif, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
(56)
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia.
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan.
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat, yang dimiliki etos kerja yang negatif, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu; a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan, d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Nitisemito (1996) mengatakan bahwa indikasi rendahnya semangat dan kegairahan kerja antara lain turunnya produktivitas kerja, tingkat absensi yang naik, Labour turnover (tingkat perputaran buruh) yang tinggi, tingkat kerusuhan yang naik, kegelisahan dimana-mana, dan tuntutan yang sering terjadi serta pemogokan Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyaraat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada
(57)
manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya (Marumpa, 2008).
Berpijak pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan bagian penting dari keberhasilan manusia, baik dalam komunitas kerja yang terbatas, maupun dalam lingkungan sosial yang lebih luas yang tentunya ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya. Untuk meningkatkan etos kerja merupakan tugas dan tanggung jawab semua lapisan dalam unit kerja masing-masing terutama pimpinan unit kerja dalam membina serta membimbing bawahannya supaya dapat bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
2.1.3.3Nilai-nilai dalam Etos Kerja
Herzberg yang dikutip oleh Gibson (1989) menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi yang baik diperlukan orang yang memiliki kemampuan yang tepat, termasuk etos kerjanya. Beberapa penelitian riset mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan faktor penting yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik. Ford (1999) dalam Jansen (2005), menyatakan bahwa 17 sampai dengan 18 percobaan di sebuah organisasi memperlihatkan peningkatan yang positif sesudah adanya etos kerja yang baik. Penelitian tersebut menyatakan bahwa etos kerja memberikan prestasi yang lebih baik dan kepuasan yang lebih baik pula.
(58)
Menumbuhkan etos kerja kepada karyawan memang tidak mudah karena etos kerja tak dapat dipaksakan secara tiba-tiba. Namun, bukan tidak ada solusinya. Jansen (2005), mengemukakan cara terbaik untuk mengatasi penurunan etos kerja yaitu dengan langsung membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja sebagai akar yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen (2005), memetakan motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja Profesional” antara lain:
a. Etos pertama: kerja adalah rahmat.
Apapun pekerjaan kita, apakah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun. Dengan bekerja kita akan menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh sangat tidak professional jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahan.
b. Etos kedua: kerja adalah amanah.
Apapun pekerjaan kita, dokter, perawat, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pegawai negeri menerima amanah dari Negara, perawat menerima amanah dari pasien. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
(59)
c. Etos ketiga: kerja adalah panggilan.
Apapun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “Im doing my best!”.
d. Etos keempat: kerja adalah aktualisasi.
Apapun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa ada. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan. Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa pede ketika berjumpa koleganya.
e. Etos kelima: kerja itu ibadah.
Tak peduli apapun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.
f. Etos keenam: kerja adalah seni.
Apapun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobby. Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang
(60)
fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
g. Etos ketujuh: kerja adalah kehormatan.
Serendah apapun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.
h. Etos kedelapan: kerja adalah pelayanan.
Apapun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. “Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan dilengkapi keinginan untuk berbuat baik,”.
2.1.3.4Konsep Etos kerja dalam Manajemen Keperawatan
Situasi profesi keperawatan yang sedang mengembangkan diri, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam profesi keperawatan untuk membuka pandangan dan sikap kepada para perawat untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, dan mengikis sikap kerja yang asal-asalan yang tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya. Keperawatan sebagai profesi
(61)
memerlukan standar pengendalian sikap dan perilaku melalui pengaturan etika profesi dalam bentuk Kode Etik Keperawatan yang disosialisasikan secara baik kepada perawat untuk membentuk perawat yang mempunyai karakter.
Perilaku perawat yang professional dapat ditunjukakan dari kemampuannya dalam menerapkan ilmu pengetahuan ilmiah dan teknologi keperawatan, memiliki ketrampilan yang professional, serta menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dalam melaksanakan praktek keperawatan. Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lain-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
2.1.4 Disiplin Kerja
Menurut Nitisemito (1991) menyatakan masalah kedisiplinan kerja, merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan adanya kedisiplinan, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. 2.1.4.1Pengertian
Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Secara etiomologis, kata “disiplin” berasal dari kata Latin
(62)
“diciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moukijat, 1984). Menurut Hasibuan, (2003), disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menanati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Sedangkan menurut Tulus (2004), menyatakan disiplin adalah pelatihan, khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk mampu mengendalikan diri, melaksanakan kebiasaan-kebiasaan, untuk menaati peraturan yang berlaku, sehingga disiplin bisa menjadi pengendali dan indikator yang berhubungan dengan kinerja karyawan.
Dari pendapat para ahli mengenai definisi disiplin diatas, maka dapat diformulasikan bahwa kedisiplinan merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku yang menunjukan sikap patuh atau taat pada suatu peraturan atau tata tertib yang telah ditetapkan melalui latihan yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya.
2.1.4.2Nilai-nilai dalam Disiplin Kerja
Menurut Byars, (1984) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dipakai, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisiplinan kerja karyawan, yaitu ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja. Robbins (2001) mengemukakan tipe permasalahan dalam kedisiplinan, antara lain kehadiran, perilaku dalam bekerja (dalam lingkungan kerja), ketidakjujuran, dan aktivitas di luar lingkungan kerja.
(63)
Gibson (1997) mengemukakan beberapa perilaku karyawan tidak disiplin yang dapat dihukum adalah keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, mencuri, tidur ketika bekerja, berkelahi, mengancam pimpinan, mengulangi prestasi buruk, melanggar aturan dan kebijaksanaan keselamatan kerja, pembangkangan perintah, memperlakukan pelanggaran secara tidak wajar, memperlambat pekerjaan, menolak kerja sama dengan rekan, menolak kerja lembur, memiliki dan menggunakan obat-obatan ketika bekerja, merusak peralatan, menggunakan bahasa atau kata-kata kotor, pemogoan secara ilegal.
Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi, dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku di dalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya. Untuk menciptakan disiplin kerja dalam organisasi atau perusahaan dibutuhkan adanya tata tertib atau peraturan yang jelas, penjabaran tugas dari wewenang yang cukup jelas dan tata kerja yang sederhana, dan mudah diketahui oleh setiap anggota dalam organisasi.
2.1.4.3Macam-macam disiplin kerja
Ada 2 macam disiplin kerja, yaitu disiplin diri (self dicipline) dan disiplin kelompok.
a. Disiplin diri
Menurut Jasin (1989), menyatakan disiplin diri merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi
(64)
atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya. Melalui disiplin diri, karyawan akan merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi. Disiplin diri merupakan hasil proses belajar dari keluarga dan masyarakat melalui penanaman nilai-nilai oleh orang tua, guru, ataupun masyarakat. Penanaman nilai-nilai disiplin diri ini dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif. Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui disiplin diri seorang karyawan selain menghargai dirinya sendiri juga menghargai orang lain. Misalnya jika karyawan mengerjakan tugas dan wewenang tanpa pengawasan atasan, pada dasarnya karyawan telah sadar melaksanakan tanggung jawab yang telah dipikulnya. Hal itu berarti karyawan tersebut telah sanggup melaksanakan tugasnya. Dan pada dasarnya ia telah menghargai potensi dan kemampuanya. Disi lain bagi teman sejawat dengan diterapkannya disiplin diri, akan memperlancar kegiatan yang bersifat kelompok.
b. Disiplin Kelompok
Kegitan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata. Selain disiplin diri juga diperlukan disiplin kelompok. Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa didalam kelompok kerja ada standar ukuran prestasi yang telah ditentukan oleh kelompok salah satunya adalah melalui disiplin kerja. Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan, artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (Jasin, 1989).
(65)
Ada kalanya disiplin kelompok memberikan andil terhadap pengembangan disiplin diri. Contoh jika iklim organisasi menerapkan disiplin kerja yang tinggi, maka mau tidak mau karyawan akan membiasakan dirinya mengikuti irama kerja karyawan lainnya. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok dilukiskan oleh Jasin (1989), seperti dua sisi dari satu mata uang yang saling melengkapi dan menunjang. Disiplin diri tidak bisa dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok dan sebaliknya disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi. 2.1.4.4Faktor-faktor Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku. Pembentukan perilaku jika dilihat dari formula Kurt Lewin adalah interaksi antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan (situasional).
a. Faktor Kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. Sistem nilai akan terlihat dari sikap seseorang. Sikap diharapkan akan tercermin dalam perilaku. Menurut Brigham (1994), perubahan sikap ke dalam perilaku terdapat tiga tingkatan yaitu : 1) Disiplin karena kepatuhan
Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas dasar perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkat ini dilakukan semata untuk
(66)
mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, jika pengawas tidak ada di tempat disiplin kerja tidak tampak (Brigham,1994).
2) Disiplin karena identifikasi
Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah adanya perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang dihormati, dihargai, dan sebagai pusat identifikasi. Karyawan yang menunjukkan disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan disebabkan karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan pada atasannya. Karyawan merasa tidak enak jika tidak mentaati peraturan. Penghormatan dan penghargaan karyawan pada pemimpin dapat disebabkan karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas profesional yang tinggi di bidangnya. Jika pusat identifikasi ini tidak ada maka disiplin kerja akan menurun, pelanggaran meningkat frekuensinya (Brigham,1994).
3) Disiplin karena internalisasi
Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang dikategorikan telah mempunyai disiplin diri (Brigham,1994).
b. Faktor Lingkungan
Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus-menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif
(1)
(2)
138
(3)
(4)
140
(5)
(6)