Upaya Tradisional Untuk Pasangan Infertil

tuanya. Anak perempuan dalam hal ini bisa memiliki sebagian dari warisan yang ditinggalkan apabila ia dengan baik-baik meminta kepada saudaranya laki-laki untuk memberikan sebagian dari harta yang diwarisinya. Disaat masih hidup seseorang dapat juga menyisihkan sebagian hak miliknya untuk anak perempuan, selain harta bawaan yang sudah diterimanya. Pemberian bisa diterima pada waktu itu atau dikemudian hari sewaktu anak perempuan itu kawin yakni sebagai pauseang. Jatah yang diberikan kepada anak perempuan setelah bapaknya meninggal juga disebut dengan parmanomanoan yang diterima dari yang meninggal sebagai kenang-kenangan.

4. Upaya Tradisional Untuk Pasangan Infertil

Vergouwen 1986 menyatakan ada beberapa cara yang sering dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dalam memperoleh keturunan. Berikut adalah upaya tersebut : 1. Suami dan kerabat laki-lakinya akan mendatangi ayah dari pihak istri dan melalui upacara khusus memohon restu kiranya mertuanya sudi memanjatkan doa supaya putri dan menantunya diberi karunia 2. Sombaon Upacara ini berupa upacara penghormatan kepada leluhur besar yang tertinggi dalam dunia roh yang mendekati kedudukan dewata, dia menjadi sombaon. Sombaon ini tinggal di tempat suci, di puncak gunung, di hutan belantara atau di sebuah sungai besar. Sombaon selalu dimohonkan dalam semua upacara religius. Upacara ini disertai dengan pemberian persembahan berupa hewan- hewan kurban yang dipersembahkan kepada leluhur tersebut yang dipimpin oleh UNIVERSITAS SUMATERA UTARA datu dan diikuti dengan tarian-tarian persembahan. Tujuan khusus dari pesta seperti ini ialah karena banyaknya dari keturunannya yang tidak mempunyai anak; mereka ingin memohon kepada leluhur agar melimpahkan “tabung penyimpanan anak panah yang penuh dengan anak-ana k”. 3. Mangupa tondi Kegiatan mangupa ini bertujuan untuk menguatkan tondi roh, meningkatkan daya yang bersemayam di dalam dirinya dan untuk memperkuat ikatan antara dia dengan tempat tinggalnya. Jika kegiatan mangupa ini dilakukan kepada wanita yang belum memiliki keturunan maka tujuannnya adalah untuk meningkatkan daya tangkal tondinya rohnya terhadap kekuatan animis dan jahat yang sudah mengintipnya dan segera memiliki anak. 4. Manulangi Kegiatan manulangi ini berupa kegiatan menyuapi yang mana biasanya kegiatan ini ditujukan kepada mereka yang memang pantas mendapatkan persembahan makanan. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya atau mertuanya dengan tujuan mendapatkan berkat dari orang tuanya atau mertuanya sehingga putrinya tersebut atau menantunya tersebut cepat mendapatkan keturunan. 5. Pemberian dondon tua. Dondon tua ini diartikan sebagai dibebani nasib baik. Istilah ini diterapkan kepada benda yang diberikan kepada seseorang. Melalui benda ini diharapkan ada keberuntungan yang berpindah kepada orang yang menerimanya. Kegiatan ini UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bisa dilakukan kepada wanita yang sudah lama tidak memiliki anak dengan tujuan segera memiliki keturunan. D. PERSISTENSI PADA PASANGAN INFERTIL SUKU BATAK TOBA DALAM MEMPEROLEH KETURUNAN Kelahiran seorang anak keturunan menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam siklus kehidupan. Ini adalah bagian dari tujuan hidup masyarakat Batak Toba yang ideal yakni banyak anak hagabeon, kaya materiharta hamoraon dan dihormatidihargai hasangapon Harahap Siahaan, 1987. Hagabeon, hamoraon dan hasangapon adalah sesuatu yang sangat didambakan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba Harahap Siahaan, 1987. Adapun ungkapan yang sangat terkenal dalam budaya masyarakat Batak Toba adalah “Anakhonhi do hamoraon diahu anak adalah harta yang paling berharga dalam diri saya Harahap Siahaan, 1987. Oleh karena itu, meskipun dalam sebuah keluarga Batak Toba sudah memiliki hartamateri yang berkecukupan hamoraon dan terhormatdihargai hasangapon akan tetapi belum memiliki banyak keturunan baik itu laki-laki dan perempuan dalam budaya Batak Toba dianggap belum lengkap gabe Harahap Siahaan, 1987. Dalam Harahap Siahaan 1987, Lumban tobing berpendapat bahwa masalah anak bagi masyarakat Batak Toba sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidup karena keturunan itu adalah kebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat Lubis, 1997. Dalam budaya Batak Toba jumlah anak dianggap sangat memperngaruhi sahala wibawa orang tua Harahap Siahaan, 1987. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tidak hanya itu, dengan adanya anak juga dapat melengkapi adat Dalihan Na Tolu. Dimana Dalihan Na Tolu merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak Toba. Ketiga hubungan kekeluargaan itu adalah hula-hula pihak pemberi istri, dongan sabutuha kawan semarga dan boru pihak penerima istri Harahap Siahaan, 1987. Dengan adanya anak juga, maka harta warisan yang dimiliki oleh orang tua ada yang mewarisi. Dimana dalam budaya Batak Toba pewaris harta sepenuhnya adalah laki-laki, akan tetapi wanita tetap bisa mewarisi sebagian dari harta warisan apabila saudaranya laki-laki tersebut mau berbagi dengan saudaranya perempuan Vergouwen, 1986. Dan yang tidak kalah penting adalah bahwa dengan adanya anak dalam sebuah keluarga dapat meneruskan garis keturunan dalam keluarga. Dimana budaya Batak Toba mengandung sistem patrilineal, dimana anak laki laki yang meneruskan garis keturunan. Untuk itu jika orang Batak Toba tidak memiliki keturunan laki-laki maka garis keturunanmarga tadi akan punah. Adapun posisi perempuan dalam budaya Batak Toba adalah sebagai pencipta hubungan besankarena perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain Vergouwen, 1986. Dengan demikian ketidakmampuan istri untuk menghasilkan keturunan dipandang sebagai sesuatu yang sangat merendahkan martabat suami dan bila diantara anak-anak yang dilahirkannya tidak ada laki-laki, hal tersebut juga dipandang sebagai suatu penghinaan yang menodai martabat pihak suami dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keluarganya Vergouwen, 1986. Yang mana sekarang ini banyak sekali dijumpai pasangan Batak Toba yang sulit untuk memiliki keturunan meskipun telah menikah sekian tahun lamanya dan tidak menggunakan alat kontrasepsi, keadaan inilah yang disebut dengan infertilitas. Keadaan dimana pasangan yang meskipun sudah menikah dalam kurun waktu relatif lamalebih dari 12 bulan lamanya tanpa menggunakan alat kontrasepsi akan tetapi belum juga memiliki keturunan Papalia Olds, 1998. Maka tidak heran jika seorang suami yang tidak memiliki keturunan baik itu laki-laki maupun perempuan dari seorang istri meminta untuk berpisah bercerai dan kemudian itu menikah lagi dengan wanita lain untuk mendapatkan keturunan baik itu laki-laki dan perempuan Vergouwen, 1986. Dan tidak heran juga jika pasangan yang sulit untuk memiliki keturunan tersebut mendapat ejekan dari lingkungan-lingkungan sekitar dan mengalami perasaan-perasaan negatif akibat dari keadaannya tersebut DeGenova, 2005. Tentunya hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pasangan yang mengalami keadaan tersebut. Untuk itu bila dalam sebuah keluarga terdapat pasangan yang belum memiliki keturunan maka pasangan tersebut akan berupaya semaksimal mungkin agar bisa memiliki keturunan. Pasangan akan melakukan apapun demi mendapatkan keturunan agar memiliki generasi penerus, ahli waris harta kekayaan, pencapai tujuan hidup yang ideal, pelengkap adat dalihan na tolu serta menambah sahala orang tua. Pasangan akan melakukan segala usaha baik secara medis, alternatif hingga kepada usaha tradisional dengan segigih mungkin untuk bisa segera memiliki keturunan. Dimana kegigihan didefenisikan oleh UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Seligman Peterson 2004 sebagai kelanjutan dari tindakan sukarela yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan ataupun keputusasaan. Hill 2000 juga mengatakan bahwa kegigihan persistensi merupakan faktor penting dalam merubah keinginan desire menjadi wujud nyata. Hill 2000 juga menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen dalam kegigihan persistensi, yaitu memiliki tujuan yang jelas, keinginan untuk mencapai tujuan tersebut, memiliki self-reliance, memiliki rencana yang terorganisir dan masuk akal, mampu bekerjasama dengan orang lain serta memiliki pemikiran yang terfokus untuk mencapai tujuan. Semua komponen ini harus dapat diubah menjadi kebiasaan sehingga kegigihan persistensi dapat tercapai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA E. PARADIGMA BERPIKIR Pasangan Infertil dalam budaya Batak Toba Tantangan bagi pasangan Batak Toba yang infertil Dibutuhkan persistensidalam memperoleh keturunan Definiteness of purpose Accurate knowledge Definiteness of plans Self-reliance Co-operation Desire Habit Will-power Komponen Persistence Effortfull behavior Feedback Dukungan sosial Diceraikan Diminta untuk berpisahmelakukan bigami Mendapat Ejekan Mengalami perasaan negatif Pencapai Tujuan Hidup Ideal yang tercakup dalam nilai3H Pelengkap Adat Dalihan Na Tolu Penambah sahala orang tua Pewaris Harta Kekayaan Penerus Marga Anak Dalam Budaya Batak Toba Penting UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35 BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN KUALITATIF Karena begitu banyaknya perilaku manusia yang sulit untuk dikuantifikasikan, dimana penghayatannya terhadap berbagai pengalaman pribadi, menyebabkan mustahil untuk diukur dan dibakukan, terlebih lagi bila dituangkan dalam satuan numerik maka dari itu penelitian mengenai perilaku manusia biasanya menggunakan penelitian kualitatif. Seperti yang dinyatakan oleh Poerwandari 2007 bahwa salah satu tujuan penting dari penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti yang mana sebagian besar dari aspek psikologi manusia juga sangat sulit untuk direduksi dalam bentuk elemen dan angka sehingga akan lebih “etis” dan kontekstual bila diteliti dalam setting alamiah. Artinya tidak cukup hanya mencari what dan how much akan tetapi perlu juga untuk memahaminya why dan how dalam konteksnya. Penelitian berikut ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis guna untuk menggali dan mengidentifikasikan persistensi pada pasangan infertil suku Batak Toba dalam memperoleh keturunan sesuai dengan pengalaman mereka secara langsung Moleong, 2010 . UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

B. RESPONDEN PENELITIAN 1. Karakteristik Responden

Pemilihan subyek dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa karakteristik tertentu antara lain : a. Pasangan Batak Toba Pasangan Batak Toba yang dimaksud disini adalah pasangan suami istri yang telah menikah yang tergolong suku Batak Toba.

b. Memenuhi kriteria infertilitas

Pasangan infertil didefinisikan sebagai pasangan yang sudah menikah dalam kurun waktu setidaknya satu tahun atau lebih dan telah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi namun belum terjadi kehamilan. Dimana dalam hal ini istri dari pasangan tersebut belum mengalami menopouse.

2. Jumlah Responden Penelitian

Menurut Patton dalam Poerwandari, 2009 desain kualitatif memiliki sifat yang luwes oleh karena itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah subyek yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah dua pasang suami istri. Alasan utama pengambilan jumlah subyek dalam penelitian ini karena pertimbangan keterbatasan dari peneliti sendiri, baik itu dari segi waktu, biaya maupun kemampuan peneliti dan supaya terlihat jelas perbedaan persistensi dari setiap pasangan dalam memperoleh keturunan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA