5.2.8.6. Penentuan Nilai RPN
Setelah nilai severity s, occurance o, dan detection d diberikan, maka selanjutnya dihitung nilai RPN untuk menentukan prioritas dalam rekomendasi
tindakan perbaikan. Perhitungan nilai RPN Risk Priority Number pada penyebab kegagalan settingan
mesin tumble dryer yaitu: RPN = S x O x D
= 7 x 3 x 8 = 168
Tabel FMEA terhadap proses dengan nilai RPN dapat dilihat pada Tabel 5.11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11. FMEA dengan Nilai RPN Jenis
Kegagalan Akibat dari
Kegagalan Faktor
S Penyebab Kegagalan
O Usulan Perbaikan
D RPN
Ketebalan Sarung tangan tidak
sesuai standar produksi, banyaknya
produk yang di recycle
dan mengganggu fungsi
produk. Mesin
7 Settingan tumble dryer tidak sesuai
3
Melakukan pemeriksaan dan perawatan secara rutin, sehingga
panas yang dihasilkan mesin tumble dryer
tetap stabil.
8 168 Metode
Kerja 4
Operator tidak menjalankan SOP dengan
baik. 3
Menyusun metode kerja yang lebih sistematis
8 96
Material 5
Mengandung kotoran
3
Melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap bahan baku
sebelum melakukan
proses produksi
5 75
Koyak
Sarung tangan tidak sesuai standar
produksi, banyaknya produk yang di
recycle
dan mengganggu fungsi
produk.
Lingkungan 6 Lingkungan kerja berdebu
3
Membuat ventilasi dilingkungan kerja dan melakukan kebersihan
secara rutin
7 126
Mesin 6
Suhu blower tidak stabil 3
Melakukan pemeriksaan secara rutin
terhadap suhu
yang dihasilkan blower, agar suhu
tetap stabil.
6 108
Manusia 4
Operator kurang teliti dan SOP tidak dijalankan
dengan baik
3
Melakukan pengawasan yang lebih ketat dan melakukan
briefing sebelum
proses produksi dilakukan.
7 84
Universitas Sumatera Utara
Untuk pemberian skor pada masing-masing komponen yang ada, dilakukan dengan memberikan penilaian terlebih dahulu terhadap severity,
occurance, detection, dan hasil akhirnya yang berupa risk priority number.
Dari perhitungan RPN ini dapat diketahui faktor penyebab kegagalan proses yang mengakibatkan terjadinya produk cacat. Faktor-faktor tersebut
kemudian diurutkan berdasarkan nilai RPN tertinggi yang dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN Jenis
Kegagalan Penyebab Kegagalan
Pada Proses Usulan Perbaikan
RPN
Ketebalan Settingan tumble dryer
tidak sesuai
Melakukan pemeriksaan dan perawatan secara rutin, sehingga
panas yang dihasilkan mesin tumble dryer
tetap stabil.
168
Koyak Lingkungan kerja
berdebu
Membuat ventilasi dilingkungan kerja dan melakukan kebersihan
secara rutin
126
Koyak Suhu blower tidak stabil
Melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap suhu yang
dihasilkan blower, agar suhu tetap stabil.
108
Ketebalan Operator tidak
menjalankan standar operasional prosedur
dengan baik
Menyusun metode kerja yang lebih sistematis
96
Koyak
Operator kurang teliti dan SOP tidak dijalankan
dengan baik Melakukan pengawasan yang
lebih ketat dan melakukan briefing
sebelum proses produksi dilakukan.
84
Ketebalan
Mengandung kotoran Melakukan pemeriksaan secara
rutin terhadap bahan baku sebelum melakukan proses
produksi
75
Berdasarkan Tabel 5.12, diperoleh nilai RPN tertinggi sebesar 168 dengan penyebab kegagalan yaitu penyetingan mesin tumble dryer tidak sesuai, yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan jenis kegagalan yang dijadikan prioritas pertama untuk segera dilakukan perbaikan.
.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis Seven Tools
Dari proses stratifikasi dilakukan pengelompokan data, dari pengelompokan data dapat dilihat bahwa terdapat tiga jenis kecacatan yang akan diambil datanya,
yaitu jenis kecacatan koyak, bocor dan ketebalan. Pada check sheet, diberikan informasi mengenai jumlah kecacatan yang terjadi pada tiap harinya beserta
dengan jenis kecacatan selama 30 hari yaitu pada tanggal 16 November sampai tanggal 15 Desember 2015. Dari check sheet dapat dilihat bahwa jenis kecacatan
produk sarung tangan yang paling besar adalah jenis kecacatan ketebalan dan koyak.
Dari histogram terlihat jelas bahwa urutan jenis kecacatan yang paling banyak terjadi pada jenis kecacatan ketebalan, koyak dan bocor. Histogram
tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan perbaikan dalam rangka mengendalikan kualitas produk dengan mengetahui faktor penyebab kecacatan
produk. Dari diagram pareto dapat dilihat bahwa persentase jenis kecacatan ketebalan 37,01 dan jenis kecacatan koyak 34,89 adalah persentase
kumulatif yang paling dominan. Berdasarkan aturan Pareto 80-20 dimana 80 produk cacat disebabkan oleh 20 jenis kecacatannya. Jadi untuk mengatasi
masalah kecacatan harus menyelesaikan jenis kecacatan paling dominan yaitu, jenis kecacatan ketebalan dan koyak dengan menyelesaikan faktor dominan
tersebut maka dapat mengatasi masalah dengan signifikan.
Universitas Sumatera Utara