Pengaruh komunikasi efektif orang tua remaja dan self-efficacy terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito Pamulang

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA -

REMAJA DAN

SELF-EFFICACY

TERHADAP MOTIVASI

BERPRESTASI SISWA SMP WASKITO PAMULANG

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat dalam meraih Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh:

FARAH NUR ANGGRAINI 1040 700 023 86

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama: Farah Nur Anggraini NIM : 104070002386

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Komunikasi Efektif Orang Tua - Remaja dan Self Efficacy terhadap Motivasi Berprestasi pada Remaja adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 29 November 2011

Farah Nur Anggraini NIM. 104070002386


(5)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi

(B) November, 2011 (C) Farah Nur Anggraini

(D) Pengaruh Komunikasi Efektif OrangTua-Remaja dan Self-Efficacy terhadap Motivasi Berprestasi pada Remaja

(E) ix + 77

Untuk menjadi remaja yang berprestasi, seseorang perlu memiliki daya dorong dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Dorongan dari dalam bisa timbul dari keyakinan diri remaja terhadap kemampuannya dalam menghadapi tugas. Dorongan dari luar bisa datang dari dukungan orang tua melalui komunikasi yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh komunikasi efektif orang tua – remaja dan self efficacy terhadap motivasi berprestasi siswa SMP waskito Pamulang.

Komunikasi akan efektif manakala stimulus yang diaktifkan dan diharapkan dari pengirim sesuai dengan stimulus yang diterima dan ditanggapi oleh penerima (Tubbs & Moss, 1974). Bandura (1986) mendefinisikan self efficacy sebagai penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tugas-tugas tertentu yang diperlukan untuk mencapai tipe kinerja tertentu.Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk sukses dan menampilkan performa yang baik dalam suatu hal. (Gage & Berliner, 1992).

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (n = 70). Data dikumpulkan menggunakan Skala Model Likert terdiri dari 29 item skala Komunikasi Efektif Orang tua – Remaja dengan, 23 item skala Self Efficacy, dan 30 item skala Motivasi Berprestasi. Teknik analisa data menggunakan uji regresi berganda dengan batas kesalahan 0.05.

Hasil yang diperoleh adalah adjusted R² = 0.553. Sebesar 55.3% komunikasi efektif orang tua – remaja dan self efficacy dapat mempengaruhi motivasi berprestasi. Dari uji Anova diperoleh probabilitas 0.000, karena probabilitas dibawah 0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi motivasi berprestasi.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih luas tentang motivasi berprestasi agar didapatkan beberapa faktor lain yang ikut memberikan kontribusi terhadap motivasi berprestasi. Mengenai sampel, sebaiknya diambil dari beberapa sekolah sehingga lebih dapat digeneralisasikan. Untuk instrumen penelitian, item – item yang digunakan sebagai alat ukur dibuat lebih spesifik.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan oleh Panitia Ujian... i

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Pernyataan Keaslian Skripsi ... iii

Persembahan ... iv

Moto ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-9 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan masalah... 6

1.2.2. Perumusan masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Sistematika Penulisan ... 8

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 10-46 2.1. Motivasi Berprestasi... 10

2.1.1. Definisi motivasi... 10

2.1.2. Definisi motivasi berprestasi ... 11

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ... 12

2.1.4. Karakteristik individu dengan motivasi berprestasi ... 14

2.2. Self Efficacy ... 18

2.2.1. Definisi self efficacy ... 18


(7)

2.2.3. Dimensi-Dimensi self efficacy ... 21

2.2.4. Fungsi self efficacy ... 23

2.3. Komunikasi Efektif Orang Tua dan Remaja ... 24

2.3.1. Definisi komunikasi interpersonal ... 24

2.3.2. Tujuan komunikasi interpersonal ... 25

2.3.3. Definisi komunikasi efektif ... 27

2.3.4. Faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif ... 28

2.3.5. Karakteristik komunikasi efektif ... 29

2.4. Kerangka Berpikir ... 33

2.5. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 38-54 3.1. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel Penelitian ... 38

3.1.1. Definisi variabel penelitian ... 38

3.1.2. Definisi operasional variabel ... 38

3.2. Pengambilan Sampel ... 40

3.2.1. Populasi dan sampel ... 4

3.2.2. Teknik pengambilan sampel ... 41

3.3. Metode dan instrumen pengumpulan Data ... 41

3.3.1. Skala komunikasi efektif ... 42

3.3.2. Skala self efficacy ... 44

3.3.3. Skala motivasi berprestasi ... 45

3.4 Teknik Uji Instrumen Pengumpulan Data... 46

3.4.1. Uji validitas skala ... 46

3.4.2. Uji reliabilitas skala... 46

3.5. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen Penelitian... 47

3.5.1. Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian ... 47

3.5.2. Hasil uji validitas instrumen penelitian ... 48

3.6. Teknik Analisis Data ... 52

3.7. Prosedur Penelitian ... 53


(8)

3.7.2. Pelaksanaan penelitian ... 53

3.7.3. Pengolahan data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 55-70 4.1. Deskripsi statistik responden penelitian ... 55

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 56

4.2.1.Variabel komunikasi efektif orang tua - remaja ... 56

4.2.2. Variabel self efficacy ... 57

4.2.3. Variabel motivasi berprestasi ... 58

4.3. Kategorisasi Variabel Penelitian ... 59

4.3.1. Kategorisasi variabel komunikasi efektif orang tua - remaja... 59

4.3.2. Kategorisasi variabel self-efficacy... 60

4.3.3. Kategorisasi variabel motivasi berprestasi ... 61

4.4. Uji Hipotesis Penelitian... 61

4.4.1. Hasil uji hipotesis mayor ... 62

4.4.2. Hasil uji hipotesis minor ... 67

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 71-74 5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Diskusi ... 72

5.3. Saran ... 73

5.3.1. Saran teoritis... 73

5.3.2. Saran praktis ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Skoring instrumen ... 42

Tabel 3.2. Blueprint Skala Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja ... 43

Tabel 3.3. Blueprint Skala Self Efficacy... 44

Tabel 3.4. Blueprint Skala Motivasi Berprestasi ... 45

Tabel 3.5. Koefisien Alpha Cronbach Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja ... 47

Tabel 3.6. Koefisien Alpha Cronbach Self Efficacy ... 48

Tabel 3.7. Koefisien Alpha Cronbach Motivasi Berprestasi ... 48

Tabel 3.8. Blueprint Skala Komunikasi Efektif (Revisi) ... 49

Tabel 3.9. Blueprint Skala Self Efficacy (Revisi) ... 50

Tabel.3.10.Blueprint Skala Motivasi Berprestasi (Revisi)... 51

Tabel 4.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Usia... 55

Tabel 4.3. Deskripsi variabel penelitian ... 56

Tabel 4.4. Deskripsi Statistik Variabel Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja ... 57

Tabel 4.5. Deskripsi Statistik Self Efficacy ... 57

Tabel 4.6. Deskripsi Statistik Motivasi Berprestasi ... 58

Tabel 4.7. Kategorisasi Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja ... 59

Tabel 4.8. Kategorisasi 5 Variabel Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja ... 59

Tabel 4.9. Kategorisasi Self Efficacy ... 60

Tabel 4.10. Kategorisasi 3 Variabel Self Efficacy ... 60

Tabel 4.11. Kategorisasi motivasi berprestasi ... 61

Tabel 4.12. Koefisien regresi ... 62

Tabel 4.13. Uji F ... 63

Tabel 4.14. Uji t ... 64


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat permohonan izin penelitian

2. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian 3. Blueprint angket penelitian

4. Instrumen penelitian

5. Uji reliabilitas variabel penelitian

6. Deskripsi statistik responden berdasarkan usia

7. Deskripsi statistik responden berdasarkan jenis kelamin 8. Deskripsi statistik variabel penelitian

9. Hasil uji regresi

10.Data mentah kuesionare 11.True score variabel penelitian


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Remaja adalah cikal bakal generasi muda penerus bangsa yang akan menjadi tolak ukur kesuksesan suatu bangsa. Oleh karena itu penting bagi para pendidik dan pengajar serta orang tua untuk berperan membantu remaja dalam usahanya mencapai prestasi dan kesuksesan. Dalam perkembangan kepribadian, masa remaja adalah masa terberat yang harus dilalui individu. Hal ini dikarenakan masa remaja sebagai suatu masa dimana terjadi peralihan perkembangan dari masa kanak-kanak yaitu masa yang penuh dengan ketergantungan menuju masa dewasa yaitu masa pembentukan tanggung jawab. Santrock (1996) memberikan definisi masa remaja sebagai suatu periode transisi antara masa anak-anak dan orang dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.

Pada masa modern seperti saat ini, banyak kita dengar cerita tentang tawuran, pencurian, penganiayaan, narkoba bahkan pembunuhan yang pelakunya adalah para remaja. Berdasarkan data Polres Jakarta Selatan, tahun 2010, jumlah kenakalan remaja mencapai 23 kasus. Tawuran terakhir terjadi pada akhir bulan februari tahun 2011 (bataviase.co.id). Teknologi yang sudah semakin maju kerap juga menjadi andil dari gaya hidup para remaja masa kini yang notabene hanya bersenang – senang saja dan melupakan tugas mereka sebagai pelajar yakni meraih prestasi. Melihat situasi yang seperti ini sudah sewajarnya kita perlu cemas dan khawatir terhadap nasib perkembangan remaja di kemudian hari. Lingkungan


(13)

sekolah dan terutama orang tua sangat dibutuhkan pengaruhnya dalam usaha membangun pribadi remaja yang berprestasi bukan remaja sumber masalah.

Menurut Gerungan dalam Yaddien (2008) sebagai berikut : 63% dari anak yang nakal dalam suatu lembaga pendidikan adalah anak yang berasal dari keluarga tidak utuh, 70% dari anak yang sulit dididik adalah dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan yang terlampau berat. Dalam sebuah penelitian yang berjudul Pola Komunikasi dalam Keluarga dengan Kenakalan Remaja (Studi Korelatif di Desa Timpik, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Jawa Tengah Tahun 2007) oleh Yaddien (2008) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pola komunikasi dalam keluarga dan tingkat kenakalan remaja pada remaja desa Timpik.

Untuk menjadi remaja yang berprestasi, seorang remaja perlu memiliki daya dorong dari dalam diri maupun dari luar untuk dapat menghasilkan sejumlah prestasi. Dorongan untuk sukses dan menampilkan performa yang baik dalam suatu hal disebut dengan motivasi berprestasi (Gage dan Berliner,1992). Motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor-faktor yang datang dari luar diri seseorang bisa berupa rewards dan punishment. Sedangkan faktor internal yakni yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri (Santrock, 2001). Selain itu pengharapan orang tua terhadap anak mereka memiliki pengaruh dalam perkembangan motivasi berprestasi anak. Orang tua yang mengharapkan anak mereka untuk bekerja keras dan meraih sukses akan mambuat


(14)

anak itu menunjukkan dan mambanggakan mereka dengan prestasi (Morgan et al, 1986)

Dalam sebuah penelitian mengenai dukungan keluarga terhadap motivasi berprestasi pada remaja oleh Wahyuni (2006), mengatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi berprestasi pada remaja di SMAN 1 Mlarak Ponorogo. Dukungan keluarga itu dapat ditunjukkan melalui adanya komunikasi yang efektif dalam keluarga, terutama dari orang tua kepada remaja. Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Untuk itu komunikasi yang dijalin haruslah efektif. Komunikasi interpersonal akan efektif manakala stimulus yang diaktifkan dan diharapkan dari pengirim sesuai dengan stimulus yang diterima dan ditanggapi oleh penerima (Tubbs & Moss, 1974).

Menurut Soelaiman dkk dalam penelitiannya (1993) menyatakan pentingnya komunikasi dalam keluarga. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan oleh anggota keluarga. Tidak efektif atau tidak adanya komunikasi dapat memberikan dampak yang tidak diharapkan, baik oleh orang tua maupun anak-anaknya. Hal ini dikarenakan komunikasi efektif akan membantu orang tua membangun hubungan positif dengan anak / remaja (Couch dkk, 1997).

Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sesungguhnya yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri,


(15)

mereka lebih baik berdiam diri saja. Tidak sedikit orang tua yang kurang bisa berkomunikasi dengan anaknya khususnya ketika si anak berusia remaja. Hal ini dikarenakan banyak orang tua yang kurang menyadari perlunya respon verbal atau nonverbal ketika menanggapi anaknya, sehingga menyebabkan hambatan dalam berkomunikasi Sering kali tanpa di sadari orang tua menyampaikan pesan-pesan negatif pada anaknya, bukan memberikan pesan atau masukan positif. Akibatnya anak menginternalisasikan pesan-pesan negatif tersebut menjadi bagian dirinya sehingga remaja tidak dapat mengembangkan potensinya, bersikap mandiri, mengatasi segala masalah serta kekecewaan yang dialami (Gordon, 1989). .

Keuletan seseorang dalam mengatasi kesulitan dan tantangan dipengaruhi pula oleh bagaimana orang tersebut yakin terhadap kemampuan dirinya. Hal inilah yang disebut dengan self-efficacy. Bandura (dalam Santrock, 2001) menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan seseorang mampu menguasai keadaan dan memberikan hasil yang baik. Dalam sebuah penelitian yang berjudul Hubungan antara Dukungan Sosial dan Self-Efficacy dengan Motivasi Berprestasi pada Atlet Pencak Silat Pelajar Tingkat SMA/K di Kota Yogyakarta menyimpulkan hasil bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan Self Efficacy dengan motivasi berprestasi pada atlet pencak silat pelajar tingkat SMA/K di kota Yogyakarta (Ariyanto, 2007).

Perkembangan kepribadian anak yang positif dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah komunikasi orang tua terhadap anaknya. Bagaimana cara orang tua berkomunikasi dengan anaknya menentukan cara anak berkomunikasi dengan lingkungannya. Jika komunikasi orang tua buruk, maka


(16)

dampak negatif akan dirasakan oleh anaknya. Melalui komunikasi yang efektif diharapkan dukungan dari orang tua dapat dimaknai dengan benar oleh anak (remaja). Sehingga dapat berdampak pada tingginya self-efficacy (keyakinan diri) yang kemudian akan mempengaruhi motivasi remaja dalam berprestasi.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Waskito Pamulang, ditemukan bahwa dari 30 orang responden yang diberikan beberapa pertanyaan mengenai motivasi berprestasi, hanya 20% responden yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, 50% responden dengan motivasi berprestasi sedang, dan 30% responden yang bermotivasi berprestasi rendah. Dari data tersebut, hal penting yang diambil sebagai bahan dasar utuk penelitian yang akan saya lakukan adalah tingkat keinginan berprestasi (motivasi berprestasi) siswa yang sedang sehingga tidak ada persaingan yang begitu berarti untuk mencapai suatu prestasi. Terhadap permasalahan ini, masih belum diketahui secara pasti apa yang kira-kira menjadi penyebab, apakah dari lingkungan keluarga atau dari dalam diri siswa sendiri. Untuk itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh keluarga yakni dalam hal komunikasi efektif orang tua – remaja dan keyakinan diri yang ada dalam diri siswa ( self-efficacy ) terhadap motivasi berprestasi pada remaja.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk merumuskan pertanyaan apakah ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi efektif orang tua - remaja dan self efficacy dan motivasi berprestasi remaja melalui sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi Efektif Orang Tua - Remaja dan Self-Efficacy terhadap Motivasi Berprestasi pada Remaja”.


(17)

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan yang ada pada penelitian ini tidak meluas dan mudah dimengerti, maka penelitian ini penulis batasi pada:

1. Komunikasi efektif orang tua terhadap remaja dalam penelitian ini adalah tingkat dimana suatu prilaku komunikasi interpersonal dapat mendukung tercapainya tujuan pribadi dan hubungan di antara pelaku komunikasi sehingga informasi atau pesan yang ingin di sampaikan oleh pihak komunikator yaitu orang tua dapat diterima dengan benar oleh komunikan yaitu remaja. Pengukurannya berdasarkan teori DeVito dalam pandangan humanistiknya mengenai karakteristik komunikasi efektif meliputi keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

2. Self-efficacy yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penilaian subyektif seseorang terhadap kemampuannya sendiri dalam menghadapi tuntutan situasi tertentu dalam hidupnya, karakteristiknya akan diukur berdasarkan 3 aspek yaitu Level, Strength, dan Generality.

3. Motivasi Berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan / kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent). Karakteristiknya dapat diketahui melalui aspek : resiko pemilihan tugas, kesempatan untuk unggul, membutuhkan umpan balik, tanggung jawab, ketekunan, berprestasi.


(18)

4. Remaja adalah individu yang berada dalam rentang usia perkembangan remaja yaitu 12-15 tahun, dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi SMP Waskito Pamulang.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari komunikasi efektif orang tua-remaja dan self efficacy terhadap motivasi berprestasi pada remaja?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari komunikasi efektif orang tua-remaja terhadap motivasi berprestasi pada remaja?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari self efficacy terhadap motivasi berprestasi pada remaja?

4. Berapa besar pengaruh yang diberikan dari komunikasi efektif orang tua – remaja dan self efficacy terhadap motivasi berprestasi?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah komunikasi efektif orang tua - remaja dan self efficacy memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi pada remaja.


(19)

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan, dan psikologi komunikasi.

Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini antara lain dapat berguna bagi masyarakat, khususnya para orang tua yang memiliki anak remaja, agar memahami betapa penting keberadaan dan komunikasi yang dijalin selama masa perkembangannya.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini, penulis susun berdasarkan kaidah penelitian American Psychological Association Style atau APA Style, dengan perincian sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

Berisi teori-teori mengenai definisi remaja, definisi komunikasi interpersonal, tujuan komunikasi interpesonal, definisi komunikasi efektif, faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif, karakteristik


(20)

komunikasi efektif, definisi self-efficacy, faktor yang mempengaruhi self-efficacy, dimensi self-efficacy, fungsi self-efficacy, definisi motivasi, definisi motivasi berprestasi, faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi, kerangka berpikir; dan hipotesis penelitian.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Berisi jenis penelitian meliputi pendekatan penelitian, metode penelitian; variabel dan operasional variabel meliputi definisi variabel, definisi operasional variabel, pengambilan sampel meliputi populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel; pengumpulan data meliputi metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik uji instrumen; uji validitas dan uji reliabilitas, teknik analisa data; dan prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Berisi gambaran umum subyek penelitian, presentasi data, dan pengujian hipotesis.

BAB 5 PENUTUP

Berisi kesimpulan, diskusi dan saran dari penelitian. DAFTAR PUSTAKA


(21)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Berprestasi

2.1.1. Definisi Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Inggris, motivation yang diserap dari kata Latin movere yang artinya bergerak (to move) yang memiliki makna suatu yang mendorong individu untuk mencapai suatu hal. Berdasarkan etimologi, motivasi dapat diartikan sebagai suatu yang mendorong kita, yang membuat kita tetap bergerak, dan membantu kita menyelesaikan suatu pekerjaan (Pintrich & Schunk, 1996). Motivasi didefinisikan sebagai kendali perilaku, yakni proses dimana perilaku diaktifkan dan diarahkan menuju beberapa tujuan tertentu (Kleinginna & Kleinginna dalam Buck, 1988).

Menurut Pintrich dan Schunk (1996), motivasi adalah proses dimana aktivitas yang diarahkan pada suatu tujuan dimunculkan dan dipertahankan terus menerus. Motivasi membutuhkan aktivitas baik fisik maupun mental. Aktivitas fisik memerlukan usaha, ketahanan, dan tindakan nyata lainnya. Aktivitas mental mencakup tindakan kognitif seperti perencanaan, pelatihan, pengaturan, pengawasan, pembuatan keputusan, penyelesaian masalah, dan pengujian terhadap kemajuan (Pintrich dan Schunk,1996). Najati (2000) berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku, serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.


(22)

Motivasi ini ada yang dipelajari dan ada yang merupakan bawaan, menurut Wood Worth (Shaleh, 2004), unlearned motives adalah motivasi yang tidak dipelajari atau motivasi bawaan, yaitu yang dibawa sejak lahir seperti makan, minum, seksual, bergerak, dan istirahat. Sedangkan learned motives adalah motivasi yang timbul karena dipelajari, seperti dorongan untuk belajar, mengejar jabatan, dan sebagainya. Learned motives yang paling penting bagi pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan untuk tujuan sukses atau gagal.

2.1.2. Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai keinginan untuk dapat memenuhi atau mencapai suatu standar yang baik, dan berusaha untuk mencapainya (Santrock, 1996). Begitu juga halnya pendapat yang disampaikan oleh Gage dan Berliner (1992) bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan untuk sukses dan menampilkan performa yang baik dalam suatu hal. Motivasi berprestasi itu dipengaruhi oleh personal variable. Personal variable adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang bisa membuat seseorang termotivasi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah daya dorong yang terdapat dalam diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan / kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent); dorongan tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau berasal dari luar dirinya.


(23)

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

Setiap individu memiliki motivasi untuk meraih prestasi yang berbeda satu sama lain, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi individu. Berdasarkan para ahli, beberapa faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Faktor Keluarga dan Kebudayaan

Orientasi berprestasi dipelajari pada awal masa kanak-kanak, umumnya karena interaksi dengan orang tua. Contohnya, anak dengan motivasi tinggi cenderung memiliki orang tua yang memberi semangat kebebasan dan memberikan penghargaan kesuksesan (Harold & Eccles dalam Huffman, 2000). Dalam hal motivasi berprestasi, anak dituntut untuk memiliki ’standard of excellence’ oleh budaya, terutama oleh para orang tua, sebagai bentuk perwakilan dari budaya, dan perilakunya melibatkan kompetisi dengan standard of exellence, jika berhasil menghasilkan efek yang positif, dan jika tidak berhasil menghasilakn efek yang negatif. Hal ini terjadi pada budaya atau keluarga yang menekan kompetisi untuk mampu menampilkan beberapa tugas dengan baik oleh dirinya sendiri, yaitu budaya atau keluarga yang mampu menghasilkan anak dengan motivasi berprestasi yang tinggi (McClelland et al, 1953).

2. Faktor Jenis Kelamin dan Urutan Kelahiran

Macoby dan Jacklyn (dalam Gage dan Berliner, 1992) mengemukakan bahwa pria lebih terorientasi pada prestasi dibandingkan wanita. Douvan dan Adelson (dalam Gage dan Berliner, 1992) mengemukakan bahwa anak pertama


(24)

memperlihatkan dorongan atau ambisi yang kuat, mereka berorientasi pada prestasi. Selain itu anak pertama cenderung memiliki standar keberhasilan yang tinggi dan lebih kompeten dari adik-adiknya).

3. Lingkungan Sekolah

Guru yang memotivasi siswa untuk belajar seringkali menemukan bahwa pembelajaran berikutnya membantu pengembangan motivasi intrinsik siswa mempelajari pengetahuan yang penting (Meece dalam pintrich & Schunk, 1996).

4. Lingkungan teman

Motivasi untuk berprestasi pada siswa terutama pada masa remaja, sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, khususnya teman dari kelompok acuannya / peer. Apabila temen-temannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap siswa yang bersemangat tinggi dalam mengerjakan tugas-tugas akademik, maka kemungkinan besar siswa yang bersangkutan akan menurunkan kadar motivasi berprestasinya agar dapat diterima oleh kelompok acuannya (Gage dan Berliner, 1992).

5. Self-efficacy

Siswa berbeda-beda dalam meyakini kemampuan mereka memperoleh pengetahuan, menampilkan keterampilan, dan menguasai materi. self efficacy berfungsi sebagai faktor dari dalam diri siswa bersama dengan reward dan umpan balik dari guru yang berdampak pada cara kerja mereka. Dari faktor ini siswa


(25)

memperoleh gambaran seberapa baik mereka belajar. Motivasi meningkat ketika siswa meyakini mereka membuat kemajuan dalam belajar (Schunk, 1991).

2.1.4. Karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi

Menurut para ahli seperti Mc Clelland (dalam Huffman, 2000) menyebutkan beberapa karakteristik dari individu dengan motivasi berprestasi tinggi, yaitu : 1. Resiko pemilihan tugas

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk memilih tugas-tugas dengan derajat kesulitan sedang yang menjanjikan keberhasilan. Mereka tidak menyukai tugas yang terlalu mudah karena hanya memberikan sedikit kepuasan dan tantangan. Mereka juga tidak menyukai tugas yang terlalu sulit karena kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Individu ini lebih realistik dalam tugas dan pekerjaan yang mereka lakukan dan mereka berusaha sebaik-baiknya dalam menyesuaikan antara kemampuan mereka dan tuntutan dari tugas.

2. Kesempatan untuk unggul

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih tertarik pada tugas yang melibatkan kompetisi atau persaingan dimana mereka berkesempatan untuk bersaing dengan orang lain. McClelland dalam Huffman (2000) mengatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas daripada individu dengan motivasi berprestasi rendah. Membutuhkan umpan balik. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk memilih tugas-tugas yang memiliki hasil jelas. Mereka memilih situasi dimana mereka mendapat


(26)

umpan balik tentang performa atau kemampuannya dan mereka lebih memilih untuk menerima dari seorang penguji yang tegas tetapi kompeten daripada dengan seorang penguji yang lebih ramah tetapi kurang kompeten.

3. Tanggung jawab

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih untuk bertanggung jawab secara langsung terhadap suatu pekerjaan. Ketika mereka bertanggung jawab secara langsung, mereka akan merasa puas apabila pekerjaan itu telah selesai dengan baik. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah, kurang bertanggung jawab pada tuga yang dikerjakannya, mereka cenderung akan menyalahkan hal-hal di luar dirinya sebagai penyebab ketidakberhasilan, seperti tugas yang terlalu sulit atau terlalu banyak.

4. Ketekunan

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih memilih menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam satu tugas. Saat mereka secara langsung bertanggung jawab, mereka bisa merasa puas ketika tugas diselesaikan dengan baik.

5. Berprestasi

Individu dengan orientasi motivasi berprestasi tinggi lebih bertahan pada tugas saat menjadi lebih sulit (Cooper dalam Huffman, 2000). Ketika mereka diberikan tugas, 47% dari orang yang bermotivasi tinggi bertahan hingga waktu berakhir, dan hanya 2% dari yang bermotivasi prestasi rendah yang bertahan (French & Thomas dalam Huffman, 2000).


(27)

Menurut Gage & Berliner karakter individu yang memiliki motivasi tinggi adalah sebagai berikut ( 1992) :

1. Pemilihan rekan dalam menyelesaikan tugas. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung akan memilih teman yang dapat mengerjakan tugas dengan baik daripada teman yang ramah.

2. Ketekunan dalam menyelesaikan tugas. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketekunan dalam menghadapi tugas dan lebih suka menemukan solusi dari permasalahan (French & Thomas dalam Gage & Berliner, 1992).

3. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi sangat memperhatikan kuantitas dan kualitas dari tugas yang dikerjakannya. Wendt‟s dalam Gage & Berliner (1992) menemukan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang positif dengan kuantitas (banyaknya tugas yang dapat diselesaikan) dan kualitas (persentase tugas yang diselesaikan dengan benar) dalam penyelesaian tugas aritmatik.

4. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan meningkatkan usaha dari dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan banyak tugas. Penelitian lain dari Weiner & kukla dalam Gage & Berliner (1992) telah menunjukkan bahwa individu dengan motifasi berprestasi tinggi cenderung bertahan lebih lama dari yang memiliki motivasi berprestasi rendah meskipun ketika mereka gagal dalam suatu tugas. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sering melihat


(28)

kegagalan sebagai hasil dari usahanya sendiri bukan disebabkan dari luar diri. Maka untuk itu, mereka akan meningkatkan usaha dalam dirinya sehingga dapat menghadapi lebih banyak tugas.

5. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih memiliki komitmen dalam menjalani tugas. Gage & Berliner (1992) menyatakan bahwa motivasi berprestasi juga berhubungan secara jelas dengan kecenderungan untuk menyelesaikan tugas yang pengerjaannya terganggu. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi mengetahui aktifitas utama yang sedang atau harus dilakukan. Sehingga tanpa disadari, mereka telah mengembangkan struktur mental yang kompleks dan bertahan lama yang terbentuk berdasarkan aktifitas-aktifitas utama, sampingan, dan sub aktifitas yang dilakukannya. Struktur tersebut mengerahkannya pada beberapa tahapan beraturan yang harus dilakukannya dalam meraih suatu tujuan, walaupun proses yang harus dilaluinya berlangsung dalam waktu yang lama dan sering terganggu (Heckhausen dalam Gage & Berliner, 1992).

6. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengambil resiko dalam kadar menengah. Hal ini dilakukan dengan mengukur kemampuan yang dimiliki. Dengan pengetahuan terhadap kemampuan tersebut, mereka dapat menetapkan sasaran yang mereka anggap tepat dan merencanakan tahapan atau cara untuk dapat sukses dengan lebih akurat dalam pengerjaan tugas tersebut.


(29)

7. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan memberikan performa yang baik meskipun pada waktu yang tidak terjadwal, mereka dapat menentukan tingkat performanya sendiri tanpa adanya pengawasan dari pihak eksternal.

Berdasarkan pada penjelasan diatas, peneliti akhirnya mengambil karakteristik dari individu dengan motivasi berprestasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland, yang kemudian akan digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini. Karakteristik tersebut adalah adalah:

1. Resiko pemilihan tugas 2. Kesempatan untuk unggul 3. Membutuhkan umpan balik 4. Tanggung jawab

5. Ketekunan 6. Berprestasi

2.2. Self-Efficacy

2.2.1. Definisi Self-Efficacy

Bandura (1986) mendefinisikan self-efficacy sebagai penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tugas-tugas tertentu yang diperlukan untuk mencapai tipe kinerja tertentu. Lebih lanjut Bandura menyatakan bahwa rasa self-efficacy menentukan penilaian bagaimana seseorang dapat melakukan tindakan dalam menghadapi berbagai kemungkinan.

Dari definisi diatas self-efficacy menentukan besarnya usaha atau keuletan yang dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas atau kegiatan. Jika seseorang


(30)

mempunyai keyakinan bahwa ia tidak mampu menghadapi tugas atau kegiatan tertentu, maka ia cepat beralih pada tugas atau kegiatan lain dan tidak melakukan usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya jika seseorang mempunyai keyakinan bahwa ia mampu, ia akan berusaha untuk waktu yang relatif lama dan akan melakukan usaha yang lebih besar untuk menghadapinya, walaupun setelah menyelesaikan tugas atau kegiatan tersebut ia gagal. Dengan adanya usaha yang lebih besar ini, maka seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi yang biasanya menampilkan kinerja yang lebih baik, dibandingkan dengan mereka yang memiliki self-efficacy rendah.

Selain itu, self-efficacy juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya (Bandura, 1986). Seseorang yang menilai dirinya tidak mampu menghadapi tuntutan lingkungannya akan membayangkan bahwa kesulitan yang dihadapi sangat besar, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Sebaliknya jika seseorang merasa dirinya mampu, ia akan memusatkan perhatiannya dan berusaha lebih keras lagi bila ia mengalami kegagalan. Self-efficacy yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penilaian subyektif seseorang terhadap kemampuannya sendiri dalam menghadapi masalah sulit dari tugas-tugas sekolah yang diberikan kepadanya.

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi self efficacy

Self-efficacy seseorang terhadap suatu tugas tidak begitu saja terbentuk. Menurut Bandura (1986), sumber-sumber informasi self efficacy terbentuk melalui:


(31)

Pengalaman-pengalaman yang dialami seseorang dalam mengerjakan suatu kegiatan tertentu merupakan salah satu sumber terbentuknya penilaian self efficacy seseorang. Pengalaman mengalami keberhasilan dan kegagalan ini yang paling berpengaruh karena dilakukan atas usahanya sendiri. Keberhasilan akan meningkatkan self efficacy dan kegagalan akan menurunkan self efficacy. Dalam hal ini Bandura menegaskan bahwa sebenarnya kegagalan atau keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas bukan merupakan hal yang penting karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang mempersepsikan keberhasilan atau kegagalannya.

2. Pengalaman orang lain (Vicarious Experiences)

Melalui pengamatan terhadap keberhasilan orang lain, seseorang dapat pula meningkatkan keyakinannya bahwa ia juga memiliki kemampuan-kemampuan untuk menguasai kegiatan-kegiatan yang sama, sebaliknya melihat orang yang mempunyai kemampuan yang sama dengan dirinya mengalami kegagalan, akan merendahkan dan menurunkan penilaian terhadap dirinya.

3. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)

Seseorang yang mendapatkan informasi secara verbal tentang kemampuannya untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan. Cenderung melakukan usaha yang lebih besar dan membuat ia lebih bertahan dalam mengerjakan suatu tugas. Pada dasarnya persuasi ini digunakan untuk membuat orang percaya bahwa ia mampu melakukan atau mencapai apa yang ia inginkan. Dorongan persuasi verbal yang


(32)

dapat meningkatkan self efficacy seseorang hanyalah persuasi verbal yang positif saja sementara persuasi verbal yang negative tidak. Peran yang cukup penting yang dapat diambil oleh orang tua atau anggota keluarga lainnnya adalah komunikasi verbal dan nonverbal.

4. Kondisi Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional)

Dalam menilai kemampuan diri sendiri bagi individu, antara lain dengan menggunakan informasi keadaan fisiologisnya. Reaksi-reaksi fisiologis yang timbul karena adanya suatu keterbangkitan emosi di dalam situasi tertentu akan direkam oleh individu yang bersangkutan. Didalam aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina, individu merasakan adanya kelelahan, lemah, dan rasa sakit dibagian tertentu tubuh, hal ini merupakan indikasi dari ketidakmampuan secara fisik.

2.2.3. Dimensi – Dimensi Self Efficacy

Menurut Bandura (1986) ada tiga dimensi dalam self efficacy, yaitu level, strength, dan generality. Dimensi dalam self efficacy adalah suatu komponen yang sangat penting dalam mengidentifikasi self- efficacy.

1. Level

Level dari self-efficacy mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang akan dapat dicapai. Dalam Bandura (1986) dijelaskan level self-efficacy akan mempengaruhi pemilihan aktivitas, jumlah usaha, serta ketahanan individu dalam menghadapi dan menyelesaikan tugas yang dijalani oleh individu tersebut.


(33)

Individu yang memiliki level self-efficacy yang tinggi, maka akan melihat diri mereka mampu menyelesaikan tugas yang sulit sekalipun. Sebaliknya yang memiliki self-efficacy rendah, akan melihat diri hanya mampu menjalankan bentuk-bentuk perilaku yang sederhana dan mudah. Seseorang yang mempunyai level self-efficacy tinggi akan mampu menghadapi situasi kompetitif dengan antusias dan percaya diri.

2. Strength

Strength self-efficacy mengacu pada tingkat keyakinan individu dalam meraih kesuksesan setiap tugas. Individu dengan strength self-efficacy tinggi akan tetap bertahan dengan keyakinan akan kemampuannya yang sudah dimiliki sebelumnya, dan sebagai hasilnya mereka akan terus menghadapi dan mengatasi masalah apapun dan halangan yang muncul. Individu dengan strength self-efficacy yang rendah akan lebih mudah frustasi dalam menghadapi berbagai rintangan ataupun hambatan yang muncul dalam pelaksanaan tugasnya dan akan merespon dengan persepsi yang rendah tentang kemampuannya.

3. Generality

Generality self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap beberapa kemampuan tertentu yang dapat diraih dengan sukses. Generality self-efficacy menunjukkan tingkat kesempurnaan self-efficacy yang dibatasi dengan situasi-situasi tertentu. Beberapa individu percaya bahwa mereka hanya mampu menghasilkan beberapa perilaku tertentu dalam keadaan tertentu saja. Sementara ada juga individu yang


(34)

mampu beradaptasi dengan kondisi yang bagaimanapun bentuknya. Self-efficacy pada suatu tugas cenderung digeneralisasikan pada situasi lain yang mirip dan berhubungan dengan tugas sebelumnya. Pada akhirnya individu yang mempunyai self-efficacy rendah akan mengalami kesusahan dalam menyesuaikan diri sehingga berdampak pada peningkatan perasaan lelah fisik dan emosi serta kecenderungan menilai diri negatif.

Melalui ketiga dimensi diatas, Bandura (1995) menegaskan bahwa self- efficacy menentukan seberapa besar usaha yang akan dikerahkan oleh seseorang untuk suatu kegiatan, seberapa lama waktu yang akan dihabiskan untuk bertahan dalam menghadapi berbagai masalah dan kendala yang ada, dan seberapa ulet dia bertahan menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki individu meka semakin besar pula usaha, waktu, tenaga yang dikerahkan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

2.2.4. Fungsi self efficacy

Penilaian self-efficacy tidak begitu saja dapat menentukan tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu situasi. Penilaian self-efficacy ini hanya merupakan salah satu faktor penentu tentang bagaimana seseorang bertingkah laku, juga mengenai pola pemikirannya dan reaksi emosional dalam menghadapi situasi yang penuh tuntutan (Bandura, 1986). Self-efficacy berfungsi dan berpengaruh dalam berbagai hal. Pintrich dan Schunk (1996) mengemukakan fungsi tersebut, yaitu :


(35)

1. Self efficacy membantu menetapkan tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi tugas guna mencapai tujuan.

2. Self efficacy berpengaruh langsung terhadap pemilihan karir.

3. Self efficacy yang kuat membantu individu untuk berusaha keras dalam menghadapi kesulitan dan bertahan pada tugas bila mereka telah memiliki keterampilan prasyarat, sebaliknya mereka yang memiliki self efficacy rendah cenderung untuk memiliki keraguan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam tugas.

4. Self efficacy tinggi berkaitan erat dengan penggunaan strategi dalam memproses tugas secara lebih mendalam dan melibatkan kognitif dalam belajar.

2.3. Komunikasi efektif orang tua dan remaja

2.3.1. Definisi komunikasi interpersonal

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 1999). Hovland, Janis, & Kelley menyatakan, komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain (seperti dikutip dalam Sendjaja, 1993).

Mulyana menyatakan mengenai komunikasi interpersonal sebagai berikut (2001) :

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi


(36)

orang lain secara langsung baik secara verbal maupun non verbal, keberhasilan komunikasi ini menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Komunikasi interpersonal yang didefinisikan berdasarkan hubungan merupakan komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Devito menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal merupakan hubungan yang menekankan pada keintiman dan merupakan proes timbal balik atau proses interaksi (DeVito, 1997 ). Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami-isteri, dua sahabat dekat, guru-murid, orang tua (ayah atau ibu)-anak. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat, dan pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun non verbal (Mulyana, 2001). Komunikasi interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi komunikasi yang didasarkan pada hubungan diadik, tepatnya adalah hubungan antara orang tua dan anak.

2.3.2. Tujuan komunikasi interpersonal

Tujuan-tujuan komunikasi interpersonal tidak harus dilakukan dengan sadar ataupun dengan suatu maksud, tetapi bisa pula dilakukan dengan tanpa sadar ataupun tanpa maksud tertentu.


(37)

Menurut Sendjaja (1993) tujuan komunikasi interpersonal itu adalah: 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain. Dalam komunikasi interpersonal,

seseorang dapat memperbincangkan dirinya sendiri sehingga dengan begitu perlahan-lahan ia akan memperoleh perspektif baru tentang dirinya sendiri dan memahami lebih dalam mengenai sikap dan perilaku diri sendiri dan orang lain.

2. Mengetahui dunia luar. Komunikasi interpersonal juga memungkinkan seseorang untuk memahami lingkungan secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian, dan orang lain.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna. Dengan komunikasi interpersonal, seseorang dapat menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain sehingga dapat membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat seseorang merasa lebih positif tentang dirinya sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku. Dalam komunikasi interpersonal seseorang seringkali berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain.

5. Bermain dan mencari hiburan. Bercerita dengan teman tentang kegiatan akhir pekan, menceritakan kejadian-kejadian lucu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan dan hiburan.

6. Membantu. Memberikan nasehat dan saran kepada orang lain yang sedang mengahadapi kesulitan dan berusaha untuk menyelesaikannya, adalah salah satu tujuan komunikasi interpersonal yang dapat membantu orang lain.


(38)

Tujuan-tujuan komunikasi interpersonal seperti yang dijelaskan diatas dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu: pertama, tujuan ini dapat dilihat sebagai faktor motivasi atau alasan seseorang terlibat dalam komunikasi, yaitu untuk memperoleh kesenangan, untuk membantu orang lain, dan untuk megubah sikap dan perilaku orang lain. Kedua, tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi interpersonal yakni dapat mengenal diri sendiri dan orang lain, membuat hubungan sosial menjadi lebih bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar (Sendjaja, 1993).

2.3.4. Definisi komunikasi efektif

Para ahli dalam ilmu komunikasi memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai komunikasi efektif, diantaranya adalah :

Reardon (1987) memberikan definisi mengenai keefektifan dalam hubungannya dengan komunikasi yaitu ” Effectiveness refers to the degree to which communication behavior aids reaching personal and relational goals”. Keefektifan yang dimaksud dalam komunikasi adalah tingkat dimana prilaku komunikasi mendukung tercapainya tujuan pribadi dan hubungan.

Tubbs & Moss (1974) mengatakan bahwa ”Interpersonal communication is effective when the stimulus as it was initiated and intended by the sender corresponds closely with the stimulus as it perceived and responded to by the

receiver”. Komunikasi interpersonal akan efektif manakala stimulus yang diaktifkan dan diharapkan dari pengirim sesuai dengan stimulus yang diterima dan ditanggapi oleh penerima.


(39)

Dari seluruh penjelasan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa komunikasi efektif dalam penelitian ini adalah tingkat dimana suatu prilaku komunikasi interpersonal dapat mendukung tercapainya tujuan pribadi dan hubungan di antara pelaku komunikasi sehingga informasi atau pesan yang ingin di sampaikan oleh pihak komunikator dapat diterima dengan benar oleh komunikan .

2.3.5. Faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif

Komunikasi interpersonal dapat berkembang menjadi sangat efektif atau tidak sama sekali. Hal itu dipengaruhi oleh banyak hal seperti yang diiungkapkan oleh beberapa ahli mengenai keberhasilan dan keefektifan suatu komunikasi berikut ini:

1. Keberhasilan dalam menyampaikan informasi sangat ditentukan oleh sifat dan mutu dari informasi yang diterima dan hubungan diantara pribadi yang terlibat. Orang dapat berbicara dengan jujur dan terbuka ketika mereka berhubungan dengan teman-teman, keluarga, atau orang-orang yang dikenal baik (Ludlow & Panton, 2000). Selain itu, Ludlow & Panton (2000) menyatakan bahwa persamaan kepribadian, persepsi, nilai-nilai dan pengertian akan membantu tercapainya komunikasi efektif.

2. Komunikasi akan berhasil jika pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan yakni paduan pengalaman dan pengertian yang pernah diperoleh komunikan (Schramm dalam Effendy, 1999). Disinilah pentingnya empati yaitu kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan


(40)

orang lain. Jadi meskipun antara komunikator dan komunikan terdapat perbedaan dalam kedudukan, usia, tingkat pendidikan ideologi, dan lain-lain, jika komunikator bersikap empatik, komunikasi tidak akan gagal. (Effendy, 1999).

3. Semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektif komunikasi. Kesamaan dalam hal agama, ras, suku bangsa, bahasa, dan lain-lain akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik sehingga komunikasi dapat menjadi lebih efektif (Mulyana, 2001).

2.3.5. Karakteristik komunikasi efektif

Karakteristik efektivitas dari suatu komunikasi interpersonal dapat dilihat dari tiga sudut pandang menurut Devito (1997), yaitu:

A. Sudut pandang humanistik, yang menekankan pada keterbukaan, empati, sikap mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan interaksi yang bermakna, jujur, dan memuaskan (Bochner & Kelly dalam DeVito, 1997).

B. Sudut pandang pragmatis yang menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum, kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik. Kualitas efektivitas ditentukan oleh : kepercayaan diri (confidence), kebersatuan (imediacy), manajeman interakasi (interaction management), daya pengungkapan (expresiveness) dan orientasi ke pihak lain (other orientation) (DeVito, 1997).


(41)

C. Sudut pandang pergaulan sosial. Sudut pandang ini didasarkan pada model ekonomi imbalan dan biaya, bahwa suatu hubungan merupakan kemitraan dimana imbalan dan biaya saling dipertukarkan. Ukuran keefektifan komunikasi antarpribadi adalah ketepatan informasi yang disampaikan serta kualitas hubungan yang dibangun (DeVito, 1997).

Dalam pandangan humanistiknya, DeVito membagi kualitas-kualitas umum yang dapat menunjukkan bahwa suatu komunikasi interpersonal itu efektif, yaitu:

1. Keterbukaan (Openness).

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi, yaitu adanya kesediaan untuk membuka diri dengan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan seperti pikiran, perasaan, atau perilaku. Kedua adalah kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang yaitu dengan bereaksi spontan terhadap orang lain, tanggap, tidak diam, dan kritis. Ketiga yaitu kepemilikan perasaan dan pikiran, artinya adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkan adalah memang milik komunikator dan komunikator akan bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (Emphaty).

Backrak (dalam DeVito, 1997) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada suatu saat tertentu.


(42)

Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati yang akurat menurut Truax (dalam DeVito, 1997) melibatkan baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini.. Secara non verbal, seseorang dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang lain melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat melalui kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; (3) sentuhan dan belaian yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness).

Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung dengan bersikap: 1) deskriptif, bukan evaluatif, maksudnya adalah membantu terciptanya sikap mendukung dengan mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi mengenai suatu hal bukan permintaan akan penilaian terhadap suatu hal, 2) spontan bukan strategik, gaya spontan akan membantu menciptakan suasana mendukung, sikap yang spontan akan membentuk komunikasi yang terus terang dan terbuka, 3) provisional, bukan sangat yakin, artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka, serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan.


(43)

4. Sikap Positif (Positiveness).

Mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antar pribadi membutuhkan dua cara yaitu:

1) Menyatakan sikap positif dengan merasa memiliki sikap positif terhadap diri sendiri sehingga dapat mengisyaratkan perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif ini, selain itu perasaan positif ini akan membuat suasana yang menyenangkan dalam komunikasi.

2) Secara positif mendorong orang yang menjadi teman berinteraksi. Dorongan positif itu dapat berupa pujian atau penghargaan.

5. Kesetaraan (Equality).

Dalam komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara, artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan berarti seseorang menerima pihak lain.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan karakteristik komunikasi efektif berdasarkan perspektif humanistik yang dikemukakan oleh DeVito, yaitu komunikasi dapat efektif bila memenuhi komponen-komponen seperti keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.


(44)

2.4. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1.

Komunikasi keluarga termasuk dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi dalam keluarga mencakup antara ayah dan anak, atau ibu dan anak, suami dan isteri. Berdasarkan rangkaian tersebut, maka komunikasi antara orang tua dan anak remaja termasuk dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi yang terbuka dan efektif antara orang tua dan remaja sangat penting untuk membantu remaja menghadapi perubahan-perubahan dalam dirinya. Remaja yang merasakan komunikasi yang efektif dengan orang tua akan merasa lebih puas dengan kehidupan keluarganya. Keyakinan semacam ini akan membuat remaja dapat melakukan eksplorasi diri dalam rangka mengembangkan identitas yang matang.

Komunikasi Efektif Orang tua – Remaja

Self Efficacy

Keterbukaan

Strength Empati

Generality Supportiveness

Positiveness

Kesetaraan Level

Motivasi Berprestasi


(45)

Berkomunikasi sangat penting bagi manusia, karena melalui komunikasi beberapa kebutuhan seseorang terpenuhi. Pada remaja, mereka sangat membutuhkan sentuhan komunikasi yang empati. Dengan komunikasi yang empati, anak (remaja) akan terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Remaja akan merasa orang tuanya mencintai dan memperhatikannya, sehingga membuat dirinya berharga.

Segala komponen dari komunikasi efektif yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan adalah hal-hal yang penting untuk diperhatikan melihat dari pengaruh dan kontribusi yang diberikan terhadap perkembangan kepribadian anak (remaja) khususnya dalam membangun harga diri yang positif. Harga diri berkembang bersamaan dengan pengalaman-pengalaman seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungan sosial. Proses interaksi antara anak (remaja) dengan lingkungan terdekatnya yaitu orang tua terjadi melalui proses komunikasi. Melalui komunikasi, anak (remaja) menangkap penilaian-penilaian dari orang tuanya. Jika penilaian tersebut terjadi secara kontinu, maka akan terinternalisasi dalam diri anak (remaja Orang tua dapat mengembangkan kekuatan harga diri seorang anak (remaja) melalui komunikasi, yakni dengan menanamkan keyakinan diri anak bahwa mereka berharga dan memotivasi anak untuk meraih prestasi.

Komunikasi verbal yang baik akan membantu anak-anak untuk dapat mengembangkan kemampuan dalam mengeksplorasi lingkungan sekitar dan membantu anak (remaja) dalam meningkatkan self efficacy-nya. Kepercayaan akan kemampuan diri (self efficacy) dibentuk dari pesan-pesan yang disampaikan


(46)

oleh orang lain. Dukungan dapat meningkatkan self efficacy sedangkan kritik yang menjatuhkan dapat menghambat self efficacy. Self efficacy individu bisa menurun dengan ungkapan kekecewaan dari orang lain terhadap hasil usaha yang sudah dilakukannya. Seseorang yang mendapatkan informasi melalui komunikasi verbal tentang kemampuannya untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan cenderung akan melakukan usaha yang lebih besar dan membuat seseorang itu bertahan serta percaya bahwa ia mampu melakukan atau mencapai apa yang ia inginkan. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi) yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada keyakinan akan kemampuannya untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu. .

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah :

Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari komunikasi efektif orangtua-remaja dan self-efficacy terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Ha: Ada pengaruh yang signifikan dari komunikasi efektif orangtua-remaja dan self-efficacy terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini, adalah :

1. Hipotesis Nol (Ho1) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari keterbukaan terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha1) : Ada pengaruh yang signifikan dari keterbukaan terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.


(47)

2. Hipotesis Nol (Ho2) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari empati terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha2) : Ada pengaruh yang signifikan dari empati terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

3. Hipotesis Nol (Ho3) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari supportiveness terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha3) : Ada pengaruh yang signifikan dari supportiveness terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

4. Hipotesis Nol (Ho4) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari possitiveness terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha4) : Ada pengaruh yang signifikan dari possitiveness terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

5. Hipotesis Nol (Ho5) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari kesetaraan terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha5) : Ada pengaruh yang signifikan dari kesetaraan terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

6. Hipotesis Nol (Ho6) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari level terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha6) : Ada pengaruh yang signifikan dari level terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

7. Hipotesis Nol (Ho7) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari strength terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.


(48)

Hipotesis Alternatif (Ha7) : Ada pengaruh yang signifikan dari strength terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

8. Hipotesis Nol (Ho8) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari generality terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.

Hipotesis Alternatif (Ha8) : Ada pengaruh yang signifikan dari generality terhadap motivasi berprestasi siswa SMP Waskito.


(49)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel Penelitian

3.1.1.Definisi Variabel Penelitian

Menurut Kerlinger dalam Arikunto (2002 ), menyebutkan variabel sebagai sebuah konsep. Variabel merupakan suatu konsep yang mengandung variasi nilai. Variabel dibagi atas dua jenis yaitu:

1. Variabel bebas (IV), yaitu variabel yang akan dilihat pengaruhnya terhadap variabel terikat. Adapun variabel bebas pada penelitian ini adalah komunikasi efektif orang tua-remaja (X1) dan self efficacy (X2).

2. Variabel terikat (DV), yaitu variabel yang diukur sebagai indikator pengaruh variabel bebas. Adapun variabel terikat pada penelitian ini adalah motivasi berprestasi pada siswa SMP waskito.

3.1.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Efektif Orang Tua-Remaja.

Komunikasi efektif orang tua-remaja merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran komunikasi efektif berdasarkan 5 dimensi dari teori DeVito (1997), yakni:


(50)

a) Keterbukaan (openness) indikatornya adalah kesediaan membuka diri dan bereaksi jujur.

b) Empati (emphaty), indikatornya adalah kepekaan perasaan, dan respon fisik seperti sentuhan dan belaian yang sepantasnya.

c) Sikap mendukung (supportiveness), indikatornya adalah tidak memberikan penilaian/menghakimi, dan provisional.

d) Sikap positif (positiveness) indikatornya adalah memberikan pujian, dan optimistik

e) Kesetaraan (equality) indikatornya adalah bersikap netral (tidak memihak atau berat sebelah), dan memiliki pemikiran bahwa siapapun berhak memberikan pendapat.

2. Sekf Efficacy.

Self Efficacy merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran Self Efficacy berdasarkan teori Bandura (1997) melalui 3 dimensi yaitu :

a) Level dengan indikatornya adalah pemilihan aktivitas/tugas yang tidak terlalu sulit, kuantitas usaha, ketahanan.

b) Strength dengan indikatornya adalah berkeyakinan tinggi dalam menghadapi suatu tugas, pantang menyerah, tidak menghindar dari tugas. c) Generality dengan indikatornya adalah pengaruh pengalaman kegagalan

atau keberhasilan masa lalu terhadap penilaian diri, kemampuan penyesuaian diri, dan gampang merasa lelah fisik dan emosi .


(51)

3. Motivasi Berprestasi.

Motivasi berprestasi merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran motivasi berprestasi berdasarkan 6 aspek karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi dari teori McClelland (Huffman, 2000), yaitu a) Resiko pemilihan tugas dengan indikatornya adalah pemilihan tugas

dengan tingkat kesulitan sedang, dan realistik.

b) Kesempatan untuk unggul dengan indikatornya adalah tertarik terhadap kompetisi, mencoba menyelesaikan lebih banyak tugas

c) Membutuhkan umpan balik dengan indikatornya adalah memilih tugas yang memiliki hasil yang jelas, lebih memilih guru yang tegas tetapi kompeten daripada guru yang ramah tetapi kurang kompeten.

d) Tanggung jawab dengan indikatornya adalah bertanggung jawab secara langsung terhadap pekerjaan, mengetahui prioritas tugas.

e) Ketekunan dengan indikatornya adalah tetap bertahan ketika tugas bertambah sulit, dan pantang menyerah.

f) Berprestasi dengan indikatornya adalah mendapat nilai yang baik, dan menunjukkan performa yang baik tanpa ada pengawasan

3.2. Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2002) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian merupakan penelitian populasi. Jika hanya meneliti sebagian dari


(52)

populasi , maka disebut dengan penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP WASKITO Pamulang kelas 8-9 berjumlah 300 orang.

3.2.2. Teknik pengambilan sampel

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan metode sampel bertujuan atau purposive sampling. Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Jumlah sampel yang diambil sebesar 20% dari populasi (Arikunto, 2002).

Dalam penelitian ini, karakteristik sampel yang akan diambil meliputi: 1. Berada pada rentang usia remaja 12-15 tahun

2. Siswa Kelas 8-9 di Sekolah Menengah Pertama Waskito. 3. Berjumlah 70 orang.

3.3. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah dengan skala sikap, yaitu alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran psikologis terhadap berbagai sikap seseorang. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala model Likert karena dianggap responden dapat memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju (Sevilla, 1993).


(53)

Responden diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan-pernyataan, baik yang favorable & yang unfavorable yang terdiri dari empat pernyataan sikap, yaitu : “Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Alasan menggunakan empat alternatif jawaban dengan tidak menggunakan alternatif jawaban ragu-ragu (R) adalah karena respon yang diinginkan adalah respon yang diyakini oleh subjek (Sevilla, 1993).

Tabel 3.1.

Skoring Instrumen

Jawaban Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

Sumber: Sevilla, 1993

Adapun isi pernyataan angket dalam penelitian ini dibuat berdasarkan pada teori komunikasi efektif interpersonal dari DeVito (1997), self efficacy dari Bandura (1986) , dan teori motivasi berprestasi dari McClelland (Huffman, 2000).

3.3.1. Skala komunikasi efektif antara orang tua-remaja.

Skala ini adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat atau kualitas komunikasi orang tua menurut remaja., dengan mengambil acuan teori dari DeVito (1986) yang mengungkapkan karakteristik efektivitas komunikasi antarpribadi.


(54)

Tabel 3.2.

Blueprint Skala Komunikasi Efektif Orang Tua Remaja

Dimensi Indikator Nomor Item Jml

Fav Unfav Keterbukaan a. kesediaan membuka diri

b. bereaksi jujur

3, 1, 41, 8,

10

2, 4, 43, 6, 5

10

Empati a. kepekaan perasaan (memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain)

b. respon fisik seperti sentuhan dan belaian yang sepantasnya

9, 42, 14, 15,

1 3

7, 44, 12, 11, 16

10

Sikap Mendukung

a. tidak memberikan penilaian / menghakimi

b. provisional (tidak merasa sangat yakin) 20, 19, 45, 21, 28 47, 17, 25, 18, 24 10

Sikap Positif a. memberikan pujian b. optimistic 22, 46, 30, 32, 31 29, 27, 23, 49, 26 10

Kesetaraan a. bersikap netral (tidak memihak atau berat sebelah)

b. memiliki pemikiran bahwa siapapun berhak memberikan pendapat 33, 40, 48, 38, 39 35, 34, 50, 36, 37 10

Total 50

Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden yaitu, “Sangat Sesuai” (SS),


(55)

“Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Setiap respon memiliki nilai sebagai berikut:

3.3.2. Skala Self Efficacy

Skala ini adalah skala yang digunakan untuk mengukur self efficacy remaja yang diambil dari teori Bandura (1986).

Tabel 3.3

Blueprint Skala Self Efficacy

Dimensi Indikator Nomor Item Jml

Fav Unfav Level a. pemilihan aktivitas/tugas yang

tidak terlalu sulit b. kuantitas usaha c. ketahanan 4, 26, 28, 3, 27, 31, 2, 32, 35 25, 5, 30, 29, 34, 1, 33, 36, 10 18

Strength a. berkeyakinan tinggi dalam menghadapi suatu tugas

b. pantang menyerah

c. tidak menghindar dari tugas

7, 9, 37, 8, 40, 38, 15, 42, 13 11, 39, 6, 41, 44, 12, 45, 17, 16 18

Generality a. pengaruh pengalaman kegagalan atau keberhasilan masa lalu terhadap penilaian diri

b. kemampuan penyesuaian diri c. gampang merasa lelah fisik dan

emosi 14, 43, 24, 47, 18, 48, 23 19, 20, 50, 22, 49, 21, 46 14


(56)

3.3.3. Skala Motivasi Berprestasi

Skala ini adalah skala yang digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi remaja dari teori dari McClelland (Huffman, 2000).

Tabel 3.4

Blueprint Skala Motivasi Berprestasi

Dimensi Indikator Nomor Item Jml

Fav Unfav Resiko Pemilihan

Tugas

a. pemilihan tugas dengan tingkat kesulitan sedang

b.realistik

3, 1, 7, 8,

4, 2, 5, 6

8

Kesempatan untuk unggul

a. tertarik terhadap kompetisi

b.mencoba menyelesaikan lebih banyak tugas 10, 12, 15, 49 9, 11, 16, 47 8 Membutuhkan umpan balik

a. memilih tugas yang memiliki hasil yang jelas

b. lebih memilih guru yang tegas tetapi kompeten daripada guru yang ramah tetapi kurang kompeten

13, 48, 19, 45

44, 20, 14, 46

8

Tanggung jawab a. bertanggung jawab secara langsung terhadap pekerjaan

b.mengetahui prioritas tugas

17, 37, 24, 50

42, 25, 43, 18

8

Ketekunan a. tetap bertahan ketika tugas bertambah sulit

b.pantang menyerah

23, 22, 28, 26

21, 27, 29, 31

8

Berprestasi a. mendapat nilai yang baik

b. menunjukkan performa yang baik tanpa ada pengawasan 34, 41, 33, 39, 35 36, 38, 32, 40, 30 10


(57)

3.4. Teknik Uji Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1. Uji Validitas Skala

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan/kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,2002). Item dapat dikatakan valid jika mencapai skor minimal 0.3 atau lebih, artinya item dapat mengukur dimensi dan indikator yang ingin di ukur (Azwar, 2004).

Dalam penelitian ini teknik uji validitas menggunakan rumus perhitungan stastistik korelasi Product Moment yang diolah menggunakan program Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) 17.0.

3.4.2. Uji Reliabilitas Skala

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sebuah instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx') yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas yaitu mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas alat ukur tersebut (Azwar, 2004). Suatu variabel dikatakan reliabel memberikan nilai Alpha Cronbach > 0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2006)

Untuk meguji reliabilitasnya, penelitian ini akan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal, dimana dalam prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes tunggal. Perhitungannya


(58)

akan menggunakan software Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) 17.0.

3.5. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen Penelitian

3.5.1.Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Berdasarkan uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian uji coba yang telah dilakukan oleh peneliti, melalui program komputer SPSS versi 17.0 didapatkan nilai koefisien alpha cronbach masing-masing variabel penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Koefisien alpha cornbach skala komunikasi efektif orang tua - remaja adalah 0.863 maka dapat dikatakan alat ukur reliabel untuk mengukur komunikasi efektif orang tua – remaja.

Tabel 3.5

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized Items N of Items

.863 .867 50

2. Koefisien alpha cornbach skala komunikasi efektif orang tua - remaja adalah 0.797 maka dapat dikatakan alat ukur reliabel untuk mengukur komunikasi efektif orang tua – remaja.


(59)

Tabel 3.6

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized Items N of Items

.797 .801 50

3. Koefisien alpha cornbach skala komunikasi efektif orang tua - remaja adalah 0.863 maka dapat dikatakan alat ukur reliabel untuk mengukur komunikasi efektif orang tua – remaja.

Tabel 3.7

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized Items N of Items

.859 .859 50

3.5.2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

Berdasarkan hasil uji validitas skala dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0, maka diperoleh hasi sebagai berikut :

1. Skala komunikasi efektif orang tua – remaja yang di ujicobakan, dari 50 item diperoleh 29 item yang valid dan 21 item yang gugur. Item-item yang valid dapat dilihat pada tabel 3.8 di bawah ini :


(60)

Tabel 3.8

Dimensi Indikator Nomor Item Jml

Fav Unfav

Keterbukaan a. kesediaan membuka diri

b. bereaksi jujur

3, 1, 41, 8, 10*

2*, 4, 43*, 6*, 5*

10

Empati a..kepekaan perasaan b. respon fisik seperti sentuhan dan belaian yang sepantasnya

9, 42*, 14*, 15*, 13

7*, 44*, 12*, 11, 16*

10

Sikap Mendukung

a.tidak memberikan penilaian / menghakimi b.provisional (tidak merasa sangat yakin)

20, 19, 45, 21*, 28

47, 17*, 25*, 18*, 24*

10

Sikap Positif a.memberikan pujian b.optimistik

22, 46, 30, 32, 31*

29*, 27*, 23*, 49*, 26

10 Kesetaraan a.bersikap netral (tidak

memihak atau berat sebelah)

b.memiliki pemikiran bahwa siapapun berhak memberikan pendapat

33, 40*, 48, 38, 39*

35*, 34*, 50*, 36*, 37*

10

Total 50


(61)

2. Skala Self Efficacy yang di ujicobakan, dari 50 item diperoleh 23 item yang valid dan 27 item yang gugur. Item-item yang valid dapat dilihat pada tabel 3.9 di bawah ini :

Tabel 3.9

Dimensi Indikator Nomor Item Jml Fav Unfav

Level a.pemilihan aktivitas/tugas yang tidak terlalu sulit b.kuantitas usaha c.ketahanan

4*, 26, 28, 3, 27*, 31*, 2, 32*,

35*

25*, 5, 30*, 29*, 34, 1*, 33, 36*, 10

18

Strength a.berkeyakinan tinggi dalam menghadapi suatu tugas

b.pantang menyerah

c.tidak menghindar dari tugas

7, 9*, 37*, 8, 40*, 38, 15*,

42*, 13

11, 39*, 6, 41*, 44, 12*,

45*, 17*, 16

18

Generality a.pengaruh pengalaman

kegagalan atau

keberhasilan masa lalu terhadap penilaian diri b.kemampuan penyesuaian diri

c.gampang merasa lelah fisik dan emosi

14, 43, 24, 47*, 18, 48, 23

19*, 20, 50, 22, 49, 21*, 46

14

Total 50


(62)

3. Skala motivasi berprestasi yang di ujicobakan, dari 50 item diperoleh 30 item yang valid dan 20 item yang gugur. Item-item yang valid dapat dilihat pada tabel 3.10 di bawah ini :

Tabel 3.10

Dimensi Indikator Nomor Item Jm l Fav Unfav

Resiko Pemilihan Tugas

a.pemilihan tugas dengan tingkat kesulitan sedang b.realistik

3, 1, 7*, 8, 4, 2*, 5*, 6*

8

Kesempatan untuk unggul

a.tertarik terhadap kompetisi b.mencoba menyelesaikan lebih banyak tugas

10*, 12*, 15, 49*

9, 11, 16*, 47

8

Membutuhkan umpan balik

a.memilih tugas yang memiliki hasil yang jelas b.lebih memilih guru yang tegas tetapi kompeten daripada guru yang ramah tetapi kurang kompeten

13, 48, 19*, 45*

44*, 20, 14*, 46

8

Tanggung jawab a.bertanggung jawab secara langsung terhadap pekerjaan b.mengetahui prioritas tugas

17*, 37*, 24*, 50*

42*, 25*, 43*, 18*

8

Ketekunan a.tetap bertahan ketika tugas bertambah sulit

b.pantang menyerah

23*, 22, 28*, 26*

21*, 27*, 29, 31*

8

Berprestasi a.mendapat nilai yang baik b.menunjukkan performa yang baik tanpa ada pengawasan

34*, 41, 33, 39, 35*

36*, 38, 32, 40*, 30

10

Total 50


(63)

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistika karena penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Untuk menentukan apakah ada pengaruh antara variabel X1 (komunikasi efektif antara orang tua-remaja) dan variable X2 (self efficacy) terhadap variabel Y (motivasi berprestasi) .

Analisis regresi digunakan jika peneliti ingin mengetahui bagaimana variable dependen (kriteria) dapat diprediksikan melalui variable independen atau predictor, secara individual (Sugiyono, 2002). Dikarenakan dalam penelitian ini, peniliti menggunakan 2 variabel independen, dan satu variable dependen, maka analisis regresi yang digunakan dalam penelitian adalah analisi regresi ganda.

Persamaan regresi ganda adalah :

Keterangan:

Y' = nilai prediksi Y (tingkat motivasi berprestasi) a = konstan

b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X X1 = komunikasi efektif orangtua-remaja

X2 = self efficacy


(64)

3.7. Prosedur Penelitian

3.7.1.Persiapan dan pelaksanaan uji coba alat ukur (try out)

Adapun langkah-langkah dalam mempersiapkan alat ukur untuk diuji coba, adalah sebagai berikut:

a. Menyusun alat ukur yang akan diberikan kepada responden penelitian.

b. Mempersiapkan surat ijin penelitian

c. Menyerahkan surat ijin penelitian kepada pihak sekolah, tempat uji coba yang akan dilaksanakan

d. Menyiapkan jumlah responden, yaitu 48 responden terdiri dari siswa kelas 8 dan 9

e. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan seperti lembar skala penelitian dan reward

Pelaksanaan uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2011 kepada siswa dan siswi kelas 8 dan 9 Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Assafi‟iyyah. Peneliti memberikan alat ukur satu-persatu kepada responden penelitian, memastikan responden memahami cara pengisian skala, kemudian setelah responden selesai mengerjakan sakala, peneliti memberikan reward sebagai ungkapan terimakasih karena telah berpartisipasi.

3.7.2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah melaksanakan uji coba alat ukur, peneliti menguji reliabilitas dan validitas alat ukur. Setelah diperoleh hasil, peneliti merevisi seperlunya alat ukur yang telah


(65)

diuji. Kemudian, peneliti mempersiapkan kembali keperluan untuk melaksanakan penelitian sesungguhnya, berupa surat ijin penelitian, lembar pengukuran skala, dan reward. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2011 kepada 70 siswa/siswi kelas 8 dan 9 Sekolah Menengah Pertama Waskito di Pamulang.

3.7.3. Pengolahan Data

1. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang terkumpul dan mengentri data. 2. Menganalisa data dengan menggunakan metode statistik yang sesuai dengan

data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. 3. Membuat kesimpulan dan laporan akhir hasil penelitian.


(66)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Statistik Responden Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Waskito Pamulang, dengan jumlah responden penelitian sebanyak 70 siswa/siswi. Dari 70 responden tersebut, diperoleh bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding responden perempuan.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran responden penelitian berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.1

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Perempuan 31 44.3%

Laki-laki 39 55.7%

Total 70 100%

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi usia individu yang dapat dijadikan sampel (responden) yakni antara usia 12 tahun hingga usia 15 tahun (rentang usia remaja awal). Rinciannya dapat dilihat melalui tabel 4.2.

Tabel 4.2

Usia Frekuensi Persentase

12 tahun 5 7.1%

13 tahun 35 50%

14 tahun 23 32.9%

15 tahun 7 10%


(67)

Berdasarkan usianya, jumlah responden terbanyak yaitu 50% dari 70 responden adalah responden berusia 13 tahun.

4.2. Deskriptif Variabel Penelitian

Berikut ini ditampilkan secara umum tabel data statistik deskriptif dari masing-masing variabel penelitian yang mencakup nilai maksimum, nilai minum, mean, dan standar deviasi.

Tabel 4.3

Deskriptif Statistik Variabel Penelitian

Variabel Penelitian N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation Komunikasi

Efektif

70 67 98 80.76 6.39

Self Efficacy 70 49 80 65.54 7.15 Motivasi

Berprestasi

70 66 94 80.27 6.43

Berdasarkan tabel 4.3, nilai minimum terkecil dimiliki oleh self efficacy, dan nilai maksimum tertinggi ada pada variabel komunikasi efektif.

4.2.1. Variabel Komunikasi Efektif Orang Tua – Remaja

Dalam tabel berikut menunjukkan deskripsi statistik dari masing-masing dimensi dalam variabel komunikasi efektif orang tua – remaja, yang meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean (nilai rata-rata), dan standar deviasi (simpangan baku).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)