Pengaruh komunikasi efektif orang Tua - anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa UIN Jakarta

(1)

i

PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA-ANAK DAN

ORIENTASI TUJUAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA

MADRASAH ALIYAH PEMBANGUNAN

UIN JAKARTA

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Deby A Suganda

NIM : 106070002225

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA-ANAK DAN

ORIENTASI TUJUAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA

MADRASAH ALIYAH PEMBANGUNAN

UIN JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Deby A Suganda

NIM : 106070002225

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Diana Mutiah, M.Si Natris Indriyani, S.Psi, M.Psi NIP. 19671029 199603 2 001 NIP. 150411200

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA-ANAK DAN ORIENTASI TUJUAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA MADRASAH ALIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 13 Juni 2011 Sidang Munaqasyah

Dekan Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota :

Solicha, M.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si

NIP: 19720415 199903 2 001 NIP. 19671029 199603 2 001

Natris Indriyani, S.Psi, M.Psi NIP: 150411200


(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Deby A Suganda

NIM : 106070002225

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA-ANAK DAN ORIENTASI TUJUAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA MADRASAH ALIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 18 Maret 2011 Yang Menyatakan

Deby A Suganda NIM : 106070002225


(5)

v

MOTTO

Allahu ghoyatuna

Arrosul qudwatuna

Al Quran dusturuna

Al jihad fisabiluna

Almautu fisabilillah asma amanina

Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan

menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu


(6)

vi

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Maret 2011

(C) Deby A Suganda

(D) Pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta

(E) xv + 137 halaman (termasuk lampiran)

(F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak (respect, emphaty, audible, clarity, humble) dan orientasi tujuan (task orientation dan ego orientation) terhadap motivasi belajar siswa. Motivasi belajar merupakan prediktor terbaik dalam menggambarkan kemunculan prestasi siswa. Dalam memunculkan motivasi belajar, siswa banyak dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Komunikasi efektif orang tua merupakan faktor ekstrinsik siswa yang mempengaruhi munculnya motivasi belajar. Sedangkan task orientation itu menyerupai faktor intrinsik dan ego orientation menyerupai faktor ekstrinisk siswa. Diduga komunikasi efektif orang tua-anak (respect, emphaty, audible, clarity, dan humble) dan orientasi tujuan (task orientation dan ego orientation) mempengaruhi motivasi belajar siswa, dikarenakan komunikasi efektif dan orientasi tujuan tersebut merupakan salah satu dari latar belakang munculnya motivasi belajar pada siswa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi dan sampel siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta, dimana populasinya berjumlah 72 siswa dengan jumlah sampel yang diambil 61 siswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Disebut simple random

karena menggunakan sampel yang didapat secara acak. Artinya teknik ini menekankan peneliti untuk mengetahui jumlah keseluruhan populasi.

Untuk instrumen pengumpulan data, digunakan skala motivasi belajar, komunikasi efektif dan orientasi tujuan. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan SPSS versi 16.0 juga.

Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0,251 hal ini berarti 25,1% variabel motivasi balajar dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 7 variabel yaitu respect, emphaty, audible, clarity, humble, task orientation dan ego orientation dengan indeks signifikansi sebesar 0,025 yang berarti P<0,05. Sehingga hipotesis mayor (H01) yang menyatakan tidak ada


(7)

vii

pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta ditolak.

Berdasarkan proporsi varian dari masing-masing independen variabel, ada satu variabel yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar, sehingga hipotesis minor (H02, H03, H04, H05, H06, H08) yang menyatakan tidak ada

pengaruh yang signifikan dari masing-masing independen variabel terhadap motivasi belajar diterima, sedangkan task orientation (H07) ditolak. Artinyadari

seluruh variabel yang diteliti, hanya task orientation yang memiliki pengaruh signifikan terhadap motivasi belajar. Sedangkan dari enam independen variabel yang lain tidak memiliki pengaruh secara signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan informasi positif bagi orang tua, pendidik dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini. Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan komunikasi efektif dan orientasi tujuan mempengaruhi motivasi belajar siswa, namun motivasi belajar tetap dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hanya saja, faktor-faktor selain komunikasi efektif dan orientasi tujuan perlu untuk diuji juga seperti pengaruh teman sebaya, perhatian orang tua, kelekatan orang tua, lingkungan sekolah, dan faktor lainnya. Karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun menentukan tinggi-rendahnya motivasi belajar.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah pada manusia yang dikehendaki-Nya. Dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan diraih segala macam kesuksesan. Dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia.

Tentunya dalam proses terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak luput dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

beserta jajarannya.

2. Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Natris Indriyani, S.Psi, M.Psi yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan petunjuk dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mendapatkan banyak masukan ilmu dan wawasan, serta terima kasih banyak untuk kesabaran dan waktu yang telah diberikan.

3. Liany Luzvinda, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi. .

4. Solicha, M.Si, sebagai penguji I atas pengertian dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan arahan demi kesempurnaan skripsi.

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan.

6. Staf bagian Akademik, Umum, Keuangan dan perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Umi dan Abi yang sangat penulis cintai, atas kesabaran, kasih sayang, pengertian, doa yang tidak pernah berhenti, serta dukungan baik materi, moral dan tenaga. Smoga Allah Swt senantiasa memberikan hidayah-Nya selalu.

8. Saudara kembarku tercinta (Boby A Suganda), atas dukungannya, walau tidak banyak kata yang diucapkan namun senantiasa mendoakan penulis.

9. Kakak-kakakku tercinta (Eko, Eni, dan Wahyu), atas dukungan dan doanya. Semoga Allah Swt mengikat hati-hati kita dengan akidah Islam.

10.Sahabatku (Subri), atas kesetiaan, rasa kasih dan sayang, perhatian, doa dan pengorbanannya untuk selalu mendukung dan memahami penulis. Semoga Allah selalu memberikan kebaikan yang terbaik buat akh Subri.

11.Teman sejatiku di LDK UIN Jakarta angkatan 2006, atas dukungannya dan nasihat-nasihatnya. Semoga ukhuwah ini tetap terjalin hingga di syurga nanti.


(9)

ix

Semoga kita juga dikumpulkan bersama Rosulullah SAW, Abu bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman, Ali dan sahabat-sahabat Rosulullah yang lainnya, serta dikumpulkan dengan orang-orang yang shalih.

12.Kakak-kakak dan adik-adikku di Komda Psikologi, semoga kebersamaan kita disaat melalui masa-masa dakwah di fakultas dapat menuai kenangan indah yang tidak terlupakan.

13.Teman-teman yang telah turut mengobarkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk menyelesaikan skripsi ini (Kak Yulistin, Evi, Ukh Yetti, Kak Ghozali, Erwin, dan akh Subri). Semoga Allah membalas dengan umur terbaik, rizki terbaik, dan pahala terbaik.

14.Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas B (Agung, Agus, Faisal, Amir, Evi, dan yang belum saya sebutkan namanya), terimakasih atas kebersamaannya. Akhirnya penulis memohon kepada Rabb Pencipta Alam Semesta agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak di balas oleh Allah Swt dengan sebaik-baiknya balasan. Amin.

Jakarta, 13 Juni 2011


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-14 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan Masalah ... 9

1.3. Perumusan Masalah ... 10

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1. Tujuan penelitian ... 11

1.4.2. Manfaat penelitian ... 12

1.5. Sistematika Penulisan ... 13

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 15-49 2.1. Motivasi Belajar ... 15

2.1.1. Pengertian motivasi belajar ... 15

2.1.2. Motivasi ekstrinsik dan intrinsik ... 17

2.2. Pengertian Belajar... 20

2.2.1. Motivasi mempengaruhi motivasi belajar ... 20

2.2.2. Fungsi motivasi dalam belajar ... 21

2.2.3. Bentuk-bentuk motivasi belajar ... 22

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar ... 25

2.2.5. Indikator motivasi belajar ... 26


(11)

xi

2.3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi tujuan ... 29

2.3.2. Jenis-jenis orientasi tujuan ... 31

2.4. Komunikasi Efektif Orang Tua-Anak ... 32

2.4.1. Pengertian komunikasi ... 32

2.4.2. Unsur-unsur dalam komunikasi ... 34

2.4.3. Jenis komunikasi ... 35

2.4.4. Komunikasi Efektif orang tua-anak ... 36

2.4.4.1. Komunikasi anak dalam keluarga ... 40

2.4.4.2. Komunikasi orang tua-anak dalam Islam ... 41

2.4.4.3. Fitrah orang tua dalam mencintai anak-anak ... 41

2.4.4.4. Kasih sayang terhadap anak merupakan anugrah ... 43

2.5. Kerangka Berpkir ... 45

2.6. Hipotesis Penelitian ... 47

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 50-63 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 50

3.2. Populasi dan Sampel ... 51

3.2.1. Populasi dan sampel ... 51

3.2.2. Teknik pengambilan sampel ... 53

3.3. Variabel Konseptual dan Definisi Operasional ... 53

3.3.1. Variabel konseptual ... 53

3.3.2. Definisi operasional ... 54

3.4. Pengumpulan Data ... 55

3.4.1. Teknik pengumpulan data ... 55

3.4.2. Prosedur penelitian ... 60

3.5. Uji Instrumen Penelitian ... 61

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 63-80 4.1. Analisis Deskriptif ... 63

4.2. Presentasi Data ... 65

4.2.1 Deskripsi statistik ... 65

4.2.1 Deskripsi skor subjek ... 66

4.3. Deskripsi Data ... 70

4.4. Uji Hipotesis ... 71

4.5. Proporsi Varian ... 73

4.5.1 Analisis regresi dari variabel komunkasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar ... 73

4.5.2 Analisis regresi dari variabel komunkasi efektif orang tua-anak terhadap motivasi belajar ... 74


(12)

xii

4.5.3 Analisis regresi dari variabel orientasi tujuan

terhadap motivasi belajar... 75

4.6. Analisis Regresi Secara Hirarkial ... 76

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 81-89 5.1. Kesimpulan ... 81

5.1. Diskusi ... 82

5.2. Saran ... 86

5.2.1. Saran metodologis ... 86

5.2.2. Saran praktis ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90-92 LAMPIRAN ... 92


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Skor untuk Pernyataan Setiap Skala Tabel 3.2 Blue print skala komunikasi efektif

Tabel 3.3 Blue print skala komunikasi efektif (setelah try out) Tabel 3.4 Blue print skala orientasi tujuan

Tabel 3.5 Blue print skala orientasi tujuan (setelah try out) Tabel 3.6 Blue print skala motivasi belajar

Tabel 3.7 Blue print skala motivasi belajar (setelah try out)

Tabel 4.1 Distribusi populasi penelitian berdasarkan program kelas Tabel 4.2 Distribusi sampel penelitian berdasarkan program kelas

Tabel 4.3 Deskripsi statistik skala motivasi belajra, komunikasi efektif dan orientasi tujuan

Tabel 4.4 Kategori motivasi belajar Tabel 4.5 Kategori komunikasi efektif Tabel 4.6 Kategori orientasi tujuan

Tabel 4.7 Komposisi subjek berdasarkan kategori skor Tabel 4.8 Koefisien analisis regresi dari ke-7 IV Table 4.9 Model summary dari ke-7 IV

Tabel 4.10 Tabel anova analisis regresi dari ke-7 IV Tabel 4.11 Model summary dari ke-5 IV

Tabel 4.12 Model summary dari ke-2 IV


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hambatan pembelajaran Gambar 2.1 Skema unsur-unsur kounikasi Gambar 2.2 Skema kerangka berpikir penelitian


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Madrasah Aliah Pembangunan Jakarta Lampiran 3 Skala penelitian

Lampiran 4 Output SPSS uji validitas dan reliabilitas Lampiran 5 Output SPSS analisa regresi berganda


(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu dari negara yang memiliki jumlah populasi manusia terbesar di dunia, artinya kita memiliki kuantitas SDM (sumber daya manusia) yang begitu banyak. Dalam catatan populasi manusia di dunia, Indonesia memiliki jumlah populasi manusia tersebesar ke lima dari seluruh dunia, dengan jumlah 241.973.879 jiwa. Namun banyaknya SDM tidak menjamin bahwa negara tersebut menjadi negara yang maju. Hal ini dapat kita saksikan di negara Indonesia, jumlah SDM yang begitu banyak, namun tetap berada di peringkat negara berkembang.

Maju atau tidaknya suatu negara sangat ditentukan dari kualitas SDM nya. Satu-satunya cara yang paling memungkinkan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui pendidikan. Karena pendidikan akan mengubah masyarakat yang bodoh menjadi masyarakat yang cerdas dan bermoral. Pentingnya pendidikan juga ditekankan dalam kitab suci Al Quran, yakni ayat pertama yang diwahyukan kepada Rosulullah SAW, yang artinya adalah bacalah. Kata ini menekankan pentingnya membaca yang merupakan bagian dari pendidikan.


(17)

2 Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Perubahan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia. Pentingnya pendidikan ini juga tercatat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Usaha dalam bidang pendidikan dilakukan untuk mencapai tujuan yang luhur dari bangsa ini. Pendidikan, di samping untuk mencerdaskan bangsa juga untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Melalui peran pendidikan diharapkan dapat tercapai peningkatan kehidupan manusia yang lebih dewasa dan matang. Namun hal ini tidak semudah yang diharapkan karena adanya hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran.

Rosulullah SAW memberikan ilustrasi pada umatnya tentang adanya hambatan dalam proses pembelajaran manusia. Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata:

Rosulullah SAW membuat gambar segi empat, dan di tengah-tengah ada garis lurus memanjang hingga keluar garis kotak, dan di samping garis tengah itu ada


(18)

garis-3

garis kecil. Lalu Nabi SAW menerangkan: Ini manusia, dan garis persegi itu kurungan ajalnya, sedang garis panjang yang keluar dari batas itu adalah angan-angan dan cita-cita manusia, dan garis-garis kecil itu adalah gangguan-gangguan yang selalu menghinggapi manusia, maka bila ia selamat dari yang pertama, mungkin terkena yang kedua, jika ia terhindar dari yang satu terkena yang lain.

(Buchary dalam An-Nawawy, 1986) Inilah gambarnya:

Saat ini, adanya hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari beberapa kasus yang ada di berbagai sekolah. Banyak siswa yang membolos atau tidak masuk tanpa surat izin, dan banyak siswa juga yang asik sendiri di dalam kelas saat guru menerangkan. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi belajar dan tidak menyadari pentingnya belajar. Fenomena ini juga penulis dapatkan pada saat sedang praktek kuliah di salah satu MTsN di Jakarta. Yang terlihat di MTsN ini, khususnya pelajar laki-laki yang sering membolos, tawuran, menghabiskan waktu untuk bermain setelah pulang sekolah, dan masih banyak lagi aktivitas tidak bermanfaat yang dilakukan oleh siswa.

Menurut Sabri (2007) terdapat dua faktor utama yang menyebabkan timbulnya hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran, yakni faktor yang


(19)

4 terdapat dalam diri siswa dan faktor yang terdapat dari luar diri siswa. Faktor yang terdapat dalam diri siswa berupa: rendahnya kemampuan intelektual atau kecerdasan siswa, kurangnya motivasi dalam belajar, kurangnya kematangan untuk belajar, kebiasaan belajar yang kurang baik, kemampuan mengingat yang lemah, dan terganggunya alat indra. Sedangkan faktor yang terdapat dari luar diri siswa berupa: gangguan-gangguan emosi, latar belakang sosial yang kurang menunjang, peran orang tua yang kurang, proses belajar mengajar yang tidak sesuai, tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar.

Setiap pendidik harus mengakui bahwa motivasi belajar siswa sangat berperan penting pada proses pembelajaran. Motivasi belajar sebagai daya penggerak dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar sehingga menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman (Iskandar, 2009). Motivasi ini tumbuh karena ada keinginan untuk bisa mengetahui dan memahami sesuatu serta mendorong minat belajar siswa sehingga sunguh-sungguh untuk belajar dan termotivasi untuk mencapai prestasi. Motivasi belajar memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar.

Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar. Sehingga siswa yang memiliki motivasi yang tinggi, memiliki energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik.


(20)

5 Menurut Iskandar (2009) motivasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan. Faktor instrinsik meliputi minat, bakat, intelegensi dan sebagainya. Faktor ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor ekstrinsik meliputi keluarga, lingkungan sekolah, teman dan masyarakat.

Keluarga merupakan tempat yang utama untuk belajar, karena mendapatkan pembelajaran yang pertama kali dari keluarga khususnya orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, sehingga di dalam memberikan pendidikan pada anak-anak, orang tua harus memberikan perhatian yang besar dalam mengarahkan putra-putri mereka.

Perhatian orang tua terhadap anak merupakan suatu fitrah setiap manusia.

Karena hal ini juga tertuang dalam firman Allah SWT, “Harta dan anak-anak adalah

perhiasan kehidupan dunia…” (QS. Al Kahfi: 46). Selain itu dalam firman Allah SWT yang lain dikatakan bahwa “...Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Isra: 6). Hal ini menunjukan bahwa perasaan cinta dan kedekatan antara orang tua dan anaknya merupakan fitrah dari setiap manusia. Jadi, ketika ada orang tua yang tidak mencintai dan dekat dengan anaknya, bisa dikatakan bahwa ia sudah menyalahi fitrah manusia.


(21)

6 Semua perhatian, rasa cinta, kelekatan orang tua terhadap anak yang ditunjukan dalam bentuk perilaku, akan terinternalisasi pada anak. Komunikasi orang tua terhadap anak, dilihat dari cara orang tua merespon dan memenuhi kebutuhan anak, yang akan dapat membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan orang tua sebagai figur pengasuh.

Orang tua diharapkan memiliki kesadaran penuh dalam membimbing anaknya, agar anak memperoleh nilai-nilai sebagai pegangan hidup. Hal ini juga dicontohkan oleh Rosulullah SAW dalam sebuah hadist. Abu Hafesh (Umar) bin Abi Salamah, anak tiri Rosulullah SAW berkata: Ketika saya masih kecil di bawah asuhan Nabi SAW, ketika makan tangan saya berputar pada piring-piring, mangkok-mangkok, maka Rosulullah SAW memperingatkan pada saya: Hai anak, bacalah Bismillah, dan makan dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa yang dekat denganmu. Maka demikianlah seterusnya makan saya setelah itu. (Buchory, Muslim dalam An-Nawawy, 1986)

Kesadaran orang tua terhadap perkembangan anak bisa dicapai dengan pemeliharaan komunikasi antara orang tua dan anak. Anak yang menghadapi masalah, baik kecil maupun besar mengharapkan orang tua sebagai tempat bernaung yang dapat diperoleh melalui komunikasi. Komunikasi akan terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak.


(22)

7 Komunikasi antara orang tua dan anak, melalui tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, perintah-perintah positif dan larangan-larang, semua itu merupakan sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Hal ini menunjukan bahwa lingkungan keluarga acapkali disebut sebagai pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak.

Pengertian-pengertian di atas juga menunjukan pentingnya berkomunikasi pada anak. Seperti telah dipaparkan di awal penulisan ini, salah satu aspek manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, manusia secara alami selalu membutuhkan hubungan atau komunikasi dengan manusia yang lain. Di samping itu manusia juga mempunyai motivasi-motivasi lain seperti motivasi ingin tahu, motivasi untuk mengaktualisasikan diri dan lain sebagainya. Motivasi-motivasi tersebut akan dapat dipenuhi dengan mengadakan komunikasi dengan sesamanya.

Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan informasi, ide ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep, dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai penyampai ataupun penerima komunikasi. Dengan komunikasi manusia dapat berkembang dan dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Fransiska (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara komunikasi efektif orangtua anak dengan kepercayaan diri. Sedangkan Retnonongsih (2010) dalam penelitiannya juga


(23)

8 mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi efektif orang tua-anak dengan perilaku juvenile delinquency.

Kedua hasil penelitian di atas tidak sesuai dengan asumsi peneliti, maka peneliti mencoba untuk mencari hasil penelitian lain mengenai hubungan orang tua terhadap anaknya secara umum.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2009) mengungkapkan bahwa ada hubungan kelekatan yang signifikan antara orang tua-anak dengan agresivitas remaja putri. Dengan adanya hubungan kelekatan yang erat atau tinggi maka agresivitas akan mereda atau taraf biasa saja, sedangkan jika tingkat kelekatan rendah maka akan memacu tingkat agresivitas yang tinggi.

Maulidya (2008) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya kelekatan dengan kecerdasan emosi. Kedua penelitian ini menunjukan bahwa peran orang tua dalam membentuk kelekatan dengan anaknya akan menentukan pribadi si anak.

Freeman dan Munandar (2000) mengungkapkan bahwa anak-anak akan menunjukkan prestasi terbaiknya di sekolah jika orang tua dan guru bekerjasama secara harmonis. Orang tua yang kehilangan keterlibatan dalam keberhasilan dan kesuksesan sekolah anak dapat menyebabkan anak merasakan bahwa orang tua tidak menghargai keberhasilannya sehingga berakibat anak tidak termotivasi untuk mencapainya.


(24)

9 Selain mencari pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak terhadap motivasi belajar, peneliti juga mencoba mencari pengaruh orientasi tujuan terhadap motivasi belajar. Penelitian mengenai orientasi tujuan dilakukan oleh Zahariadis dan Biddle (2000) yang mengungkapkan adanya hubungan yang positif antara task orientation

dengan motivasi intrisik, dan adanya hubungan yang positif antara ego orientation

dengan motivasi ekstrinsik. Selain itu penelitian ini juga menunjukan bahwa meningkatnya motivasi dapat dipengaruhi oleh task orientation.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan suatu yang penting, karena dengan pembatasan masalah dapat mengarahkan peneliti untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya. Selain itu pembatasan masalah dapat menghindari kesalahan dalam penafsiran judul. Oleh karena itu, agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka peneliti membuat pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Motivasi belajar adalah aktivitas yang dipengaruhi dan dipertahankan untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan (Pintrich dan Schunk, 1996)


(25)

10 dan perasaan yang dilakukan dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. (Adman, 2004)

3. Orientasi tujuan adalah sesuatu yang diusahakan oleh seseorang untuk dicapai, dan sesuatu itu berada diluar diri individu (Locke & Latham, 1990 dalam Pintrich dan Schunk, 1996)

4. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dipaparkan penulis, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap respect orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap emphaty orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap audible orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?


(26)

11 5. Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap clarity orang tua-anak terhadap

motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap humble orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan task orientation siswa terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan ego orientation siswa terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

2. Pengaruh sikap respect orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

3. Pengaruh sikap emphaty orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

4. Pengaruh sikap humble orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.


(27)

12 5. Pengaruh sikap clarity orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa

Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

6. Pengaruh sikap audible orang tua-anak terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

7. Pengaruh task orientation siswa terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

8. Pengaruh ego orientation siswa terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

1.4.2 Manfaat penelitian

Dari penelitian yang penulis lakukan, penulis berharap akan mendapatkan manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan baik untuk mahasiswa, pendidik, maupun pembaca lainnya.

b. Penelitian ini berguna untuk referensi bagi penelitian yang sejenis berikutnya.

2. Manfaat praktis


(28)

13 b. Memberikan masukan pada para pendidik agar melibatkan orang tua

dalam proses pembelajaran

1.5 Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini peneliti menggunakan kaidah penulisan sesuai dengan pedoman penyusunan skripsi fakultas Psikologi. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab ini penulis membaginya kedalam beberapa bagian, yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka

Pada bab ini membahas kajian teori yang terdiri dari pengertian motivasi belajar, motivasi intrinsik dan ekstrinsik, fungsi motivasi dalam belajar, bentuk-bentuk motivasi dalam belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam belajar, indikator motivasi dalam belajar, pengertian orientasi tujuan, orientasi tujuan model

dweck’s, jenis-jenis orientasi tujuan, pengertian komunikasi, unsur-unsur dalam komunikasi, jenis komunikasi, komunikasi efektif, komunikasi anak dalam keluarga, anak-anak dalam Islam, dan hipotesis penelitian.


(29)

14 Pada bab memuat penjelasan mengenai pendekatan dan metode penelitian, definisi variabel konseptual dan variabel operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

Bab 4 Analisis Data

Pada bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, data penelitian, presentasi data mengenai uji persyaratan dan penyebaran skor skala komunikasi efektif orang tua-anak, orientasi tujuan, dan motivasi belajar siswa, serta uji hipotesis.

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran


(30)

15

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Motivasi Belajar

2.1.1 Pengertian motivasi

Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi juga bisa diartikan sebagai motive, yakni suatu keadaan ketegangan di dalam individu, yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada satu tujuan atau sasaran (Chaplin, 2005).

Pintrich dan Schunk (1996) mengungkapkan bahwa motivasi belajar adalah aktivitas yang dipengaruhi dan dipertahankan untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan. Menurut Pintrich dan Schunk (1996) motivasi tidak bisa di observasi secara langsung, namun kita dapat melihatnya dari perilaku-perilaku tertentu seperti:

choice of task, effort, dan persistence.

Iskandar (2009) mengartikan motivasi belajar sebagai daya penggerak dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman. Motivasi belajar ini tumbuh karena ada keinginan untuk bisa mengetahui dan memahami sesuatu dan mendorong serta mengarahkan


(31)

16 minat belajar siswa sehingga sunguh-sungguh untuk belajar dan termotivasi untuk mencapai prestasi.

Dalam proses belajar motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, ia tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. Maslow sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan inilah menurut Maslow yang mampu memotivasi tingkah laku individu.

Seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa motivasi dari luar dirinya disebut juga seseorang yang memilki motivasi intrinsik. Motivasi ini sangat penting dalam aktivitas belajar. Menurut Sabri (2007) motivasi intrinsik ialah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik ialah motivasi yang datangnya dari luar diri individu, atau motivasi ini tidak ada kaitannya dengan tujuan belajar. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subjek belajar.

Dari uraian yang terdapat di atas, maka penulis mencoba menyimpulkan definisi motivasi belajar. Menurut penulis, motivasi belajar adalah daya dorong yang


(32)

17 dimiliki individu dalam proses pembelajaran untuk membangkitkan, mengarahkan, dan menggerakkan tingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.2 Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

Menurut Djamarah (2002) motivasi terbagi menjadi dua macam, yaitu motivasi dari dalam diri seseorang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi dari luar diri seseorang yang disebut “motivasi ekstrinsik”.

a. Motivasi intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut Syah (2002), motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar. Menurut Iskandar (2009), motivasi intrinsik adalah daya dorong dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Motivasi itu dikatakan intrinsik bila tujuannya inheren dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Anak didik termotivasi untuk belajar


(33)

semata-18 mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi, atau hadiah, dan sebagainya.

Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi interinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus. Seseorang yang memiliki motivasi interinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan di masa mendatang.

Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi untuk mempelajari suatu mata pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu. Motivasi intrinsik ini muncul karena membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi intrinsik memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkan kesadaran untuk melakukan aktivitas belajar.

Perlu ditegaskan, bahwa anak didik yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, dan memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang tidak pernah sepi dari kegiatan anak didik yang memiliki motivasi interinsik. Jadi, motivasi interinsik


(34)

19 muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial.

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Menurut Syah (2002), motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa, yang mendorong untuk melakukan kegiatan belajar. Menurut Iskandar (2009), motivasi ekstrinsik merupakan daya dorong dari luar diri seseorang siswa (peserta didik), berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri.

Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya.

Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan penggunaan bentuk-bentuk motivasi ekstrinsik akan merugikan anak didik. Hal ini dapat menyebabkan anak didik menjadi malas belajar.


(35)

20 Motivasi eksterinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik atau karena sikap tertentu pada guru atau orang tua. Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik. Diakui, angka, pujian, hadiah, dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang anak didik untuk giat belajar.

2.2 Pengertian Belajar

Menurut Syah (2002) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenejang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, maupun dilingkungan rumah atau keluaganya sendiri. Skinner (dalam Syah, 2002) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

2.2.1 Motivasi mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Djamarah (2002), tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik-buruknya prestasi belajar seseorang anak didik. Menurut Sudirman (dalam Iskandar, 2009) kegiatan belajar sangat memerlukan motivasi. Hasil belajar


(36)

21 akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan, akan semakin baik pula pelajaran-pejaran yang dipelajarinya. Oleh karena itu, motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai tujuan atau hasil dari pembelajaran.

2.2.2 Fungsi motivasi dalam belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang malas berpartisipasi dalam belajar. Sementara anak didik yang lain aktif berpartisipasi dalam kegiatan. Ada anak didik yang duduk di dalam kelas, tetapi perhatian atau pikirannya tidak berada di dalam kelas.

Kurangnya motivasi intrinsik ini merupakan masalah yang memerlukan bantuan yang tidak bisa ditunda-tunda. Guru harus memberikan dorongan dalam bentuk motivasi ekstrinsik. Sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. Bila motivasi ekstrinsik yang diberikan itu dapat membantu anak didik keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, maka motivasi ekstrinsik dapat diperankan dengan baik oleh guru.

Menurut Djamarah (2002) baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Untuk jelasnya ketiga fungsi motivasi dalam belajar tersebut, diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut:


(37)

22 1. Motivasi sebagai pendorong perbuatan

Sesuatu yang belum diketahui oleh anak didik akan mendorongnya untuk belajar dalam rangka mencari tahu.

2. Motivasi sebagai penggerak perbuatan

Yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan

Yakni kearah tujuan yang hendak di dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

2.2.3 Bentuk-bentuk motivasi dalam belajar

Menurut Djamarah (2002), ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, sebagai berikut: 1. Memberi angka

Angka-angka yang baik bagi siswa merupakan motivasi yang kuat. Tetapi ada juga, siswa yang belajar hanya ingin naik kelas saja. Ini menunjukkkan motivasi yang


(38)

23 dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan siswa yang menginginkan nilai yang baik. Namun, pemberian angka-angka harus mampu dikaitkan dengan nilai yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada siswa, sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.

2. Hadiah

Hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, Tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk pekerjaan tersebut.

3. Saingan atau kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa.

4. Ego- involvement

Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri.


(39)

24 5. Memberi ulangan.

Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi.

6. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apabila kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.

7. Pujian

Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar.

8. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu seorang guru harus memahami prinsp- prinsip pemberian hukuman.


(40)

25 9. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti pada diri siswa memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

10. Minat

Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga dengan minat. 11. Tujuan yang diakui

Dengan memahami tujuan yang harus dicapai akan menimbulkan gairah untuk terus belajar.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Abror (1993) mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan siswa tidak memiliki motivasi belajar, antara lain:

1. Kehidupan diluar lingkungan sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang lebih memuaskan, sekalipun hanya sementara sifatnya.

2. Pengaruh dari teman sebaya yang tidak menghargai prestasi yang tinggi dalam belajar disekolah dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya.

3. Kekaburan mengenai cita-cita hidup.


(41)

26 5. Sikap kritis sebagian orang muda terhadap masyarakat, sehingga mereka meragukan kegunaan belajar disekolah yang mempersiapkan mereka terjun ke masyarakat itu.

Dari penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar di atas, penulis melihat bahwa komunikasi efektif orang tua-anak merupakan lingkup kecil dari faktor nomor empat, yakni keadaan keluarga yang tidak menguntungkan. Sedangkan orientasi tujuan merupakan lingkup kecil dari faktor nomor tiga, yakni kekaburan mengenai cita-cita hidup.

2.2.5 Indikator motivasi belajar

Menurut Iskandar (2009), indikator atau petunjuk yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut:

1. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar 2. Adanya keinginan, semangat dan kebutuhan dalam belajar 3. Memiliki harapan dan cita-cita masa depan

4. Adanya pemberian penghargaan dalam proses belajar


(42)

27 Menurut Printich dan Schunk (1996), ada beberapa indikator lain yang menjadi penunjuk bahwa siswa memiliki motivasi yang tinggi, yaitu:

1. Choice of task atau interest (selection of a task under free-choice conditions indicates motivation to perform the task). Ketika seorang siswa memiliki pilihan, kemudian mereka memilih sesuatu dengan bebas, ini menjadi sebuah indikator mereka telah termotivasi dengan pekerjaan tersebut.

2. Effort (high effort-especially on difficult material-is indicative of motivation). Siswa dikatakan memiliki motivasi dalam belajar ketika siswa tersebut mengeluarkan usahanya yang sungguh-sungguh untuk mencapai kesukseksan dalam pembelajaran.

3. Persistence atau time spent on a task (working for a longer time-especially when ona encounters obstacles-is associated with higher motivation).

Achievement (choice, effort, and persistence raise task achievement). Ketekunan sangat penting karena pembelajaran membutuhkan banyak waktu dan kesuksesan tidak mungkin didapatkan dengan mudah.

2.3 Pengertian orientasi tujuan

Orientasi tujuan adalah sesuatu yang diusahakan oleh seseorang untuk dicapai, dan sesuatu itu berada diluar diri individu (Locke dan Latham, 1990 dalam Printich dan Schunk, 1996)


(43)

28 Stipek (dalam Suprayogi, 2007) mengatakan bahwa orientasi tujuan bisa diartikan sebagai bagian dari faktor kognitif dalam motivasi yang menjadi penggerak bagi individu untuk mendekat atau menjauh dari suatu objek.

Menurut Deshon dan Gillespie (2005) orientasi tujuan adalah label yang digunakan untuk menggambarkan pola kognisi dan tindakan hasil dari mengejar sesuatu kekuasaan, kinerja, atau aktivitas menghindari sesuatu atau mendapatkan prestasi tertentu dalam waktu tertentu. Menurut Dweck & Leggett (dalam Deshon dan

Gillespie 2005) “Goal orientation has been identified as a stable dispositional trait that can moderate the effects of training”. Orientasi tujuan telah disamakan seperti

kecenderungan watak yang stabil yang di dapat dari pengaruh pelatihan.

Webster, Baron dan Harackiewicz (dalam Suprayogi, 2007) menyatakan bahwa orientasi tujuan menjelaskan mengenai integrasi belief yang mengarah pada berbagai cara dalam merespon situasi berprestasi.

Dweck dan Leggett (dalam Vandewalle, 2003) menganjurkan bahwa individu harus memiliki orientasi tujuan, yang didefinisikan sebagai preferensi tujuan pribadi dalam situasi prestasi. Mereka mengidentifikasi dua hal yang mendasari orientasi tujuan:

a. Orientasi pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi dengan mendapatkan keterampilan baru dan menguasai suatu situasi yang baru, dan


(44)

29 b. Orientasi kinerja untuk mendemonstrasikan dan memvalidasi kompetensi dari seseorang agar mendapatkan penilaian yang baik dan menghindari diri dari penilaian negatif tentang kompetensi dirinya.

Dari uraian diatas, penulis coba menyimpulkan definisi orientasi tujuan, yakni suatu keinginan atau tujuan yang terdapat dalam kognitif individu untuk menjadi daya gerak atau motivasi pada tingkah lakunya.

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi tujuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi tujuan dapat dibagi dalam faktor pribadi dan faktor lingkungan. Adapun penjelasannya sebagi berikut:

a. Faktor pribadi

1) Penerimaan tujuan (Woolfok, 2004 dalam Suprayogi, 2007) jika siswa mau menetapkan tujuan yang ditetapkan orang lain, motivasi belajar akan muncul. 2) Orientasi penguasaan tugas yang merupakan keinginan untuk bekerja keras,

melakukan pekerjaan dengan baik dan memilih tugas yang menantang dan sifat kompetitif (competitiveness) yaitu keinginan untuk berkompetisi dan lebih unggul dari pada orang lain.

3) Jenis Kelamin (Solomon, 1996 dalam Suprayogi, 2007) menyatakan bahwa wanita tidak suka berkompetisi sehingga lebih mudah mengadopsi orientasi


(45)

30 tugas, sedangkan pria senang berkompetisi sehingga mereka lebih berorientasi pada orientasi ego.

4) Self efficacy (Bandura,1994 dalam Suprayogi, 2007) menyatakan bahwa siswa yang memilki self efficacy yang tinggi cenderung menetapkan orientasi yang tinggi, tidak takut gagal dan mampu bertahan ketika menemui kesulitan dalam menguasai tugas yang sedang dikerjakan.

b. Faktor lingkungan

1) Orang tua (Locked & Latham dalam Pintrich dan Schunk, 1996) mengatakan bahwa harapan, aspirasi dan contoh dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan orientasi tujuan anak.

2) Kelompok etnik (Pintrich dan Schunk, 1996 dalam Suprayogi, 2007)

3) Iklim kelas (Church, Elliot & Gable, 2001 dalam Suprayogi, 2007) disebutkan ada enam area dari iklim kelas yang dapat mempengaruhi terbentuknya orientasi yang dimiliki siswa:

a. Tugas yang harus dikerjakan siswa (task)

b. Otonomi yang diberikan kepada siswa ketika mereka sedang mengerjakan tugas (autonomy)


(46)

31 c. Pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi (recognition)

d. Pengorganisasian kelas sehingga siswa dapat saling bekerja sama dan berinteraksi (grouping)

e. Pelaksanaan evaluasi (evaluation)

f. Penggunaan waktu di kelas dengan yang berkaitan dengan penentuan waktu penyelesaian tugas oleh siswa dan fleksibilitas jadwal kegiatan (time). Keenam dari enam hal di atas disingkat menjadi TARGET (Task, Autonomy, Recognition, Grouping, Evaluation, Time)

2.3.2 Jenis-jenis orientasi tujuan

Ada beberapa jenis orientasi tujuan yang dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya, Dweck & Leggett, 1988 (dalam dalam Pintrich dan Schunk, 1996) membagi orientasi tujuan menjadi learning dan performance goals. Ames, 1992 (dalam dalam Pintrich dan Schunk, 1996) membagi orientasi tujuan menjadi mastery

dan performance goals. Nichols, 1984 (dalam dalam Pintrich dan Schunk, 1996) membagi orientasi tujan menjadi dua jenis, yakni task orientation dan ego orientation. Maehr & Midgley, 1991 (dalam dalam Pintrich dan Schunk, 1996) membagi orientasi tujuan menjadi task-focused dan ability focused goals.


(47)

32 Dari beberpa jenis orientasi tujuan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, peneliti mengambil jenis orientasi tujuan yang diungkapkan Nichols, 1984 (dalam dalam Pintrich dan Schunk, 1996), yakni:

1) Task orientation adalah pusat perhatian siswa berada pada apa yang terkandung pada nilai dari pembelajaran, bukan pada hal-hal yang berada diluar pembelajaran tersebut.

2) Ego Orientation didefinisikan sebagai sebuah tujuan untuk mendemonstrasikan kemampuan superior dan mengalahkan performa siswa lain. Atau juga sebuah tujuan untuk menghindar dari terlihat bodoh atau dinilai negatif oleh orang lain.

2.4 Komunikasi Efektif Orang Tua-Anak

2.4.1 Pengertian Komunikasi

Menurut Hasan (2005) komunikasi mengandung makna bersam-sama. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti sama. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum dan bersma-sama. Dengan demkian, pengertian yang berkaitan dengan komunikasi pada kenyataannya adalah fenomena sosial.


(48)

33 Komunikasi sangat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis & Wasserman dalam Rakhmat, 2007).

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi berupa pesan, ide, atau gagasan dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, atau mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.

Ross (dalam Rakhmat, 2007) mendefinisikan komunikasi sebagai, “a

transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elict from his own experiences a meaning or responses

similar to that intended by the source.” Yang artinya proses transaksional dalam pikiran yang meliputi pemisahan, dan pemilihan lambang untuk membantu menjelaskan pengalamannya sendiri terhadap orang lain atau supaya mendapatkan respon yang sesuai dengan yang dimaksud sumber.


(49)

34 Shannon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004) mengartikan komunikasi sebagai bentuk interkasi manusia yang saling mempegaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Hasan (2005) mendefinisikan komunikasi sebagai proses pernyataan antar manusia mengenai isi pikiran dan persaannya. Mulyana (2005) mengungkapkan bahwa komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik berbentuk verbal atau berbentuk nonverbal.

Walgito (2007) mencoba untuk menyimpulkan dari pendapat para ahli mengenai definisi komunikasi. Menurutnya, pada dasarnya komunikasi merupakan proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berwujud informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan ataupun yang lainnya dari penyampai (komunikator) kepada penerima (komunikan).

Definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, tentu belum mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Karena para ahli mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang mereka masing-masing. Hal ini dikarenakan ilmu komunikasi dikembangkan dari ilmuan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Namun paling tidak penulis telah memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan komunikasi. Pandangan penulis, komunikasi merupakan bentuk interkasi manusia


(50)

35 yang saling mempegaruhi satu sama lain, baik berupa komunikasi verbal maupun non verbal untuk menyatakan isi pikiran dan perasaan komunikan.

2.4.2 Unsur-unsur dalam komunikasi

Tentunya unsur dasar dalam berkomunikasi ada orang yang menyampaikan informasi disebut komunikator, dan ada orang yang menerima informasi yang disampaikan oleh komunikator yang disebut komunikan. Apa yang disampaikan tersebut ada yang berifat verbal (kata-kata), maupun nonverbal (bahasa tubuh). Wujud dari komunikasi berupa informasi, pengetahuan, pemikiran, ataupun lainnya, hal ini disebut pesan (massage) dalam berkomunikasi. Dalam penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan diperlukan perantara atau media penyampai (Walgito, 2007).

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dalam komunikasi terdapat adanya unsur-unsur:

Skema 2.1 Unsur-unsur komunikasi


(51)

36

2.4.3 Jenis komunikasi

Komunikasi dapat berlangsung searah dan juga dapat berlangsung dua arah. Komunikasi berlangsung searah bila dalam proses komunikasi itu tidak ada umpan balik dari komunikan kepada komunikator. Dalam proses ini komunikator memberikan pesan kepada komunikan, dan komunikan menerima saja apa yang dikemukakan oleh komunikator tanpa memberikan respon balik terhadap pesan yang diterimanya. Dengan demikian komunikan lebih bersifat pasif.

Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang menempatkan komunikan lebih aktif, dalam arti komunikan dapat atau perlu memberikan tanggapan sebagai umpan balik tentang pesan yang diterima oleh komunikator (Walgito, 2007).

2.4.4 Komunikasi efektif orang tua-anak

Pengetahuan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi orang tua-anak akan memudahkan sebuah proses komunikasi berjalan dengan baik. Orang tua akan dikatakan sukses jika pesan yang dimaksudkan diterima dengan benar oleh anak, dan kemudian dimaknai sama. Dalam hal ini penulis menyebutknya dengan komunikasi yang efektif orang tua-anak.


(52)

37 Kualitas hubungan seseorang dengan lingkungannya sangat ditentukan dari bagaimana ia berkomunikasi. Menurut Tubs & Moss (dalam Rakhmat, 2007) mengungkapkan ada lima pengaruh yang ditimbulkan dari komunikasi yang efektif, yaitu:

1. Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut primary breakdown in communication (kegagalan komunikasi primer).

2. Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ada juga komunikasi yang dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut analisis transiksional atau mendapatkan persetujuan. Komunikasi ini biasa disebut phatic communication (komunikasi fatis), dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi ini yang menjadikan hubungan antar manusia menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan.


(53)

38 Tujuan komunikasi ini adalah mempengaruhi orang lain, atau yang sering disebut dengan komunikasi persuasif.

4. Hubungan sosial yang baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, dan cinta serta kasih sayang.

5. Tindakan

Komunikasi juga dilahirkan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Efektifitas komunikasi biasanya dikur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan.

Adman (2004) mengungkapkan bahwa komunikasi efektif orang tua-anak merupakan tersampaiknnya pesan, gagasan, dan perasaan yang dilakukan dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. Menurut Adman (2004) ada lima faktor komunikasi yang efektif orang tua-anak (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication), yang disingkat REACH yang berarti merengkuh atau meraih. Adapun kelima faktor tersebut yaitu:


(54)

39 a. Respect

Yang dibutuhkan dalam mengembangkan komunikasi yang efektif orang tua-anak adalah sikap menghargai antara orang tua dan tua-anak, yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Jika orang tua bahkan harus mengkritik atau memarahi anak, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan anak.

b. Empathy

Empati adalah kemampuan orang tua untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh anak. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh anak. Dengan memahami dan mendengarkan anak terlebih dahulu, orang tua dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang diperlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan anak. Rasa empati akan memampukan orang tua untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya.

c. Audible

Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima


(55)

40 umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang orang tua sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan atau anak.

d. Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang lainnya. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi.

e. Humble

Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai anak, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang orang tua miliki.

2.4.4.1 Komunikasi anak dalam keluarga

Komunikasi yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Dalam pemberian stimulasi mental pada anak maka peran seorang ibu untuk pengasuhan anak sangat besar. Komunikasi ibu-anak sebagai suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik mencakup berbagai upaya keluarga secara


(56)

41 langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Suatu sikap yang sering terlihat pada orang tua yang lupa bahwa anaknya mulai menginjak remaja, justru membutuhkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk menciptakan hubungan timbal balik, hubungan komunikatif dan dialogis. Agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh remaja dapat memperoleh bantuan, dorongan, dan dukungan dari orang tua untuk mengatasinya.

Orang tua diharapkan memiliki kesadaran penuh dalam membimbing anaknya dalam memperoleh nilai-nilai sebagai pegangan hidup. Hal ini bisa dicapai dengan pemeliharaan hubungan baik antara orang tua dan anak. Anak yang menghadapi masalah, baik kecil maupun besar mengidamkan orang tua sebagai tempat bernaung yang dapat diperoleh melalui komunikasi. Komunikasi akan terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak.

2.4.4.2 Komunikasi orang tua-anak dalam Islam

Islam mengungkapkan bahwa orang tua memiliki perasaan tertentu pada anak, perasaan ini adalah dengan menampakkan apa yang diciptakan oleh Allah SWT. di dalam hati kedua orang tua, berupa sentuhan cinta dan kasih sayang terhadap anak-anaknya.


(57)

42

2.4.4.3 Kedua orang tua secara fitrah akan mencitai anak

Secara fitrah, di dalam hati hati kedua orang tua akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan akan tumbuh pula perasaan psikologis lainnya, berupa perasaan kebapakan dan keibuan untuk memelihara, mengasihi, menyayangi, dan memperhatikan anak.

Fenomena mengenai persaan orang tua terhadap anaknya telah digambarkan dalam Al Quran. Al Quran menggambarkan anak-anak sebagai perhiasan hidup: Dalam QS. Al Kahfi: 60

yang artinya: “Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia…”

Al Quran juga menjelaskan bahwa anak-anak merupakan nikmat agung yang berhak untuk di syukuri kepada Allah Swt.

Dalam QS. Al Isra’: 6

yang artinya: “…dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak, dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.”

Sesekali Al Quran juga menjelaskan bahwa dengan memandangi anak-anak akan menghibur hati, bila saja mereka sejalan dengan orang-orang yang bertakwa


(58)

43

Yang artinya: “Dan orang-orang yang berkata, „Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan anak-anak kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Dari semua ini, dapat diketahui bahwa perasaan kasih sayang terhadap anak-anak yang ditanamkan kepada Allah di dalam hati kedua orang tua merupakan untuk memberikan dorongan ruh di dalam mendidik, memelihara dan memperhatikan kemaslahatan mereka.

2.4.4.4 Kasih sayang terhadap anak-anak merupakan anugrah Allah terhadap hamba

Perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan kepada Allah di dalam hati kedua orang tua itu adalah perasaan kasih sayang terhadap anak-anak. Perasaan ini merupakan kemuliaan baginya di dalam mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan paling besar.

Orang yang hatinya kosong dari perasaan kasih sayang akan bersifat keras dan kasar. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam sifat-sifat yang buruk ini akan berdampak pada kelainan anak-anak, dan akan membawa anak-anak ke dalam penyimpangan, kebodohan dan kesusahan. (Abdullah Nasih Ulwan, 1994)


(59)

44 Rosulullah SAW sangat memperhatikan masalah kasih sayang ini, dan sangat menganjurkan kepada orang-orang yang bertanggung jawab di dalam masalah pendidikan untuk memiliki perasaan dan tabiat yang mulia ini. Abu dawud dan

Tarmidzi meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dan dari kakeknya, bahwa Rosulullah SAW bersabda: “Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami.” (Abdullah Nasih Ulwan, 1994)

Imam Bukhori telah meriwayatkan dari Aisyah r.a.: “Seorang A’rabi telah

mendatangi Nabi SAW dan berkata “Apakah engkau mencium anak-anakmu, sedang kami belum pernah melakukan hal itu.” Maka Nabi SAW bersabda, “Apakah engkau ingin Allah mencopot rasa kasih sayang dari hatimu”?

Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya r.a. berkata Rosulullah SAW

bersabda: Suruhlah anak-anak kamu shalat ketika umur mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka (Abu Dawud dalam dalam An-Nawawy, 1986).

Apabila Rosulullah SAW melihat seorang anak kecil mendekati ajal, maka berlinanganlah air matanya sebagai tanda kesedihan dan kasih sayangnya atas anak-anak kecil dan sebagai pelajaran bagi umat tentang keutamaan kasih sayang itu.


(60)

45

2.5 Kerangka Berpikir

Peneliti menganggap bahwa banyak dari tokoh yang mencoba mengaitkan motivasi dengan bidang pendidikan atau pembelajaran disebabkan oleh pemahaman tentang teori motivational in education. Dengan mengaplikasikan teori Pintrich dan Schunk, peneliti berusaha mengembangkan teori motivation in education menjadi lebih detail dengan menambah faktor latar belakang. Sehingga penelitian tentang motivasi belajar tidak hanya berfokus pada ekstrinsik dan intrinsik, tetapi juga terhadap beberapa faktor lain yang mempengaruhinya. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah orientasi tujuan. Sehingga peneliti mengganggap teori

motivational in education yang disempurnakan oleh Pintrich dan Schunk (1996) merupakan pengembangan dari banyaknya penelitian di bidang motivasi belajar yang dipengaruhi oleh orientasi tujuan.

Selain itu peneliti juga tetap menggunakan pandangan Iskandar (2009) yang mengungkapkan bahwa motivasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dalam pandangan ini peneliti menggunakan faktor ekstrinsik yakni komunikasi efektif orang tua-anak yang menjadi faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan menjadi latar belakang dalam memprediksikan motivasi belajar siswa. Lima hukum komunikasi seperti


(61)

46 belajar siswa. Begitu juga orientasi tujuan yang terdiri dari task orientation dan ego orientation diprediksikan mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Dari kesemua variabel yang telah digambarkan melalui kombinasi antara beberapa variabel, yakni komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan. Maka peneliti menyimpulkan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut :

Skema 2.2


(62)

47 Komunikasi efektif orang tua-anak yang terdiri dari beberapa variable, yakni

respect, emphat, audible, clarity, dan humble diasumsikan mempengaruhi siswa untuk memunculkan motivasi belajar. Komunikasi efektif orang tua-anak ini membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar. Selain itu, orientasi tujuan yang terdiri dari dua variable, yakni task orientation dan ego roientation juga diasumsikan mempengaruhi siswa untuk memunculkan motivasi belajar.

2.6 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:

Hipotesis mayor

H01: Tidak ada pengaruh yang signifikan komunikasi efektif orang tua-anak dan

orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

Hipotesis Minor

H02: Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap respect orang tua-anak terhadap

motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

H03: Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap emphaty orang tua-anak terhadap


(63)

48

H04: Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap audible orang tua-anak terhadap

motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

H05: Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap clarity orang tua-anak terhadap

motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

H06: Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap humble orang tua-anak terhadap

motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

H07: Tidak ada pengaruh yang signifikan task orientation siswa terhadap motivasi

belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

H08: Tidak ada pengaruh yang signifikan ego orientation siswa terhadap motivasi


(64)

49

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, serta teknik pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu yang digunakan. Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian serta definisi operasionalnya.

Selanjutnya akan dibahas juga instrumen data, prosedur pengumpulan data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah salah satu metode yang dilakukan dalam situasi alamiah yang datanya banyak berbentuk angka-angka, sehingga dalam pengolahan data banyak melakukan perhitungan statistik. Alasan menggunakan pendekatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum yang lebih objektif dan terukur.


(65)

50 Berdasarkan dengan judul penelitian ini, yaitu “Pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta, Maka dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian ini adalah penelitian non ekperimental dengan tehnik regresi. Sebab penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari variable bebas. Dalam menganalisis data dengan menggunakan data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistik, setelah diperoleh hasilnya, kemudian dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik tersebut.

3.2 Populasi Dan Sampel

3.2.1 Populasi dan sampel

Menurut Sugiyono (2003) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu melihat adakah pengaruh yang signifikan antara komunikasi efektif orang tua-anak dan orientasi tujuan terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta, maka populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI


(66)

51 Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta. Jumlah siswa kelas XI Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta adalah 72 siswa.

Menurut Sugiyono (2003) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh peopulasi tersebut. Menurut Krecjie (dalam Sugiyono, 2003) dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi.

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi, peneliti menggunakan rumus Slovin (dalam Sevilla, 1993) sebagai berikut:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan

jadi, sampel yang diambil pada penelitian ini, dari populasi sebanyak 72 orang dengan batas ketelitian sebesar 5% adalah:


(67)

52

3.2.2 Teknik pengambilan sampel

Menurut Sugiyono (2003) teknik sampling atau teknik pengambilan sampel digunakan untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah teknik simple random sampling. Teknik ini merupakan bagian dari teknik probability sampling,

teknik ini digunakan oleh peneliti dengan pertimbangan bahwa setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Adapun syarat dari teknik simple random sampling ini adalah peneliti harus memiliki keseluruhan data anggota populasi.

3.3 Variabel Konseptual Dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel konseptual

a. Motivasi belajar adalah aktivitas yang dipengaruhi dan dipertahankan untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan. (Pintrich dan Schunk, 1996)

b. Komunikasi efektif orang tua-anak merupakan tersampaiaknnya pesan, gagasan, dan perasaan yang dilakukan orang tua dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. (Adman, 2004)

c. Orientasi tujuan adalah sesuatu yang diusahakan oleh seseorang untuk dicapai, dan sesuatu itu berada diluar diri individu (Locke dan Latham, 1990 dalam Pintrich dan


(68)

53 Schunk, 1996)

3.3.2 Definisi operasional

a. Komunikasi efektif orang tua-anak adalah skor yang didapat dari indikator komunikasi efektif menurut Adman, yaitu:

a. Respect

b. Empathy c. Audible

d. Clarity

e. Humble

b. Orientasi tujuan adalah skor yang diperoleh responden dari kuesioner yang disebarkan berisi tentang orientasi tujuan siswa yang mengandung dimensi task orientation dan ego orientation.

c. Motivasi belajar adalah skor yang diperoleh responden dari kuesioner yang

disebarkan berisi tentang motivasi belajar mengandung dimensi yang menunjukan motivasi. Hal ini dilihat dari choice of task atau interest, effort, dan persistence atau time spent on a task. (Pintrich dan Schunk, 1996)


(1)

87 2. Seluruh lapisan masyarakat dan khususnya orang tua di negri ini dengan jumlah populasi yang sangat besar, tentu memiliki keinginan untuk membangun komunikasi yang baik dengan anaknya sehingga anak memiliki motivasi atau semangat belajar yang tinggi, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya pada populasi siswa Madrasah Aliyah Pembangunan Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh sebab itu, ada baiknya penelitian motivasi belajar tidak hanya dilakukan pada kalangan siswa madrasah aliyah saja, melainkan pada kalangan siswa SD, SMP, SMA tatau yang setara tingkatannya. Tentunya dengan latar belakang pendidikan yang beraneka ragam dan perlu dilakukan proses pemilihan sampel dengan menentukan karakteristik yang lebih selektif. 3. Peneliti tidak melakukan pengujian terhadap interaksi antar variabel yang ada,

sehingga peneliti tidak dapat menyimpulkan pengaruh variabel-variabel tersebut jika diinteraksikan satu sama lain. Sebaiknya, bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan tujuan melihat interaksi antara variabel satu dengan yang lain, hingga dapat diperoleh kesimpulan yang lebih akurat dan lengkap tentang variabel yang diteliti.

4. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya berfokus pada motivasi belajar saja, namun meneliti tentang pengaruh komunikasi efektif terhadap perilaku self confidence, self efficacy, kepribadian siswa, dan lain-lain.


(2)

88 5.3.2 Saran Praktis

Mengingat sumbangan komuniksi efektif dan orientasi tujuan dalam penelitian ini sangat sedikit mempengaruhi motivasi belajar pada siswa, maka peneliti menyarankan hal-hal berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi positif bagi orang tua, guru dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini baik di SD, SMP, SMA, universitas dan yang setingkat bahwa komunikasi efektif dan orientasi tujuan harus dimiliki pada setiap siswa untuk mencegah semakin meningkatnya angka kemalasan dalam belajar. Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan ke enam variabel (respect, emphaty, audible, clarity, humble, dan ego orientation) tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap motivasi belajar, namun kelima hal yang menentukan komunikasi efektif tetap perlu untuk dimunculkan, karena komunikasi efektif merupakan awal dari munculnya kelekatan orang tua-anak. Hanya saja, faktor-faktor ekstrinsik selain komunikasi efektif perlu untuk diperhatkan seperti pengaruh teman sebaya, ineteraksi sosial, dan intensitas komunikasi dengan guru, karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun mempengaruhi motivasi belajar.

2. Hasil penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan motivasi belajar pada siswa. Motivasi belajar dapat dikaji melalui faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik dari siswa yang lebih berperan dalam memunculkan prestasi yang tinggi.


(3)

89 3. Para pendidik di instansi pendidikan juga dapat membuat suatu program seminar, pelatihan dan kegiatan-kegiatan yang lebih baik seperti training motivasi, out bond, atau apapun yang dapat menggali motivasi belajar siwa, sehingga setiap siswa merasa memiliki peluang yang sama untuk medapatkan prestasi yang tinggi. Hal tersebut dapat memunculkan motivasi belajar yang tinggi.


(4)

90

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. (1993). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

An-Nawawy. (1986). Riadhus shalihin. Bandung: PT Alma’arif.

Chaplin, J.P. (2005). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djamarah, S. (2002). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hasan, E. (2005). Komunikasi pemerintahan. Bandung: PT Refika Aditama.

Iskandar. (2009). Psikologi pendidikan sebuah orientasi baru. Cipayung-Ciputat: Gaung Persada

Pres.

Mulyana, D. (2005). Komunikasi efektif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pintrich & Schunk. (1996). Motivation in education. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Rakmat, J. (2007). Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sabri, M. (2007). Psikologi pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Sevilla, dkk. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Sugiyono. (2003). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Syah, M. (2002). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT Remaja


(5)

91 Ulwan, A. (1994). Pendidikan anak dalam Islam. Jakarta: Putaka Amani. Jilid 1.

Walgito, B. (2007). Psikologi sosial suatu pengantar. Yogyakatra: ANDI.

Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.

Zubair. (2006). http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi.

Kesowo. (2003). www.gudangmateri.com/.../uu-sistem-pendidikan-nasional.html.

Skripsi

Fransiska, M. (2008). Hubungan komunikasi efektif antara orang tua-anak dengan kepercayaan

diri, bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara komunikasi efektif orang tua anak dengan kepercayaan diri. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hidayah, A. (2009). Hubungan kelekatan orang tua-anak dengan agresivitas remaja putri,

mengungkapkan bahwa ada hubungan kelekatan yang signifikan antara orang tua-anak dengan agresivitas remaja putri. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Maulidya, I. (2008). Hubungan gaya kelekatan dengan kecerdasan emosi. Skripsi. Jakarta:


(6)

92 Retnoningsih, D. (2010). Pengaruh komunikasi efektif orang tua-anak terhadap perilaku juvenile

delinquency. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jurnal

Adman. (2004). Komunikasi efektif dalam tim. Jurnal manajerial Vol. 2 No. 4. 291-302.

Deshon, P & Jennife. (2005). A Motivated Action Theory Account of Goal Orientation.

American Psychological Association: Journal of Applied Psychology. Vol. 90. No. 6. 1096–1127

Suprayogi. (2007). Hubungan self-efficacy dan persepsi siswa mengenai iklim kelas dengan

orienttasi tujuan. Journal tazkiya of psychology. Vol. 7. No. 2. 311-323.

Vandewalle. (2003). A goal orientation model of feedback-seeking behavior. USA: Pergamon.

No. 13. 581–604

Zahariadis & Biddle. (2000). Goal orientations and participation motives in physical education

and sport: Their relationships in English schoolchildren. The online jurnal of sport psychology Vol. 2. No. 1. 1-12