3.2 Tempat Pelaksanaan Upacara
Dalam membahas tempat pelaksanaan upacara Adhi Tiruwila, penulis akan menyebutkan satu-persatu seperti yang penulis saksikan pada saat upacara
dilaksanakan. Tempat awal upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan di Kuil dan Aula Shri Singgamma Kali Koil yang diselenggarakan mulai pagi sampai dengan siang
hari. Di dalam Kuil tepatnya di Altar telah dipersiapkan patung Dewa Ganesha sebagai Guru, Dewa Murga sebagai Pengawal, dan Dewa Singgamma Kali
sebagai Ketua sebagai alat perantara umat Hindu Tamil kepada Ida Sang Hyang Widi Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap permohonan setiap umat pada saat
acara persembahyangan. Dan dibagian bawah Altar adalah sebagai tempat sesajen atau persembahan jemaat kepada Dewa
16
Upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan setiap akhir bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus yang dilaksanakan sekali dalam setahun, yang artinya
acara puasa dimulai sejak akhir bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus Hindu.
Pada malam harinya, upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan di Kuil yang jaraknya tidak jauh dari Kuil Shri Singgamma yaitu kira-kira 100 Meter.
Kemudian pada hari Minggu, upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan di pinggir Sungai Deli dan setelah upacara selesai kembali lagi ke Kuil Shri Singgamma
Kali Koil.
3.3 Komponen Upacara 3.3.1 Saat Upacara
16
Dewa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu div yang berarti sinar cahaya nur. Dewa-dewa yang dihubungkan untuk satu aspek tertentu dari fenomena alam semesta ini. Tiap aspek dikuasai oleh
satu dewa atau lebih dengan ciri-ciri atau lambang-lambangnya yang khusus pula. Dewa-dewa diciptakan sebagaimana alam semesta ini, untuk mengendalikannya. Dewa bukanlah Tuhan.
Universitas Sumatera Utara
dimana perhitungan lamanya berpuasa minimal 21 hari sampai pelaksanaan upacara.
3.3.2 Benda-benda dan Alat-alat Upacara
Dalam membicarakan benda-benda dan alat-alat upacara, penulis membaginya dalam enam bahasan yaitu : 1 Dhupa dan Dipa, 2 Puspa bunga,
3 Tirthatoya air suci, 4 Powedan, yaitu benda-benda yang dipakai untuk mendukung jalannya upacara, Yadnya kurban suci, dan 6 Banten sesajen. Di
dalam kitab Wedaparikrama 1989:34 yang mula-mula disebutkan dari semua jenis alat perlengkapan upacara adalah dhupa dan dipa. Dhupa kewangen adalah
sejenis harum-haruman yang dibakar, yang berbau harum harum wangi. Kewangen sebagai lambang Omkara yang merupakan huruf suci umat Hindu.
Kewangen dipergunakan untuk memuja Sanghyang Widhi dalam wujud Purusa dan Pradana Ardanareswari sebagai pemberi anugrah, sedangkan fungsi
kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan dan juga untuk mohon waranugraha.
Pada upacara Adhi Tiruwila, wujud dari kewangen yang dimaksud adalah daun sirih. Dalam persembahyangan daun sirih tersebut diartikan untuk
mengharumkan nama Tuhan. Sedangkan dipaagni api dalam upacara Adhi Tiruwila yaitu sebatang lidi yang telah diberikan unsur kimia agar dapat menyala
terus. Tetapi yang terpenting adalah untuk mengadakan api dengan asapnya dan untuk membuat harum dipakai kemenyan, kulit duku, kayu cendana dan
sebagainya. Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu wangi artinya harum, mendapat awalan ‘ka’ dan akhiran ‘an’ menjadi kewangian, lalu disandikan
menjadi kewangan yang artinya keharuman. Fungsi kewangen dapat diartikan
Universitas Sumatera Utara
untuk mengharumkan nama Tuhan dan juga untuk mohon waranugraha anugrah.
Api adalah lambang dari Dewa Agni. Api selalu dipergunakan dalam setiap upacara. Mulai dihidupkan pada permulaan upacara. Adapun dari pada api
adalah: 1.
Sebagai lambang sinar suci Ida Sanghyang Widhi yang menyinari alam semesta beserta isinya dengan penuh kebijaksanaan dan memberi
kehidupan kepada alam semesta ini. Dalam Isa Upanisad mantra 18 disebutkan sebagai berikut: “Agne naya supatharaye asman.wisma ni dena
wayunani widman. Yuyudy asmay juhura am. Enobhuistam tenama uktim widhena”.
Terjemahan : “Oh Tuhan, kuat laksana api, Maha Kuasa tuntunlah kami semua, segala yang hidup ke jalan yang baik, segala tingkah laku menuju
kepada-Mu yang bijaksana, jauhkan dari jalan yang tercela yang jauh dari pada-Mu, baik penghormatan maupun kata-kata yang hamba lakukan.
2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang
dipuja. 3.
Api sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat. 4.
Api sebagai saksi upacara dalam kehidupan. Api dengan sinarnya yang menyala adalah merupakan penerangan dalam alam ini.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2.2 Puspa Bunga
Puspa bunga merupakan bentuk sesajen yang paling mudah dan murah. Bagi umat Hindu, puspa dipakai untuk keperluan sembahyang dan membuat
beraneka ragam canang
17
Percikan air suci kepada umat dalam upacara bertujuan untuk mendapatkan kesehatan, ketentraman damai di hati, kebahagiaan dan lain-lain.
Air dianggap mempunyai kekuatan untuk melenyapkan pengaruh jahat. Demikian pentingnya air dalam kehidupan beragama sehingga upacara keagamaan tidak
pernah lepas dari pada penggunaan air. Air yang telah disucikan disebut dengan . Untuk kesucian dan kebersihan dalam pembuatan
canang dipetik bunga yang masih segar bukan yang jatuh dari pohon. Ini menyatakan bahwa umat memberikannya dengan penuh keikhlasan sebagai wujud
rasa terimakasih dan bakti kepada Ida Sanghyang Widhi. Puspa ini memiliki dua fungsi yang penting yaitu sebagai simbol Ida
Sanghyang Widhi dan sebagai sarana persembahan. Bunga sebagai sarana persembahan maka bunga dipakai untuk mengisi upacara atau sesajen yang akan
dipersembahkan kepada Ida Sanghyang Widhi ataupun roh leluhur untuk menyatakan rasa bakti yang tulus dan suci.
3.3.2.3 TirthaToya Air Suci
Air memegang peranan penting dalam upacara keagamaan. Air untuk memelihara kebersihan, untuk pedupaan, untuk pembabtisan dan lain-lain. Air
sebagai lambang pelebur dosa dan menghabiskan noda-noda sehingga badan menjadi suci dan bersih, air juga merupakan simbol amerta hidup. Semua
peralatan upacara harus diperciki air suci sebelum upacara dimulai.
17
Canang merupakan sesajen yang terdiri dari berbagai macam bunga.
Universitas Sumatera Utara
tirthatoya. Penyucian dilakukan oleh Guru Kal. Tirtha merupakan sarana untuk sembahyang yang penting, berfungsi untuk menyucikan diri.
3.3.2.4 Upakara
Menurut Guru Kal, kumpulan dari seluruh alat-alat upacara yang dipergunakan dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan Hindu Tamil
disebut dengan upakara. Adapun yang termasuk ke dalam kelompok upakara adalah: 1 penjor, 2 daun nimi 3 pajeng, 4 bendera, 5 ciwamba.
3.3.2.4.1 Penjor
Pada awal pelaksanaan upacara Adhi Tiruwila, di depan pintu pagar halaman depan Kuil dipancangkan dua dua buah penjor di kiri dan kanan pintu
yaitu sebagai pernyataan selamat datang kepada umat Hindu Tamil dan juga kepada masyarakat yang menyaksikan upacara. Penjor adalah suatu karya seni
yang bernilai religius, yang terbuat dari sebatang bambu dan dihias sedemikian rupa serta di isi dengan berbagai perlengkapan tertentu. Penjor selaku sarana atau
perlengkapan upacara adalah sebagai lambang gunung yang tinggi tempat suci. Dari aspek estetik, penjor memberi rasa keindahan bagi yang melihatnya karena
penjor dibuat seindah-indahnya sehingga suasana menjadi lebih semarak. Penjor selalu dipasang sebelum hari pelaksanaan upacara yaitu sehari sebelum upacara.
3.3.2.4.2 Daun Nimi
Daun nimi adalah daun yang langka untuk ditemukan bahkan sebagian kecil orang saja yang mengenalnya. Daun nimi juga dapat dijadikan untuk obat
yang dapat menyembuhkan 41 jenis penyakit hanya dengan merebus dan meminum air rebusannya. Daun ini mempunyai peranan dan pengaruh untuk
kesucian, senjata alam gaib untuk memusnahkan semua roh jahat. Daun nimi
Universitas Sumatera Utara
dibentuk sedemikian rupa sebagai ganti patung Dewi yang dihiasi bunga yang berwarna-warni yaitu: merah, putih dan ungu.
Setelah patung dewi terbentuk, mereka membuat lambang yang terbuat dari besi di ujung dedaunan yang telah dibentuk yang disebut Trisula yaitu tiga
gerak yang harus disucikan yaitu: pikiran, perkataan atau ucapan dan perbuatan. Dan di ujung Trisula tersebut ditancapkan jeruk nipis yang bertujuan supaya
upacara itu tidak kasar tetapi adem dan dingin. Setiap mengawali upacara, Guru kal membunyikan lonceng menandakan upacara sedang dilaksanakan dan
menyambut kedatangan para jemaat yang hadir baik juga masyarakat yang menyaksikan upacara Adhi Tiruwila.
Penggunaan daun dalam upacara berfungsi sebagai: a.
Sarana untuk kelengkapan dan kesempurnaan untuk dipersembahkan. b.
Sarana untuk dapat mengkonsentrasikan diri dan sarana untuk memuja Hyang Widhi beserta manifestasinya.
c. Suatu cetusan hati nurani yang suci diiringi dengan rasa bakti untuk
dipersembahkan kehadapan-Nya. d.
Sarana untuk menyampaikan rasa terimakasih ke hadapan Ida Sanghyang widhi atas anugerah-Nya.
e. Sarana penyucian diri lahir batin untuk terbebas dari kotoran dan mara
bahaya. Buah-buahan juga merupakan sebagai sarana dalam upacara Adhi
Tiruwila. Jenis buah-buahan banyak digunakan oleh umat Hindu sebagai persembahan dan sebagai wujud rasa terimakasih ke hadapan Ida Sanghyang
Widhi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam agama Hindu sarana persembahan berupa buah-buahan yang disebut dengan phalam. Kata phalam berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya
sebiji buah-buahan. Dari kata phala ini, maka ada jenis buah-buahan yang digunakan yang disebut: phala gantung dan phala bungkah. Phala gantung adalah
jenis buah-buahan dari suatu pohon tertentu, seperti: buah kelapa, pisang, mangga, rambutan, apel, pinang, salak dan jenis buah-buahan lainnya. Phala bungkah
adalah suatu hasil yang diperoleh dari suatu tanaman tertentu. Jenis phala bungkah ini berupa umbi-umbian, seperti: umbi ketela rambat, keladi, kentang,
kunyit, jahe, kencur, lengkuas maupun jenis umbi lainnya.
3.3.2.4.3 PajengTedeng
PajengTedeng adalah sejenis payung yang hanya digunakan untuk upacara-upacara keagamaan saja. Payung ini merupakan payung kebesaran,
terbuat dari kain dengan dasar warna merah kemudian diberi ukuran dengan benang warna emas, dibawahnya terdapat umbul-umbul dari benang. Sedangkan
pegangannya terbuat dari kayu sebesar kepalan tangan orang dewasa dan diberi cat warna merah.
3.3.2.4.4 Bendera
Bendera dalam upacara Adhi Tiruwila terdiri dari tiga warna yaitu: kuning, putih dan coklat. Dipasang di depan kuil. Tiang dari bendera ini dibuat dari bambu
yang masih utuh dengan ujungnya. Dipilih bambu yang lengkungan ujungnya tampak lemas dan indah.
3.3.2.4.5 Ciwambha Argha
Ciwambha merupakan tempat air suci tirtha. Ciwambha adalah lambang Ida Sanghyang Widhi dan dilambangkan dengan penciptaan dan kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
Ciwambha di isi air sebagai amerta. Melalui proses konsentrasi air ini dijadikan air suci tirtha untuk dipakai melengkapi upacara tersebut.
3.3.3 Pendukung Upacara 3.3.3.1 Guru Kal
Pimpinan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan upacara Adhi Tiruwila adalah seorang Guru Kal yaitu Bapak Silin. Sebagai pemimpin upacara Guru
Kallah yang berhak menyampaikan mantra doa atas nama seluruh umat Hindu Tamil. Selain itu dalam pelaksanaan upacara ini hanya Guru Kal yang dapat
memberikan nasehat dan bimbingan serta penjelasan mengenai pelaksanaan upacara.
Dalam hal pakaian, pakaian yang dikenakan oleh Guru Kal berbeda dengan pakaian yang dikenakan oleh umat. Hal yang paling jelas adalah pada saat
melaksanakan tugasnya dimana Guru Kal memakai pakaian yang berupa kain yang terbuat dari sutra yang berwarna putih dan orange.
3.3.3.2 Panitia dan Jemaat
Pada upacara Adhi Tiruwila selain Guru Kal, upacara ini juga didukung oleh panitia dan jemaat yang hadir, baik jemaat yang dari dalam maupun yang
dari luar Kuil Shri Singgamma. Bahkan dalam hal ini, jemaat yang mengikuti jalannya upacara adalah merupakan jemaat yang tidak pernah sembahyang di Kuil
tersebut. Mereka sangat senang menyaksikan upacara Adhi Tiruwila disebabkan
oleh karena ada acara nazar atau niat yang dilakukan dengan upacara cucuk lidah dan cucuk badan. Upacara Adhi Tiruwila tidak memiliki susunan kepengurusan,
melainkan dibawah pimpinan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia PHDI.
Universitas Sumatera Utara
Umat Hindu Tamil yang mengikuti upacara Adhi Tiruwila ini sebagian besar adalah etnis Tamil, selain itu adalah etnis lain yang beragama Hindu antara lain
etnis Jawa, Karo, Toba, Simalungun dan lain sebagainya.
3.4 Kronologis Upacara
Pada tahap pertama upacara ini disebut dengan Shakti Kargem. Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan pada hari Jumat pukul 10.00 wib sd selesai
yaitu penaikan bendera yang di dominasi warna kuning dan gambar singa berwarna coklat sebagai lambang Dewi Dhurga yang memiliki sakti atau
kekuatan. Setelah itu Guru Kal membacakan mantra dan membunyikan lonceng
pertanda upacara akan dimulai. Selanjutnya, setelah bendera dikibarkan semua
jemaat masuk ke dalam Kuil untuk bersembahyang untuk memohon restu kepada Ida sanghyang Widhi supaya sepanjang upacara ini dimulai sampai dengan selesai
tidak ada yang mengganggu demi kelancaran upacara Adhi Tiruwila tersebut yang
di pimpin oleh Guru Kal.
Setelah acara sembahyang selesai, semua jemaat memakan bubur yang sudah disediakan oleh kaum wanita sambil mendengarkan musik hiburan yang
dimainkan oleh pemusik yang berasal dari Malaysia. Para pemusik dengan atraktifnya memainkan alat musiknya sambil disaksikan oleh jemaat yang tinggal
di Kuil. Sementara Guru Kal bersama jemaat yang sudah dipilih oleh panitia, berjalan keliling sekitar Kuil sampai ke wisma tempat dimana mereka akan makan
selama upacara tersebut berlangsung. Setelah itu, pada siang hari pukul 13.00 wib sd selesai semua jemaat dan
orang-orang sekitar Kuil diundang untuk makan bersama di wisma tersebut. Kemudian acara kembali dimulai pada malam hari pukul 19.00 wib sd pukul
Universitas Sumatera Utara
00.00 wib. Para jemaat berkumpul kembali di Kuil dengan menggunakan pakaian yang rapi, yang wanita kebanyakan memakai sari dan yang pria memakai kemeja,
kaum pria yang ikut dalam panitia memakai kaus berwarna kuning yang sudah di Desain sebelum acara dilaksanakan.
Acara pada malam hari dilaksanakan di belakang Kuil yang berada di dekat Kuil Shri Singgamma Kali. Guru Kal dan panitia merangkai patung Dewi
Dhurga yang dibuat dari daun nimi dan bunga yang berwarna-warni yaitu merah, putih, dan ungu dan dirangkai di dalam kendi yang berisi susu lembu yang
dicampur dengan bubuk kunyit, bubuk cendana, dan minyak wangi. Kemudian Guru Kal membacakan mantra sampai panglima yang sudah
dipilih oleh panitia sebanyak tiga orang kemasukan oleh Dewa mereka. Setelah itu, panglima yang sudah kemasukan itu berdiri diatas samurai yang sangat tajam
dengan berkata-kata bahasa sansekerta dan membuat bhiputi di kening orang yang dipilihnya sebagai tanda rasa kasih sayangnya kepada orang tersebut. Setelah
ketiga panglima yang kemasukan tersebut selesai berdiri diatas samurai, panitia dan semua orang yang menyaksikan upacara itu berjalan keliling di sekitar Kuil
yang dipandu oleh panglima. Arak-arakan ini bertujuan mengunjungi orang yang sedang sakit dan Dewi Dhurga dapat menyembuhkan orang-orang yang sakit yang
dikunjungi pada waktu berkeliling. Banyak jemaat dan orang-orang yang non beragama Hindu ikut
mengiringi arak-arakan membawa Dewi Dhurga. Menurut peneliti, jumlah orang yang ikut dalam arak-arakan ini adalah lebih kurang sekitar 1000 orang. Ketika
ada yang sakit, panglima memandu untuk berhenti di depan rumah jemaat yang sedang sakit. Dalam acara ini, musik juga berperan penting untuk menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
hati Dewi Dhurga, dan juga sebagai penghormatan kepadanya. Para pemain musik berasal dari Malaysia. Ensamble musik yang mereka gunakan adalah Uremee
Melam dan Nagasvaram. Saat mengiringi arak-arakan, pemain musik dengan atraktifnya memainkan musiknya.
Alasan mengapa pemain musik dipanggil dari Malaysia oleh panitia, karena ada jemaat Kuil yang berekonomi menengah keatas memberikan
sumbangan kepada panitia, supaya upacara Adhi Tiruwila lebih meriah. Umat Hindu Tamil yang hadir pada upacara Adhi Tiruwila, bukanlah berasal dari Medan
saja, melainkan dari berbagai kota bahkan ada yang dari luar negeri, seperti: Jakarta, Bali, Tebing Tinggi, Malaysia dan Singapura.
Setelah selesai berkeliling, para jemaat kembali ke Kuil untuk mengadakan persembahyangan untuk berdoa mengucap syukur atas jasa dan
kebaikan Dewi Dhurga yang sudah selesai berperang menyembuhkan orang- orang yang sakit. Sebelum masuk kedalam Kuil, panitia terlebih dahulu
memecahkan kelapa muda yang sudah disediakan guna untuk menyambut kepulangan Dewi Dhurga kembali ke Kuil dan juga merupakan syarat dalam
upacara ini. Setelah selesai acara persembahyangan, jemaat kembali ke rumah mereka masing-masing untuk beristrahat karena pada keesokan harinya acara
dilanjutkan kembali. Pada tahap kedua, keesokan harinya yaitu pada hari Sabtu, acara dimulai
pada pukul 11.00 wib sd 14.00 wib. Acara ini dinamakan Trobathi Amma. Dalam persiapan acara ini, panitia dan Guru Kal mempersiapkan bahan-bahan untuk
membuat patung Dewi Dhurga yang lebih besar lagi dan juga mempersiapkan sesajen yang sudah dibawa oleh jemaat ke Kuil.
Universitas Sumatera Utara
Patung Dewi Dhurga yang mereka bentuk dihias dengan bunga yang berwarna-warni yang dibuat diatas tandu yang besar sebagai tempat Dewi Dhurga
untuk dibawa berkeliling pada malam harinya. Panitia juga bekerjasama dengan aparat keamanan untuk mengatur lalulintas pada saat arak-arakan dan juga selama
upacara berlangsung sampai dengan selesai. Untuk mendapatkan sumber arus dalam mendukung perjalanan arak-arakan pada malam harinya, panitia juga
mendatangkan Genset yang dibawa dari PLN. Pada malam harinya, acara arak-arakan dimulai pada pukul 19.30 wib.
Acara ini dimulai dari Kuil dengan terlebih dahulu sembahyang yang dipimpin oleh Guru Kal dan juga pembacaan mantra oleh Guru Kal. Setelah selesai acara
persembahyangan, jemaat juga menyaksikan musik sebagai persembahan untuk menyenangkan hati Dewi Dhurga. Para pemain musik juga dengan semangat dan
atraktifnya memainkan musik di Aula. Setelah selesai, mereka berkeliling membawa patung Dewi Dhurga yang
sudah selesai dipuja. Patung Dewi itu tampak indah dan mewah karena dihiasi dengan bunga-bunga, lampu hias yang berwarna-warni dan juga sesajen yang
ditata dengan rapi. Selama diperjalanan, patung Dewi Dhurga diiringi dengan musik live yang berasal dari Malaysia dan juga musik vocal India yang dipasang
lewat kaset. Perjalanan arak-arakan sangatlah meriah dan ramai orang-orang yang
mengikutinya. Bukan hanya umat yang beragama Hindu saja yang mengiringi, tetapi juga umat beragama yang lain juga. Orang-orang yang membawa tandu
Dewi Dhurga yaitu para panitia yang nantinya akan bergantian membawanya. Hal ini disebabkan karena jauhnya perjalanan yang akan ditempuh dan juga akan
Universitas Sumatera Utara
banyak berhenti untuk memberikan kesempatan kepada jemaat dan juga orang- orang yang ingin bersembahyang memuja Dewi Dhurga.
Pada saat berhenti, pemain musik Uremee Melam memainkan musiknya dengan penuh semangat dan atraktifnya untuk mempersembahkan musik mereka
kepada Dewi Dhurga dan pada saat itu juga panitia yang mengangkat tandu patung Dewi itu mengayun-ayunkan patung Dewi Dhurga guna untuk
menyenangkan hatinya. Hal ini juga mereka yakini sebagai syarat menyenangkan hati Dewi Dhurga.
Batas jarak berhenti ditentukan oleh panitia, tetapi setiap ada Kuil yang dilewati harus berhenti untuk bersembahyang. Ketika berhenti di depan Kuil yang
lain, panitia memecahkan kelapa muda yang sudah disediakan. Hal ini mereka yakini bahwa mereka sudah disucikan kembali dari penyakit dan dosa-dosa
selama mereka hidup. Mereka memilih kelapa disebabkan karena mereka menganggap kelapa muda suci seperti air yang ada di kelapa muda tersebut.
Sepanjang perjalanan, orang-orang yang mengiringi arak-arakan tersebut sangatlah hening mengikutinya karena mereka sangat menghormati Dewi Dhurga.
Pada saat berjalan, musik yang memuja Dewi Dhurga adalah musik vocal India yang dipasang melalui kaset. Rute perjalanan arak-arakan pada malam hari yaitu
dimulai Kuil menuju ke jalan Sekip, selanjutnya ke jalan Sikambing dan kembali ke Kuil.
Setelah sampai di dekat Kuil, Guru Kal, pendeta beserta beberapa panitia kembali memecahkan kelapa muda sambil mengayunkan tandu Dewi Dhurga
yang diiringi oleh pemusik ensemble Urumee melam. Selanjutnya mereka menuju
Universitas Sumatera Utara
Kuil. Pada saat di depan Kuil, tandu Dewi Dhurga kembali diayunkan selama lebih kurang 15 menit sambil diiringi ensamble musik Urumee Melam.
Lalu, semua memasuki Kuil dan kembali berdoa kepada Dewi Dhurga untuk mengucapkan terimakasih atas perlindungannya selama diperjalanan ketika
arak-arakan. Setelah semua selesai, jemaat juga kembali pulang ke rumah mereka masing-masing karena keesokan harinya acara kembali dilaksanakan. Pada tahap
ketiga keesokan harinya yaitu pada hari Minggu, acara ini dinamakan Phu Kargem. Acara ini dimulai pada pukul 11.00 wib sampai dengan pukul 16.00 wib.
Acara ini dimulai dari Kuil dengan terlebih dahulu sembahyang memohon restu kepada Dewi Dhurga.
Setelah selesai, panitia beserta jemaat yang sudah berniat untuk cucuk lidah dan badan bahkan juga orang-orang yang ingin menyaksikan upacara ini,
berjalan dari Kuil menuju sungai Deli. Dari Kuil, para ibu-ibu yang sudah ditentukan oleh panitia membawa sesajen yang dibawa jemaat sebagai
persembahan mereka kepada Dewi Dhurga. Selama upacara ini berlangsung, orang-orang yang mengiringi upacara ini tidak boleh memakai sandal dan sepatu.
Hal ini sebagai syarat pada upacara ini, dan juga mereka meyakini bahwa orang yang memakai sendal dan sepatu merasa tidak menghormati Dewi Dhurga.
Dan juga para wanita yang sedang mens tidak boleh mendekati acara ini selama upacara itu berlangsung karena mereka menganggap hal itu tidaklah bersih dan
suci. Saat berlangsungnya upacara ini, panitia juga mendatangkan mobil
pemadam guna untuk mengiringi upacara ini supaya terlebih dahulu menyirami pasar supaya ketika berjalan kaki tidak kepanasan karena pada saat berjalan
Universitas Sumatera Utara
menuju sungai cuaca pad saat itu sangatlah panas. Selama diperjalanan, pemain musik ensamble Urumee Melam juga mengiringi para jemaat yang berjalan
menuju sungai Deli. Mereka memainkan musik dengan atraktif dan semangat. Sesampainya di sungai Deli, panitia, Guru kal, dan pendeta kembali
merangkai bunga dan daun nimi untuk membuat Dewi Dhurga. Mereka terlebih dahulu sudah mempersiapkan bahan-bahan tersebut dari Kuil. Setelah semua
selesai, jemaat yang sudah berniat dan jemaat yang sudah berpuasa dicelupkan ke dalam sungai Deli guna untuk membersihkan diri dan mereka meyakini hal ini
untuk membuang segala jenis penyakit dan segala yang sial selama mereka hidup. Selanjutnya, jemaat yang sudah berniat kepada Dewi Dhurga
dipersiapkan oleh Guru Kal dan membacakan mantra bagi mereka guna untuk memberkati mereka ketika upacara cucuk lidah dan badan berlangsung. Jemaat
yang berniat 108 cucukan di badannya terlebih dahulu dibuat bhiputi oleh Guru Kal ke badannya guna untuk pertahanan badan supaya tidak ada gangguan.
Sebelum acara cucuk badan dan lidah dimulai, Guru Kal terlebih dahulu mendoakan sesajen untuk dibawa arak-arakan oleh para ibu-ibu yang sudah
ditentukan oleh panitia. Para ibu yang ditugaskan membawa sesajen itu juga mencelupkan dirinya ke dalam sungai Deli. Sesudah selesai, acara cucuk badan
dan lidah dilanjutkan oleh Guru Kal bersama panitia. Saat acara itu berlangsung, ada jemaat yang wanita yang kemasukan sebanyak dua orang secara bergantian
ketika mantra kepada Dewi Dhurga dinyanyikan. Kemudian, setelah acara cucuk selesai, para jemaat, panitia dan orang-
orang yang yang menyaksikan upacara itu berjalan kembali dengan rute yang sama untuk kembali ke Kuil. Disepanjang perjalanan juga, para pemusik ensamble
Universitas Sumatera Utara
Urumee Melam juga memainkan musiknya dengan atraktifnya sebagai pemujaan mereka atas kemenangan Dewi Dhurga berperang melawan maut dan segala
kejahatan yang sudah menimpa umatNya selama mereka hidup, dan juga yang sudah meyelamatkan semua umatNya dari kematian karena penyakit.
Setelah tiba di Kuil, mereka kembali sembahyang untuk memuja Dewi Dhurga untuk mengucapkan syukur mereka atas kemenangan Dewi Dhurga
melawan maut dan juga disambut dengan iringan musik atas kepulangan Dewi Dhurga ke Kuil. Selanjutnya, Pendeta mencabut semua besi dan gancu dari badan
dan lidah jemaat yang berniat tersebut. Setelah selesai, semua jemaat makan siang bersama di Wisma yang berada di dekat Kuil.
Setelah itu, jemaat kembali pulang kerumahnya masing-masing. Dan selama dua hari mereka beristrahat dirumah masing-masing dan melanjutkan
acara kembali pada hari selasa, yaitu acara syukuran pemotongan kambing sebanyak 31 ekor sebagai kurban untuk dipersembahkan terlebih dahulu kepada
Dewi Dhurga atas semua jasa dan kemenangannya berperang melawan kekuatan gaib selama upacara Adhi Tiruwila dilaksanakan dan berlangsung dengan baik.
Acara ini sangatlah tragis dan membuat masyarakat setempat dan jemaat yang menyaksikan acara ini merasa takut, karena cara pemotongan kambing
tersebut seperti tidak berprikemanusiaan. Cara mereka memotong kambing tersebut adalah dengan cara memenggal sekali kepala kambing dengan samurai
dan kepala kambing itu langsung putus. Setelah selesai acara itu, mereka makan siang bersama di wisma tersebut.
Kemudian setelah selesai makan bersama, mereka pulang kerumah masing- masing. Tujuan upacara Adhi Tiruwila adalah untuk memuja dan menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
hati Dewi Dhurga yang sudah berhasil memohon kepada Dewa untuk tidak menurunkan penyakit yang dapat membahayakan dan membuat orang meninggal
pada masa lampau karena penyakit kolera dan cacar.
3.4.1 Tahap Persiapan Upacara
Tahap persiapan yang dimaksud adalah persiapan-persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan upacara. Para jemaat terlebih dahulu
mempersiapkan segala bahan-bahan yang dibutuhkan pada masa berlangsungnya upacara yaitu sebulan sebelum upacara dilaksanakan. Dan juga para panitia sudah
mempersiapkan dana untuk mendukung jalannya upacara pada saat hari”H”. Pelaksanaan upacara Adhi Tiruwila pada tahun 2010 yang menjadi objek
penulisan skripsi ini dilaksanakan pada tanggal 13 sampai dengan 15 Agustus. Adapun persiapan pelaksanaan upacara ini telah berlangsung sebulan sebelum
upacara dilaksanakan. Dalam masa persiapan ini, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dilakukan yaitu:
1. Umat yang sudah ber-nazar atau ber-niat, harus puasa selama 1 bulan
atau maksimal 21 hari lamanya dan harus tinggal di Kuil dan tidak boleh pulang ke rumah sebelum upacara selesai dilaksanakan. Mereka
juga tidak boleh memakan makanan yang berbau amis, karena umat Hindu menganggap makanan yang berbau amis tidak suci. Dan selama
mereka tinggal di Kuil, mereka juga harus rutin untuk bersembahyang dan juga ikut membersihkan Kuil.
2. Bagi kaum wanita tidak diijinkan ikut berpuasa selagi waktu mens. Hal
ini juga mereka anggap tidak suci. Hal ini mereka lakukan karena umat Hindu yang sudah terkabul doanya atas permohonan yang dinyatakan
Universitas Sumatera Utara
kepada Tuhan mereka, sehingga bagi yang sudah menerima berkat itu mempersembahkan hidupnya sebagai ucapan rasa syukur kepada Dewi
Dhurga. Inilah yang membuat mereka untuk berterimakasih dan membuat nazar atau niat yaitu upacara cucuk lidah dan badan yang
berbeda-beda, sesuai dengan niat yang mereka minta sebelum doa mereka di kabulkan yaitu ada yang 108, 3, 10, dan sebagainya.
3. Mempersiapkan sesajen, kendi yang sudah di hias dengan benang
nilon, memasang hiasan kuil, membuat penjor, kelapa muda yang sudah dibersihkan, bunga, daun-daunan dan lain sebagainya.
Adapun hal yang melatarbelakangi upacara adalah disebabkan karena adanya rasa syukur dan kekaguman umat Hindu Tamil pada masa lampau kepada
Dewi Dhurga sebagai Dewi yang sudah berjasa melawan keangkara maut dan penyakit supaya pada masa lampau penyakit itu tidak diturunkan kepada umat
Hindu, karena penyakit cacar dan kolera dapat menyebabkan kematian. Hal inilah yang menyebabkan umat Hindu Tamil merayakan upacara ini yang bertujuan
untuk menyenangkan hati nenek mereka Dewi Dhurga. Kemudian permohonan yang dilakukan Dewi Dhurga kepada Tuhan
dikabulkan, maka mereka membuat perayaan ini sebagai ungkapan syukur mereka kepada Dewi Dhurga. Dikatakan upacara Adhi Tiruwila karena pengertian Adhi
yaitu Bulan dan Tiruwila adalah panas. Maka Adhi Tiruwila adalah bulan panas yang mereka anggap karena banyak para umat pada masa lampau terkena penyakit
yang dapat mematikan masyarakat terutama penyakit cacar dan kolera. Hal inilah yang menyebabkan umat Hindu Tamil ini menyediakan bubur pada saat upacara
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan karena bubur bagi mereka dapat mendinginkan suasana yang panas pada masa lampau.
3.5 Fungsi Puja Dewi Dhurga Dalam Upacara Adhi Tiruwila
Berbicara tentang fungsi, Merriam 1964:219-226 mengemukakan sepuluh fungsi musik, antara lain: 1 fungsi pengungkapan emosional, 2 fungsi
perlambangan, 3 fungsi komunikasi, 4 fungsi kesinambungan kebudayaan, 5 fungsi pengesahan upacara agama, 6 fungsi pengintegrasian masyarakat, 7
fungsi hiburan, 8 fungsi reaksi jasmani, 9 fungsi penghayatan estetika, 10 fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial.
Jika dilihat dari eksistensi Puja Dewi Dhurga, penulis menemukan 7 fungsi yang terdapat pada penyajian Puja Dewi Dhurga yaitu: 1 fungsi
pengungkapan emosional, 2 fungsi perlambangan, 3 fungsi komunikasi, 4 fungsi kesinambungan kebudayaan, 5 fungsi pengesahan lembaga sosial dan
upacara keagamaan, 6 fungsi pengintegrasian masyarakat, 7 fungsi hiburan.
3.5.1 Fungsi Pengungkapan Emosional
Sebagaimana dikemukakan oleh Merriam, fungsi mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan rasaemosi para penyanyi yang dapat
menimbulkan rasa emosi pada para pendengarnya, termasuk rasa sedih, rasa rindu dan lain-lain. Bahwa melalui musik dapat diekspresikan ide dan emosi-emosi
yang tidak dapat ditampakkan pembicaraan biasa karena adanya norma-norma tertentu yang berlaku pada suatu masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini dapat dilihat dari contoh teks Puja Dewi Dhurga yang merupakan pengungkapan emosional.
Swarnagauri yey namaha Satyayin yey namaha
Batra yey namaha Haymawat yey namaha
Iswari yey namaha Sivapriya yey namaha
Bawa ba yey namaha Abarna yey namaha
Artinya: Ya Hyang Widhi yang menguasai ketiga dunia ini, yang maha suci sumber segala kehidupan, sumber segala cahaya, semoga Hyang Widhi
melimpahkan penerangan sinar cahaya-Nya yang maha suci kepada hati nurani kita.
Dari uraian teks Puja Dewi Dhurga ini mengungkapkan perasaan Sanghyang Widhi adalah sumber segala kehidupan. Disini umat memuji Tuhan
sebagai yang suci dan tidak bernoda, tunggal tidak ada yang kedua. Selanjutnya dari teks di atas juga ada pengungkapan makna yang tersirat bahwa manusia
adalah makhluk yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kekuasaannya.
3.5.2 Fungsi Perlambangan
Merriam 1964:225 menyatakan, bahwa musik berfungsi sebagai lambang dari hal-hal, ide-ide, tingkah laku yang terdapat pada semua masyarakat.
Demikian pula pada umat Hindu Tamil, Puja Dewi Dhurga merupakan perlambangan dari hal-hal, ide-ide serta tingkah laku umat Hindu kepada Ida
Sanghyang Widhi. Pada saat akan menyanyikan Puja Dewi Dhurga oleh Guru kal melalui mantra yang diucapkan, umat terlebih dahulu mengambil sikap asana
tenang.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini merupakan lambang bahwa semua umat melakukannya untuk menenangkan pikiran dan memusatkan perhatian kehadapan Ida Sanghyang
Widhi, sehingga pada saat mendengarkan Puja Dewi Dhurga penjiwaannya benar- benar terpancar dari umat yang hadir. Bentuk perlambangan yang lain terdapat
pada Puja Dewi Dhurga yaitu pernyataan diri atau suatu pengakuan diri umat bahwa sebagai manusia adalah hina. Untuk itu mohon kehadapan Ida Sanghyang
Widhi agar semuanya itu dapat dibersihkan dan disucikan.
3.5.3 Fungsi Komunikasi
Fungsi ini jelas terlihat dalam pelaksanaan persembahyangan, dimana Puja Dewi Dhurga adalah merupakan media pemujaan umat Hindu Tamil kepada
Ida Sanghyang Widhi. Karena dalam persembahyangan dua hal penting yaitu pertama: bahwa penyembah yakin bahwa yang disembahnya itu ada yaitu Ia yang
Maha Kuasa yang menguasai segala-galanya serta bersifat maha pengasih, maha bijaksana, dan sebagainya. Kedua adalah pernyataan bahwa penyembah
menyadari akan kelemahan dan keterbatasan dirinya. Dari kedua pernyataan penyembah terhadap yang disembahnya tersebut
melahirkan isi sembahyang itu ada dua hal yaitu: 1 berupa pujian dan pujaan untuk mengagungkan kemahakuasaan Tuhan, 2 berupa permohonan-
permohonan, seperti permohonan keselamatan, permohonan panjang umur, permohonan agar dibebaskan dari segala dosa-dosa, dan sebagainya.
Hubungan antara pujaan dengan permohonan itu adalah berupa ucapan terimakasih dan konsentrasi. Pemujaan kepada Ida Sanghyang Widhi tercermin
dari teks Puja Dewi Dhurga. Selanjutnya permohonan maaf umat kepada Ida
Universitas Sumatera Utara
Sanghyang Widhi. Segala dosa yang kita perbuat mulai dari pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani agar diampuni.
3.5.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
Musik dapat digunakan sebagai wahana pengajaran adat yang menjamin kesinambungan dan stabilitas kebudayaan sampai generasi penerus. Pada
dasarnya, Puja Dewi Dhurga berfungsi sebagai sarana pendidikan karena mulai diajarkan pada saat seorang anak sudah mengenali orangtuanya kira-kira usi 2
tahun. Mula-mula diajarkan secara oral kata demi kata, dan kemudian setelah sang anak bersekolah dan dapat menyanyikan serta memahaminya.
Bila Puja Dewi Dhurga dinyanyikan dirumah pada saat bersembahyang, umat Hindu cukup menyanyikan denagn suara yang pelan dan mungkin tidak
terdengar oleh orang lain. Tetapi setiap melakukan persembahyangan bersama di Kuil baik pada hari-hari besar keagamaan maupun hari-hari suci, Puja Dewi
Dhurga selalu dinyanyikan dengan jelas. Hal ini menyebabkan adanya kesinambungan dari Puja Dewi Dhurga
tersebut, karena telah diajarkan dari anak-anak dan terus dinyanyikan hingga dewasa dan dan menjadi tua. Dengan demikian akan melanjutkan kesinambungan
kebudayaan itu sampai pada generasi yang berikutnya. Demikian seterusnya budaya itu tetap hidup sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya.
3.5.5 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan
Menurut Guru Kal dan Pendeta agama Hindu yang memimpin upacara Adhi Tiruwila tersebut bahwa tidak pernah persembahyangan dilakukan tanpa
menyanyikan Puja Dewi Dhurga. Lebih jauh dalam kesempatan yang sama, dikatakan bahwa upacara keagamaan dan persembahyangan adalah dua hal yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan upacara tidak sah apabila tidak dilaksanakan persembahyangan bersama setelah penyucian Kuil selesai
dilaksanakan. 3.5.6 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
Dengan menyanyikan Puja Dewi
Dhurga dalam pelaksanaan
persembahyangan pada upacara Adhi Truwila ini, menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan di antara seluruh umat Hindu Tamil. Hal ini terjadi karena Puja
Dewi Dhurga adalah merupakan bagian dari diri umat sendiri dan untuk mengantarkan keinginan bersama dari seluruh umat Hindu Tamil.
3.5.7 Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan yang dimaksud adalah ditinjau dari segi rohani yaitu setelah umat meminta ampun kepada Ida Sanghyang Widhi, agar dosa dan
kesalahan yang diperbuat mendapat pengampunan. Setelah menyanyikan Puja Dewi Dhurga maupun setelah melakukan serangkaian upacara tersebut, hati umat
mendapat ketentraman, kesejukan, sekaligus memperkuat hati yang lemah, oleh karena keyakinan umat bahwa kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat selama
ini mendapat pengampunan dari Ida Sanghyang Widhi. Dari uraian tersebut, upacara Adhi Tiruwila setiap harinya selesai pukul
23.30 WIB. Upacara Adhi Tiruwila berlangsung selama tiga hari yaitu mulai dari hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Dan diakhiri dengan pemotongan kambing sebagai
kurban kepada Dewi Dhurga yang sudah berjasa dan sebagai penghancur keangkara bagi umat Hindu Tamil.
3.6 Puja Dan Doa Dalam Melaksanakan Persembahyangan
Universitas Sumatera Utara
Secara etimologi, kata sembahyang berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu kata sembah dan hyang. Sembah artinya menghormat, takhluk, menghamba dan
memohon, hyang berarti Sanghyang Widhi. Jadi sembahyang berarti menghamba atau menghormat kehadapan Sanghyang Widhi untuk memohon kesucian diri.
Di dalam ajaran agama Hindu, sembahyang adalah wujud nyata kegiatan beragama dengan tujuan untuk mengagungkan kemahakuasaan Tuhan. Dan dalam
melakukan sembahyang umat Hindu menggunakan media berupa sarana-sarana seperti sesajen, ucapan-ucapan suci doa dan mantra, sikap diri, dan sikap batin.
Saat sembahyang seseorang dengan khusus meluangkan waktu, mengatur diri, mempersiapkan segala perlengkapan sembahyang dengan perasaan yang tulus
ikhlas tanpa mengikatkan diri pada hasilnya, karena disadari bahwa hasilnya secara langsung sudah ada pada aktifitas persembahyangan yang dilakukan.
Adapun maksud dan tujuan dari sembahyang adalah: 1.
Mohon kesucian jiwa Atma oleh sinar suci Ida Sanghyang Widhi untuk melenyapkan awidya kegelapan batin, melenyapkan adharma perbuatan
tidak baik serta peleburan dosa. 2.
Untuk mengagungkan kemahakuasaan Ida Sanghyang Widhi. Dengan tujuan tujuan untuk dapat menumbuhkan sikap tenang dan kreatif, tahan
uji tidak cepat putus asa dan jujur. 3.
Untuk memohon keselamatan, permohonan panjang umur, hormat, mengakui kelemahan dan keterbatasan.
4. Sebagai suatu usaha membalas hutang kepada Ida Sanghyang Widhi dan
sebagai ungkapan permohonan maaf lahir dan batin atas dosa yang dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan waktu untuk melaksanakan sembahyang pada saat upacara dasarnya adalah tiga kali sehari dengan mengucapkan
3.7 Puja Dewi Dhurga