yang  terdiri  dari  penduduk  laki-laki    2.510.325  jiwa  dan  penduduk  perempuan 2.411.880  jiwa.  Jumlah  penduduk  tersebut  telah  mengalami  kenaikan  bilamana
dibandingkan dengan penduduk pada tahun 2010 yang berjumlah 4.771.932 jiwa. Kondisi  ini  menyebabkan  tingginya  rata-rata  laju  pertumbuhan  penduduk
Kabupaten Bogor, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 sebesar  3,15  .  Laju  pertumbuhan  penduduk  terbesar  terdapat  di  Kecamatan
Gunung Putri sebesar 6,27, Kecamatan Bojonggede sebesar 5,86, Kecamatan Cileungsi sebesar 5,72 dan Kecamatan Cibinong sebesar 4,62 , Parung sebesar
4,22  ,Gunung  Sindur  sebesar  4,31  dan  Tajur  halang  sebesar  4,16. Pertambahan penduduk di tujuh kecamatan tersebut dapat dikatakan pesat karena
merupakan  pusat  pengembangan  usaha  industri  dan  permukiman.  Disana  cukup berkembang  beragam  jenis  usaha  industri  besar  maupun  sedang,  yang
menyebabkan  tingginya  migrasi  masuk  penduduk  dari  luar  kecamatan  sebagai tenaga kerja untuk bermukim di kecamatan setempat.
Data  sex  ratio  penduduk  Kabupaten  Bogor  adalah  sebesar  106,  artinya setiap  100  orang  perempuan  terdapat  106  orang  laki-laki.  Hampir  di  semua
kecamatan di  Kabupaten Bogor memiliki  sex ratio  diatas 1,  yang berarti  berlaku umum bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan  di  daerah  tersebut.  Namun  terdapat  satu  kecamatan  yang  nilai  sex rationya  dibawah  1,  yaitu  Kecamatan  Gunung  Putri  sebesar  0,99,  yang  artinya
setiap  100  orang  perempuan  terdapat  99  orang  laki-laki.  Hal  ini  disebabkan sebagai  daerah  pengembangan  usaha  industri  besar  dan  sedang,  tampaknya
menarik  minat  banyak  pekerja  wanita  untuk  bekerja  dan  bermukim  di  wilayah Kecamatan Gunung Putri.
4.4. Kondisi Perekonomian
Kondisi  ekonomi  Kabupaten  Bogor  pada  tahun  2011  relatif  stabil  bahkan mengalami  peningkatan  seiring  dengan  tumbuhnya  beberapa  sektor  penggerak
ekonomi dan membaiknya infrastruktur penunjang ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari pergerakan nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Pada tahun 2011,
PDRB  Kabupaten  Bogor  atas  dasar  harga  berlaku  mencapai  Rp.82,699  trilyun, lebih  tinggi  dari  nilai  PDRB  pada  tahun  2010  sebesar  Rp.  73,801  triliyun  atau
meningkat  12,06  ,  sedangkan  PDRB  berdasarkan  harga  konstan  mencapai  Rp. 34,379 triliyun, lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar Rp. 32,526 triliyun atau naik
5,70  .  Berdasarkan  data  tersebut  terlihat  bahwa  nilai  PDRB,  baik  berdasarkan harga  konstan  maupun  berdasarkan  harga  berlaku  mengalami  peningkatan
dibandingkan  dengan  tahun  2010.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  dari  sisi  makro, kondisi  ekonomi  Kabupaten  Bogor  relatif  meningkat,  yang  ditunjukkan  oleh
angka  laju  pertumbuhan  ekonomi  pada  tahun  2011  berdasarkan  harga  konstan sebesar  5,70  .  Kondisi  ini  sangat  dipengaruhi  oleh  tingkat  inflasi  tahun  2011
yang  cukup  rendah.  Sebagaimana  terlihat  dari    inflasi  nasional  sebesar  3,79  , inflasi  Jawa  Barat  sebesar  3,10  ,  sedangkan  tingkat  inflasi  di  Bogor  mencapai
2,85  ,  jauh  lebih  rendah  dibandingkan  inflasi  pada  tahun  2010,  yaitu  sebesar 6,79 .
4.5. Kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Bogor  dalam  Bidang
Pendapatan Daerah
Kebijakan  Pendapatan  Daerah  untuk  Tahun  Anggaran  2009  -  2013, senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.  Pendapatan  daerah  meliputi  semua  penerimaan  uang  melalui  rekening  kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah
daerah dalam satu tahun anggaran; 2.  Seluruh  pendapatan  daerah  dianggarkan  dalam  APBD  secara  bruto,  dalam
pengertian  bahwa  jumlah  pendapatan  yang  dianggarkan  tidak  boleh dikurangi  dengan  belanja  yang  digunakan  untuk  menghasilkan  pendapatan
danatau dikurangi dengan bagi hasil;
3.  Pendapatan daerah adalah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan dalam kurun waktu satu
tahun anggaran. Kebijakan  pendapatan  daerah  untuk  APBD  Tahun  Anggaran  2009  -2013
disesuaikan dengan kewenangannya, struktur pendapatan daerah dan asal sumber penerimaannya dapat dibagi berdasarkan 3 tiga kelompok, yaitu :
1.  Pendapatan  Asli  Daerah  yang  merupakan  hasil  penerimaan  dari  sumber- sumber  pendapatan  yang  berasal  dari  potensi  daerah  sesuai  dengan
kewenangan  yang  dimiliki  dalam  rangka  membiayai  urusan  rumah  tangga daerahnya.  Sedangkan  Kebijakan  pendapatan  asli  daerah  dilakukan  dalam
berbagai  upaya  yang  diarahkan  untuk  meningkatkan  pendapatan  daerah meliputi :
a.
Mengoptimalkan  Penerimaan  Pendapatan  Asli  Daerah  dengan  cara: membenahi  manajemen  data  penerimaan  PAD,  meningkatkan
penerimaan  pendapatan  non-konvensional,  melakukan  evaluasi  dan revisi  secara  berkala  peraturan  daerah  pajak  dan  retribusi  yang  perlu
disesuaikan,  menetapkan  target  penerimaan  berdasarkan  potensi penerimaan,  mengembangkan  kelembagaan  pengelolaan  keuangan
daerah sesuai dengan kebutuhan daerah;
b.
Menetapkan  sumber  pendapatan  daerah  unggulan  yang  bersifat  elastis terhadap perkembangan basis pungutannya dan less distortive terhadap
perekonomian.  Karena  PKB  dan  BBN-KB  akan  berkurang,  meskipun kontribusinya  besar  maka  perlu  dilakukan  optimalisasi  sumber
pendapatan asli daerah lainnya;
c.
Pemantapan  Kelembagaan  dan  Sistem  Operasional  Pemungutan Pendapatan Daerah;
d.
Peningkatan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi;
e.
Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah dengan  Pemerintah  Provinsi,  SKPD  Penghasil,  Kecamatan  dan  aparat
kepolisian;
f.
Mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah;
g.
Meningkatkan  pelayanan  dan  perlindungan  masyarakat  sebagai  upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah;
h.
Meningkatkan kualitas pengelolaan aset dan keuangan daerah.
2.  Dana Perimbangan  yaitu merupakan pendapatan  daerah  yang berasal  dari
APBN  yang  bertujuan  untuk  menutup  celah  fiscal  fiscal  gap  sebagai akibat selisih kebutuhan fiskal fiscal need dengan kapasitas fiskal fiscal
capacity.  Kebijakan  yang  akan  ditempuh  dalam  upaya  peningkatan pendapatan daerah dari Dana Perimbangan adalah sebagai berikut:
a.  Optimalisasi  intensifikasi  dan  ekstensifikasi,  Pajak  Orang  Pribadi
Dalam Negeri PPh OPDN, dan PPh Pasal 21; b.  Meningkatkan  akurasi  data  sumber  daya  alam  sebagai  dasar
perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan; c.  Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat dan kabupatenkota
dalam pelaksanaan Dana Perimbangan.
3.  Lain-lain  Pendapatan  Daerah  Yang  Sah  adalah  penerimaan  yang  berasal
dari  pihak  ketiga  dalam  hal  ini  meliputi  bagi  hasil  yang  diperoleh  dari pajak  pemerintah  provinsi,  dana  penyesuaian  otonomi  retribusi  dengan
pemerintah provinsi.
4.6. Struktur Satuan Kerja Perangkat Daerah 4.6.1. Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah