Analisis Sensitivitas METODOLOGI PENELITIAN
55 Tabel 9. Rekapitulasi Laju Fraksinasi Minyak Sereh Wangi pada Tekanan
Vakum 1 mmHg, 30 mmHg, dan 60 mmHg ~1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar
No. Perlakuan
Nama Fraksi Suhu atau T
C Perolehan Fraksi
Laju Fraksinasi
mlmenit
T Heat T Flask
T Head Volume
ml Waktu
menit
A. 1 mBar, dengan
nilai rata-rata 1.Fraksi - 1
117,12 103,24
55,17 698
133,7 5,22
2.Fraksi -2 127,81
113,63 64,05
255 75
3,40 3.Fraksi - 3
132,42 129,03
68,30 278
86,6 3,21
B. 40 mBar, dengan
nilai rata-rata 1.Fraksi - 1
155,00 123,42
109,47 538
112,33 4,81
2.Fraksi -2 187,12
157,57 128,37
250 85,67
2,92 3.Fraksi - 3
227,13 186,70
135,33 242
91,67 2,71
C. 80 mBar, dengan
nilai rata-rata 1.Fraksi - 1
239,10 192,29
124,90 564
825,50 3,09
2Fraksi -2 262,21
208,00 142,28
246 289,25
1,99 3.Fraksi - 3
287,99 236,83
148,60 261
105,80 1,85
Dari Tabel 9, dapat diketahui bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah laju fraksinasi yang dilakukan dengan tekanan vakum 1 mBar. Laju fraksinasi ini
penting sekali karena dapat dipakai sebagai dasar perhitungan efisiensi biaya
proses. Menurut Stichlmair, et al 1998, laju fraksinasi tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar disebabkan karena
makin kecil tekanan vakum yang digunakan dalam suatu proses, maka makin kecil pula tekanan parsialnya sehingga daya dorongnya driving force tinggi.
Akibatnya, laju fraksinasi menjadi lebih cepat, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah, Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori
tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan
kadar yang lebih tinggi, maka khusus untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6
menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang dibeli dari tempat yang sama. Pada perlakuan ulangan, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat dibanding
dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi, karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin besar daya hisap
terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang
56 lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada bahan baku yang sama,
Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan titik didih yang lebih
tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil. Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat
berarti antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat rata-rata pada setiap perlakuan, maka laju fraksinasi
yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80
mBar. Menurut Yoder et al 1980 di dalam Purwanto 1995, laju fraksinasi
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1. Sifat cairan
Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama, Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan
intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul,
2. Suhu Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang
diberikan, Peningkatan energy kinetik akibat kenaikan suhu akan mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu
yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan. 3. Luas area permukaan
Semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat, Dalam pemisahan komponen yang mudah menguap volatil, maka fraksinasi
harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik
didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan campuran komponen, yang dalam campuran uap akan
terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih mengandung banyak komponen dengan titik didih lebih
tinggi Slabaugh dan Parsons, 1976.