Neraca Energi HASIL DAN PEMBAHASAN
85 P = jumlah produk yang dihasilkan
T = waktu yang diperlukan untuk memproses produk yang bersangkutan Jadi kalau waktu T yang diperlukan makin kecil, sedangkan jumlah
produk yang dihasilkan tetap, maka efisiensi akan menjadi lebih besar. Untuk mendapatkan waktu proses yang singkat harus didukung oleh kinerja yang baik
dari semua komponen terkait. Selain hal tersebut di atas, menurut Stichlmair et al 1998, laju fraksinasi
tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar tersebut antara lain disebabkan karena makin kecil tekanan vakum yang
digunakan dalam suatu proses, berarti makin besar daya hisap pompa atau tekanan vakum yang digunakan untuk menarik fraksi-fraksi dari bahan yang sedang
diproses, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah. Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan
hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan kadar yang lebih tinggi, maka khusus
untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6 menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang
dibeli dari tempat yang sama, Pada perlakuan ulangan ini, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat
dibanding dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin
besar daya hisap terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada
bahan yang sama. Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan
titik didih yang lebih tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat berarti significant antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40
mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat dari rata – rata pada setiap perlakuan, maka laju
fraksinasi yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar,
86 kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar
dan yang terakhir adalah yang menggunakan tekanan vakum 80 mBar. Menurut Yoder et al 1980 dalam Purwanto 1995, laju fraksinasi
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1. Sifat cairan
Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan
intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul.
2. Suhu Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang
diberikan. Peningkatan energy kinetik akibat kenaikan suhu akan mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu
yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan, 3. Luas area permukaan
Penguapan adalah fenomena permukaan, semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat, Dalam pemisahan
komponen yang mudah menguap volatil, maka fraksinasi harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih
cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan
campuran komponen, yang dalam campuran uap akan terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih
mengandung banyak kom;ponen dengan titik didih lebih tinggi Slabaugh dan Parsons, 1976.
4. Refluks Pada proses fraksinasi ini, refluks ratio yang digunakan adalah 20 : 10, artinya
kuantitas kondensat yang dikembalikan ke kolom kuantitas refluks adalah 20 ml per satuan waktu terhadap 10 ml destilat yang diambil per satuan waktu.
Menurut Cook dan Cullen 1987, semakin tinggi nilai rasio refluks, maka semakin besar efisiensi proses pemisahan. Menurut Furniss et al, 1984,
peningkatan rasio refluks di atas nilai tertentu tidak akan menaikkan tingkat
87 pemisahan atau efisiensi kolom. Pada percobaan ini, refluks ratio yang dipakai
adalah 2010 karena berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, refluks ratio
yang paling efektif untuk fraksinasi Minyak Sereh Wangi adalah 2010. Proses refluks terjadi di dalam stillhead, refluksat mengalir turun dan dibawa
ke dalam bahan pengisi kolom dan tercampur dengan uap yang sedang naik. Hasil pencampuran refluksat dengan fase yang naik menyebabkan terjadinya
penukaran panas dan bahan. Bagian senyawa kurang volatil di dalam uap dikondensasi melalui panas yang dipindahkan oleh refluksat. Absorpsi panas
oleh refluksat dari uap yang naik menyebabkan penguapan sebagian kecil senyawa yang kontak menjadi fase uap dan kemudian terkondensasi menjadi
produk, sehingga produk yang diperoleh lebih mengandung banyak fraksi yang lebih mudah menguap lebih banyak. Secara umum dalam pemisahan dua jenis
cairan dengan titik didih yang berdekatan memerlukan kolom yang lebih panjang dan rasio refluks yang lebih besar Mellon, 1956.
Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa cara untuk menentukan kondisi proses fraksinasi yang terbaik untuk mendapatkan
produk dengan rendemen dan mutu tinggi adalah sebagai berikut : 1. Sebelum melakukan distilasi fraksinasi vakum, terlebih dahulu harus di
lakukan karakterisasi bahan dengan bantuan alat GC-MS, guna mengetahui berapa kandungan fraksi yang kita inginkan di dalam bahan yang akan dipakai
dalam proses ini, Hal ini penting untuk menentukan target jumlah destilat atau fraksi yang harus diperoleh jika dianggap seluruh fraksi yang bersangkutan
dapat seluruhnya terfraksi-nasi, Caranya dengan mengalikan kadar fraksi yang dikehendaki dan yang diperoleh melalui analisis GC-MS tersebut dengan
volume bahan pada setiap pengumpanan pada alat Distilasi Fraksinasi Vakum. 2. Melakukan fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum menggunakan
berbagai tekanan. Dalam hal ini dicoba dengan menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, serta reflux ratio 20 : 10. Hal-hal yang
perlu dijaga selama proses fraksinasi berlangsung adalah : suhu Head tidak melebihi titik didih dari masing-masing fraksi yang sedang difraksinasi karena
akan menyebabkan terbawanya fraksi-fraksi lain yang tidak dikehendaki sebagai kotoran atau empurities pada tekanan vakum 1 mBar, titik didih
88 Sitronelal = 44
C, Sitronelol = 66,4 C, dan Geraniol = 69,2
C. Hal ini penting, karena dapat mengganggu kemurnian dari fraksi yang akan dihasilkan.
Selain itu juga harus dijaga suhu heater dengan cara selalu mengawasi panas atau suhu dari heater melalui pengaturan onoff dari heater. Hal ini juga
penting karena selain dapat mempengaruhi suhu head juga dapat mematikan sistem komputer yang digunakan sebagai panel monitoringpengontrol jalannya
proses fraksinasi ini. 3. Setelah selesai percobaan ini, semua fraksi dari hasil proses fraksinasi ini
dihitung laju fraksinasinya lalu dibandingkan antara perlakuan dan ulangan percobaan, kemudian diambil rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui
model perlakuan yang paling efektif dalam menghasilkan rendemen yang dikehendaki. Hasil perhitungan atau analisis dari hasil percobaan ini
menunjukkan bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah yang dilakukan dengan menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar, Tabel 9.
4.10.Hasil Kajian Kelayakan Finansial 4.10.1.Pengembangan pabrik
Kajian kelayakan finansial untuk penerapan teknik fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan isolasi Sitronelal di industri diterapkan dalam rangka pengembangan
industri berbahan Minyak Sereh Wangi beserta produk turunannya yang sudah ada. Pabrik ini direncanakan dididirikandikembangkan di lokasi dekat dengan
sumber bahan, yaitu di daerah Subang atau Cileungsi, Jawa Barat.