Pengertian Metode Dakwah Pengertian Metode Dakwah

25 sebagai perkataan yang lembut. Ada beberapa pengertian Mauidloh Al-Hasanah menurut para ulama‟. Antara lain: a. Ahamad Mustofa Al-Marghi: “Mauidlotul hasanah adalah melalui dalil-dalil yang zhani meyakinkan yang melegakan bagi orang awam. Ini sasarannya adalah orang-orang awam. Materi yang disampaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka. 17 b. Iman Abdullah bin Ahmad An-Nasafi: “Maudloh Al-Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi dari mereka, bahwa engakau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al- Qur’an. 18 3. “Wa Jaadilhum billatii hiya Ahsan”, Secara bahasa kalimat Jaadala memiliki arti berdebat sedangkan bermujadalah adalah perdebatan. Secara istilah Al-Mujadalah dapat diartikan dengan Al-Hiwar atau tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergis, yang tidak menimbulkan permusuhan diantara keduanya . 19 Yakni, barang siapa yang membutuhkan dialog dan tukar pikiran, maka hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, lemah lembut, serta tutur kata yang sopan. 20 Hal ini sebagaimana juga disebutkan dalam firman Allah Swt dalam Qur‟an surat Al-Ankabut ayat 46 yang artinya “Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zhalim di antara mereka, dan ayat seterusnya. 17 Al-Wisnal Imam Zaidallah, Strategi Dakwah Dalam Pembentukan Dai dan Khalifah Profesional, Jakarta; Kalam Mufa, 2002, cet. Ke-2, hal.74. 18 Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996 hal. 37 19 Quraish sihab, Tafsir Al-Misbah, Tanggerang: Lentera Hati, 2000, cet. Ke-1, hal. 553 20 DR. Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh “Tafsir Ibnu Katsir jilid 5”, Kairo: Mu- assasah Daar al-Hilal Kairo, 1994, Cet. Ke-1, hal. 257 26 Maka dari kandungan surat An-Nahl ayat 125 dapat disimpulkan bahwa metode dakwah dalam Al-Quran ada 3 macam, antara lain: 1. Bilhikmah Kebijaksanaan 2. Walmauidloh Al-Hasanah Nasehat yang baik 3. Wa Jaadilhum billati Hiya Ahsan Berbantaha-bantahan dengan baik Dalam Aplikasinya, 3 metode dakwah haruslah sesuai dengan kondisi dan tingkat pemahaman masing-masing jamaahnya, agar dakwah dapat deterima mudah oleh semua kalangan. Selain 3 metode yang telah disebutkan di dalam Al-Quran surat An-Nahl, ada beberapa bentuk metode dakwah praktis yang dikemukakan oleh Asmuni Syukir, antara lain: 21 1. Metode ceramah retorika dakwah Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik berbicara seseorang Da‟iMuballigh pada suatu aktifitas dakwah. Ceramah ini dapat bersifat propaganda,kampanye, berpidato retorika, khutbah, sambutan, mengajar dan lain sebagainya. 2. Metode tanya-jawab Metode tanya-jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya obyek dakwah untuk menanyakan sesuatu yang btidak dimengerti kemudian dijawab langsung oleh pelaku dakwah. 21 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, hal. 104 27 3. Debat Mujadalah Mujadalah adalah salah satu metode dakwah yang pada dasarnya untuk mencari kemenangan, dalam arti menunujukkan kebenaran dan kehebatan Islam. Dengan kata lain debat mempertahankan pendapat dan idiologinya agar pendapat dan idiologinya dapat diakui kebenaran dan kehebatannya oleh lawan atau musuh orang lain. 4. Percakapan antar pribadi percakapan bebas Percakapan pribadi atau bisa disebut dengan individual confrence adalah percakapan bebas yang dilakukan oleh seorang Da‟i Muballigh dengan seseorang yang dijadikan sebagai sasaran dakwah. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya dalam mecapai keberhasilan dakwah. 5. Metode demonstrasi Berdakwah dengan cara memperlihatkan sesuatu contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan lain sebagainya. Artinya suatu metode dakwah, dimana seorang da‟i memperlihatkan sesuatu atau mementaskan sesuatu terhadap sasarannya massa, dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang diinginkan. 6. Metode dakwah Rasulullah Dakwah Rasulullah merupakan cara dakwah yang dilakukan Rasulullah dan memiliki pengaruh besar dalam sejarah perkembangan Islam, dalam membawa misi agamanya banyak menggunakan berbagai cara, antara lain: dakwah secara sembunyi-sembunyi, dakwah secara terang-terangan, politik pemerintah, surat menyurat, dan peperangan. 28 7. Pendidikan dan pengajaran agama Pendidikan dan pengajaran juga dapat dijadikan sarana penyampaian dakwah atau metode dakwah, hal ini sejalan dengan 2 sifat dakwah yaitu pembinaan melestarikan dan mebina agar tetap beriman dan pengembangan sasaran dakwah. 8. Mengunjungi rumah Silaturrohmihome visit Salah satu metode dakwah yang efektif adalah mengunjungi rumah-rumaha obyek dakwah atau istilah ini dikenal dengan Silaturrohmihome visit dimana kegiatan ini dapat mempererat tali persaudaraan antara manusia dan didalamnya bisa menyampaikan misi agama. 22

B. Unsur-unsur Dakwah

Dakwah dalam pelaksanaannya memiliki beberapa unsur, antara laian sebagai berikut: 1. Subyek Dakwah. Setiap manusia berkewajiban untuk menjalankan kegiatan dakwah, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah terhadap keburukan. 23 Manusia seluruhnya menjadi subyek dari dakwah, namun yang lebih utama adalah Da‟i yang benar-benar mengetahui hakikat dakwah secara utuh syariat Islam. Dakwah dijalankan dengan kesungguhan dan penuh 22 H. A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam,Jakarta: LP3NI, 1998 Hal..191 23 “ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagiaan dari mereka adalah adalah menjadi penolong bagi sebahagiaan yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. Q.S. At-Taubat :71 29 ikhlas. Tidak sedikit dari ayat-ayat dan hadits nabi yang menyinggung akan wajibnya setiap manusia menjalan dakwah. 2. Objek dakwah Objek dakwah adalah orang-orang yang akan menjadi sasaran dari kegiatan dakwah yang dijalankan, orang-orang yang menjadi dakwah sangat bervariasi, sehingga Da‟i sebagai subyek harus benar-benar hati- hati dalam menyampaikan dakwahnya, pandai dalam memilih cara atau metode dakwah, sehingga pelaku dakwah mengetahui betul siapa yang menjadi objek dakwahnya. 3. Materi dakwah Materi dakwah adalah pesan yang ingin disampaikan kepada objek dakwah masyarakat, bisa tentang Aqidah Islam, Syariat Islam, atau Akhlaq Islam. 24

C. Pondok Pesantren

1. Pengertian

Arti Pondok Pesantren secara bahasaberasal dari bahasa arab yaitu قدْنف yang memiliki arti hotel tempat bermalam, 25 sedangkan dalam bahasa Indonesia Pondok memiliki arti madrasah dan asrama tempat mengaji, belajar agama Islam. Adapun pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. 26 24 H. Endang Sayfuddin Anshari, Wawasan Islam,Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma Dan Sistem Nilai,Jakarta: Gema Insani, 2004, hal. 44-46 25 Hasbullah, Kapita Selekta Islam, Jakarta: Rajawali Press,1999, hal .40 26 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008 edisi keempat, hal. 1064 dan 1093 30 KH. Muhammad Idris Djauhari dalam bukunya mendifinisikan podok pesantren dengan sederhana, Pondok Pesantren berasal dari dua kata yakni pondok yang berarti “tempat tinggal” dan pesantren berasal dari kata “penyantrian” yang memiliki dua arti, yaitu: “tempat santri” dan “proses menjadikan santri” 27 “Pondok Pesantren merupakan pemukiman semacam kampus atau komplek tempat santri mencari ilmu dan beribadah, dengan Kyai sebagai tokoh sentralnya yang menjadi panutan para santri dalam kehidupan mereka sehari-hari ”. Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya santri tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan Kyai 28 Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. 29 Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan 27 KH. Muhammad Idris Djauhari, Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar di Dalamnya, Surabaya: Mutiara Press, hal. 02 28 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3S, 1983, hal. 49 29 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997, hal. 5 31 kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok asrama dalam pesantren tersebut. 30 Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, yang dimaksud dengan Pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dimana seorang pelajar menetap dalam asrama pondok dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai pusat lembaga dan menampung peserta didik santri, yang belajar untuk memperdalami suatu ilmu agama Islam.

2. Macam-macam bentuk Pondok Pesantren

Pada tahun 1979, Menteri Agama mengeluarkan peraturan No. 3 tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk Pondok Pesantren : a. Pondok Pesantren tipe A, yaitu Pondok Pesantren di mana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren dengan pengajarannya yang berlangsung secara tradisional. b. Pondok Pesantren tipe B, yaitu Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal madrasah dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren. c. Pondok Pesantren tipe C, yaitu Pondok Pesantren yang hanya merupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar madrasah atau sekolah umum dan kyai hanya merupakan pengawas dan pembina mental para santri tersebut. 30 Sudjono Prasodjo, Profil Pesantren, Jakarta: LP3S, 1982, hal. 6