60
karena lokasi penangkapan ikan menjadi pasti. Nelayan yang akan menangkap ikan tidak perlu lagi mencari fishing ground, tetapi langsung saja ke lokasi rumpon berada.
6.2. Rule of The Game dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berdasarkan
Peraturan Formal dan Informal
Kelembagaan non-pasar dalam artian kelembagaan sebagai aturan main dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu terdiri dari
kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Penelitian ini mengkaji kelembagaan dari demand side dan supply side, serta konflik yang terjadi dalam pengelolaan
sumberdaya ikan di Pelabuhanratu.
6.2.1. Demand Side
Kelembagaan non-pasar yang mengatur demand perikanan antara lain terkait pengaturan jumlah nelayan, jumlah alat tangkap, jumlah kapal, dan akses yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Berdasarkan data yang dari lapangan, diperoleh bahwa jumlah nelayan yang
beraktivitas di Perairan Pelabuhanratu pada tahun 2001-2007 mengalami peningkatan dan berfluktuasi dengan kecenderungan menurun pada tahun 2007-2010. Hal ini
dikarenakan belum adanya aturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang membatasi jumlah nelayan yang boleh beraktivitas di Perairan
Pelabuhanratu. Tabel 17. menunjukkan jumlah kapal dan nelayan yang beroperasi di Pelabuhanratu.
61
Tabel 17. Jumlah KapalPerahu Perikanan dan Jumlah Nelayan yang Beroperasi di PPNP Tahun 2001-2010
Tahun Jumlah KapalPerahu Perikanan Unit
Jumlah Nelayan Orang
2001 529 2.377
2002 452 2.519
2003 381 3.340
2004 530 3.439
2005 676 3.498
2006 798 4.363
2007 852 5.994
2008 646 3.900
2009 758 4.453
2010 837 4.474
Sumber: PPNP, 2011 Tahun 2012, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi bekerja sama dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu telah mengupayakan cara untuk menghindari
adanya nelayan liar yang beraktivitas di Pelabuhanratu melalui penerbitan kartu nelayan. Melalui adanya kartu ini diharapkan data nelayan yang keluar dan masuk
Perairan Pelabuhanratu jelas. Kartu ini juga dapat digunakan sebagai kartu pengenal jika nelayan berlabuh di pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia. Nelayan terlebih
dahulu mengisi Form Pendaftaran Kartu Nelayan yang disediakan di PPNP dan untuk memperoleh kartu nelayan ini tidak dipungut biaya.
Gambar 3. Kartu Nelayan di Pelabuhanratu
62
Berdasarkan Tabel 17 juga terlihat bahwa jumlah kapalperahu periode tahun 2001-2010 berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan. Undang-Undang
Perikanan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum ada yang membatasi jumlah kapal yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu.
Tabel 10 menunjukkan jumlah alat tangkap yang digunakan di Perairan Pelabuhanratu. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa jumlah alat tangkap pada
periode tahun 2001-2007 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Sedangkan pada periode tahun 2007-2010 jumlah alat tangkap mengalami penurunan. Penurunan
jumlah alat tangkap ini mungkin dikarenakan sebagian nelayan telah mengalihkan alat tangkapnya menjadi rumpon. Rumpon dinilai merupakan alat tangkap yang lebih
menguntungkan dan ramah lingkungan. Kapalperahu dan nelayan yang beroperasi di Pelabuhanratu berasal dari
dalam dan luar daerah seperti Ambon dan Cilacap. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang berasal dari Pelabuhanratu, kapal besar dari luar seperti Sibolga
sering mengganggu aktivitas nelayan lokal. Nelayan lokal berpendapat bahwa datangnya Kapal Sibolga ke daerah Perairan Pelabuhanratu telah mematikan pasar
lokal. Nelayan lokal juga mengatakan bahwa kapal-kapal Sibolga menggunakan alat tangkap pukat harimau yang pada dasarnya tidak diperbolehkan beroperasi di
Perairan Pelabuhanratu. Tidak adanya pembatasan akses ini mengakibatkan jumlah ikan di Perairan Pelabuhanratu akan lebih cepat habis bahkan punah.
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 7 butir c,f,g mengatur tentang jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia; jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan
63
ikan; dan jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan yang diperbolehkan dioperasikan di wilayah perikanan Indonesia. Namun, sampai saat ini
belum ada petunjuk pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Tidak ada pengaturan tentang jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan di perairan Indonesia baik dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Secara lengkap kelembagaan yang mengatur demand perikanan dan kondisi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 18.
Dapat dilihat bahwa belum ada kelembagaan yang mengatur tentang jumlah nelayan dan akses yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Kelembagaan yang
mengatur tentang alat tangkap dan kapal tidak secara jelas mengatur jumlah alat tangkap dan jumlah kapal yang boleh beroperasi.
Tabel 18. Kelembagaan dalam Mengatur Demand Sumberdaya Ikan di
Pelabuhanratu
Peraturan Instrumen
Kondisi Saat Ini Keterangan
Undang-Undang No. 45 Tahun 2009
tentang Perikanan Pasal 7, butir:
f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan
Jumlah alat tangkap menurun
Penurunan jumlah alat tangkap karena
sebagian alat tangkap dialihkan menjadi
rumpon g. jenis, ukuran, dan penempatan
alat bantu penangkapan ikan k. sistem pemantauan kapal
perikanan Jumlah kapal
meningkat Tidak adanya
pembatasan jumlah kapal yang boleh
beroprasi di Pelabuhanratu
Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI No.PER.03MEN2
009 tentang Penangkapan Ikan
danatau Pengangkutan Ikan
di Laut Lepas Menteri Kelautan
dan Perikanan RI Pasal 7
Jenis-jenis alat penangkapan ikan yang dipergunakan di laut
lepas mengacu pada ketentuan masing-masing organisasi
pengelolaan perikanan regional Jumlah alat tangkap
menurun Pemerintah
Kabupaten Sukabumi lebih
menyarankan penggunaan rumpon
sehingga alat tangkap mulai
berkurang menurut jenisnya
Sumber: Data sekunder 2012, diolah
64
6.2.2. Supply Side