Latar Belakang Feasibility Effort of Fisheries in North Halmahera Regency

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan memiliki keunggulan komparatif dan peluang pemanfaatan yang besar dibandingkan dengan sektor- sektor lainnya. Setidaknya ada tujuh alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun Numberi 2009, yaitu: 1 Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas, 2 Indonesia memiliki daya saing competitive advantage yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya, 3 Industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan backward and forward linkage yang kuat dengan industri-industri lainnya, 4 Sumberdaya di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui renewable resources sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif, 5 Investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan dalam Incremental Capital Output Ratio ICOR yang rendah 3,4. 6 Daya serap tenaga kerja industri kelautan dan perikanan cukup tinggi, 7 Industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar. Keunggulan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan memiliki prospek menjanjikan dengan terus meningkatnya permintaan dunia. Dari tahun ke tahun kebutuhan dunia akan sumberdaya perikanan terus meningkat, sebagai bahan pangan, olahan tepung dan minyak ikan dan obat-obatan. Menurut Food and Agricultural Organization FAO 2002, produksi ikan dunia pada tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton dan Asian Development Bank ADB tahun 2002 melaporkan permintaan ikan di Asia diprediksi meningkat 69 juta ton pada tahun 2010 atau setara 60 dari total permintaan ikan dunia. Sumberdaya ikan laut merupakan asset bangsa yang harus harus dimanfaatkan secara bijaksana. Meskipun sumberdaya tersebut bersifat pulih renewable, namun tingkat kecepatan pemulihannya dapat saja tidak seimbang dengan laju pemanfaatannya. Status pemanfaatan yang berkelebihan terjadi bila jumlah ikan yang tertangkap telah melebihi kemampuan sumberdaya ikan untuk melakukan rekruitmen. Bila upaya penangkapan tidak didata dengan baik, maka intensitas penangkapan terus meningkat, penurunan produksi tangkapan per upaya akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak sumberdaya ikan dan lingkungan. Kondisi ini lebih secara biologi biological overfishing. Sasaran pembangunan perikanan antara lain adalah memaksimalkan tangkapan dengan upaya optimal. Disisi lain, penurunan produksi ini akan menurunkan penerimaan dan pendapatan nelayan sehingga mungkin saja akan mengalami kerugian ekonomi economi overfishing yang berarti bahwa investasi yang ditanam melebihi biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tangkapan maksimal. Produktivitas yang rendah pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya ketrampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat maupun armada penangkapan yang sederhana, sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan alat tangkap dan armada penangkapan belum optimal. Keadaan ini mempengaruhi tingkat penerimaan dan tingkat kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan penerimaan dan pendapatan dari perikanan skala besar. Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani 1998, dapat dilakukan melalui aspek “bio-technico-sosio-economi-approaach”. Oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu : 1 bila ditinjau dari biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya, 2. Secara teknis efektif digunakan, 3 segi social dapat diterima masyarakat nelayan, 4 secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan serta satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya perizinan dari pemerintah. Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial. Kabupaten Halmahera Utara memiliki potensi lestari sumber daya perikanan sekitar 148.473,8 tontahun dan potensi lestari maksimum sustainable yield MSY sebesar 86.660,6 tontahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 tontahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 tontahun Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2007. Potensi kelautan dan perikanan Kabupaten Halmahera Utara merupakan modal bagi pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun sayangnya, potensi tersebut belum digarap secara serius dan optimal. Terbukti dengan masih rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan dari potensi yang ada. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2007, pemanfaatan sumberdaya perikanan laut baru sebesar 13,13 dari potensi MSY atau setara 11.799,33 tontahun. Hal ini disebabkan sebagian besar nelayan di Halmahera Utara termasuk kategori skala kecil dengan karakteristik: teknologi penangkapan tradisional, keterampilan masih terbatas, dukungan permodalaninvestasi dan manajemen usaha masih sangat tidak memadai. Potensi sumberdaya perikanan cukup melimpah dengan tingkat pemanfaatan masih rendah merupakan peluang bagi pengembangan skala usaha perikanan tangkap. Pengembangan skala usaha perikanan tangkap dapat dilakukan melalui introduksi teknologi alat tangkap. Dari introduksi teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan pendapatan nelayan, serta transfer teknologi. Usaha perikanan tangkap yang perlu dikembangkan menurut Monintja 1987, adalah unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan nelayan yang memadai, memiliki produktivitas tinggi dan dari segi biologi tidak merusak kelestarian sumber daya. Unit penangkapan ikan modern yang menyerap banyak tenaga kerja dan memiliki produktivitas tinggi, serta mulai berkembang di Tobelo Halmahera Utara adalah mini purse seine yang dikenal dengan nama pajeko. Unit penangkapan pajeko mulai diperkenalkan di Tobelo oleh nelayan Sangihe dan Bitung Sulawesi Utara pada awal tahun 2000. Alat tangkap ini terus berkembang dan beradaptasi dengan nelayan Halmahera Utara. Pada saat sekarang, berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2008 tercatat ada 23 pajeko yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Utara dengan berbagai ukuran, yaitu antara 3 – 10 GT. Meskipun jumlahnya masih relatif sedikit namun keberadaan alat tangkap ini telah memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi perikanan dan penyerapan tenaga kerja di Halmahera Utara. Oleh karena itu, usaha perikanan tangkap pajeko memiliki potensi untuk terus dikembangkan secara berkelanjutan dan berbasis lokalitas. Bertolak dari uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa keberadaan dan perkembangan usaha perikanan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji secara kritis atas pertanyaan bagaimana kondisi keragaan unit penangkapan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara dan sejauh mana kelayakan usaha perikanan pajeko berdasarkan ukuran 5 GT dan 7-10 GT. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi secara akurat mengenai kelayakan usaha perikanan pajeko sehingga berguna bagi pengembangan usaha perikanan tangkap dan menarik minat investor di bidang perikanan laut di Kabupaten Halmahera Utara.

1.2 Kerangka Pemikiran