Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

2.2 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil sekitar 85, dan hanya 15 dilakukan oleh perikanan skala besar. Struktur armada perikanan tangkap didominasi oleh perahu tanpa motor sekitar 50, perahu motor tempel 26 dan kapal motor 24. Armada kapal motor ini didominasi oleh kapal motor berukuran dibawah 5 GT sekitar 72, kapal motor berukuran 5 – 10 GT sekitar 14 dan kapal motor berukuran diatas 10 GT berkisar 14 Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005. Dominasi jumlah armada dibawah 10 GT memperlihatkan perikanan skala kecil sangat berperan dalam perikanan nasional. Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penerapan teknologi alat penangkapan ikan yang yang baik Bahari 1989. Selain itu, pengembangan usaha perikanan tangkap setidaknya harus memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut: 1 potensi dan penyebaran sumberdaya ikan; 2 jenis dan jumlah unit penangkapan ikan termasuk fasilitas penanganan dan pendaratan ikan; 3 nelayan dan kelembagaan; 4 pemasaran dan rente ekonomi sumberdaya ikan; dan 5 kelestarian sumberdaya ikan Kesteven 1973; Charles 2001. Penerapan dan seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani 1988, dapat dilakukan melalui pengkajian pada aspek “bio-technico-socio-economi-approach” oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang dikembangkan, yaitu 1 jika ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumber daya, 2 secara teknis efektif digunakan, 3 secara sosial dapat diterima masyarakat nelayan dan 4 secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan. Ada lima syarat untuk pengembangan teknologi penangkapan ikan menurut Martasuganda et al. 2002, yaitu: 1 menyediakan kesempatan kerja yang banyak; 2 menjamin pendapatan yang memadai bagi tenaga kerja atau nelayan; 3 menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; 4 menempatkan jenis ikan komoditas ekspor atau jenis yang bisa di ekspor; dan 5 tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan. Apabila pengembangan usaha perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada penyerapan tenaga kerja, maka menurut Monintja 1987, teknologi yang perlu dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dengan pendapatan nelayan yang memadai. Selain itu juga unit yang dipilih adalah unit penangkapan yang mempunyai produktivitas tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan aspek biologis dan ekonomisnya. Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan Halmahera Utara adalah pancing ulur, rawai, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, huhate, bubu dan purse seine pajeko. Umumnya tingkat teknologi penangkapan yang dipergunakan tersebut masih relatif sederhana dan ukuran armadanya tidak berskala besar menggunakan perahu layartanpa motor kecuali untuk unit penangkapan pajeko Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2008. Kondisi terbatasnya teknologi dan permodalan usaha perikanan tangkap telah menyebabkan tingkat produktivitas nelayan setempat menjadi rendah. Oleh karena itu, pengembangan skala usaha perikanan tangkap melalui unit penangkapan pajeko diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil perikanan tangkap dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.

2.3 Potensi Sumberdaya Ikan