Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

23 Ketinggian yang optimal untuk tanaman paprika rata-rata berkisar 700 - 1.500 m dpl, dalam ketinggian tersebut suhu udara dan kelembabannya sangat baik. Namun kemudian tidak menutup kemungkinan paprika dapat ditanam di dataran rendah dengan sistem rumah kaca yang terkontrol atau naungan plastik untuk menghindari teriknya sinar matahari yang berlebihan. Untuk daerah Jawa banyak ditanam di daerah Dieng, Puncak dan Lembang, Tawangmangu, dan Malang. Tanaman paprika memerlukan kondisi tanah yang subur, gembur, drainase baik, bebas dari hematoda, bakteri dan cendawan. Penanaman dapat dilakukan pada dataran tinggi dan dataran rendah. Paprika banyak tumbuh pada banyak jenis tanah, dari pasir sampai liat berat dan yang paling baik adalah pada tanah lempung berpasir. Ukuran pH tanah yang cocok untuk paprika berkisar 5,5-6,5 Iman, 1996 dalam Kartikasari, 2006.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini akan dianalisis pendapatan usahatani dan kelayakan finansial usahatani paprika. Beberapa penelitian yang meneliti tentang pendapatan usahatani paprika antara lain Nadhwatunnaja 2008 yang menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-daktor yang memepengaruhi produksi paprika hidroponik di desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung serta Ningsih 2005 yang menganalisis usahatani hidroponik paprika di desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Kedua penelitian tersebut sama-sama menggunakan analisis pendapatan dan RC rasio untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani di lokasi penelitian. Namun luasan lahan yang digunakan berbeda dimana Nadhwatunnaja 2008 mengkonversi luasan lahan ke dalam luas greenhouse 1000 m 2 sementara Ningsih 2005 mengkonversi luasan lahan ke dalam luasan 300 m 2 . Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut juga berbeda dimana nilai RC atas biaya total dalam penelitian Nadhwatunnaja 2008 adalah 1,21 sementara hasil penelitian Ningsih menunjukkan nilai RC 1,9 untuk petani dengan luas lahan rumah plastik yang dimiliki lebih kecil dari 1900 m 2 dan 1,8 untuk petani dengan luas lahan rumah plastik yang dimiliki lebih besar dari 1900 m 2 . 24 Kedua penelitian tersebut sama-sama menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Bandung menguntungkan dan efisien untuk dilakukan karena hasil RC yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut lebih dari satu. Keuntungan yang diperoleh dapat dilihat dari penerimaan yang lebih besar dari biaya total. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terdapat pada objek penelitian dan analisis perhitungan pendapatannya yang menggunakan analisis usahatani yang juga menghitung nilai rasio antara penerimaan dan biaya totalnya. Perbedaannya adalah teknik budidayanya dimana pada penelitian sebelumnya meneliti paprika hidroponik sementara dalam penelitian ini meneliti paprika yang diusahakan dengan media tanam tanah. Perbedaan lainnya terdapat pada pemilihan responden dimana penelitian sebelumnya meneliti petani sebagai responden sementara dalam penelitian ini respondennya adalah perusahaan. Penelitian terdahulu yang meneliti tentang kelayakan usahatani paprika antara lain Badrutamam 2005 yang meneliti tentang pengembangan usahatani cabai paprika pada tiga sistem hidroponik di PD. Lima Bersaudara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat serta Ginting 2009 yang menganalisis kelayakan investasi pengusahaan paprika dan timun jepang hidroponik pada PT. Horti Jaya Lestari di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan oleh Badrutamam 2005 lebih berfokus pada membandingkan kelayakan dari tiga sistem usahatani paprika hidroponik, yaitu sistem penyiraman manual, sistem irigasi tetes, dan sistem NFT. Sementara penelitian Ginting 2009 fokus pada membandingkan kelayakan investasi usaha paprika dan timun jepang hidroponik dengan dua skenario yaitu menggunakan modal sendiri dan menggunakan modal pinjaman. Kedua penelitian tersebut menggunakan kriterian NPV, IRR, Net BC dan payback period sebagai kriteria kelayakan finansial investasi usahatani paprikanya. Keduanya juga menganalisis sensitivitas usaha dengan menggunakan analisis switcing value. Hasil yang diperoleh dalam penelitian Badrutamam 2005 menunjukkan bahwa usahatani pada ketiga sistem yang diteliti layak untuk dijalankan dan yang 25 paling layak adalah sistem NFT karena menghasilkan nilai Net BC terbesar, masa pengembalian investasi yang lebih cepat dan memiliki tingkat keberhasilan serta produktivitas yang lebih tinggi. Sementara hasil penelitian Ginting 2009 menunjukkan bahwa dari dua skenario yang diteliti hanya satu skenario yang dinyatakan layak yaitu skenario investasi dengan menggunakan modal sendiri karena menghasilkan NPV yang positif sebesar 13239689, Net BC yang lebih besar dari satu 3,087 dan IRR sebesar 26 atau lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku . Skenario dengan menggunakan modal pinjaman dinyatakan tidak layak karena menghasilkan NPV yang negatif. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan kedua penelitian terdahulu diatas. Persamaanya adalah objek penelitian dan kriteria kelayakan investasi yang digunakan yaitu NPV, IRR, Net BC, dan payback period. Penelitian ini juga menganalisis sensitivitas usaha menggunakan analisis switching value. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbedaan dalam teknik budidaya dimana objek yang diteliti pada kedua penelitian terdahulu adalah paprika hidroponik sementara dalam penelitian ini paprika yang diteliti menggunakan tanah sebagai media tanam. 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN