a. Jika yang diperlukan calon pembeli dalah data-data yang lengkap mengenai
suatu produk atau perusahaan pembuatannya, maka televisi tidak akan bisa memberikannya.
b. Hal-hal kecil lainnya bisa dan biasa dikerjakan banyak orang sambil
menonton televisi, sama seperti ketika mereka mendengarkan siaran radio. Akibatnya kosentrasi pemirsa sering terpecah. Kemungkinan zipping yaitu
tombol pemercepat pada remote control menambah peluang terpecahnya kosentrasi pemirsa iklan.
c. Karena pembuat iklan televisi butuh waktu yang cukup lama, maka tidak
cocok untuk iklan-iklan khusus atau yang bersifat darurat yang harus sesegera mungkin disiarkan.
d. Di negara-negara yang memilki cukup banyak stasiun televisi, atau yang
jumlah total pemirsa cukup sedikit, biaya siaran mungkin cukup rendah sehingga memungkinkan ditayangkan iklan yang panjang atau berulang-
ulang. Iklan seperti ini justru mudah membosankan pemirsa. e.
Kesalahan serius yang dibuat oleh produsen iklan televisi, menurut Virginia Matthews yang menulis tentang masalah ini di marketing week, adalah
menggunakan penyaji atau model yang sama sebagaimana para pengiklan yang lain. Selain membosankan hal ini juga akan membinggungkan
pemakaian orangaktor secara berlebihan.
2.1.7. Iklan Fast Food makanan siap saji
Disamping televisi merupakan alat komunikasi pandang-dengar dengan satu arah dapat mensosialisasikan nilai-nilai baru. Maka dengan itu televisi telah
Universitas Sumatera Utara
memasuki kehidupan keluarga dan rumah tangga dengan leluasa, tentu saja ini membawa pengaruh negatif bila masyrakat kurang selektif filter terhadap iklan di
televisi Kuswandi, 1996. Iklan fast food makanan siap saji ditelevisi baik secra langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang, apalagi orang tersebut seringhampir setiap hari menonton televisi, maka orang tersebut cenderung memilih
mengkonsumsi fast food makanan siap saji yang seringpernah dilihatnya ditelevisi. Hal ini sangat tergantung dari tingkat pendidikan seseorang, yang apabila pendidikan
rendah maka orang tersebut cenderung kurang selektif, langsung percaya akan apa yang telah dilihat dan didengarnya Notoatmodjo, 1996.
Kemajuan sosial ekonomi dan pertumbuhan informasi mengakibatkan perubahan gaya hdup dan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan partisipasi tenaga
kerja wanita dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan kebiasaan makan fast food makanan siap saji semakin berkembang dan populer.
Penelitian Becker 1965 dalam Hardiansyah 1996 menyatakan bahwa rumah tangga dengan ibu bekerja lebih terdorong untuk mengkonsumsi makanan fast food
makanan siap saji dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja diluar rumah. Makanan-makanan yang sifatnya mudah dan nyaman dikonsumsi convinence food,
seperti fast food makanan siap saji lebih sering dikonsumsi. Didaerah perkotaan, dimana masyarakatnya sudah relatif modern, hampir
semua orang menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang ditempat mereka bekerja atau melakukan aktivitas-aktivitas di luar rumah. Keadaan seperti ini biasanya
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan kebiasaan di luar rumah seperti fast food makanan siap saji Suhardjo, 1989.
Didorong dengan peningkatan partisipasi tenaga kerja wanita dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menyebabkan kebiasaan makan fast food
makanan siap saji semakin berkembang dan populer. Seorang Sosiolog Perkotaan UI, Prof. Dr. Sardjono Djatimah 1997, mengungkapkan bahwa kecendrungan
masyarakat Indonesia yang seakan-akan membutuhkan fast food makanan siap saji dikarenakan alam bawah sadar kita selalu menganggap bahwa apa yang berasal dari
barat itu selalu bagus. Gaya hidup barat menjadi pedoman, sehingga makan di restoran fast food makanan siap saji dianggap sebagai bagian dari gaya hidup
modern. Proses sosialisasi yang gencar melalui iklan diberbagai media massa dan elektronik turut ambil bagian yang besar dalam proses mempengaruhi, sehingga
seakan-akan kita membutuhkan fast food makanan siap saji. Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang siap disajikan atau
dihidangkan dengan cepat, dengan sedikit atau tanpa ada rentang waktu menunggu dari pemesanan ke penyajiannya Ensminger, Konlade, Robson, 1995. Jacobson
dan Fritscher 1989 mengungkapkan bahwa fast food makanan siap saji merupakan suatu fenomena makanan dipertengahan abad 20-an, yang terbentuk di era baru
dimana para orang tua sibuk bekerja, rewel terhadap makanan, dan orang-orang yang membutuhkan kepraktisan serta tidak suka memasak.
Kecendrungan kalangan remaja khususnya ABG dan anak-anak mengkonsumsi fast food belakangan ini semakin meningkat seiring makin ramainya
outlet-outlet yang menyediakan makanan sejenis anonyomus, 1998. Terdapat
Universitas Sumatera Utara
kecendrungan bahwa konsumsi fast food makanan siap saji telah menjadi makanan utama tanpa divariasikan dengan makanan lain, sehingga dikhawatirkan kebiasaan ini
bisa mengganggu kesehatan. Fast food makanan siap saji mengandung kalori, lemak dan protein yang tinggi serta sedikit vitamin, mineral, mineral dan serat.
Sehingga tidak baik bila dikonsumsi secara berlebihan dan dapat menimbulkan penyakit degeneratif.
2.2. Makanan Fast Food makanan siap saji