Prestasi Belajar Status Gizi Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar

sumbangan yang paling besar yaitu sebesar 60. Menurut Saparinto 2006, tingkat kebutuhan daging ikan pada anak-anak adalah 125-200 gramhari. Afrianto dan Liviawaty 1996 menyatakan bahwa kekurangan daging ikan dapat berakibat timbulnya penyakit kuashiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang serta menurunnya tingkat kecerdasan terutama pada anak-anak, bahkan dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 39,7 anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori frekuensi konsumsi ikan kadang-kadang 4-6 kaliminggu, hanya sedikit selisihnya dibandingkan yang berada pada kategori jarang 38,2. Hal ini sangat baik karena menurut Bahar 2006 mengonsumsi daging ikan minimal 2 kaliminggu sangat dianjurkan karena baik untuk kesehatan. Apabila dibandingkan dengan ikan, anak- anak lebih memilih mengonsumsi sumber protein hewani dari ayam dan telur setiap harinya. Alasan yang dikemukakan oleh para ibu sebagian besar adalah karena anak kurang menyukai bau amis dari ikan. Hal inilah yang menyebabkan masih hanya sekitar 22,1 anak-anak yang frekuensi konsumsi ikannya tergolong sering. Padahal menurut Saparinto 2006 jika bahan makanan dari ikan diolah dengan bumbu yang sesuai dengan teknik pemasakan yang tepat dan disajikan secara kreatif, dapat menggugah selera makan anak-anak.

5.2. Prestasi Belajar

Berdasarkan penilaian prestasi belajar, sebagian besar anak SD Brigjend Katamso II memiliki prestasi belajar yang sangat baik nilai 80-100 yaitu sebesar 57,4 dengan nilai rata-rata 82,67. Menurut Opit dan Thanthowi dalam Priyatno Universitas Sumatera Utara 2001, faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar secara langsung dan tidak langsung adalah faktor internal meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri, serta intelegensi, dan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

5.3. Status Gizi

Status gizi dibedakan atas tiga kategori, yaitu kategori gizi lebih, normal dan gizi kurang. Penilaian status gizi anak usia sekolah digunakan indikator indeks massa tubuh menurut umur IMTU anak usia 5-18 tahun menggunakan baku rujukan Kemenkes RI No. 1995MENKESSKXII2010. Menurut WHO 2007 IMTU merupakan indikator yang paling baik untuk menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan, dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Sebagian besar anak 72,0, berada pada kategori status gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi yang diukur berdasarkan indikator IMTU merupakan refleksi asupan energi secara keseluruhan yang berasal dari pangan sumber karbohidrat, lemak dan protein. Anak- anak dengan status gizi normal tidak mudah terkena penyakit infeksi, proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan baik, dan memudahkan dalam menerima pendidikan dan pengetahuan. Universitas Sumatera Utara

5.4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara prestasi belajar dengan jenis ikan, 54,5 anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya memiliki prestasi belajar yang sangat baik 80-100. Selain itu, sebanyak 70 dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan air tawar dan olahannya juga memiliki prestasi belajar yang baik 70-79. Sebagian besar anak-anak yang mengonsumsi kedua jenis ikan dan olahannya 70,8 memiliki prestasi belajar yang sangat baik, tetapi 100 dari anak yang tidak mengonsumsi kedua jenis ikan tetap memiliki prestasi belajar yang sangat baik. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis ikan yang dikonsumsi dengan prestasi belajar. Hal tersebut didukung oleh teori bahwa habitat ikan mempengaruhi kandungan gizi ikan. Jenis ikan laut memiliki kadar omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi, sebaliknya ikan air tawar tinggi akan karbohidrat dan asam lemak omega-6, kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu dan disarankan secara bergantian mengonsumsi kedua jenis ikan tersebut agar saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya yang mencukupi kebutuhan gizi agar tercapai prestasi belajar yang optimal Harli dalam Meliala, 2009. Berdasarkan hasil tabulasi silang prestasi belajar dengan jumlah konsumsi ikan, sebanyak 66,0 dari anak-anak yang jumlah konsumsi protein ikan tergolong cukup memiliki prestasi belajar yang sangat baik, sedangkan 61,9 dari anak-anak dengan jumlah konsumsi protein ikan tergolong kurang memiliki prestasi belajar yang baik. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein masih tergolong Universitas Sumatera Utara kurang. Padahal ikan diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar dari 20 protein hewani yaitu sebesar 60 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004. Hasil analisis data statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi ikan dengan prestasi belajar. Jumlah ikan yang dikonsumsi akan menyumbangkan zat-zat gizi seperti protein, asam lemak, vitamin dan mineral yang mencukupi kebutuhan gizi anak. Kecukupan protein dan asam lemak omega-3 inilah yang menjadi keunggulan ikan sebagai pendukung pencapaian prestasi belajar optimal bagi anak usia sekolah. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial penting seperti halnya produk susu, telur dan daging yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Lemak pada daging ikan juga berbeda dengan lemak daging kelompok ruminantia sapi, kambing, babi yang letak perbedaan utamanya adalah lemak ikan mengandung lebih dari 40 asam lemak rantai panjang yang tidak jenuh, sedangkan lemak hewan ruminantia umumnya mengandung asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada lemak ikan air tawar ± 70 sedikit lebih rendah dari ikan laut ± 80. Salah satu manfaat mengonsumsi produk ikan yang kaya omega-3: asam linolenat, EPA, dan DHA adalah menjaga kesehatan otak, selain manfaat lainnya yaitu menjaga kesehatan jantung, persendian, dan ginjal, menjaga keseimbangan emosional mood, kekuatan dan stamina serta menstabilkan sistem kekebalan tubuh Bahar, 2006. Berdasarkan penilaian prestasi belajar menurut frekuensi konsumsi ikan sebanyak 86,7 dari anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan yang tergolong sering memiliki prestasi belajar sangat baik. Sekitar 63,0 dari anak-anak dengan Universitas Sumatera Utara frekuensi konsumsi ikan yang tergolong kadang-kadang juga memiliki prestasi belajar sangat baik. Akan tetapi, 57,7 anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan tergolong jarang memiliki prestasi belajar yang baik. Hasil analisis data statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar. Hal ini didukung oleh teori bahwa ikan dapat meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik Pandit dalam Meliala, 2009. Konsumsi ikan minimal 2-3 kali dalam sehari efeknya dapat mencegah penyakit, menjadi cerdas dan sehat Siswono dalam Meliala, 2009. Departemen Kelautan dan Perikanan 2006 juga menyatakan bahwa seseorang yang mengkonsumsi ikan dan makanan laut lainnya 3 kali dalam seminggu bisa mempertahankan kesehatan tubuhnya dan secara tidak langsung akan meningkatkan daya ingat dan kemampuan belajarnya.

5.5. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi