Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian maka orang yang menolong itu tidak
masuk sebagai orang yang turut melakukan, akan tetapi dihukum sebagai orang yang membantu melakukan.
d. Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan
dan sebagainya dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu. Orang itu harus sengaja membujuk orang lain, sedang membujuknya harus
memakai salah satu dari jalan-jalan seperti dengan pemberian, salah memakai kekuasaan dan sebagainya yang disebutkan dalam pasal itu, artinya tidak boleh
memakai jalan lain. Di sini seperti halnya dengan menyuruh melakukan sedikit- dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang membujuk dan yang dibujuk, hanya
bedanya pada membujuk melakukan, orang yang dibujuk itu dapat dihukum juga seperti orang yang melakukan sedang pada menyuruh melakukan, orang yang disuruh
itu tidak dapat dihukum.
2. Pelaku Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelaku adalah orang yang memenuhi unsur delik sebagaimana dirumuskan oleh undang-undang,
baik unsur subjektif maupun unsur objektif. Di dalam kejahatan eksploitasi seksual komersial anak, terdapat beberapa jenis pelaku antara lain:
110
a. Pelaku Pelacuran Anak
110
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal. 62
Universitas Sumatera Utara
1 KlienPelaku Eksploitasi
Pelacuran anak tidak akan pernah dapat dihapuskan tanpa memerangi permintaan atas pelacuran anak tersebut. Di beberapa negara, undang-undang
nasional tentang pelacuran mengkriminalkan pelacur dan perantara calo tetapi membiarkan orang-orang yang membeli layanan seks. Dalam beberapa contoh,
undang-undang berlaku pada orang-orang yang memaksa seorang anak untuk masuk ke dalam pelacuran atau hidup dari pelacuran yang dilakukan orang lain tetapi gagal
membuat klien tersebut tunduk pada tanggung jawab pidana. Penting untuk mengkriminalkan klien anak-anak yang dilacurkan dan
pembelian layanan seks dari anak-anak tersebut dan masalah ini harus ditangani secara independen untuk membedakannya dengan pelacuran orang dewasa. Setiap
orang harus mengingat bahwa para klien adalah orang yang menyebabkan permintaan atas anak-anak.
2 PerekrutPenyedia
Para perekrut menjadikan anak-anak yang rentan sebagai mangsa mereka dengan mengambil keuntungan dari kesulitan anak-anak tersebut. Para pelaku bisa
membujuk atau memaksa anak-anak untuk masuk ke dalam dunia pelacuran, mereka bisa membuat anak-anak tersedia untuk orang lain dengan menawarkan mereka untuk
dijual atau membawa mereka ke sebuah tempat khusus, atau mereka bisa menyerahkan seorang anak kepada pelaku eksploitasi lain. Mereka juga bisa
membantu atau memfasilitasi pelacuran anak, misalnya dengan memberikan
Universitas Sumatera Utara
informasi kepada seseorang tentang dimana mereka bisa medapatkan anak-anak untuk pelacuran.
3 Pemilik, orang yang menempati dan manejer tempat yang dipergunakan untuk
pelacuran anak Para pemilik bar, lokalisasi, hotel dan tempat-tempat lain dimana anak-anak
dilacurkan juga bisa harus dituntut. Setiap pemilik, orang yang menempati atau manager tempat, atau orang yang memiliki kontrol atas tempat tersebut atau
membantu manajemen atau kontrol terhadap tempat tersebut, yang secara sengaja mengizinkan seseorang yang berusia 18 tahun untuk terlibat dalam pelacuran atau
berada di tempat tersebut dengan tujuan untuk melibatkan anak tersebut dalam pelacuran harus diberi sanksi hukuman.
b. Pelaku Pornografi Anak
Terdapat kasus dimana penyidik dapat mengidentifikasi anak-anak yang digambarkan dalam pornografi tersebut, para pelaku kekerasan tersebut biasanya
diketahui sebagai anggota atau teman keluarga anak tersebut atau orang yang memberi pengasuhan atau perwalian bagi anak tersebut. Akan tetapi, anak-anak yang
sangat rentan seperti anak yang tinggal atau banyak menghabiskan waktu mereka di jalanan, anak-anak yang sudah dipaksa masuk ke dalam pelacuran dan anak-anak
korban perdagangan juga beresiko untuk dimanfaatkan dalam pembuatan pornografi. Adapun yang termasuk pelaku dalam pornografi anak antara lain sebagai berikut:
111
1 Pemilik pornografi anak
111
Ibid. hal. 81-87
Universitas Sumatera Utara
Orang yang memiliki bahan pornografi anak dapat dikatakan sebagai pelaku apabila bahan tersebut dimaksudkan untuk didistribusikan.
2 Pengunduh pornografi anak
Saat ini menjadi suatu fakta bahwa pornografi anak sering dibuat dan dikirim dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan cara mengunduh
ke dalam situs internet. 3
Pengakses pornografi anak Pengakses pornografi anak disini dapat diartikan sebagai orang yang
mengakses situs pornografi anak tanpa mengunduh. Tindakan tersebut harus sengaja yang berarti bahwa tindakan tersebut tidak akan mencakup orang-orang yang
menemukan pornografi anak dengan tidak sengaja karena kurang hati-hati. 4
Orang yang mendapatkan pornografi anak Orang yang mendapatkan pornografi anak disini diartikan sebagai orang yang
mendapatkan pornografi anak untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain yang berarti bahwa secara aktif mencari bahan-bahan seperti itu. Pornografi anak adalah suatu
kejahatan, maka proses mencari bahan seperti itu secara aktif juga merupakan suatu kejahatan. Hal tersebut mencakup pengunduhan data computer serta pembelian bahan
pornografi anak melalui internet. c.
Pelaku Perdagangan trafficking anak untuk tujuan seksual Manakala perdagangan manusia dibicarakan, pelaku perdagangan kerap
digambarkan sebagai bagian dari organisasi kejahatan lintas batas yang terorganisasi. Meski gambaran ini mungkin saja benar dalam sebagian kasus, banyak pelaku
Universitas Sumatera Utara
perdagangan yang juga jelas-jelas diketahui bukan bagian dari kelompok kejahatan terorganisasi; sebagian beroperasi secara independen, sementara sebagian lagi
merupakan tokoh terhormat dalam komunitas mereka. Setiap sektor di mana perdagangan terjadi juga memiliki kelompok aktornya sendiri di dalamnya.
Sebagaimana tidak semua anak yang terlibat dalam sektor-sektor ini adalah korban perdagangan, demikian juga tidak semua aktor adalah pelaku perdagangan. Namun
banyak dari mereka yang menjadi pelaku perdagangan dan sebagian mungkin terlibat langsung dalam perdagangan perempuan dan anak dan bahkan tidak menyadarinya.
112
Pelaku perdagangan trafficking anak untuk tujuan seksual adalah agen, calo atau sindikat yang bertindak sebagai trafficker. Para germo, majikan atau pengelola
tempat hiburan adalah pengguna. Termasuk dalam kategori pengguna yaitu lelaki hidung belang dan pedofil yang mengencani anak yang dipaksa melacur yang berasal
dari korban perdagangan. Pelaku perdagangan trafficking anak untuk tujuan seksual tidak hanya melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan
lembaga dan perorangan yang sering sekali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan trafficking anak untuk tujuan seksual.
Anak-anak yang terlibat dalam bentuk-bentuk kejahatan eksploitasi seksual komersial bisa berakhir dalam sebuah sistem peradilan dimana anak lebih diperlakuan
sebagai pelaku daripada korban. Bahkan lebih buruk lagi, dalam kasus trafficking
112
Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Jakarta: American Center for International Labor Solidarity, 2003, Hal. 23
Universitas Sumatera Utara
perdagangan anak tujuk tujuan seksual jika anak-anak berada di negara lain secara illegal, maka anak-anak bisa ditangkap, ditahan atau bahkan dideportasi.
Beralih ke dalam kasus pelacuran anak, mengkriminalkan seorang anak yang terlibat dalam pelacuran memberi kesempatan kepada orang-orang yang
mengeksploitasi anak tersebut untuk menggunakan ancaman penuntutan tersebut untuk memaksa anak yang bersangkutan. Disamping itu, anak-anak yang beresiko
terhadap penuntutan sepertinya tidak ingin melaporkan kejahatan eksploitasi tersebut kepada aparat penegak hukum.
113
Terkadang, ada perdebatan bahwa menangkap atau menahan anak-anak yang dilacurkan dapat membantu mereka keluar dari pelacuran dan terbebas dari mucikari
atau germo mereka. Akan tetapi, hal ini biasanya hanyalah sebuah langkah sementara karena faktanya anak-anak tersebut kembali ke dunia pelacuran setelah mereka
dibebaskan.
3. Kesulitan Mengungkap Intellectual Dader Dalam Kejahatan Eksploitasi Seksual Komersial Anak