111 dilaksanakan di sekolah. Ada bermacam-macam pertemuan dan
pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam kaitannya dengan program antibullying, pertemuan dan pelatihan
untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta meliputi parents meeting, parents seminar, dan parents counseling. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala sekolah, diketahui kendala dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga yaitu belum banyak orang tua yang mau
ikut aktif menanggapi atau menyampaikan aspirasinya dalam pertemuan. Guru juga turut serta mengungkapkan kendala dalam
pertemuan dan pelatihan untuk keluarga yaitu belum tersalurkannya semua aspirasi dari orang tua, orang tua kurang berpartisipasi aktif,
dan orang tua belum sepenuhnya menghayati yang sekolah sampaikan sehingga ketika dihadapkan masalah, terkadang bertindak tidak sesuai
dengan apa yang telah disosialisasikan sekolah. Orang tua yang belum sepenuhnya menghayati materi yang
sekolah sampaikan, kurangnya partisipasi aktif dan belum tersalurkannya semua aspirasi, erat berkaitan dengan kesadaran dan
keantusiasan peserta dalam mengikuti pertemuan dan juga cara penyampaian materi dalam forum atau pertemuan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui penyampaian materi dalam
pertemuan dan pelatihan untuk keluarga dengan menggunakan powerpoint yang lalu dijelaskan oleh narasumber. Lebih lanjut,
berdasarkan hasil observasi yaitu saat parents seminar yang
112 dilaksanakan pada Selasa, 11 Agustus 2015 tampak penyampaian
materi dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang ditampilkan melalui lcd. Pemateri kurang mengadakan interaksi aktif dengan orang
tua, penyampaian lebih berpusat ke materi. Dalam jalannya pertemuan juga terdapat beberapa orang tua yang menguap saat pertemuan dan
tidak banyak yang bertanya atau menanggapi pada sesi tanya jawab. Hal ini secara tidak langsung dapat menunjukkan bahwa orang tua
kurang memiliki kesadaran akan pentingnya mengikuti pertemuan dan juga kurang tertariknya terhadap materi yang disampaikan. Dari hasil
penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi
pelatihan dan pertemuan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu orang tua belum sepenuhnya menghayati materi yang sekolah
sampaikan sehingga ketika dihadapkan masalah, terkadang bertindak tidak sesuai dengan apa yang telah disosialisasikan sekolah; kurangnya
ketertarikan dan partisipasi aktif orang tua dalam pelatihan dan pertemuan untuk keluarga karena penyampaian materi yang kurang
menarik sehingga membuat aspirasi orang tua belum semua tersalurkan.
d. Kendala dalam Penggunaan Kurikulum Penggunaan kurikulum menyediakan kesempatan eksplorasi nilai-
nilai antibullying atau upaya-upaya mengatasi bullying dalam pelaksanaan keseharian di sekolah. Eksplorasi tersebut dapat berupa
keterampilan-keterampilan pokok, pengetahuan, pemahaman, dan
113 nilai-nilai. Adapun berdasarkan hasil wawancara, diketahui bentuk
implementasi program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilaksanakan dalam berbagai kegiatan dan pembiasaan bagi siswa
untuk bersikap baik. Kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on duty, morning carpet, pertemuan-pertemuan orang tua, dan duta
perdamaian. Dalam implementasi program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta tidak menggunakan buku petunjuk atau acuan khusus
pelaksanaan program, sementara program dibentuk dengan menyesuaikan visi dan misi sekolah yang secara tidak langsung
merupakan bagian penting dari sekolah. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi penggunaan kurikulum
di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu tidak adanya buku petunjuk atau acuan khusus pelaksanaan program antibullying yang merupakan
bagian penting dari sekolah. e. Kendala dalam Perbaikan Lingkungan
Lingkungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program antibullying. Maka perlu diadakan perbaikan lingkungan yang
dapat mendukung kesuksesan program antibullying. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui kegiatan yang dilakukan dalam kaitannya
perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu penempelan kata atau kalimat-kalimat positif di area sekolah. Mading dulu juga
pernah menjadi kegiatan dalam perbaikan lingkungan, hanya saja sekarang sudah tidak berjalan lagi. Lebih lanjut, dari hasil wawancara
114 juga diketahui kendala yang dihadapi selama perbaikan lingkungan di
SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu tidak dilaksanakan secara berkala sehingga belum maksimal pelaksanaannya terdapat kegiatan yang
sudah tidak berjalan dan beberapa tempelan tampak perlu diperbaharui. Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh
bahwa perbaikan lingkungan yang tampak dan berkaitan dengan antibullying hanya dilakukan dengan pemasangan kata-kata positif di
sekolah. Selain itu perbaikan lingkungan tidak berjalan secara berkala sehingga rasanya belum maksimal pelaksanaannya. Dari hasil
penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu perbaikan
lingkungan tidak diagendakan secara berkala sehingga masih belum maksimal pelaksanaannya dan ada kegiatan yang sudah tidak berjalan.
Selain itu beberapa tempelan tampak sudak usang sehingga perlu diperbaharui.
f. Kendala dalam Circle Time Circle time merupakan semacam pertemuan antar siswa dimana
siswa bisa bebas berdiskusi dan berefleksi tentang nilai-nilai atau aturan-aturan berperilaku. Dalam circle time dibahas suatu topik materi
yang sekiranya kontekstual dan bermanfaat bagi siswa. Dalam circle time siswa juga boleh memberikan masukan, bercerita tentang
pengalamannya atau masalah yang dihadapinya untuk didapatkan solusi bersama. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah,
115 diketahui kendala yang dihadapi selama pelaksanaan circle time yaitu
belum meratanya keaktifan siswa selama kegiatan. Guru juga mengungkapkan hal yang senada dan salah seorang guru
mengungkapkan bahwa setiap anak membutuhkan cara yang berbeda dalam penanganan setiap masalahnya, yang tidak lain menjadikan
tantangan bagi guru. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta
yaitu belum meratanya keaktifan siswa selama kegiatan dan setiap anak membutuhkan cara yang berbeda dalam penanganan setiap
masalahnya yang tidak lain menjadi tantangan bagi guru.
D. Pembahasan 1. Implementasi Program Antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta
a. Poster Poster adalah media informasi yang berupa surat tempelan yang
berisi pengumuman atau ajakan. Adapun ciri-ciri poster adalah biasanya bergambar mencolok, menarik perhatian, ditulis dengan
bahasa yang sangat singkat dan sederhana, serta bersifat persuasif mengajak mempengaruhi untuk bertindak sesuai yang diingkinkan
dalam isi poster. Isi poster biasanya berisi ajaran-ajaran atau nilai-nilai
hidup yang positif.
Menurut Sejiwa 2008: 85 poster dapat menyampaikan pesan dari apa yang ditampilkannya, terlebih jika dikemas dengan visual yang
menarik membuat pesan dapat diterima sangat baik oleh penikmat
116 poster. Poster alangkah baiknya jika ditempatkan di tempat yang
strategis untuk dapat diliat orang setiap harinya. Manfaat lain poster dalam kegiatan antibullying yaitu sebagai media pengingat secara
kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha mengatasi bullying. Melibatkan siswa dalam proses produksi dan desain poster akan
mendukung pemahaman dan keterlibatan siswa dalam program antibullying sehingga harapannya siswa menjadi lebih bertanggung
jawab dalam pelaksanaan program antibullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui beberapa hal dalam
implementasi poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sejiwa di atas. Poster yang ada di SD Tumbuh
2 Yogyakarta dipasang di beberapa tempat yang strategis di sekolah, yang merupakan area yang banyak dilalui orang setiap harinya.
Pemasangan di tempat yang strategis tersebut seperti diantaranya di koridor utama sekolah, di dekat tangga sekolah, kantin, dan dinding
dekat taman sekolah. Pemasangan poster di tempat-tempat yang strategis tersebut bertujuan agar memberikan manfaat, terlebih manfaat
dalam kaitannya mengatasi bullying. Adapun manfaat poster bagi sekolah yaitu diantaranya sebagai sarana mengembangkan kreativitas
siswa serta memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang cara- cara dan nilai kehidupan yang baik. Poster dapat bermanfaat sebagai
sarana mengembangkan kreativitas siswa karena beberapa poster yang ada di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan hasil karya siswa.
117 Dengan keterlibatan siswa dalam proses produksi poster, kemungkinan
besar siswa juga memahami isi poster yang dibuatnya dan harapannya siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan program
antibullying. Dalam kaitannya mengatasi bullying, khususnya poster tentang bullying telah membawa hal positif terhadap perilaku bullying
di sekolah karena membuat siswa paham cara bersikap dan bersosialisasi dengan baik yang didukung pembiasaan-pembiasaan
baik dari sekolah membuat siswa menjadi enggan atau berpikir ulang untuk melakukan bullying sehingga secara tidak langsung menekan
perilaku bullying di sekolah. Poster tentang bullying berisi sikap-sikap dalam bersosialisasi yang baik, diantaranya yaitu poster yang berisi
beberapa foto ajaran sikap positif terhadap keberagaman dan juga poster yang berjudul “Gallery I’am a Good Friend” berisi beberapa
enam ajaran tentang cara berteman yang baik. Adanya aktivitas poster dalam implementasi program antibullying
dapat juga merupakan strategi proaktif sekolah untuk mencegah bullying seperti yang dilakukan oleh Art Putney Academy yang
menggunakan beberapa strategi yaitu salah satunya kampanye melalui poster dari beberapa strategi diantaranya 1 kepemimpinan sekolah
yang efektif untuk menggalakan semangat antibullying yang terbuka dan jujur; 2 penggunaan kurikulum, yang dapat dimanfaatkan guru
untuk membahas isu-isu keragaman dan pesan antibullying dalam waktu tertentu; 3 pemanfaatan dari kalender akademik sekolah,
118 dimana pada waktu tertentu sekolah dapat memanfaatkannya untuk
meningkatkan kesadaran akan konsekuensi negatif bullying misalnya pada pekan antibullying setiap tahunnya; 4 assembly sekolah secara
keseluruhan; 5 survei siswa; 6 kampanye melalui poster; 7 peningkatan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi masalah; 8
peer support beserta struktur anggotanya; 9 pelatihan ketegasan; 10 evaluasi staf secara umum dan khusus untuk melanjutkan
pengembangan professional; 11 pelatihan kepada staf tentang kebijakan antibullying yang disertai praktek pelaksanaannya
Artputney.org. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat
disimpulkan implementasian poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilakukan sebagai media pengingat secara kontinu, terutama bagi siswa
berkaitan usaha mengatasi bullying yang berisi sikap-sikap dalam bersosialisasi yang baik. Poster dipasang di tempat-tempat yang
strategis di sekolah. Poster juga telah memberikan manfaat bagi sekolah dan menekan perilaku bullying di sekolah.
b. Pembentukan Dewan Pengawas Sejiwa 2008: 85 mengungkapkan pembentukan dewan pengawas
dapat memberi sinyal bahwa warga sekolah proaktif dalam mengatasi perilaku bullying karena keterlibatannya dalam pelaksanaannya. Dalam
pertemuan ini, dapat dipilih semacam dewan pengawas yang akan memantau sejauh mana bullying dapat dicegah. Di dalam forum dapat
119 menjadi wadah untuk mendiskusikan aksi-aksi nyata untuk mengatasi
bullying yang terjadi. Lebih lanjut, salah satu komponen tingkat sekolah dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yaitu
evaluasi dan perbaikan sistem pengawasan sekolah. Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 menjelaskan bahwa sistem pengawasan
mengembangkan strategi untuk meningkatkan pengawasan dan kesamaan pandangan tentang hotspot bullying. Sistem pengawasan
bertujuan untuk mengurangi perilaku bullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui dewan pengawas di SD
Tumbuh 2 Yogyakarta bernama staff on duty yang melibatkan kepala sekolah, guru, dan staf seperti security, petugas kantin, dan admin
sekolah dalam pelaksanaannya. Dewan pengawas bertugas mengawasi aktivitas anak di luar kelas dengan cara berkeliling ke area-area
sekolah, khususnya area rawan bullying pada saat jam-jam istirahat ataupun makan siang untuk memastikan anak tidak melakukan
perilaku yang tidak baik ataupun berbahaya. Dewan pengawas akan menegur, menasihati, ataupun memberikan peringatan ketika
menjumpai siswanya melakukan hal yang tidak baik atau berbahaya. Disebutkan dalam Sejiwa 2008: 37-41 berkaitan peranan yang harus
diemban pimpinan sekolah dalam mengatasi dan mencegah bullying, diketahui peran kepala sekolah dalam kegiatan antibullying secara
garis besar dapat bertindak sebagai inisiator atau penggagas, pendidik, penggerak, dan pengawas. Pengawas dapat mengandung dua artian,
120 yaitu pengawas program secara keseluruhan dan juga bagian dari
sistem pengawasandewan pengawas. Adapun peran dari staf sekolah diungkapkan dalam Sejiwa 2008: 75 yaitu untuk ikut membantu guru
mengawasi siswa di lingkungan sekolah. Staf sekolah yang melihat terjadinya bullying diharapkan segera mencegah atau melaporkan
kepada guru terkait. Dengan demikian, dapat dikatakan anggota dewan pengawas yang meliputi kepala sekolah, guru, dan staf secara garis
besar telah memenuhi perannya dalam program antibullying. Area rawan bullying meliputi kantin, taman, koridor-koridor, dan
halaman sekolah. Di area rawan bullying tersebut dilakukan pengawasan, yang berarti sejalan dengan strategi proaktif untuk
mencegah bullying dari Art Putney Academy yaitu peningkatan pengawasan
di daerah-daerah
yang berpotensi
masalah Artputney.org. Adapun pengawasan terhadap aktivitas anak secara
tidak langsung juga berarti mengawasi pelaku aktivitas. Pengawasan terhadap pelaku dan area rawan bullying ini sejalan dengan poin
pertama dan kedua kebijakan yang dapat dilakukan sekolah untuk mengatasi bullying menurut Jennifer Thomson 2011: 62 yaitu a
meningkatkan pengawasan di daerah-daerah di mana pelaku berkemungkinan melakukan penyerangan; b mengawasi pelaku. Lebih
lanjut, pengawasan terhadap aktivitas siswa ini juga sejalan dengan salah satu komponen tingkat individu dalam Olweus Bullying
Prevention Program OBPP yaitu mengawasi kegiatan siswa. Dan
121 Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 menjabarkan komponen
tingkat individu dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yang meliputi a mengawasi kegiatan siswa; b penanganan langsung
dari staf saat bullying terjadi; c melakukan pembicaraan yang serius dengan siswa yang terlibat bullying; d melakukan pembicaraan serius
dengan orang tua siswa yang terlibat bullying; e mengembangkan rencana penanganan individu bagi siswa yang terlibat bullying.
Adapun dalam penanganan masalah, pertama akan dilakukan oleh guru kelas yang juga merupakan anggota dewan pengawas dengan cara
berdiskusi dengan siswa dan pemanggilan orang tua ke sekolah apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut. Hal tersebut di atas berarti juga
sejalan dengan komponen tingkat individu dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yaitu penanganan langsung dari staf saat
bullying terjadi, melakukan pembicaraan yang serius dengan siswa yang terlibat bullying, dan melakukan pembicaraan serius dengan
orang tua siswa yang terlibat bullying. Agar dewan pengawas membawa hasil yang lebih positif dan
memiliki kinerja yang lebih baik maka perlu dilakukan evaluasi pelaksanaannya. Evaluasi dewan pengawas di SD Tumbuh 2
Yogyakarta dilakukan saat rapat guru. Evaluasi dipimpin oleh kepala sekolah. Dalam evaluasi guru melaporkan hasil pencacatan masalah
yang dilakukan siswa kelasnya masing-masing dan dilakukan diskusi bersama untuk solusi terhadap masalah-masalah yang sekiranya perlu
122 tindakan lebih lanjut. Hal tersebut sejalan dengan diungkapkan Sejiwa
2008: 38 bahwa kepala sekolah dapat memanfaatkan pertemuan seperti pada saat rapat guru, pertemuan-pertemuan dengan para orang
tua, pertemuan dengan komite sekolah, maupun pertemuan dengan murid. Pesan yang ditekankan adalah ajakan untuk mengatasi bullying
tanpa melakukan bullying, serta menciptakan sebuah sekolah yang para warganya saling menghargai, bertoleransi, bertanggung jawab,
bekerjasama, saling percaya, dan empati satu sama lain. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
implementasi pembentukan dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yang bernama staff on duty bertujuan agar anak terhindar
atau tidak melakukan aktivitas yang berbahaya ataupun tidak baik, termasuk dalam hal ini bullying. Dewan pengawas melakukan
pengawasan dengan berkeliling ke area-area sekolah, tidak terkecuali di area-area sekolah yang rawan dari tindakan yang tidak baik ataupun
berbahaya. Berkeliling ke area sekolah dilakukan pada saat jam-jam istirahat dan makan siang. Adapun dewan pengawas telah berpengaruh
positif terhadap perilaku anak karena anak telah terbiasa untuk menjaga tingkah laku ataupun ucapannya.
c. Pelatihan dan Pertemuan untuk Keluarga Orang tua merupakan bagian pensukses dari program antibullying.
Maka dari itu diperlukan andil orang tua dalam program salah satunya melalui pertemuan dan pelatihan untuk keluarga. Keterlibatan orang
123 tua merupakan bagian dari komponen tingkat sekolah dalam Olweus
Bullying Prevention Program OBPP menurut Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 yang menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan
program, orang tua dapat berpartisipasi dalam berbagai cara, yaitu diantaranya sebagai koordinasi panitia di sekolah, menghadiri acara di
hari libur sekolah, pertemuan orang tua seluruh sekolah, menerima informasi secara teratur tentang bullying dan program melalui brosur,
newsletter, peristiwa, dan papan buletin online. Hal di atas sejalan dengan hasil penelitian bahwa keikutsertaan orang tua dalam
pertemuan untuk keluarga karena memenuhi undangan dari sekolah dan juga kebutuhan orang tua untuk mengikuti perkembangan
informasi tentang anaknya. Ada tiga macam pertemuan untuk keluarga orang tua di sekolah
yang ada kaitannya dengan program antibullying, yaitu parents meeting, parents seminar, dan parents counseling. Waktu pelaksanaan
dari tiap pertemuan tersebut berbeda-beda. Parents seminar dilaksanakan satu kali setiap semester, parents meeting dilaksanakan
minimal satu kali setiap semester, dan parents counseling dapat dilaksanakan setiap orang tua membutuhkan konsultasi dengan guru
yaitu pada hari aktif sekolah Senin sampai Jumat. Dilaksanakannya parents meeting sebagai bagian dari pelaksanaan program antibullying
di SD Tumbuh 2 Yogyakarta, sesuai dengan komponen tingkat kelas dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP menurut Dan
124 Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 yaitu mengadakan
pertemuan dengan orang tua siswa. Tujuan dari pertemuan ini adalah membantu orang tua memahami masalah yang terkait dengan bullying
dan cara-cara sekolah mengatasi bullying melalui program, serta meminta masukan orangtua dan peran sertanya dalam program.
Pertemuan kelas dengan orang tua mungkin juga membantu untuk membangun hubungan dengan guru dan membangun hubungan antar
orang tua siswa dalam kelas. Dalam pertemuan tidak hanya ada orang tua, tetapi juga ada pihak-
pihak ataupun orang-orang lain yang ikut berpartisipasi seperti guru, kepala sekolah, dan narasumber ahli yang masing-masing memberikan
sumbangsihnya dalam pertemuan. Dengan adanya berbagai pihak dalam pelatihan dan pertemuan untuk keluarga berarti juga sejalan
dengan yang diungkapkan oleh sebuah situs website pemerintah Amerika yaitu tentang keterlibatan orangtua dan remaja. Hal ini
penting bagi semua orang di masyarakat untuk bekerja sama dan bersatu dalam upaya melawan bullying Stopbullying.gov.
Demi kesuksesan program, sekolah selain mengadakan kerjasama dengan orang-orang yang ikut serta dalam pertemuan untuk keluarga
juga mengadakan kerjasama-kerjasama dengan pihak yang sekiranya dapat mendukung kesuksesan program. Kerjasama tersebut
diantaranya meliputi kerjasama dengan orang tua supaya dapat bertindak selaras dengan apa yang dibina di sekolah dengan cara orang
125 tua tidak boleh melakukan kekerasan, menghukum anak terlalu
berlebihan, mendidik dengan tidak terlalu permisif ataupun otoriter, dan supaya lebih memperhatikan anaknya agar cepat mengetahui
perubahan pada anak. Sementara kerjasama dengan radio dan televisi merupakan media partner dalam mensosialisasikan program
antibullying agar dikenal masyarakat luas. Dilaksanakannya kerjasama dengan radio dan televisi sebagai media partner dalam
mensosialisasikan program sejalan dengan salah satu komponen tingkat masyarakat dalam Olweus Bullying Prevention Program
OBPP yang dikemukakan oleh Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380. Adapun komponen tersebut yaitu membantu
menyebarkan pesan-pesan antibullying dan prinsip-prinsip pelaksanaannya dalam masyarakat. Hal tersebut juga sejalan dengan
peran media dalam program antibullying. Dijelaskan dalam Sejiwa 2008: 78 media sebagai pemberi informasi bagi masyarakat, maka
media dapat melakukan perannya dalam menyampaikan informasi mengenai bullying. Mensosialisasikan kegiatan-kegiatan antibullying,
rubrik konsultasi tanya jawab sehingga pemahaman masyarakat terhadap bullying dapat meningkat, dampak sekaligus informasi
mengenai program rehabilitasi bagi korban merupakan beberapa peran media dalam jaringan anti bullying.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi pelatihan dan pertemuan untuk keluarga di
126 SD Tumbuh 2 Yogyakarta diwujudkan dalam berbagai pertemuan
dengan orang tua, yang meliputi parents seminar, parents meeting, dan parents counseling. Adapun orang tua diikutsertakan dalam
pertemuan-pertemuan tersebut karena orang tua merupakan salah satu bagian dari pensukses program antibullying. Agar program
antibullying lebih diketahui oleh masyarakat luas dalam kaitannya sosialisasi, juga diadakan kerjasama dengan media seperti radio dan
televisi. d. Penggunaan Kurikulum
Penggunaan kurikulum menyediakan kesempatan eksplorasi nilai- nilai antibullying atau upaya-upaya mengatasi bullying dalam
pelaksanaan keseharian di sekolah. Disebutkan dalam Sejiwa 2008: 86 banyak bagian dari kurikulum yang dapat dimanfaatkan untuk
eksplorasi keterampilan-keterampilan
pokok, pengetahuan,
pemahaman, dan nilai-nilai sehingga siswa dapat menghindari bullying dan memperkecil kemungkinannya untuk melakukan bullying terhadap
orang lain. Adapun pengimplementasian program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilaksanakan ke dalam berbagai kegiatan dan
pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik. Kegiatan-kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on duty, morning carpet, pertemuan-
pertemuan orang tua, dan duta perdamaian. Sementara pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik dilakukan dengan cara guru menegur,
menasihati ketika ada siswanya yang berperilaku kurang baik. Isi atau
127 muatan ajaran program antibullying yang dilaksanakan di SD Tumbuh
2 meliputi ajaran cinta damai, toleransi, peduli, menghargai perbedaan dan keberagaman, serta berteman yang baik.
Adanya program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan kebijakan dari sekolah yang menyesuaikan dengan visi dan
misi sekolah yang mengangkat inklusi dan multikultur. Program antibullying merupakan tindak lanjut laporan tentang perilaku siswa
yang berasal dari pengamatan guru, orang tua, siswa, dan suasana sekolah yang kurang nyaman. Terbentuknya program juga melewati
beberapa langkah atau tahapan sehingga terbentuk suatu rancangan program yang siap dijalankan. Langkah atau tahapan tersebut yaitu
berawal dari laporan perilaku siswa dan suasana sekolah yang kurang nyaman yang kemudian ditampung dalam beberapa kali rapat guru,
pelaksanaan workshop ‘Perilaku Anak’ untuk menggali masalah siswa lebih lanjut, perancangan program, sosialisasi program ke dewan guru
dan komite sekolah, dan sosialisasi ke orang tua. Langkah atau tahapan perancangan program tersebut telah sesuai dengan langkah-langkah
untuk mengembangkan kebijakan antibullying menurut Ken Rigby 2001: 27 yang meliputi a mengadakan pertemuan dengan staf
sekolah, di dalam pertemuan disajikan presentasi tentang penemuan perilaku dan kasus bullying yang terjadi di sekolah serta hasil
kuesioner bullying yang telah dibagikan ke warga sekolah; b membuat penggunaan yang tepat dari informasi yang diberikan oleh staf, orang
128 tua, dan juga siswa; c membahas implikasi dari temuan dan menyoroti
kebutuhan seluruh sekolah; d merumuskan rancangan program antibullying sekolah ditujukan untuk kelompok perwakilan siswa dan
orang tua; e memastikan bahwa draft program diperiksa oleh semua
pihak yang berkepentingan dan jika perlu direvisi serta agar menjadi efektif program harus secara luas didukung oleh siswa, guru dan orang
tua. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
implementasi penggunaan kurikulum di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dieksplorasi ke dalam pelaksanaan keseharian di sekolah yang
diwujudkan dalam berbagai kegiatan dan pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik. Kegiatan-kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on
duty, morning carpet, pertemuan-pertemuan orang tua, dan duta perdamaian. Sementara pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik
dilakukan dengan cara guru menegur, menasihati ketika ada siswanya yang berperilaku kurang baik. Nilai antibullying meliputi ajaran cinta
damai, toleransi, peduli, menghargai perbedaan dan keberagaman, serta berteman yang baik. Adanya program antibullying di SD Tumbuh
2 Yogyakarta merupakan kebijakan dari sekolah yang dapat menjadi ciri khas atau keunikan dari sekolah tersebut. Adapun terbentuknya
program tersebut melalui beberapa langkah sehingga terbentuk suatu program yang siap untuk dilaksanakan.
129 e. Perbaikan Lingkungan
Lingkungan dapat menjadi bagian dari kesuksesan program. Lingkungan yang baik berpengaruh positif kepada orang-orang di
sekitarnya. Pelaksanaan perbaikan lingkungan dilakukan dengan kegiatan yang dapat menciptakan suasana yang positif sehingga nilai-
nilai keluhuran dapat terjaga dan siswa merasa aman di sekolah tersebut. Sejiwa 2008: 87 mengungkapkan sekolah perlu membuat
strategi untuk daerah-daerah rawan tempat terjadinya bullying. Daerah- daerah rawan tersebut dapat menjadi sasaran yang tepat untuk sasaran
perbaikan lingkungan sehingga nilai-nilai keluhuran dapat terjaga dan rasa aman serta harga diri siswa dapat terlindungi dengan baik.
Perbaikan lingkungan juga dapat berarti menciptakan suasana yang positif sehingga nilai-nilai keluhuran dan rasa aman serta harga diri
siswa dapat terlindungi dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui beberapa hal dalam
implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sejiwa di atas. Kegiatan yang
dilakukan SD Tumbuh 2 Yogyakarta dalam rangka perbaikan lingkungan yang berkaitan dengan antibullying diantaranya yaitu
penempelan kata atau kalimat-kalimat positif di area sekolah. Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan perbaikan lingkungan yaitu
bagaimana perbaikan lingkungan dapat membawa nilai positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Hal ini juga sejalan yang
130 diungkapkan sebuah situs website pemerintah Amerika bahwa
membangun lingkungan aman bertujuan agar membentuk budaya sekolah yang saling menghargai, toleransi dan menghormati yang
dapat dilakukan dilakukan juga dengan memperkuat interaksi sosial yang positif dan inklusif Stopbullying.gov.
Adapun target atau sasaran perbaikan lingkungan dilakukan di area tersebut banyak digunakan untuk aktivitas orang setiap harinya namun
belum maksimal pengelolaannya, maka dilakukan perbaikan lingkungan agar lebih indah dan hidup suasanya serta dapat membawa
nilai-nilai yang positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Tempat tersebut juga merupakan tempat yang banyak untuk aktivitas warga
sekolah setiap harinya namun kurang hidup suasananya, yaitu koridor dan taman sekolah. Banyaknya aktivitas warga sekolah di tempat
tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadinya bullying di tempat tersebut.
Perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah membawa hal positif, termasuk terhadap perilaku bullying di sekolah.
Perbaikan lingkungan menjadikan siswa paham nilai-nilai positif yang ditanamkan sehingga harapannya siswa melakukan hal yang positif
pula. Dengan pemahaman akan nilai-nilai positif, kemungkinan siswa untuk melakukan bullying pun juga semakin kecil. Evaluasi
pelaksanaan perbaikan lingkungan dilakukan satu kali dulu waktu selepas kegiatan pada saat rapat guru.
131 Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat
disimpulkan implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilakukan dengan penempelan kata atau kalimat-kalimat
positif di area sekolah dengan pertimbangan bagaimana perbaikan lingkungan dapat membawa nilai positif ke warga sekolah, khususnya
siswa. Perbaikan lingkungan dilakukan di area yang banyak digunakan untuk aktivitas orang setiap harinya namun belum maksimal
pengelolaannya, maka dilakukan perbaikan lingkungan agar lebih indah dan hidup suasananya serta dapat membawa nilai-nilai yang
positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Perbaikan lingkungan menjadikan siswa paham nilai-nilai positif yang ditanamkan sehingga
harapannya siswa melakukan hal yang positif pula. f. Circle Time
Jika orang tua sebagai bagian pensukses dari program antibullying, ada pertemuan yang dapat digunakan sekolah sebagai mediator antara
sekolah dan orang tua sehingga yang dilaksanakan di sekolah bisa sejalan dengan yang orang tua lakukan di rumah. Maka sudah
selayaknya siswa sebagai bagian penting dan juga fokus program antibullying, diadakan pula pertemuan yang dapat membantu siswa
mensukseskan program antibullying. Circle time yaitu semacam pertemuan antar siswa dimana siswa bisa bebas berdiskusi dan
berefleksi tentang nilai-nilai atau aturan-aturan berperilaku. Circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta bernama morning carpet yang
132 dilaksanakan sebelum pelajaran selama 15-30 menit pada hari yang
telah ditentukan masing-masing kelas. Dilaksanakannya circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta berarti sejalan dengan salah satu komponen
tingkat kelas dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yang dikemukakan oleh Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380
yaitu mengadakan pertemuan kelas secara rutin. Dan Olweus dan Susan P. Limber mengemukakan pertemuan rutin kelas yang dilakukan
per minggu dimana guru dan siswa mendiskusikan bullying dan isu-isu terkait. Tujuan dari pertemuan kelas adalah membangun kohesi antara
kelas dan masyarakat, membahas aturan tentang bullying dan segala konsekuensi positif negatifnya jika mengikuti atau tidak mengikuti
aturan, membantu siswa memahami peran mereka dalam mencegah dan menghentikan bullying, serta memecahkan masalah strategi untuk
mengatasi bullying. Bagian dari pertemuan ini, siswa terlibat dalam role-playing, yang bertujuan untuk membantu membangun empati,
menghasilkan solusi yang mungkin untuk situasi bullying, dan praktek tindakan positif untuk mengambil ketika dihadapkan dengan bullying.
Circle time diikuti oleh siswa dan guru sebagai satu rangkaian kegiatan pembelajaran. Siswa berperan sebagai audience, menanggapi
materi yang disampaikan ataupun membagi pengalamannya dengan siswa lain. Sementara peran guru dalam circle time yaitu berperan
menyampaikan materi, membuat suasana kegiatan menjadi menyenangkan, memberikan feedback atas tanggapan dari siswa. Guru
133 juga akan menunjukkan nilai-nilai positif atau membantu penyelesaian
masalah dari yang siswa sampaikan sehingga dengan terselesaikannya masalah siswa dapat menghindarkan kemungkinan adanya perilaku
dendam atau ingin membalas kepada siswa lain. Jika siswa dapat berperilaku baik dan mengatasi masalahnya maka secara langsung
dapat menekan perilaku bullying. Peran guru di atas, sesuai dengan peran guru dalam program antibullying yang diungkapkan Sejiwa
2008: 42 bahwa guru sebagai wali kelas sebaiknya memiliki kemampuan untuk memberikan konseling kepada para siswa yang
membutuhkan bantuan, termasuk mengatasi yang terlibat bullying. Guru dapat memberikan konseling misalnya melalui diskusi-diskusi
kelompok. Dalam diskusi tersebut guru dapat mengajarkan bagaimana menghargai pendapat teman atau kelompok lain.
Materi yang disampaikan atau dibahas dalam circle time bermacam, yang harapannya dapat menambah pengetahuan dan
memberikan nilai-nilai positif kepada siswa. Materi dalam circle time bisa meliputi tentang bullying ataupun topik-topik lain yang sedang
hangat dan sekiranya bermanfaat bagi siswa. Materi tentang bullying berhubungan dengan aturan atau cara bersikap yang baik. Cara
penyampaian materi dalam circle time dilakukan semenarik mungkin, dalam hal ini tergantung dari kreativitas guru. Cara-cara penyampaian
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang kemudian dijelaskan oleh guru, pemutaran videofilm, dan siswa diajak
134 brainstorming terkait materi yang disampaikan agar siswa tetap fokus
dan tidak ramai sendiri. Ketertarikan siswa terhadap materi dapat ditunjukkan dengan beberapa sikap positif siswa terhadap materi.
Ketertarikan tersebut terbukti dari siswa mau menyimak, mendengarkan, berdiskusi, menanggapi ataupun menceritakan
pengalamannya terkait materi, dan juga memahami materi. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Sejiwa 2008: 87 bahwa circle time
dapat membantu para siswa dalam pengembangan keahlian seperti mendengarkan dan berempati. Hal ini dapat meningkatkan rasa hormat
terhadap orang lain dan juga harga diri. Di dalam forum akan didiskusikan segala hal yang berkaitan dengan bullying dan siswa
berkesempatan untuk mengambil alih kepemilikan akan aturan-aturan berperilaku seperti mendiskusikan nilai-nilai yang mereka junjung
bersama, hal-hal yang mereka inginkan dan tidak inginkan. Contohnya sikap-sikap orang lain yang mereka inginkan dalam memperlakukuan
mereka. Berbekal ketertarikan siswa terhadap materi, maka circle time
dapat membawa hal positif terhadap perilaku bullying di sekolah yaitu memberikan pemahaman kepada siswa akan pengetahuan atau nilai-
nilai yang baik dan membantu siswa menyelesaikan masalahnya sehingga dengan terselesaikannya masalah siswa dapat menghindarkan
kemungkinan adanya perilaku dendam atau ingin membalas kepada siswa lain. Adapun evaluasi dilaksanakan saat rapat guru dengan cara
135 guru melaporkan topik yang disampaikan dalam circle time. Dari
laporan-laporan topik tersebut guru dapat bertukar materi untuk topik materi circle time minggu selanjutnya.
Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan
sarana pertemuan kelas secara rutin. Pelaksanaan circle time berpusat ke siswa dimana siswa diperbolehkan untuk bercerita dan menanggapi
materi yang disampaikan. Circle time juga dapat digunakan sebagai sarana penyelesaian masalah siswa sehingga secara tidak langsung
dapat membantu menekan perilaku bullying di sekolah.
2. Kendala dalam Implementasi Program Antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta
a. Kendala dalam Poster
Poster adalah media informasi yang berupa surat tempelan yang berisi pengumuman atau ajakan. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui kendala dalam poster salah satunya berkaitan dengan tempat pemasangan poster. Masih ada poster yang pemasangannya kurang
tepat. Terdapat pemasangan poster yaitu di dekat tangga, yang terlalu tinggi dan tulisannya yang terlalu kecil sehingga bagi siswa agak
menyulitkan untuk dibaca. Selain itu masih banyak area sekolah yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk pemasangan poster.
Menurut Sejiwa 2008: 85 poster dapat menyampaikan pesan dari apa yang ditampilkannya, terlebih jika dikemas dengan visual yang
136 menarik membuat pesan dapat diterima sangat baik oleh penikmat
poster. Manfaat lain poster dalam kegiatan antibullying yaitu sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha
mengatasi bullying. Pemasangan poster yang agak terlalu tinggi dan tulisannya yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi siswa yang
ingin membacanya berarti belum sepenuhnya memenuhi yang diungkapkan Sejiwa di atas karena membuat pesan kurang dapat
diterima baik oleh penikmat poster. Belum maksimalnya area sekolah yang dimanfaatkan dalam pemasangan poster menjadikan poster
sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha mengatasi bullying kurang berjalan maksimal. Alangkah lebih
baik jika semua area sekolah yang strategis dan potensial dapat dimanfaatkan untuk pemasangan poster, juga digunakan untuk
pemasangan poster khususnya poster tentang antibullying sehingga suasana antibullying di sekolah tersebut menjadi kental yang
harapannya berimplikasi positif ke perilaku warga sekolahnya. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
kendala dalam implementasi poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu terdapat pemasangan poster yang agak terlalu tinggi dan tulisannya
yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi siswa yang ingin membacanya dan belum maksimalnya area sekolah yang dimanfaatkan
dalam pemasangan poster.
137
b. Kendala dalam Pembentukan Dewan Pengawas
Dewan pengawas bertugas mengawasi perilaku anak di jam-jam istirahat ataupun makan siang dengan cara berkeliling ke area sekolah.
Pengawasan bertujuan agar anak tidak melakukan aktivitas yang tidak baik ataupun berbahaya, yang tidak menghindari kemungkinan salah
satu di antaranya termasuk bullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kendala dalam pembentukan dewan pengawas berkaitan
dengan kejengahan dalam pengawasan. Pelaksanaan dewan pengawas sudah berjalan baik, hanya saja guru pernah jengah dalam pengawasan
sehingga pernah ada kejadian anak lepas dari pengawasan karena berada di luar wilayah SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam kasus ini
anak terlepas dari pengawasan dewan pengawas karena anak berada di wilayah SMP Tumbuh yang sudah bukan wilayah pengawasan dewan
pengawas dari SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Hal ini berarti belum sepenuhnya memenuhi dengan yang Sejiwa 2008: 85 ungkapkan
bahwa dewan pengawas merupakan strategi yang proaktif dalam mengawali aksi dari seluruh sekolah. SD Tumbuh 2 Yogyakarta dan
SMP Tumbuh masih dalam satu bangunan gedung dan satu yayasan, alangkah lebih baik jika dalam pelaksanaan program antibullying juga
melibatkan kerjasama dengan lingkungan sekitar sekolah sehingga pelaksanaan bisa berjalan lebih maksimal. Selain itu, juga dapat
diberikan pengertian kepada siswa tentang akibat yang akan diperoleh ataupun tidak diperoleh dari tindakan yang dilakukannya sehingga
138 siswa menjadi paham akan perilaku berbahaya ataupun tidak baik yang
tidak boleh dilakukan. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
kendala dalam implementasi dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu adanya aktivitas anak yang pernah terlepas dari
pengawasan dewan sekolah, yang salah satunya disebabkan anak berada di luar wilayah pengawasan dewan pengawas.
c. Kendala dalam Pertemuan dan Pelatihan untuk Keluarga
Pertemuan dan pelatihan untuk keluarga digunakan sebagai forum untuk menyelaraskan yang dilakukan orang tua di rumah dengan yang
dilaksanakan di sekolah. Ada bermacam-macam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam
kaitannya dengan program antibullying, pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta meliputi parents meeting,
parents seminar, dan parents counseling. Dari hasil penelitian, diketahui kendala dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga
berkaitan erat dengan kesadaran dan keantusiasan peserta dalam mengikuti pertemuan, serta cara penyampaian materi dalam forum atau
pertemuan tersebut. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang ditampilkan melalui lcd. Pemateri
kurang mengadakan interaksi aktif dengan orang tua, penyampaian lebih berpusat ke materi. Dalam jalannya pertemuan juga terdapat
beberapa orang tua yang menguap saat pertemuan dan tidak banyak