Kendala dalam Implementasi Program Antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta

111 dilaksanakan di sekolah. Ada bermacam-macam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam kaitannya dengan program antibullying, pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta meliputi parents meeting, parents seminar, dan parents counseling. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, diketahui kendala dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga yaitu belum banyak orang tua yang mau ikut aktif menanggapi atau menyampaikan aspirasinya dalam pertemuan. Guru juga turut serta mengungkapkan kendala dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga yaitu belum tersalurkannya semua aspirasi dari orang tua, orang tua kurang berpartisipasi aktif, dan orang tua belum sepenuhnya menghayati yang sekolah sampaikan sehingga ketika dihadapkan masalah, terkadang bertindak tidak sesuai dengan apa yang telah disosialisasikan sekolah. Orang tua yang belum sepenuhnya menghayati materi yang sekolah sampaikan, kurangnya partisipasi aktif dan belum tersalurkannya semua aspirasi, erat berkaitan dengan kesadaran dan keantusiasan peserta dalam mengikuti pertemuan dan juga cara penyampaian materi dalam forum atau pertemuan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui penyampaian materi dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga dengan menggunakan powerpoint yang lalu dijelaskan oleh narasumber. Lebih lanjut, berdasarkan hasil observasi yaitu saat parents seminar yang 112 dilaksanakan pada Selasa, 11 Agustus 2015 tampak penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang ditampilkan melalui lcd. Pemateri kurang mengadakan interaksi aktif dengan orang tua, penyampaian lebih berpusat ke materi. Dalam jalannya pertemuan juga terdapat beberapa orang tua yang menguap saat pertemuan dan tidak banyak yang bertanya atau menanggapi pada sesi tanya jawab. Hal ini secara tidak langsung dapat menunjukkan bahwa orang tua kurang memiliki kesadaran akan pentingnya mengikuti pertemuan dan juga kurang tertariknya terhadap materi yang disampaikan. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi pelatihan dan pertemuan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu orang tua belum sepenuhnya menghayati materi yang sekolah sampaikan sehingga ketika dihadapkan masalah, terkadang bertindak tidak sesuai dengan apa yang telah disosialisasikan sekolah; kurangnya ketertarikan dan partisipasi aktif orang tua dalam pelatihan dan pertemuan untuk keluarga karena penyampaian materi yang kurang menarik sehingga membuat aspirasi orang tua belum semua tersalurkan. d. Kendala dalam Penggunaan Kurikulum Penggunaan kurikulum menyediakan kesempatan eksplorasi nilai- nilai antibullying atau upaya-upaya mengatasi bullying dalam pelaksanaan keseharian di sekolah. Eksplorasi tersebut dapat berupa keterampilan-keterampilan pokok, pengetahuan, pemahaman, dan 113 nilai-nilai. Adapun berdasarkan hasil wawancara, diketahui bentuk implementasi program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilaksanakan dalam berbagai kegiatan dan pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik. Kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on duty, morning carpet, pertemuan-pertemuan orang tua, dan duta perdamaian. Dalam implementasi program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta tidak menggunakan buku petunjuk atau acuan khusus pelaksanaan program, sementara program dibentuk dengan menyesuaikan visi dan misi sekolah yang secara tidak langsung merupakan bagian penting dari sekolah. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi penggunaan kurikulum di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu tidak adanya buku petunjuk atau acuan khusus pelaksanaan program antibullying yang merupakan bagian penting dari sekolah. e. Kendala dalam Perbaikan Lingkungan Lingkungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan program antibullying. Maka perlu diadakan perbaikan lingkungan yang dapat mendukung kesuksesan program antibullying. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui kegiatan yang dilakukan dalam kaitannya perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu penempelan kata atau kalimat-kalimat positif di area sekolah. Mading dulu juga pernah menjadi kegiatan dalam perbaikan lingkungan, hanya saja sekarang sudah tidak berjalan lagi. Lebih lanjut, dari hasil wawancara 114 juga diketahui kendala yang dihadapi selama perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu tidak dilaksanakan secara berkala sehingga belum maksimal pelaksanaannya terdapat kegiatan yang sudah tidak berjalan dan beberapa tempelan tampak perlu diperbaharui. Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh bahwa perbaikan lingkungan yang tampak dan berkaitan dengan antibullying hanya dilakukan dengan pemasangan kata-kata positif di sekolah. Selain itu perbaikan lingkungan tidak berjalan secara berkala sehingga rasanya belum maksimal pelaksanaannya. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu perbaikan lingkungan tidak diagendakan secara berkala sehingga masih belum maksimal pelaksanaannya dan ada kegiatan yang sudah tidak berjalan. Selain itu beberapa tempelan tampak sudak usang sehingga perlu diperbaharui. f. Kendala dalam Circle Time Circle time merupakan semacam pertemuan antar siswa dimana siswa bisa bebas berdiskusi dan berefleksi tentang nilai-nilai atau aturan-aturan berperilaku. Dalam circle time dibahas suatu topik materi yang sekiranya kontekstual dan bermanfaat bagi siswa. Dalam circle time siswa juga boleh memberikan masukan, bercerita tentang pengalamannya atau masalah yang dihadapinya untuk didapatkan solusi bersama. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah, 115 diketahui kendala yang dihadapi selama pelaksanaan circle time yaitu belum meratanya keaktifan siswa selama kegiatan. Guru juga mengungkapkan hal yang senada dan salah seorang guru mengungkapkan bahwa setiap anak membutuhkan cara yang berbeda dalam penanganan setiap masalahnya, yang tidak lain menjadikan tantangan bagi guru. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu belum meratanya keaktifan siswa selama kegiatan dan setiap anak membutuhkan cara yang berbeda dalam penanganan setiap masalahnya yang tidak lain menjadi tantangan bagi guru.

D. Pembahasan 1. Implementasi Program Antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta

a. Poster Poster adalah media informasi yang berupa surat tempelan yang berisi pengumuman atau ajakan. Adapun ciri-ciri poster adalah biasanya bergambar mencolok, menarik perhatian, ditulis dengan bahasa yang sangat singkat dan sederhana, serta bersifat persuasif mengajak mempengaruhi untuk bertindak sesuai yang diingkinkan dalam isi poster. Isi poster biasanya berisi ajaran-ajaran atau nilai-nilai hidup yang positif. Menurut Sejiwa 2008: 85 poster dapat menyampaikan pesan dari apa yang ditampilkannya, terlebih jika dikemas dengan visual yang menarik membuat pesan dapat diterima sangat baik oleh penikmat 116 poster. Poster alangkah baiknya jika ditempatkan di tempat yang strategis untuk dapat diliat orang setiap harinya. Manfaat lain poster dalam kegiatan antibullying yaitu sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha mengatasi bullying. Melibatkan siswa dalam proses produksi dan desain poster akan mendukung pemahaman dan keterlibatan siswa dalam program antibullying sehingga harapannya siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan program antibullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui beberapa hal dalam implementasi poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sejiwa di atas. Poster yang ada di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dipasang di beberapa tempat yang strategis di sekolah, yang merupakan area yang banyak dilalui orang setiap harinya. Pemasangan di tempat yang strategis tersebut seperti diantaranya di koridor utama sekolah, di dekat tangga sekolah, kantin, dan dinding dekat taman sekolah. Pemasangan poster di tempat-tempat yang strategis tersebut bertujuan agar memberikan manfaat, terlebih manfaat dalam kaitannya mengatasi bullying. Adapun manfaat poster bagi sekolah yaitu diantaranya sebagai sarana mengembangkan kreativitas siswa serta memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang cara- cara dan nilai kehidupan yang baik. Poster dapat bermanfaat sebagai sarana mengembangkan kreativitas siswa karena beberapa poster yang ada di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan hasil karya siswa. 117 Dengan keterlibatan siswa dalam proses produksi poster, kemungkinan besar siswa juga memahami isi poster yang dibuatnya dan harapannya siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan program antibullying. Dalam kaitannya mengatasi bullying, khususnya poster tentang bullying telah membawa hal positif terhadap perilaku bullying di sekolah karena membuat siswa paham cara bersikap dan bersosialisasi dengan baik yang didukung pembiasaan-pembiasaan baik dari sekolah membuat siswa menjadi enggan atau berpikir ulang untuk melakukan bullying sehingga secara tidak langsung menekan perilaku bullying di sekolah. Poster tentang bullying berisi sikap-sikap dalam bersosialisasi yang baik, diantaranya yaitu poster yang berisi beberapa foto ajaran sikap positif terhadap keberagaman dan juga poster yang berjudul “Gallery I’am a Good Friend” berisi beberapa enam ajaran tentang cara berteman yang baik. Adanya aktivitas poster dalam implementasi program antibullying dapat juga merupakan strategi proaktif sekolah untuk mencegah bullying seperti yang dilakukan oleh Art Putney Academy yang menggunakan beberapa strategi yaitu salah satunya kampanye melalui poster dari beberapa strategi diantaranya 1 kepemimpinan sekolah yang efektif untuk menggalakan semangat antibullying yang terbuka dan jujur; 2 penggunaan kurikulum, yang dapat dimanfaatkan guru untuk membahas isu-isu keragaman dan pesan antibullying dalam waktu tertentu; 3 pemanfaatan dari kalender akademik sekolah, 118 dimana pada waktu tertentu sekolah dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kesadaran akan konsekuensi negatif bullying misalnya pada pekan antibullying setiap tahunnya; 4 assembly sekolah secara keseluruhan; 5 survei siswa; 6 kampanye melalui poster; 7 peningkatan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi masalah; 8 peer support beserta struktur anggotanya; 9 pelatihan ketegasan; 10 evaluasi staf secara umum dan khusus untuk melanjutkan pengembangan professional; 11 pelatihan kepada staf tentang kebijakan antibullying yang disertai praktek pelaksanaannya Artputney.org. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasian poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilakukan sebagai media pengingat secara kontinu, terutama bagi siswa berkaitan usaha mengatasi bullying yang berisi sikap-sikap dalam bersosialisasi yang baik. Poster dipasang di tempat-tempat yang strategis di sekolah. Poster juga telah memberikan manfaat bagi sekolah dan menekan perilaku bullying di sekolah. b. Pembentukan Dewan Pengawas Sejiwa 2008: 85 mengungkapkan pembentukan dewan pengawas dapat memberi sinyal bahwa warga sekolah proaktif dalam mengatasi perilaku bullying karena keterlibatannya dalam pelaksanaannya. Dalam pertemuan ini, dapat dipilih semacam dewan pengawas yang akan memantau sejauh mana bullying dapat dicegah. Di dalam forum dapat 119 menjadi wadah untuk mendiskusikan aksi-aksi nyata untuk mengatasi bullying yang terjadi. Lebih lanjut, salah satu komponen tingkat sekolah dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yaitu evaluasi dan perbaikan sistem pengawasan sekolah. Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 menjelaskan bahwa sistem pengawasan mengembangkan strategi untuk meningkatkan pengawasan dan kesamaan pandangan tentang hotspot bullying. Sistem pengawasan bertujuan untuk mengurangi perilaku bullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta bernama staff on duty yang melibatkan kepala sekolah, guru, dan staf seperti security, petugas kantin, dan admin sekolah dalam pelaksanaannya. Dewan pengawas bertugas mengawasi aktivitas anak di luar kelas dengan cara berkeliling ke area-area sekolah, khususnya area rawan bullying pada saat jam-jam istirahat ataupun makan siang untuk memastikan anak tidak melakukan perilaku yang tidak baik ataupun berbahaya. Dewan pengawas akan menegur, menasihati, ataupun memberikan peringatan ketika menjumpai siswanya melakukan hal yang tidak baik atau berbahaya. Disebutkan dalam Sejiwa 2008: 37-41 berkaitan peranan yang harus diemban pimpinan sekolah dalam mengatasi dan mencegah bullying, diketahui peran kepala sekolah dalam kegiatan antibullying secara garis besar dapat bertindak sebagai inisiator atau penggagas, pendidik, penggerak, dan pengawas. Pengawas dapat mengandung dua artian, 120 yaitu pengawas program secara keseluruhan dan juga bagian dari sistem pengawasandewan pengawas. Adapun peran dari staf sekolah diungkapkan dalam Sejiwa 2008: 75 yaitu untuk ikut membantu guru mengawasi siswa di lingkungan sekolah. Staf sekolah yang melihat terjadinya bullying diharapkan segera mencegah atau melaporkan kepada guru terkait. Dengan demikian, dapat dikatakan anggota dewan pengawas yang meliputi kepala sekolah, guru, dan staf secara garis besar telah memenuhi perannya dalam program antibullying. Area rawan bullying meliputi kantin, taman, koridor-koridor, dan halaman sekolah. Di area rawan bullying tersebut dilakukan pengawasan, yang berarti sejalan dengan strategi proaktif untuk mencegah bullying dari Art Putney Academy yaitu peningkatan pengawasan di daerah-daerah yang berpotensi masalah Artputney.org. Adapun pengawasan terhadap aktivitas anak secara tidak langsung juga berarti mengawasi pelaku aktivitas. Pengawasan terhadap pelaku dan area rawan bullying ini sejalan dengan poin pertama dan kedua kebijakan yang dapat dilakukan sekolah untuk mengatasi bullying menurut Jennifer Thomson 2011: 62 yaitu a meningkatkan pengawasan di daerah-daerah di mana pelaku berkemungkinan melakukan penyerangan; b mengawasi pelaku. Lebih lanjut, pengawasan terhadap aktivitas siswa ini juga sejalan dengan salah satu komponen tingkat individu dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yaitu mengawasi kegiatan siswa. Dan 121 Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 menjabarkan komponen tingkat individu dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yang meliputi a mengawasi kegiatan siswa; b penanganan langsung dari staf saat bullying terjadi; c melakukan pembicaraan yang serius dengan siswa yang terlibat bullying; d melakukan pembicaraan serius dengan orang tua siswa yang terlibat bullying; e mengembangkan rencana penanganan individu bagi siswa yang terlibat bullying. Adapun dalam penanganan masalah, pertama akan dilakukan oleh guru kelas yang juga merupakan anggota dewan pengawas dengan cara berdiskusi dengan siswa dan pemanggilan orang tua ke sekolah apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut. Hal tersebut di atas berarti juga sejalan dengan komponen tingkat individu dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yaitu penanganan langsung dari staf saat bullying terjadi, melakukan pembicaraan yang serius dengan siswa yang terlibat bullying, dan melakukan pembicaraan serius dengan orang tua siswa yang terlibat bullying. Agar dewan pengawas membawa hasil yang lebih positif dan memiliki kinerja yang lebih baik maka perlu dilakukan evaluasi pelaksanaannya. Evaluasi dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilakukan saat rapat guru. Evaluasi dipimpin oleh kepala sekolah. Dalam evaluasi guru melaporkan hasil pencacatan masalah yang dilakukan siswa kelasnya masing-masing dan dilakukan diskusi bersama untuk solusi terhadap masalah-masalah yang sekiranya perlu 122 tindakan lebih lanjut. Hal tersebut sejalan dengan diungkapkan Sejiwa 2008: 38 bahwa kepala sekolah dapat memanfaatkan pertemuan seperti pada saat rapat guru, pertemuan-pertemuan dengan para orang tua, pertemuan dengan komite sekolah, maupun pertemuan dengan murid. Pesan yang ditekankan adalah ajakan untuk mengatasi bullying tanpa melakukan bullying, serta menciptakan sebuah sekolah yang para warganya saling menghargai, bertoleransi, bertanggung jawab, bekerjasama, saling percaya, dan empati satu sama lain. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi pembentukan dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yang bernama staff on duty bertujuan agar anak terhindar atau tidak melakukan aktivitas yang berbahaya ataupun tidak baik, termasuk dalam hal ini bullying. Dewan pengawas melakukan pengawasan dengan berkeliling ke area-area sekolah, tidak terkecuali di area-area sekolah yang rawan dari tindakan yang tidak baik ataupun berbahaya. Berkeliling ke area sekolah dilakukan pada saat jam-jam istirahat dan makan siang. Adapun dewan pengawas telah berpengaruh positif terhadap perilaku anak karena anak telah terbiasa untuk menjaga tingkah laku ataupun ucapannya. c. Pelatihan dan Pertemuan untuk Keluarga Orang tua merupakan bagian pensukses dari program antibullying. Maka dari itu diperlukan andil orang tua dalam program salah satunya melalui pertemuan dan pelatihan untuk keluarga. Keterlibatan orang 123 tua merupakan bagian dari komponen tingkat sekolah dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP menurut Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 yang menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan program, orang tua dapat berpartisipasi dalam berbagai cara, yaitu diantaranya sebagai koordinasi panitia di sekolah, menghadiri acara di hari libur sekolah, pertemuan orang tua seluruh sekolah, menerima informasi secara teratur tentang bullying dan program melalui brosur, newsletter, peristiwa, dan papan buletin online. Hal di atas sejalan dengan hasil penelitian bahwa keikutsertaan orang tua dalam pertemuan untuk keluarga karena memenuhi undangan dari sekolah dan juga kebutuhan orang tua untuk mengikuti perkembangan informasi tentang anaknya. Ada tiga macam pertemuan untuk keluarga orang tua di sekolah yang ada kaitannya dengan program antibullying, yaitu parents meeting, parents seminar, dan parents counseling. Waktu pelaksanaan dari tiap pertemuan tersebut berbeda-beda. Parents seminar dilaksanakan satu kali setiap semester, parents meeting dilaksanakan minimal satu kali setiap semester, dan parents counseling dapat dilaksanakan setiap orang tua membutuhkan konsultasi dengan guru yaitu pada hari aktif sekolah Senin sampai Jumat. Dilaksanakannya parents meeting sebagai bagian dari pelaksanaan program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta, sesuai dengan komponen tingkat kelas dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP menurut Dan 124 Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 yaitu mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa. Tujuan dari pertemuan ini adalah membantu orang tua memahami masalah yang terkait dengan bullying dan cara-cara sekolah mengatasi bullying melalui program, serta meminta masukan orangtua dan peran sertanya dalam program. Pertemuan kelas dengan orang tua mungkin juga membantu untuk membangun hubungan dengan guru dan membangun hubungan antar orang tua siswa dalam kelas. Dalam pertemuan tidak hanya ada orang tua, tetapi juga ada pihak- pihak ataupun orang-orang lain yang ikut berpartisipasi seperti guru, kepala sekolah, dan narasumber ahli yang masing-masing memberikan sumbangsihnya dalam pertemuan. Dengan adanya berbagai pihak dalam pelatihan dan pertemuan untuk keluarga berarti juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh sebuah situs website pemerintah Amerika yaitu tentang keterlibatan orangtua dan remaja. Hal ini penting bagi semua orang di masyarakat untuk bekerja sama dan bersatu dalam upaya melawan bullying Stopbullying.gov. Demi kesuksesan program, sekolah selain mengadakan kerjasama dengan orang-orang yang ikut serta dalam pertemuan untuk keluarga juga mengadakan kerjasama-kerjasama dengan pihak yang sekiranya dapat mendukung kesuksesan program. Kerjasama tersebut diantaranya meliputi kerjasama dengan orang tua supaya dapat bertindak selaras dengan apa yang dibina di sekolah dengan cara orang 125 tua tidak boleh melakukan kekerasan, menghukum anak terlalu berlebihan, mendidik dengan tidak terlalu permisif ataupun otoriter, dan supaya lebih memperhatikan anaknya agar cepat mengetahui perubahan pada anak. Sementara kerjasama dengan radio dan televisi merupakan media partner dalam mensosialisasikan program antibullying agar dikenal masyarakat luas. Dilaksanakannya kerjasama dengan radio dan televisi sebagai media partner dalam mensosialisasikan program sejalan dengan salah satu komponen tingkat masyarakat dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yang dikemukakan oleh Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380. Adapun komponen tersebut yaitu membantu menyebarkan pesan-pesan antibullying dan prinsip-prinsip pelaksanaannya dalam masyarakat. Hal tersebut juga sejalan dengan peran media dalam program antibullying. Dijelaskan dalam Sejiwa 2008: 78 media sebagai pemberi informasi bagi masyarakat, maka media dapat melakukan perannya dalam menyampaikan informasi mengenai bullying. Mensosialisasikan kegiatan-kegiatan antibullying, rubrik konsultasi tanya jawab sehingga pemahaman masyarakat terhadap bullying dapat meningkat, dampak sekaligus informasi mengenai program rehabilitasi bagi korban merupakan beberapa peran media dalam jaringan anti bullying. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi pelatihan dan pertemuan untuk keluarga di 126 SD Tumbuh 2 Yogyakarta diwujudkan dalam berbagai pertemuan dengan orang tua, yang meliputi parents seminar, parents meeting, dan parents counseling. Adapun orang tua diikutsertakan dalam pertemuan-pertemuan tersebut karena orang tua merupakan salah satu bagian dari pensukses program antibullying. Agar program antibullying lebih diketahui oleh masyarakat luas dalam kaitannya sosialisasi, juga diadakan kerjasama dengan media seperti radio dan televisi. d. Penggunaan Kurikulum Penggunaan kurikulum menyediakan kesempatan eksplorasi nilai- nilai antibullying atau upaya-upaya mengatasi bullying dalam pelaksanaan keseharian di sekolah. Disebutkan dalam Sejiwa 2008: 86 banyak bagian dari kurikulum yang dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi keterampilan-keterampilan pokok, pengetahuan, pemahaman, dan nilai-nilai sehingga siswa dapat menghindari bullying dan memperkecil kemungkinannya untuk melakukan bullying terhadap orang lain. Adapun pengimplementasian program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilaksanakan ke dalam berbagai kegiatan dan pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik. Kegiatan-kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on duty, morning carpet, pertemuan- pertemuan orang tua, dan duta perdamaian. Sementara pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik dilakukan dengan cara guru menegur, menasihati ketika ada siswanya yang berperilaku kurang baik. Isi atau 127 muatan ajaran program antibullying yang dilaksanakan di SD Tumbuh 2 meliputi ajaran cinta damai, toleransi, peduli, menghargai perbedaan dan keberagaman, serta berteman yang baik. Adanya program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan kebijakan dari sekolah yang menyesuaikan dengan visi dan misi sekolah yang mengangkat inklusi dan multikultur. Program antibullying merupakan tindak lanjut laporan tentang perilaku siswa yang berasal dari pengamatan guru, orang tua, siswa, dan suasana sekolah yang kurang nyaman. Terbentuknya program juga melewati beberapa langkah atau tahapan sehingga terbentuk suatu rancangan program yang siap dijalankan. Langkah atau tahapan tersebut yaitu berawal dari laporan perilaku siswa dan suasana sekolah yang kurang nyaman yang kemudian ditampung dalam beberapa kali rapat guru, pelaksanaan workshop ‘Perilaku Anak’ untuk menggali masalah siswa lebih lanjut, perancangan program, sosialisasi program ke dewan guru dan komite sekolah, dan sosialisasi ke orang tua. Langkah atau tahapan perancangan program tersebut telah sesuai dengan langkah-langkah untuk mengembangkan kebijakan antibullying menurut Ken Rigby 2001: 27 yang meliputi a mengadakan pertemuan dengan staf sekolah, di dalam pertemuan disajikan presentasi tentang penemuan perilaku dan kasus bullying yang terjadi di sekolah serta hasil kuesioner bullying yang telah dibagikan ke warga sekolah; b membuat penggunaan yang tepat dari informasi yang diberikan oleh staf, orang 128 tua, dan juga siswa; c membahas implikasi dari temuan dan menyoroti kebutuhan seluruh sekolah; d merumuskan rancangan program antibullying sekolah ditujukan untuk kelompok perwakilan siswa dan orang tua; e memastikan bahwa draft program diperiksa oleh semua pihak yang berkepentingan dan jika perlu direvisi serta agar menjadi efektif program harus secara luas didukung oleh siswa, guru dan orang tua. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi penggunaan kurikulum di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dieksplorasi ke dalam pelaksanaan keseharian di sekolah yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan dan pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik. Kegiatan-kegiatan yang masih aktif diantaranya staff on duty, morning carpet, pertemuan-pertemuan orang tua, dan duta perdamaian. Sementara pembiasaan bagi siswa untuk bersikap baik dilakukan dengan cara guru menegur, menasihati ketika ada siswanya yang berperilaku kurang baik. Nilai antibullying meliputi ajaran cinta damai, toleransi, peduli, menghargai perbedaan dan keberagaman, serta berteman yang baik. Adanya program antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan kebijakan dari sekolah yang dapat menjadi ciri khas atau keunikan dari sekolah tersebut. Adapun terbentuknya program tersebut melalui beberapa langkah sehingga terbentuk suatu program yang siap untuk dilaksanakan. 129 e. Perbaikan Lingkungan Lingkungan dapat menjadi bagian dari kesuksesan program. Lingkungan yang baik berpengaruh positif kepada orang-orang di sekitarnya. Pelaksanaan perbaikan lingkungan dilakukan dengan kegiatan yang dapat menciptakan suasana yang positif sehingga nilai- nilai keluhuran dapat terjaga dan siswa merasa aman di sekolah tersebut. Sejiwa 2008: 87 mengungkapkan sekolah perlu membuat strategi untuk daerah-daerah rawan tempat terjadinya bullying. Daerah- daerah rawan tersebut dapat menjadi sasaran yang tepat untuk sasaran perbaikan lingkungan sehingga nilai-nilai keluhuran dapat terjaga dan rasa aman serta harga diri siswa dapat terlindungi dengan baik. Perbaikan lingkungan juga dapat berarti menciptakan suasana yang positif sehingga nilai-nilai keluhuran dan rasa aman serta harga diri siswa dapat terlindungi dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui beberapa hal dalam implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sejiwa di atas. Kegiatan yang dilakukan SD Tumbuh 2 Yogyakarta dalam rangka perbaikan lingkungan yang berkaitan dengan antibullying diantaranya yaitu penempelan kata atau kalimat-kalimat positif di area sekolah. Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan perbaikan lingkungan yaitu bagaimana perbaikan lingkungan dapat membawa nilai positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Hal ini juga sejalan yang 130 diungkapkan sebuah situs website pemerintah Amerika bahwa membangun lingkungan aman bertujuan agar membentuk budaya sekolah yang saling menghargai, toleransi dan menghormati yang dapat dilakukan dilakukan juga dengan memperkuat interaksi sosial yang positif dan inklusif Stopbullying.gov. Adapun target atau sasaran perbaikan lingkungan dilakukan di area tersebut banyak digunakan untuk aktivitas orang setiap harinya namun belum maksimal pengelolaannya, maka dilakukan perbaikan lingkungan agar lebih indah dan hidup suasanya serta dapat membawa nilai-nilai yang positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Tempat tersebut juga merupakan tempat yang banyak untuk aktivitas warga sekolah setiap harinya namun kurang hidup suasananya, yaitu koridor dan taman sekolah. Banyaknya aktivitas warga sekolah di tempat tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadinya bullying di tempat tersebut. Perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta telah membawa hal positif, termasuk terhadap perilaku bullying di sekolah. Perbaikan lingkungan menjadikan siswa paham nilai-nilai positif yang ditanamkan sehingga harapannya siswa melakukan hal yang positif pula. Dengan pemahaman akan nilai-nilai positif, kemungkinan siswa untuk melakukan bullying pun juga semakin kecil. Evaluasi pelaksanaan perbaikan lingkungan dilakukan satu kali dulu waktu selepas kegiatan pada saat rapat guru. 131 Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi perbaikan lingkungan di SD Tumbuh 2 Yogyakarta dilakukan dengan penempelan kata atau kalimat-kalimat positif di area sekolah dengan pertimbangan bagaimana perbaikan lingkungan dapat membawa nilai positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Perbaikan lingkungan dilakukan di area yang banyak digunakan untuk aktivitas orang setiap harinya namun belum maksimal pengelolaannya, maka dilakukan perbaikan lingkungan agar lebih indah dan hidup suasananya serta dapat membawa nilai-nilai yang positif ke warga sekolah, khususnya siswa. Perbaikan lingkungan menjadikan siswa paham nilai-nilai positif yang ditanamkan sehingga harapannya siswa melakukan hal yang positif pula. f. Circle Time Jika orang tua sebagai bagian pensukses dari program antibullying, ada pertemuan yang dapat digunakan sekolah sebagai mediator antara sekolah dan orang tua sehingga yang dilaksanakan di sekolah bisa sejalan dengan yang orang tua lakukan di rumah. Maka sudah selayaknya siswa sebagai bagian penting dan juga fokus program antibullying, diadakan pula pertemuan yang dapat membantu siswa mensukseskan program antibullying. Circle time yaitu semacam pertemuan antar siswa dimana siswa bisa bebas berdiskusi dan berefleksi tentang nilai-nilai atau aturan-aturan berperilaku. Circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta bernama morning carpet yang 132 dilaksanakan sebelum pelajaran selama 15-30 menit pada hari yang telah ditentukan masing-masing kelas. Dilaksanakannya circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta berarti sejalan dengan salah satu komponen tingkat kelas dalam Olweus Bullying Prevention Program OBPP yang dikemukakan oleh Dan Olweus dan Susan P. Limber 2009: 380 yaitu mengadakan pertemuan kelas secara rutin. Dan Olweus dan Susan P. Limber mengemukakan pertemuan rutin kelas yang dilakukan per minggu dimana guru dan siswa mendiskusikan bullying dan isu-isu terkait. Tujuan dari pertemuan kelas adalah membangun kohesi antara kelas dan masyarakat, membahas aturan tentang bullying dan segala konsekuensi positif negatifnya jika mengikuti atau tidak mengikuti aturan, membantu siswa memahami peran mereka dalam mencegah dan menghentikan bullying, serta memecahkan masalah strategi untuk mengatasi bullying. Bagian dari pertemuan ini, siswa terlibat dalam role-playing, yang bertujuan untuk membantu membangun empati, menghasilkan solusi yang mungkin untuk situasi bullying, dan praktek tindakan positif untuk mengambil ketika dihadapkan dengan bullying. Circle time diikuti oleh siswa dan guru sebagai satu rangkaian kegiatan pembelajaran. Siswa berperan sebagai audience, menanggapi materi yang disampaikan ataupun membagi pengalamannya dengan siswa lain. Sementara peran guru dalam circle time yaitu berperan menyampaikan materi, membuat suasana kegiatan menjadi menyenangkan, memberikan feedback atas tanggapan dari siswa. Guru 133 juga akan menunjukkan nilai-nilai positif atau membantu penyelesaian masalah dari yang siswa sampaikan sehingga dengan terselesaikannya masalah siswa dapat menghindarkan kemungkinan adanya perilaku dendam atau ingin membalas kepada siswa lain. Jika siswa dapat berperilaku baik dan mengatasi masalahnya maka secara langsung dapat menekan perilaku bullying. Peran guru di atas, sesuai dengan peran guru dalam program antibullying yang diungkapkan Sejiwa 2008: 42 bahwa guru sebagai wali kelas sebaiknya memiliki kemampuan untuk memberikan konseling kepada para siswa yang membutuhkan bantuan, termasuk mengatasi yang terlibat bullying. Guru dapat memberikan konseling misalnya melalui diskusi-diskusi kelompok. Dalam diskusi tersebut guru dapat mengajarkan bagaimana menghargai pendapat teman atau kelompok lain. Materi yang disampaikan atau dibahas dalam circle time bermacam, yang harapannya dapat menambah pengetahuan dan memberikan nilai-nilai positif kepada siswa. Materi dalam circle time bisa meliputi tentang bullying ataupun topik-topik lain yang sedang hangat dan sekiranya bermanfaat bagi siswa. Materi tentang bullying berhubungan dengan aturan atau cara bersikap yang baik. Cara penyampaian materi dalam circle time dilakukan semenarik mungkin, dalam hal ini tergantung dari kreativitas guru. Cara-cara penyampaian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang kemudian dijelaskan oleh guru, pemutaran videofilm, dan siswa diajak 134 brainstorming terkait materi yang disampaikan agar siswa tetap fokus dan tidak ramai sendiri. Ketertarikan siswa terhadap materi dapat ditunjukkan dengan beberapa sikap positif siswa terhadap materi. Ketertarikan tersebut terbukti dari siswa mau menyimak, mendengarkan, berdiskusi, menanggapi ataupun menceritakan pengalamannya terkait materi, dan juga memahami materi. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Sejiwa 2008: 87 bahwa circle time dapat membantu para siswa dalam pengembangan keahlian seperti mendengarkan dan berempati. Hal ini dapat meningkatkan rasa hormat terhadap orang lain dan juga harga diri. Di dalam forum akan didiskusikan segala hal yang berkaitan dengan bullying dan siswa berkesempatan untuk mengambil alih kepemilikan akan aturan-aturan berperilaku seperti mendiskusikan nilai-nilai yang mereka junjung bersama, hal-hal yang mereka inginkan dan tidak inginkan. Contohnya sikap-sikap orang lain yang mereka inginkan dalam memperlakukuan mereka. Berbekal ketertarikan siswa terhadap materi, maka circle time dapat membawa hal positif terhadap perilaku bullying di sekolah yaitu memberikan pemahaman kepada siswa akan pengetahuan atau nilai- nilai yang baik dan membantu siswa menyelesaikan masalahnya sehingga dengan terselesaikannya masalah siswa dapat menghindarkan kemungkinan adanya perilaku dendam atau ingin membalas kepada siswa lain. Adapun evaluasi dilaksanakan saat rapat guru dengan cara 135 guru melaporkan topik yang disampaikan dalam circle time. Dari laporan-laporan topik tersebut guru dapat bertukar materi untuk topik materi circle time minggu selanjutnya. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan implementasi circle time di SD Tumbuh 2 Yogyakarta merupakan sarana pertemuan kelas secara rutin. Pelaksanaan circle time berpusat ke siswa dimana siswa diperbolehkan untuk bercerita dan menanggapi materi yang disampaikan. Circle time juga dapat digunakan sebagai sarana penyelesaian masalah siswa sehingga secara tidak langsung dapat membantu menekan perilaku bullying di sekolah.

2. Kendala dalam Implementasi Program Antibullying di SD Tumbuh 2 Yogyakarta

a. Kendala dalam Poster

Poster adalah media informasi yang berupa surat tempelan yang berisi pengumuman atau ajakan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kendala dalam poster salah satunya berkaitan dengan tempat pemasangan poster. Masih ada poster yang pemasangannya kurang tepat. Terdapat pemasangan poster yaitu di dekat tangga, yang terlalu tinggi dan tulisannya yang terlalu kecil sehingga bagi siswa agak menyulitkan untuk dibaca. Selain itu masih banyak area sekolah yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk pemasangan poster. Menurut Sejiwa 2008: 85 poster dapat menyampaikan pesan dari apa yang ditampilkannya, terlebih jika dikemas dengan visual yang 136 menarik membuat pesan dapat diterima sangat baik oleh penikmat poster. Manfaat lain poster dalam kegiatan antibullying yaitu sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha mengatasi bullying. Pemasangan poster yang agak terlalu tinggi dan tulisannya yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi siswa yang ingin membacanya berarti belum sepenuhnya memenuhi yang diungkapkan Sejiwa di atas karena membuat pesan kurang dapat diterima baik oleh penikmat poster. Belum maksimalnya area sekolah yang dimanfaatkan dalam pemasangan poster menjadikan poster sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak berkaitan usaha mengatasi bullying kurang berjalan maksimal. Alangkah lebih baik jika semua area sekolah yang strategis dan potensial dapat dimanfaatkan untuk pemasangan poster, juga digunakan untuk pemasangan poster khususnya poster tentang antibullying sehingga suasana antibullying di sekolah tersebut menjadi kental yang harapannya berimplikasi positif ke perilaku warga sekolahnya. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi poster di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu terdapat pemasangan poster yang agak terlalu tinggi dan tulisannya yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi siswa yang ingin membacanya dan belum maksimalnya area sekolah yang dimanfaatkan dalam pemasangan poster. 137

b. Kendala dalam Pembentukan Dewan Pengawas

Dewan pengawas bertugas mengawasi perilaku anak di jam-jam istirahat ataupun makan siang dengan cara berkeliling ke area sekolah. Pengawasan bertujuan agar anak tidak melakukan aktivitas yang tidak baik ataupun berbahaya, yang tidak menghindari kemungkinan salah satu di antaranya termasuk bullying. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kendala dalam pembentukan dewan pengawas berkaitan dengan kejengahan dalam pengawasan. Pelaksanaan dewan pengawas sudah berjalan baik, hanya saja guru pernah jengah dalam pengawasan sehingga pernah ada kejadian anak lepas dari pengawasan karena berada di luar wilayah SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam kasus ini anak terlepas dari pengawasan dewan pengawas karena anak berada di wilayah SMP Tumbuh yang sudah bukan wilayah pengawasan dewan pengawas dari SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Hal ini berarti belum sepenuhnya memenuhi dengan yang Sejiwa 2008: 85 ungkapkan bahwa dewan pengawas merupakan strategi yang proaktif dalam mengawali aksi dari seluruh sekolah. SD Tumbuh 2 Yogyakarta dan SMP Tumbuh masih dalam satu bangunan gedung dan satu yayasan, alangkah lebih baik jika dalam pelaksanaan program antibullying juga melibatkan kerjasama dengan lingkungan sekitar sekolah sehingga pelaksanaan bisa berjalan lebih maksimal. Selain itu, juga dapat diberikan pengertian kepada siswa tentang akibat yang akan diperoleh ataupun tidak diperoleh dari tindakan yang dilakukannya sehingga 138 siswa menjadi paham akan perilaku berbahaya ataupun tidak baik yang tidak boleh dilakukan. Dari pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan kendala dalam implementasi dewan pengawas di SD Tumbuh 2 Yogyakarta yaitu adanya aktivitas anak yang pernah terlepas dari pengawasan dewan sekolah, yang salah satunya disebabkan anak berada di luar wilayah pengawasan dewan pengawas.

c. Kendala dalam Pertemuan dan Pelatihan untuk Keluarga

Pertemuan dan pelatihan untuk keluarga digunakan sebagai forum untuk menyelaraskan yang dilakukan orang tua di rumah dengan yang dilaksanakan di sekolah. Ada bermacam-macam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta. Dalam kaitannya dengan program antibullying, pertemuan dan pelatihan untuk keluarga di SD Tumbuh 2 Yogyakarta meliputi parents meeting, parents seminar, dan parents counseling. Dari hasil penelitian, diketahui kendala dalam pertemuan dan pelatihan untuk keluarga berkaitan erat dengan kesadaran dan keantusiasan peserta dalam mengikuti pertemuan, serta cara penyampaian materi dalam forum atau pertemuan tersebut. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan powerpoint yang ditampilkan melalui lcd. Pemateri kurang mengadakan interaksi aktif dengan orang tua, penyampaian lebih berpusat ke materi. Dalam jalannya pertemuan juga terdapat beberapa orang tua yang menguap saat pertemuan dan tidak banyak