Bentuk-bentuk Bullying IMPLEMENTASI PROGRAM ANTIBULLYING DI SD TUMBUH 2 YOGYAKARTA.

22 b Langsung Contohnya gerakan dan ekspresi tangan, kaki, muka atau anggota badan lain kasar atau mengancam, menggeram, menakuti. Kemudian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio dalam Levianti, 2008: 4 menyatakan bahwa bentuk-bentuk bullying ke dalam lima kategori yaitu: a. Kontak fisik langsung Contohnya memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain. b. Kontak verbal langsung Contohnya mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama name-calling, sarkasme, merendahkan put-downs, mencelamengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. c. Perilaku non-verbal langsung Contohnya melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal. 23 d. Perilaku non-verbal tidak langsung Contohnya mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. e. Pelecehan seksual Bullying kategori ini kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Sementara itu menurut Wiyani dalam Gerda Akbar, 2013: 27 disebutkan bahwa terdapat empat bentuk bullying, yaitu: a. Lisan, misalnya memberi julukan, menggoda, mengejek, menghina, mengancam. b. Fisik, misalnya memukul, menendang. c. Sosial, misalnya mengabaikan, tidak mengajak berteman, memberi isyarat yang tidak sopan. d. Psikologis, misalnya menyebarkan desas-desus, dirty looks pandangan yang menunjukkan rasa tidak senang, kebencian atau kemarahan, menyembunyikan atau merusak barang, pesan jahat lewat SMS dan email, penggunaan ponsel kamera yang tidak patut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk bullying secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam empat bentuk yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying psikologis, dan cyberbullying. 24

B. Program Antibullying 1. Kebijakan Antibullying

Melihat banyaknya kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Beberapa sekolah memutuskan untuk mengambil kebijakan antibullying di sekolahnya. Kebijakan tidak muncul begitu saja, tetapi melalui beberapa proses pengembangan. Ken Rigby 2001: 27 menyebutkan langkah- langkah untuk mengembangkan kebijakan antibullying meliputi: a. Mengadakan pertemuan dengan staf sekolah. Di dalam pertemuan tersebut, disajikan presentasi tentang penemuan perilaku dan kasus bullying yang terjadi di sekolah serta hasil kuesioner bullying yang telah dibagikan ke warga sekolah. b. Membuat penggunaan yang tepat dari informasi yang diberikan oleh staf, orang tua, dan juga siswa. c. Membahas implikasi dari temuan dan menyoroti kebutuhan seluruh sekolah. d. Merumuskan rancangan program antibullying sekolah ditujukan untuk kelompok yang dipilih. Kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk menambah anggota atas persetujuan anggota lain yang merupakan perwakilan siswa dan orang tua. e. Memastikan bahwa draft program diperiksa oleh semua pihak yang berkepentingan dan jika perlu direvisi. Agar menjadi efektif, program harus secara luas didukung oleh siswa, guru dan orang tua. 25 Sedangkan menurut Susan M. Swearer, Susan P. Limber, dan Rebecca Alley 2009: 41-49 mengembangkan kebijakan antibullying melalui beberapa langkah yaitu: a. Menentukan perilaku bullying. b. Menyesuaikan kebijakan yang telah ada. c. Memperjelas aturan-aturan pelaporan insiden. d. Menindaklanjuti investigasi dan tindakan disiplin. e. Memberi bantuan untuk korban bullying. f. Memberikan pelatihan dan prosedur pencegahan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengembangkan kebijakan antibullying dapat dilakukan melalui beberapa langkah atau proses hingga terbentuklah suatu kebijakan yang siap untuk dilaksanakan. Adapun kebijakan antibullying mulai gencar muncul berawal dari banyaknya perilaku kekerasan yang terjadi di berbagai sekolah negara- negara di Eropa pada abad ke-19. Kekerasan tersebut muncul karena berbagai faktor seperti faktor kepribadian, keluarga, hubungan teman sebaya, dan juga pengalaman siswa akan tindak kekerasan tersebut, baik itu sebagai korban, pelaku, ataupun justru keduanya. Kebijakan antibullying semakin gencar ketika terjadinya bunuh diri tiga anak laki-laki korban bullying di Norwegia. Semenjak itu, mulai bermunculan berbagai program antibullying di berbagai negara untuk mengatasi perilaku bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program 26 antibullying dapat mengurangi perilaku bullying. Namun, program- program tersebut pengimplementasiannya masih bersifat umum dan memiliki elemen-elemen yang berbeda. Oleh karena itu, sulit untuk mengidentifikasi elemen-elemen penting atau menentukan program mana yang paling efektif dalam program antibullying Ken Rigby, Peter K. Smith, dan Debra Pepler, 2004: 1-2. Sekolah dapat membuat beberapa kebijakan untuk mengatasi bullying. Berikut merupakan beberapa kebijakan yang dapat dilakukan sekolah untuk mengatasi bullying menurut Jennifer Thomson 2011: 62: a. Meningkatkan pengawasan di daerah-daerah di mana pelaku berkemungkinan melakukan penyerangan. Beberapa sekolah mungkin mengeluarkan kebijakan untuk menempatkan guru bertugas mengawasi siswa di daerah-daerah tersebut. b. Mengawasi pelaku. c. Pemanggilan pelaku dan orang tua pelaku ke sekolah. Pemanggilan biasanya terjadi setelah ada surat dari sekolah yang dikirim ke orang tua pelaku. d. Memberikan sanksi yang tegas untuk pelaku. Sanksi mencakup rincian dari setiap tindakan yang akan diambil jika bullying dari sesama siswa tidak berhenti. e. Pertanggungjawaban pelaku untuk menjelaskan perbuatannya kepada orang dewasa lainnya. Dengan pertanggungjawaban ini harapannya 27 pelaku menjadi malu akan tindakannya dan memberhentikan perbuatannya. f. Penahanan. g. Melakukan pengecualian secara internal di sekolah. h. Skorsing dari sekolah untuk beberapa waktu. i. Drop out. Langkah ini dilakukan sebagai langkah terakhir dan untuk kasus yang ekstrim. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan antibullying meliputi diantaranya meningkatkan pengawasan di daerah- daerah rawan bullying, mengawasi siswa yang memiliki kecenderungan untuk melakukan bullying, pemanggilan pelaku dan orang tua pelaku ke sekolah, memberikan sanksi yang tegas untuk pelaku, pertanggungjawaban penjelasan dari pelaku, penahanan, sanksi sosial dari sekolah kepada pelaku, skorsing, dan drop out.

2. Pengertian Program Antibullying

Munculnya suatu program tidak lepas dari suatu kebijakan. Suatu situasi atau keadaan tertentu dapat menjadi pemicu munculnya suatu program yang diawali dari sebuah kebijakan. Sonia Sharp dan David Thomson 2003: 23 mendefinisikan kebijakan sebagai pernyataan tentang tujuan yang memandu tindakan dan organisasi dalam sekolah. Dalam hal ini, tujuan sekolah adalah memerangi perilaku bullying. Maka dari itu, kebijakan disini haruslah memuat satu set aturan yang yang jelas yang 28 telah disepakati siswa, staf, dan orang tua dengan satu pemahaman dan komitmen untuk memerangi bullying. Kebijakan tersebut nantinya dapat diimplementasikan di sekolah dalam wujud suatu program. Melalui program, para guru dan staf dapat melakukan pendekatan dan mengajarkan nilai-nilai di sekolah. Pengertian program menurut Charles O. Jones 1996: 294 adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian tersebut tersirat bahwa program adalah penjabaran langkah-langkah untuk mencapai tujuan itu sendiri. Seperti kita ketahui, bahwa bullying banyak terjadi di lingkungan sekolah. Maka dari itu perlu usaha dari sekolah untuk memerangi perilaku bullying tersebut. Usaha tersebut sering disebut dengan antibullying. Pelaksanaan antibullying dapat dituangkan dalam berbagai kegiatan dan aktivitas yang sifatnya bisa berupa tindakan pencegahan prevention ataupun penanganan intervention. Berbagai kegiatan dan aktivitas tersebut dapat terangkum menjadi sebuah program, yaitu program antibullying. Melalui program antibullying diharapkan masalah bullying yang menyangkut pelaku ataupun korban dapat berkurang dan selanjutnya dapat tuntas sepenuhnya, baik itu yang ada di dalam ataupun di luar lingkungan sekolah untuk mencegah perkembangan masalah baru. Hal tersebut sesuai dengan tujuan program intervensi menurut Dan Olweus 1993: 65: β€œThe major goal of the intervention program are to reduce as much as possible – ideally to eliminate completely – existing bullyvictim problems in and out of the school setting and to prevent the development of new problems.” 29 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa program antibullying adalah seperangkat cara-cara yang tertuang dalam berbagai kegiatan aktivitas bertujuan untuk mencegah dan mengatasi bullying sehingga masalah bullying dapat terselesaikan dan tidak timbul masalah yang baru.

3. Aktivitas-aktivitas dalam Program Antibullying

Setelah program antibullying tersusun dan disosialisasikan, langkah selanjutnya yaitu mengimplementasikannya. Implementasi program antibullying dapat diwujudkan dalam berbagai aktivitas. Sejiwa 2008: 84- 88 menjelaskan berbagai aktivitas dalam program antibullying diantaranya: a. Hari atau Pekan Antibullying Hari atau pekan antibullying merupakan strategi yang baik untuk mengawali aksi dari seluruh kegiatan sekolah. Tujuan khusus dari program ini adalah untuk mendorong rasa tanggung jawab pada siswa dengan cara melibatkannya dalam penyusunan kegiatan sehingga siswa pun akan belajar bertanggung jawab atas perilakunya. b. Poster Poster dapat menyampaikan pesan dari apa yang ditampilkannya, terlebih jika dikemas dengan visual yang menarik membuat pesan dapat diterima sangat baik oleh penikmat poster. Poster alangkah baiknya jika ditempatkan di tempat yang strategis untuk dapat dilihat orang setiap harinya. Manfaat lain poster dalam kegiatan antibullying yaitu sebagai media pengingat secara kontinu bagi semua pihak 30 berkaitan usaha mengatasi bullying. Melibatkan siswa dalam proses produksi dan desain poster akan mendukung pemahaman dan keterlibatan siswa dalam program antibullying sehingga harapannya siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam pelaksanaan program antibullying. c. Pembentukan Dewan Pengawas Merupakan strategi yang proaktif dalam mengawali aksi dari seluruh sekolah. Pembentukan dewan ini mempertegas bahwa bullying perlu diatasi. Tugas dewan pengawas adalah memantau sejauh mana bullying dapat dicegah. Di dalam forum dapat menjadi wadah untuk mendiskusikan aksi-aksi nyata untuk mengatasi bullying yang terjadi. d. Pertemuan dan Pelatihan untuk Keluarga Tujuan dari kegiatan ini adalah mendapatkan peran seluas- luasnya dari semua pihak agar dapat terlibat dalam kampanye antibullying. Diskusi dan penjelasan akan cara-cara mengatasi bullying perlu dilakukan untuk menghindarkan bullying yang semakin merajalela. e. Penggunaan Kurikulum Banyak bagian dari kurikulum yang dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi keterampilan-keterampilan pokok, pengetahuan, pemahaman, dan nilai-nilai sehingga siswa dapat menghindari bullying dan memperkecil kemungkinannya untuk melakukan bullying terhadap orang lain. Penyusunan kurikulum yang tepat akan dapat menutup