Sistem Mata Pencaharian Bahasa

23 Adapun batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut, Kabupaten Dairi yang terletak disebelah barat laut propinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :  Sebelah utara dengan Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi NAD dan Kabupaten Tanah Karo  Sebelah timur dengan kabupaten Toba Samosir  Sebelah selatan dengan Kabupaten Pakpak Bharat  Sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Pakpak khususnya yang berada di Kabupaten Dairi, yaitu sangat beragam dan tidak mempunyai batasan pada satu bidang profesi saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS Pegawai Negri Sipil, guru, pegawai swasta, dan ada juga yang berburu, dalam hal ini sistem mata pencaharian yang paling banyak dikerjakan oleh masyarakat Pakpak di Kabupaten Dairi adalah sebagai petani dengan bercocok tanam. Adapun yang mereka tanam yaitu : jagung, padi, ubi, pisang, pepaya, coklat, kelapa, durian, duku dan langsat. Saat penulis melakukan penelitian di daerah tersebut, penulis melihat banyak masyarakat seperti pedagang, pegawai negri sipil, guru dan beberapa profesi lainnya juga menekuni pekerjaan bercocok tanam selain dari pekerjaan utamanya tersebut. Dalam bercocok tanam tersebut sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat disekitar tersebut.

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Universitas Sumatera Utara 24 Agama merupakan sistem kepercayaan yang dianut oleh komunitas atau sekelompok yang berguna sebagai sarana mediasi antara kelompok tersebut dengan Penciptanya yang dipercayai sebagai nenek moyang. Pada zaman dahulu masyarakat Pakpak mengenal sistem kepercayaan animisme kepercayaan kepada nenek moyang. Sebelum masuknya agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, masyarakat Pakpak mengenal sistem kepercayaan yang disebut dengan Pambi. Kepercayaan ini merupakan suatu aliran kepercayaan Pakpak zaman dulu yang mengatur tentang kebudayaannya, dalam hal ini Pambi sangat berperan penting sebagai pengatur interaksi manusia dengan roh-roh nenek moyang. Dapat dikatakan bahwa Pambi adalah agama asli dalam suku Pakpak dan masyarakat yang menganut sistem Pambi disebut masyarakat Pambi. Namun karena adanya penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris ataupun pedagang-pedagang Arab maka sebagian besar masyarakat Pakpak kini sudah memeluk agama sekuler. Saat ini agama Pambi sudah mulai sedikit tergeser kedudukannya.

2.4.1 Kepercayaan terhadap dewa-dewa

Sebelum agama masuk dalam masyarakat Pakpak, masyarakat mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata GuruBatara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak SitempaSinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut: Debata Guru Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu : 1. Beraspati Tanoh. Universitas Sumatera Utara 25 Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus meminta izin kepada Beraspati Tanoh. 2. Tunggung Ni Kuta Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut : a. Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan. b. naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila satu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan. c. Pengulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi untuk memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa. d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang. e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen. f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh. Universitas Sumatera Utara 26 g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan. h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh. i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau. j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.4.2 Kepercayaan terhadap roh-roh

Kepercayaan terhadap roh-roh, yang meliputi : a. Sumangan, yaitu tendi roh orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun-temurun. c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di sungai. d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain serta dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak sejak masuknya agama sekunder di daerah tersebut.

2.4.3 Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga merupakan kepercayaan yang masyarakat Pakpak peluk sekarang ini, Di daerah tempat penelitian penulis, masyarakat di sekitarnya mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian masyarakatnya menganut agama Kristen kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat penulis melakukan penelitian, penulis melihat masjid tempat ibadah Universitas Sumatera Utara 27 agama islam dan gereja GKPPD Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi, tempat- tempat ibadah ini merupakan bukti bahwa masyarakat di sekitar daerah tempat penelitian penulis yaitu di Dusun lae salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi telah memeluk agama sekunder.

2.5 Sistem Kekerabatan

Seperti halnya etnik lain, Pakpak juga memiliki adat istiadat yang khas, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Seperti ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dalm masyarakat Pakpak yaitu marga. Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis unilineal, baik melalui garis laki-laki patrilineal maupun perempuan matrilineal. Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya, bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukuman berupa pengucilan, cemoohan, dan pengusiran dari daerahnya tinggal, karena melanggar adat yang berlaku. Marga-marga pada suku Pakpak dibagi berdasarkan wilayah komunitasnya yaitu : a. Pakpak Simsim :Berutu, Padang, Solin, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kabeaken, lembeng, Cibro, dll. b. Pakpak Keppas :Angkat, Ujung, Bintang, Capah, Kudadiri, Gajah Manik, Sinamo si pitu marga, Pasi, Berampu, Maha, dll. c. Pakpak Pegagan : Lingga, Matanari, Manik Sikettang, Maibang, dll. Universitas Sumatera Utara 28 d. Pakpak Kelasen : Tumangger, Tinambunan, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur, dll. e. Pakpak Boang :Saraan, Sambo, Bancin, dll.

2.5.1 Sulang silima

Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Pakpak dikenal dengan sebutan Sulang Si lima. Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek atau senina, serta anak berru. Seorang Pakpak dengan struktur sulang silima umumnya paham atau dapat menentukan kedudukan dan peranannya sesuai konteks. misalnya Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulangjambar dari daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam adat masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat yaitu: a. Kula-kula Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompokpihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah Tuhan yang dilihat. Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Universitas Sumatera Utara 29 Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting. b. Dengan sebeltekSenina Dengan sebelteksenina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklensemarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara. c. Anak berru Anak beru adalah anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga. Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang jambar yang berbeda, yaitu sebagai berikut : 1. Kula-kula pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulang per-punca naidep. Situaan orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang. Universitas Sumatera Utara 30 2. Siditengah keluarga besar dari keturunan anak tengah akan mendapat sulang per- tulantengah. 3. Siampun-ampun keturunan paling bungsu dalam satu keluarga akan mendapat sulang per-ekur-ekur. 4. Anak beru pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren anak beru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak beru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung. Selain dalam berinteraksi dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan nilai agar seseorang anggota kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi yang harus bersikap sungkan dan tidak sungkan akrab. Konsep atau pola yang digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah: 1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau perhatian dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasanya seseorang yang berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan Pakpak ego adalah seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung berdasarkan patrilineal. 2. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum kawin. 3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman dan bibi pararel baik yang semarga sebeltek maupun yang tidak semarga pemerre maupun sebeltek inang 4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak saudara perempuan ego, atau kelompok kerabat dari anak perempuan ego. Universitas Sumatera Utara 31 5. Puang adalah kelompok kerabat pemberi gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak nenek, ibu atau istri dan istri anak laki-laki ego. Istilah Kekerabatan dari sudut pemakaiannya dapat dikategorikan pada dua system yaitu sebutan dan sapaan. Sebutan artinya bagaimana seseorang menyebut kerabatnya bila dipertanyakan pada pihak ketiga. Sedangkan sapaan, bagaimana seseorang menyapa anggota kerabatnya bila bertemu atau memanggilnya bila bertatap muka. Tabel 2.2 Beberapa nama-nama masyarakat Pakpak dan sapaannya dalam kehidupan sehari-hari. No Sebutan Sapaan Keterangan 1 2 3 4 5 6 Bapa Inang Kaka Dedahen Turang Mpung, Poli Bapa Nang, nange Nama, kaka Nama, Nama, turang Pung, poli Ayah Ibu Abang Adik laki-laki atau perempuan Kakak adik Perempuan Kakek Dalam system kekerabatan suku Pakpak, kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, karena anak laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga atau klen patrilineal. Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga. Ketiga, laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta pusaka. Keempat, laki- Universitas Sumatera Utara 32 laki berperan sebagai pelaksana utama dalam setiap aktifitas adat. Anak perempuan walaupun memakai nama marga ayahnya, namun setelah kawin atau menikah dan ikut suami dan anak-anak yang dilahirkannya akan memakai marga sesuai dengan marga suaminya bukan marga ayah perempuan tersebut. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya silsilahnya. Sehingga sering kali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas.

2.6 Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di sekitar wilayah penelitian penulis yaitu di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Toba dan Karo yang menjadi pendatang dan tinggal atau menetap disana, masayarakat dari suku-suku di luar suku Pakpak tersebut akan mempelajari bahasa Pakpak tersebut agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia, bahasa Indonesia ini digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor-kantor. Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu : 1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara. 2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi narrative songs Universitas Sumatera Utara 33 atau lamenta dalam istilah etnomusikologi yang disebut tangis mangaliangi bahasa tutur tangis. 3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan. 4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan. 5. Rebun rana tabas atau mangmang yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru Naiborhu, 2002:51.

2.7 Kesenian

Dokumen yang terkait

Analisis Ekonomi dan Pemasaran Rotan oleh Masyarakat Kabupaten Dairi (Studi Kasus di Desa Lae Pondom Kec. Tanjung Baringin, Kab. Dairi)

1 121 48

Analisis Usahatani Dan Tataniaga Lada Hitam (Studi Kasus : Desa Lau Sireme, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi)

4 90 66

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangan Mendedah Pakpak Di Desa Kuta Meriah, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara

0 66 93

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangan Mendedah Pakpak Di Desa Kuta Meriah, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara

0 1 14

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangan Mendedah Pakpak Di Desa Kuta Meriah, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangan Mendedah Pakpak Di Desa Kuta Meriah, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

Analisis Tekstual Dan Musikal Nangan Mendedah Pakpak Di Desa Kuta Meriah, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara

0 1 25

19 BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK, DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI, PROVINSI SUMATERA UTARA 2.1 Wilayah Budaya Pakpak

0 1 27

Analisis Tekstual dan Melodi Dalam Sukut-Sukutan Nangan si Tapisuria Turang si Palameka yang Disajikan Oleh Rosintan Kesigihen pada Masyarakat Pakpak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

0 0 18

Analisis Tekstual dan Melodi Dalam Sukut-Sukutan Nangan si Tapisuria Turang si Palameka yang Disajikan Oleh Rosintan Kesigihen pada Masyarakat Pakpak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara

0 0 17