40 berada di hadapan orang yang menangis sebelum dimakamkan atau dikebumikan.
Teksnya berisi tentang hal-hal atau perilaku yang paling berkesan dari si mati semasa hidupnya, kebaikan dan kelebihan-kelebihannya serta kemungkinan kesukaran hidup
yang akan dihadapi keluarga atas sepeninggal orang yang meninggal tersebut. Melalui tangis ini pula orang-orang yang melayat dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat-
sifat dari orang yang meninggal tersebut dan yang lebih utama lagi adalah bahwa melalui nyanyian ini para pelayat akan di bawa ke dalam suasana duka yang
mendalam melalui gaya tangis simate tersebut sehingga dengan demikian yang melayat akan tergerak bersatu ke dalam suatu perasaan sepenanggung-sependeritaan.
Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang mengutamakan teks daripada melodi. Teks yang disajikan berubah-ubah dengan pengulangan-pengulangan melodi yang sama.
c. Ende-ende Mardembas
Ende-ende merdembas adalah bentuk nyanyian permainan di kalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang
bulan purnama. Mereka menari membentuk lingkaran, membuat lompatan-lompatan kecil secara bersama-sama sambil bergandengan tangan dan melantunkan lagu-lagu
secara chorus koor maupun solo chorus nyanyian solo yang disambut oleh koor.
d. Ende-ende Memuro Rohi
Ende-ende memuro rohi adalah nyanyian yang termasuk ke dalam jenis work song, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada
di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di ladang atau di sawah tersebut. Kegiatan muro menjaga padi ini biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar yang dilambai-lambaikan ke tengah ladang padi sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi.
Universitas Sumatera Utara
41
2.7.3 Seni tari
Tari dalam Bahasa Pakpak disebut tatak. Tarian tradisional Pakpak sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, misalnya Tatak MemuatMenapu Kopi,
Tatak Mendedah, Tatak Renggisa, Tatak Balang Cikua, Tatak Garo-Garo, Tatak Tirismo Lae Bangkuang, Tatak Mersulangat, Tatak Menerser Page, Tatak Muat
Page, Tatak Adat, Tatak Mendedohi Takal-Takal. Selain itu, dikenal juga seni bela diri misalnya moccak dan tabbus.
Berikut penjelasan dari tatak yang tertulis diatas:
Tatak Memuat kopi Tatak ini menggambarkan atau mengisahkan tentang bagaimana proses memetik kopi
yang dilaksanakan oleh para petani di daerah Pakpak.
Tatak manabi page Tatak manabi page merupakan jenis tarian muda-mudi yang menggambarkan suasana
kegembiraan pada saat memanen padi. Dahulu masyarakat Pakapak pada saat memanen padilah dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.2 Tatak manabi page
Dokumentasi oleh: Sanggar Nina Nola
Universitas Sumatera Utara
42
Tatak Mendedah Tatak mendedah ini menggambarkan tentang bagaimana seorang ibu yang mengasuh
bayinya. Tatak ini hanya dilakukan oleh para perempuan saja.
Tatak Renggisa Tatak renggisa ini menggambarkan tentang sepasang muda-mudi yang sedang
kasmaran, saling menyukai atau sedang jatuh cinta satu sama lain. Gambar 2.3
Tatak renggisa
Dokumentasi oleh: Sanggar Nina Nola
Tintoa Seser Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana masyarakat Pakpak bercocok tanam,
mulai dari membuka lahan sampai mengambil hasil tanamannya. Gambar 2.4
Tintoa serser
Dokumentasi oleh: Sanggar Nina Nola
Universitas Sumatera Utara
43
Tatak Garo-garo Tatak garo-garo ini adalah tarian yang mengambarkan tentang kegembiraan muda-
mudi dalam masa panen. Tatak ini memiliki kemiripan dengan tatak menabi pange, namun dalam tatak garo-garo, hal yang digambarkan tidak hanya dalam memanen
padi, melainkan mulai dari proses menanam sampai memanen padi tersebut. Gambar 2.5
Tatak garo-garo
Dokumentasi oleh: Sanggar Nina Nola
Berikut jenis-jenis gerakan yang di pakai dalam tatak tersebut: o
Mangera-era Gerakan ini digunakan oleh kaum Beru perempuan untuk menyambut Kula-kula
ataupun gerakan yang digunakan oleh anak terakhir kepada anak tertua ataupun yang muda kepada yang lebih tua.
o Suyuk
Gerakan ini digunakan untuk menyambah ataupun menghormati. Memasu-masu Gerakan ini digunakan oleh kula-kula kepada beru perempuan yang menyimbolkan
pemberian berkat.
Universitas Sumatera Utara
44 o
Mengembur Gerakan ini digunakan untuk menyembah atau pemberian hormat oleh beru
perempuan kepada kula-kula. o
Mengeleap Gerakan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kegiatan kerja sudah berhasil
dilaksnankan.
2.7.4 kesesian kerajinan tangan
Dalam masyarakat Pakpak kerajinan tangan masyarakat Pakpak sudah dikenal sejak zaman nenek moyang masyarakat Pakpak tersebut yaitu dengan adanya Mejan
Batu sejenis patung yang terbuat dari batu yang terdapat hampir disetiap kuta kampung. Selain itu ada juga “membayu” yaitu menganyam tikar, bakul, kirang
keranjang dan beberapa kerajinan tangan lainnya yang terbuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sawah. Selain itu kerajinan rotan dan bambu juga banyak
dikembangkan misalnya kursi, sangkar burung, bubu, tampi, juga keranjang. Kerajinan lainnya yaitu terutama di daerah Kelasen
yaitu “meneppa” meneppa adalah orang pandai besi terutama menempa golok pisau dan parang, pedang, kujur
tombak, cangkul, cuncun dan lain-lain, dapat kita lihat dari pakaian adat masyarakat Pakpak, seperti:
Pakaian adat Pakpak Laki-laki o
Oles o
bulang-bulang o
golok ucang o
borgot o
tali abak
Universitas Sumatera Utara
45 o
kujur sinane Pakaian adat Pakpak Perempuan
o baju merapi-api
o oles
o saomg
o cimata leppa-leppa
o rabi munduk
o ucang
Dapat kita lihat dari pakaian adat masyarakat Pakpak yang terdapat pada pakaian adat laki-laki dan paian adat perempuan terdapat golok ucang dan rabi munduk yang
terbuat dari besi dan pastinya dikerjakan atau hasil dari seorang meneppa dari daerah Kelasen daerah Tapanuli Utara, khusus kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli
Tengah di kecamatan Manduamas. Jenis-jenis kesenian di atas, baik seni musik, seni dalam vokal, seni tari dan
kerajinan tangan sudah jarang ditemukan, dikarenakan perkembangan zaman. contoh, Seni musik tradisional sudah digantikan dengan musik keyboard dalam upacara -
upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara kematian. Begitu juga dengan musik vokal yang sudah sangat jarang ditemukan, namum masih ada beberapa orang
tua dari masyarakat Pakpak tersebut masih menyimpan harta karun
5
tersebut seperti, musik vokal yang masih ditemukan seperti tangis simate dan tangis anak melumang.
5
. Harta karun dalam tulisan ini adalah kata lain dari peninggalan-peninggalan yang mempunyai kearifan lokal yang sangat penting bagi masyarakat yang mempunyainya, seperti
masyarakat Pakpak yang memiliki jenis-jenis alat musik tradisional, nyanyian-nyanyian yang memiliki makna atau arti-arti tersendiri dan banyak lagi, itu semua harusnya dilestarikan agar ada peninggalan
bagi orang-orang berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
46
BAB III DESKRIPSI
NANGAN SI TAPISURIA TURANG SI PALAMEKA
Dalam Bab III ini, penulis akan mendeskripsikan tentang nangan si Tapisuria Turang si Palameka yang terdapat pada masyarakat Pakpak di Dusun Lae Salak, Desa
Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, dimana nangan ini termasuk kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, khususnya pada
masyarakat Pakpak dan termasuk kedalam jenis folklor, yang merupakan sastra lisan yang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun. Sebelum membahas pokok
permasalahan, maka terlebih dahulu penulis akan mendeskripsikan tentang folklor terlebih dahulu.
Folklor berasal dari bahasa ingris yang terdiri atas dua kata dasar, flok dan lore, flok yang artinya kolektif atau bisa disebut dengan kelompok. Sedangkan lore
adalah budaya atau kebudayaan, jadi yang dimaksud dengan folklor menurut Dundes dalam Dananjaya 1991:1. Lebih lanjut Danandjaya 1991:2 menjelaskan folklor
secara keseluruhan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi
yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu penggiat.
Folklor menjadi khas karena mempunyai beberapa ciri-ciri.Pengenalan folklor yang pada umunya dapat dirumuskan. Menurut Danandjaya 1991: 3-5.
a. Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan.
b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatip atau dalam bentuk
standar.
Universitas Sumatera Utara
47 c.
Folklor ada exsit dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. d.
Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak di ketahui orang lain. e.
Folklor biasanya mempunya bentuk perumus atau berpola. f.
Folklor mempunyai kegunaan function dalam kehidupan bersama suatu kolektif. g.
Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
h. Folklor menjadi milik bersama collective dari kolektif tertentu.
i. Folklore
Flok adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalam fisik sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri
pengenalan itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencariaan yang sama, dan agama yang sama, bahasa yang sama,
tarap pendidikan yang sama, sedangkan lore adalah tradisi flok yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan, atau melalui
suatu contoh yang disertai dengan gerak isyrat atau alat pembantu pengigat mnemonic device.
Brunvand dalam Danandjaya 1991: 21 mengelompokkan folklor atas tiga kelompok, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.
a. Folklor lisan
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk ini meliputi: 1.
bahasa rakyat folk speech, seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan.
2. ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pameo.
3. pertanyaan tradisional, seperti teka-teki.
4. puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair.
Universitas Sumatera Utara
48 5.
cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dongeng. 6.
nyanyian rakyat. Menurut Rafiek 2010:53 ada beberapa ciri-ciri sastra lisan:
1. Lahir dari masyrakat yang polos, belum melek huruf, dan bersifat tradisional.
2. menggambarkan budaya milik kolektif tertentu, yang tak jelas siapa penciptanya.
3. lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik.
4. sering melukiskan tradisi kolektif tertentu.
Menurut Endraswara dalam Rafiek 2010:53 mengungkapkan dua ciri-ciri sastra lisan:
1. Sastra lisan banyak mengungkapkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan klise.
2. Sastra lisan sering bersifat menggurui.
b. Folklor sebagian lisan
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan.Misalnya, permainan rakyat yaitu folklor lisan yang terdiri
atas pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib. Bentuk lain yang tergolong kelompok ini adalah ungkapan
kepecayaan, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain- lain.
c. Folklor bukan lisan
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dibagi dua bagian, yaitu yang
material dan yang bukan material. Bentuk yang termasuk material antara lain: arsitektur rakyat bentuk rumah asli daerah dan bentuk lumbung padi, kerajinan
tangan rakyat pakaian dan perhiasan adat, makanan dan minuman rakyat, obat- obatan tradisional. Bentuk yang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional
Universitas Sumatera Utara
49 gesture, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat kentongan tanda bahaya di Jawa
atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika, dan musik rakyat.
Menurut Raman 1996:7 kedudukan sastra lisan merupakan sumber hiburan, sumber ide atau kearifan hidup dan bagian intergral dari sastra nasional. Dari tulisan
diatas, Brunvand dalam Danandjaya 1991: 21 nangan si Tapisuria Turang si Palameka adalah termasuk kedalam folklor lisan yang memiliki kearifan lokal yaitu
yang terdapat pada masyarakat Pakpak.
3.1 Bentuk Teks Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka