28 d.
Pakpak Kelasen : Tumangger, Tinambunan, Kesogihen, Meka, Maharaja,
Ceun, Mungkur, dll. e.
Pakpak Boang :Saraan, Sambo, Bancin, dll.
2.5.1 Sulang silima
Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Pakpak dikenal dengan sebutan Sulang Si lima. Sulang silima adalah lima kelompok
kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek atau senina, serta anak berru. Seorang Pakpak dengan struktur sulang silima umumnya paham atau dapat
menentukan kedudukan dan peranannya sesuai konteks. misalnya Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulangjambar dari daging-daging tertentu dari seekor
hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian jambar ini disesuaikan dengan hubungan
kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam adat masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat yaitu: a.
Kula-kula Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem
kekerabatan masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompokpihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat
dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah Tuhan yang dilihat. Oleh
karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati.
Universitas Sumatera Utara
29 Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan Pakpak. Dalam
acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting.
b. Dengan sebeltekSenina
Dengan sebelteksenina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang
satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara
adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan
pertalian darah, sesubklensemarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.
c. Anak berru
Anak beru adalah anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru yang bertanggung jawab atas acara
adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat.
Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang
mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga. Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang jambar yang berbeda, yaitu
sebagai berikut : 1.
Kula-kula pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulang per-punca naidep. Situaan orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan
mendapat sulang per-isang-isang.
Universitas Sumatera Utara
30 2.
Siditengah keluarga besar dari keturunan anak tengah akan mendapat sulang per- tulantengah.
3. Siampun-ampun keturunan paling bungsu dalam satu keluarga akan mendapat
sulang per-ekur-ekur. 4.
Anak beru pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren
anak beru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak beru lah yang bertugas
menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung. Selain dalam berinteraksi dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan
nilai agar seseorang anggota kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi
yang harus bersikap sungkan dan tidak sungkan akrab. Konsep atau pola yang digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah:
1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau perhatian
dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasanya seseorang yang berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan Pakpak ego adalah
seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung berdasarkan patrilineal. 2.
Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum kawin.
3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman dan bibi
pararel baik yang semarga sebeltek maupun yang tidak semarga pemerre maupun sebeltek inang
4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau kelompok kerabat dari
pihak saudara perempuan ego, atau kelompok kerabat dari anak perempuan ego.
Universitas Sumatera Utara
31 5.
Puang adalah kelompok kerabat pemberi gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak nenek, ibu atau istri dan istri anak laki-laki ego.
Istilah Kekerabatan dari sudut pemakaiannya dapat dikategorikan pada dua system yaitu sebutan dan sapaan. Sebutan artinya bagaimana seseorang menyebut
kerabatnya bila dipertanyakan pada pihak ketiga. Sedangkan sapaan, bagaimana seseorang menyapa anggota kerabatnya bila bertemu atau memanggilnya bila bertatap
muka.
Tabel 2.2 Beberapa nama-nama masyarakat Pakpak dan sapaannya dalam kehidupan
sehari-hari. No Sebutan
Sapaan Keterangan
1 2
3 4
5 6
Bapa Inang
Kaka Dedahen
Turang Mpung, Poli
Bapa Nang, nange
Nama, kaka Nama,
Nama, turang Pung, poli
Ayah Ibu
Abang Adik
laki-laki atau
perempuan Kakak adik Perempuan
Kakek
Dalam system kekerabatan suku Pakpak, kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek.
Pertama, karena anak laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga atau klen patrilineal. Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga. Ketiga,
laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta pusaka. Keempat, laki-
Universitas Sumatera Utara
32 laki berperan sebagai pelaksana utama dalam setiap aktifitas adat. Anak perempuan
walaupun memakai nama marga ayahnya, namun setelah kawin atau menikah dan ikut suami dan anak-anak yang dilahirkannya akan memakai marga sesuai dengan marga
suaminya bukan marga ayah perempuan tersebut. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya
silsilahnya. Sehingga sering kali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan
kelompok kerabat yang lebih luas.
2.6 Bahasa