Analisis Tekstual dan Melodi Dalam Sukut-Sukutan Nangan si Tapisuria Turang si Palameka yang Disajikan Oleh Rosintan Kesigihen pada Masyarakat Pakpak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara
ANALISIS
TEKSTUAL
DAN
MELODI
DALAM
SUKUT-SUKUTAN
NANGAN SI TAPISURIA TURANG SI PALAMEKA
YANG DI SAJIKAN OLEH ROSINTAN KESOGIHEN PADA
MASYARAKAT PAKPAK DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE
SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI,
SUMATERA UTARA.
SKRIPSI SARJANA
O L E H
DAVID HUTAGALUNG NIM 110707030
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(2)
ANALISIS
TEKSTUAL
DAN
MELODI
DALAM
SUKUT-SUKUTAN
NANGAN SI TAPISURIA TURANG SI PALAMEKA
YANG DI SAJIKAN OLEH ROSINTAN KESOGIHEN PADA
MASYARAKAT PAKPAK DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE
SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI,
SUMATERA UTARA.
SKRIPSI SARJANA O
L E H
DAVID HUTAGALUNG NIM 110707030
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Torang Naiborhu, M.Hum Drs.Kumalo Tarigan, M.A
NIP. 196308141990031004 NIP. 195812131986011002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILUMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(3)
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal : 20 Juli 2015
Hari : Senin
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 195110131976031001
Panitia Ujian:
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Fadlin, M.A. ( )
4. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( )
(4)
DISETUJUI OLEH:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Medan, 20 Juli 2015
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Medan, 22 Juli 2015
David Hutagalung NIM 110707030
(6)
ABSTRAKSI
Dalam skripsi ini, penulis akan menganalisis lagu nangan “Si Tapi Surya
Turang Si Pala Meka” dalam masyarakat pak-pak. dalam dua fokus yang akan dibahas yaitu yang pertama adalah analisis tekstual dan yang kedua yaitu analisis melodi. Perlu diketahui bahwa nangan adalah lagu atau sebuah senandung yang dinyanyikan saat mendongengkan sebuah cerita rakyat (Si Tapi Surya Turang Si Pala Meka). Nangan ini dinyanyikan diselah-selah dimana dongeng tersebut diceritrakan kepada anak-anak yang akan tidur, nangan ini dinyanyikan sampai anak-anak tersebut tertidur dengan nyenyak dan setelah anak-anak tersebut sudah tidur dikarenakan
nangan dan cerita Si Tapi Surya Turang Si Pala Meka tadi saat itulah yang menangankan boleh tidur juga.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk syarat kelulusan program S1, agar penulis dapat mengkaji dan mengetahui struktur melodi nangan si Tapisuria turang si Palameka, untuk mengkaji makna tekstual nangan si Tapisuria turang si Palameka, untuk menganalisis aspek-aspek musikal nangan si Tapisuria turang si Palameka, serta tulisan ini berguna sebagai tambahan informasi bagi generasi berikutnya dan juga bagi yang ingin melanjutkan membahas tentang masyarakat pak-pak, khususnya di Dusun Lae Salak, Desa Lau Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
Teori yang dipakai dalam tulisan ini yaitu, unutk menganalisis melodi penulis menggunakan teori weighted scale (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15). Dalam mendalami makna-makna tekstual dalam nangan, penulis menggunakan teori semiotik (Panuti Sudjiman dan Van Zoest dalam Bakar 2006:45-51)
Metode pendekatan yang dilakukan oleh penulis adalah metode pendekatan kualitatif dan pengumpulan data akan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman dalam lapangan. Pengolahan data dilakukan penulis yaitu dengan tahap studi kepustakaan, kerja laboratorium, dan proses pentranskripsian. Dalam proses pentranskripsian lagu nangan ini penulis akan menggunakan program sibelius
yang hasilnya akan dinotasikan kedalam penotasian balok barat.
Hasil dari skripsi yang diperoleh oleh penulis adalah penulis akan mengetahui mengapa nangan tersebut diberikan kepada anak-anak saat menjelang tidur, dimana dalam nangan tersebut juga terdapat sebuah pesan agar anak-anak tersebut dapat bekerja keras dan harus sabar dalam menjalankan hidupnya dengan segala keterbatasan yang ada dan nangan tersebut dapat dengan secara tidak langsung akan mengingatkan sipendengar kepada orang tua mereka.
Berdasarkan penjabaran diatas penulis mengambil judul Analisis Tekstual Dan Melodi Dalam Nangan “Si Tapisuria Turang Sipalameka” yang di nyanyikan oleh Rosintan Kesogihen Pada Masyarakat Pak-pak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
(7)
KATA PENGANTAR
Ucapan puji dan syukur mengawali ucapan terimakasih kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasihNya yang begitu besar dan melimpah telah dirasakan oleh penulis. Setiap hembusan nafas yang penulis nikmati, kesehatan dan sukacita tidak luput oleh karenaNya. Karena kasihNya yang begitu besar dan melimpah yang telah dirasakan oleh penulis, yaitu selama penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi dan juga selesainya tulisan ini tidak luput dari berkat dan kasih yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada penulis.
Tulisan ini berjudul “Analisis Musikal dan Tekstual dalam mersukut-sukuten nangan si Tapisuria Turang si Palameka yang di sajikan leh Rosintan Kesogihen pada masyarakat Pakpak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara”. Tulisan ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Dalam hal penulisan tulisan ini, penulis menyadari banyak tantangan dan kekurangan yang dialami oleh penulis dalam penyusunan tulisan ini. Hal tersebut sangat mengganggu dalam hal penyelesaian tulisan ini dan penulis juga tidak luput dari rasa jenuh dan lelah saat ingin menyelesaikan tulisan ini, namun Bapa dan Ibu penulis, juga Dosen-dosen dan orang-orang terdekat selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tulisan ini.
Pada kesempatan yang telah digapai oleh penulis saat ini, penulis mengucapkan terimakasih dan juga boleh mempersembahkan pencapaian penulis atas tulisan ini kepada kedua Orang tua yang sangat penulis banggakan dan juga penulis sayangi, ayah penulis yang penulis banggakan bernama Haposan Hutagalung dan Ibu
(8)
Penuis yang penulis sayangi bernama Masreka Br.Manullang. terima kasih atas segala cinta kasih sayang, perhatian dan kerja keras Ayah dan Ibu yang telah penulis rasaka n sampai sekarang. Kesabaran, kebijaksanaan, kerendahan hati dan rasa tanggung jawab telah diajarkan kepada penulis sejak kecil, sehingga penulis dapat menghasilkan sebuah tulisan yang sangat berguna bagi penulis sendiri dan orang lain.
Suka dan duka memberikan cerita yang sangat membekas dalam menyelesaikan tulisan ini, namun duka dan hal-hal yang dapat menghambat tulisan ini dapat terselesaikan dengan doa-doa yang telah dipanjatkan kepada penulis dari orang-orang yang terdekat dan beberapa usaha keras yang penulis lakukan juga. Motivasi dan dorongan selalu hadir dan selalu ada saat penulis melakukan kelalaian dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada adik-adik penulis yang membantu dalam menggantikan tugas rumah yang penulis harus lakukan, namun diambil alih oleh adik-adik penulis yaitu, Yusuf Hutagalung, Immanuel Hutagalung, dan Andreas Hutagalung. Terima kasih buat doa, bantuan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat merasakan bantuan adik-adik hingga saat ini dan waktu yang sangat berharga yang telah diberikan kepada penulis hingga tulisan ini dapat selesai dengan tepat pada waktunya. Penulis sangat merasa bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena telah memberikan keluarga yang sangat luar biasa bagi penulis.
Penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada, yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
(9)
Dalam hal ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum, Ph.D selaku ketua Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan, kiranya Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan sukacita kepada Bapak.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd sebagai sekretaris Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan yang telah memberi motifasi dan dukungan kepada penulis kiranya Tuhan memberi berkat kepada Ibu Dosen.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A. Sebagai kepala laboratorium Etnomusikologi yang memberi pinjaman alat selama penulis menjalankan perkuliahan di Etnomusikologi dan juga sebagai dosen P.A penulis, semoga Tuhan juga selalu memberikan rahmatNya kepada Bapak Dosen.
Kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Terimakasih banyak karena telah menyisihkan waktunya buat penulis dengan membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, tanpa bimbingan bapak Torang sebagai dosen pembimbing I, penulis akan bingung dan tulisan ini tidak akan selesai pada waktunya, semoga Tuhan membalas kebaikan-kebaikan Bapak dan selalu memberikan berkatNya kepada Bapak.
Kepada Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. penulis juga tidak lupa memberikan terimasih banyak kepada Bapak, karena Bapak juga telah memberikan dan meluangkan waktu Bapak kepada penulis di sela-sela kesibukan Bapak dalam menggapai gelar S3 Bapak, semoga Tuhan meberikan berkatNya kepada Bapak dan juga kepada keluarga.
Kepada Dosen-dosen yang telah memberikan dan telah menerapkan Ilmu kepada penulis selama penulis megikuti perkuliahan di Etnomusikologi yaitu, Bapak
(10)
Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Ibu Dra. Rithaony, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Irwansyah, M.A., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., dan Ibu Arifninetrirosa, SST, M.A. trimakasih buat ilmu yang telah Bapak/Ibu berikan kepada penulis semoga dapat bermanfaat bagi penulis di tengah-tengah masyarakat nantinya.
Sebelumnya penulis meminta maaf jika penulis pernah melakukan kesalahan kepada Bapak/Ibu dosen kiranya kesalahan yang penulis pernah lakukan dapat dimaafkan oleh Bapak/Ibu dosen sekalian, terima kasih banyak Bapak/Ibu dosen, Kamu adalah Bapak/Ibu dari mahasiswa dan mahasiswi di kampus Etnomusikologi, terimakasih atas kebaikan-kebaikan Bapak dan Ibu.
Kepada informan penulis Ibu Rosintan Kesogihen terimakasih banyak karena telah mengenalkan budaya masyarakat pakpak kepada penulis dan telah mengijinkan penulis untuk dapat menginap dirumah Ibu Rosintan selama beberapa minggu dan telah menjadi orang tua penulis selama penulis tinggal di Dusun Lae Salak, banyak hal yang penulis rasakan selama meneliti di daerah tersebut terutama dapat mengenal budaya lain yaitu budaya masyarakat Pakpak selain budaya penulis sendiri (budaya batak Toba). Jika ada kesalahan sikap, tingkah laku atau tutur kata penulis kepada Ibu, mohon agar Ibu dapat memaafkannya. Trimakasih sekali lagi buat Ibu Rosintan Kesogihen yang setelah martutur ternyata adalah Mak Tua saya. Semoga Tuhan selalu memberikan rahmatNya, berkat, dan kasihnya kepada keluarga dan terutama kepada Ibu.
Kepada Bapak Pasuhen Berasa, Bapak Mustar Berutu, Mpung Nasidin, Ibu Nantontah Berutu dan David Kristian Sitanggang juga penulis ucapkan terimakasih banyak karna telah membantu mengumpulkan informasi baik dalam bentuk
(11)
komunikasi dan foto bagi penulis. Kepada David Kristian Sitanggang terutama trimakasih telah mengajarkan bahasa Pakpak sedikit demi sedikit dan juga telah mengartikan bahasa-bahsa yang penulis tidak dapat pahami. Semoga Tuhan memberikan kasihNya kepada Bapak dan Ibu juga teman saya David Kristian Sitanggang.
Kepada teman-teman seperjuangan Stambuk 2011 yang telah menemani, dan saling memahami karakter satu sama lainnya, kiranya Tuhan memberikan yang terbaik bagi kita dikemudian hari nanti. Aprindo Nadeak, Jose Rizal Andreas Siregar, Erwin Prasaja Putra, Selamet Hariadi, Rian Situmorang, Taufik Siregar, Josua Aron Silaban, Egi Sinulingga, Juniko Pasaribu, Wildan Toyib, Sopandu Manurung S.Sn, Kawan Pandiangan S.Sn, Gok Parasian Malau, Elkando Purba, Roy Sinaga, Ardy Widanto Manurung, Agriva Maranata Sinuhaji, Hari Hutagaol, Tripose Pakpahan S.Psi, Agnes Nainggolan, Lisken Angkat, Deby Hutabarat, Linfia Sonia Purba, Alfred Wiliam, Zube Benaya Karokaro, Oktica Tampubolon, Stevani Intan Sialagan, Khairurahman Ajis, Aji Suci, Riko Sembiring, Mahyunila Wati, Kharis Tarigan, Lestari Rahmadani, Denis Dioda Saragih, Denni Kurniawan Lafao, Benny, Mayang Firdina Miranda, Aprillia Gultom, Siti Aisyah Saragih, Riri Tegar Lubis S.Sn, Mona Salam Sidabutar, Zakharia Pandde Gopaz, semoga Tuhan mendengarkan doa-doa dari teman-teman sekalian.
Kepada Mario Sinaga, penulis ucapkan banyak trimakasih karena telah memberikan waktunya untuk tukar pikiran dalam mengerjakan transkripsi, semoga Tuhan memberikan berkat kepada Mario Sinaga dan cepat menyelesaikan perkuliahannya.
Kepada Ibu Lili (Ibu Wawa) terimakasih banyak atas waktu yang Ibu berika untuk mengetik, dan memperhatikan hal-hal tentang mahasiswa di Departemen
(12)
Etnomusikologi. Kiranya Tuhan selalu memberikan rahmatNya kepada Ibu beserta keluarga.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada senior dan junior yang ada di Etnomuikologi, yaitu 2009-2014 yang penulis tidak dapat tuliskan satu-persatu, kiranya tidak mengurangi rasa persahabatan antara penulis dengan abang-abang juga adik-adik di Etnomusikologi, trimakasih atas hari-hari yang penuh canda dan tawa juga perbedaan tentang pendapat satu sama yang lain, kiranya kita selalu dapat saling memupuk rasa kekeluargaan dimanapun dan kapanpun.
Terima kasih buat teman-teman di PSM USU, Harti, Gunawan, Leo, Rovy, Denisa, Debora, Melisa, yang memberikan warna baru, tawa, canda dan hal-hal yang tak terbeli oleh penulis, dimana tempat tersebut sangat berpengaruh terhadap pola pertemanan penulis terhadap orang lain di USU tersebut, penulis dapat mengenal banyak acara-acara di USU dan alumni-alumni yang berpengalaman di bidang pekerjaan dalam masyarakat.
Terimakasih buat teman-teman di Komunitas Rumah Minat Tulis yang memberikan inspirasi baru buat penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya, yang mengajarkan penulis rasa bagaimana membangun komunitas dari titik paling awal hingga menjadi UKM di Fakultas Ilmu Budaya. Kiranya UKM tersebut dapat menjadi tempat atau wadah bagi mahasiswa dan mahasiswi di USU khususnya di Fakultas Ilmu Budaya.
Ucapan terimakasih buat yang terkasih Friska Simamora, telah memberikan doanya terutama, motifasi, waktunya kepada penulis, pembelajaran baru dan juga telah mengisi hari-hari penulis dengan cerita yang berbeda, perhatian-perhatian yang sangat penting bagi penulis selama menyelesaikan tulisan ini hingga selesai. Banyak hal yang tidak dapat digantikan dengan materi tentang hal pemberianmu,
(13)
pengorbananmu, dan hal-hal yang tak pernah diduga oleh penulis. Kiranya Tuhan selalu memberikan hal yang baik buatmu, kiranya tiap doa-doamu dapat didengarkan oleh Tuhan dan dikabulkanNya, dan jadilah wanita yang baik dan tetap rendah hati.
Medan, 22 Juli 2015
(David Hutagalung) NIM. 110707030
(14)
DAFTAR ISI PERNYATAAN...i ABSTRAKSI...ii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...x DAFTAR GAMBAR...xv DAFTAR TABEL...xvi BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Pokok Permasalahan...9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...9
1.3.1 Tujuan Penelitian...9
1.3.2 Manfaat Penelitian...9
1.4 Konsep dan Teori...10
1.4.1 Konsep...10
1.4.2 Teori...12
1.5 Metode Penelitian...15
1.5.1 Studi Pustaka ...15
1.5.2 Penelitian Lapangan...17
1.5.3 Kerja Laboratorium...18
1.6 Lokasi Penelitian...19
BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK, DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI, PROVINSI SUMATERA UTARA...20
2.1 Wilayah Budaya Pakpak...20
2.2 Lokasi Penelitian...23
2.3 Sistem Mata Pencaharian...25
2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi...25
2.4.1 Kepercayaan terhadap Dewa-dewa...26
2.4.2 Kepercayaan terhadap Roh-roh...28
2.4.3 Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa...28
2.5 Sistem Kekerabatan...29
2.5.1 Sulang silima...30
2.6 Bahasa...35
2.7 Kesenian...36
2.7.1 Seni musik...36
2.7.1.1 Genderang sisibah...37
2.7.1.2 Genderang silima...38
2.7.1.3 Genderang sidua-dua...39
2.7.1.4 Gerantung...39
2.7.1.5 Gong (embotul)...40
(15)
2.7.1.7 Kalondang...41
2.7.2 Seni suara...41
2.7.3 Seni tari...45
2.7.4 Kesenian kerajinan tangan...49
BAB III DESKRIPSI NANGAN SI TAPISURIA TURANG SI PALAMEKA...55
3.1 Bentuk Teks Nangan si Tapisuria turang si Palame.......55
3.2 Analisis Tekstual Nangan si Tapisuria turang si Palamek....57
BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS NANGAN SI TAPISURIA TURANG SI PALAMEKA...81
4.1 Transkripsi...81
4.1.1 Simbol dalam notasi...81
4.1.2 Tangga nada (scale)...84
4.1.3 Nada dasar (pitch center)...84
4.1.4 Wilayah nada (range)...85
4.1.5 Jumlah nada (frequency of note)...86
4.1.6 Jumlah interval (prevalent intervals)...86
4.1.7 Pola kadensa (cadence patterns)...87
4.1.8 Formula melodik (melodic formulas)...87
4.1.9 Kontur (contour)...88
4.1.10 Analisis ritem...90
4.1.11 Bentuk (form)...91
BAB V PENUTUP...93
5.1 Kesimpulan...93
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Luas Kabupaten Dairi menurut Kecamatan-kecamatan...23
Gambar 2.2 Beberapa nama-nama masyarakat Pakpak dan sapaannya dalam kehidupan sehari-hari...34
Gambar 3.1 Ucang-ucang tanpa hiasan, tampak samping...66
Gambar 3.2 Ucang-ucang tanpa hiasan tampak dari atas...67
Gambar 3.3 Ucang-ucang tampak atas dengan hiasan...68
Gambar 3.4 Ucang-ucang tampak sisi samping dengan hiasan...69
Gambar 3.5 Lonceng pada ucang-ucang...70
Gambar 3.6 Tumbuhan pandan liar...71
Gambar 3.7 Tumbuhan pandan tampak atas...71
Gambar 3.8 Tumbuhan pandan...72
Gambar 3.9 Rabi munduk tampak dari samping...73
Gambar 3.10 Gagang rabi munduk...73
Gambar 3.11 Ujung dari rabi munduk...74
(17)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Kabupaten Dairi Menurut Kecamatan-kecamatannya...23 Tabel 2.2 Beberapa nama-nama masyarakat Pakpak dan sapaannya dalam kehidupan sehari-hari...34 Tabel 4.1 Distribusi interval...87
(18)
ABSTRAKSI
Dalam skripsi ini, penulis akan menganalisis lagu nangan “Si Tapi Surya
Turang Si Pala Meka” dalam masyarakat pak-pak. dalam dua fokus yang akan dibahas yaitu yang pertama adalah analisis tekstual dan yang kedua yaitu analisis melodi. Perlu diketahui bahwa nangan adalah lagu atau sebuah senandung yang dinyanyikan saat mendongengkan sebuah cerita rakyat (Si Tapi Surya Turang Si Pala Meka). Nangan ini dinyanyikan diselah-selah dimana dongeng tersebut diceritrakan kepada anak-anak yang akan tidur, nangan ini dinyanyikan sampai anak-anak tersebut tertidur dengan nyenyak dan setelah anak-anak tersebut sudah tidur dikarenakan
nangan dan cerita Si Tapi Surya Turang Si Pala Meka tadi saat itulah yang menangankan boleh tidur juga.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk syarat kelulusan program S1, agar penulis dapat mengkaji dan mengetahui struktur melodi nangan si Tapisuria turang si Palameka, untuk mengkaji makna tekstual nangan si Tapisuria turang si Palameka, untuk menganalisis aspek-aspek musikal nangan si Tapisuria turang si Palameka, serta tulisan ini berguna sebagai tambahan informasi bagi generasi berikutnya dan juga bagi yang ingin melanjutkan membahas tentang masyarakat pak-pak, khususnya di Dusun Lae Salak, Desa Lau Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
Teori yang dipakai dalam tulisan ini yaitu, unutk menganalisis melodi penulis menggunakan teori weighted scale (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15). Dalam mendalami makna-makna tekstual dalam nangan, penulis menggunakan teori semiotik (Panuti Sudjiman dan Van Zoest dalam Bakar 2006:45-51)
Metode pendekatan yang dilakukan oleh penulis adalah metode pendekatan kualitatif dan pengumpulan data akan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman dalam lapangan. Pengolahan data dilakukan penulis yaitu dengan tahap studi kepustakaan, kerja laboratorium, dan proses pentranskripsian. Dalam proses pentranskripsian lagu nangan ini penulis akan menggunakan program sibelius
yang hasilnya akan dinotasikan kedalam penotasian balok barat.
Hasil dari skripsi yang diperoleh oleh penulis adalah penulis akan mengetahui mengapa nangan tersebut diberikan kepada anak-anak saat menjelang tidur, dimana dalam nangan tersebut juga terdapat sebuah pesan agar anak-anak tersebut dapat bekerja keras dan harus sabar dalam menjalankan hidupnya dengan segala keterbatasan yang ada dan nangan tersebut dapat dengan secara tidak langsung akan mengingatkan sipendengar kepada orang tua mereka.
Berdasarkan penjabaran diatas penulis mengambil judul Analisis Tekstual Dan Melodi Dalam Nangan “Si Tapisuria Turang Sipalameka” yang di nyanyikan oleh Rosintan Kesogihen Pada Masyarakat Pak-pak di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Saat manusia hidup dan menjalankan aktivitasnya atau pun kegiatannya sehari-hari, tidak akan jauh dari kebudayaan yang mereka miliki. Kebudayaan yang dimiliki tersebut akan menjadi ciri-ciri manusia itu sendiri di lapisan masyarakat yang ada disekitarnya. Kebudayaan tersebut diwariskan kepada keturunan-keturunan yang ada, agar dapat dilestarikan dan dihargai oleh anak cucu mereka. Kebudayaan tersebut menggambarkan tentang pola, tingkah, kebiasaan dalam hidup manusia itu, dimulai dari anak-anak, beranjak remaja, dewasa, menjadi tua dan akhirnya meninggal dunia.
Nusantara memiliki banyak sekali suku-suku dan demikian juga adat-istiadat. Tiap-tiap suku dan adat-istiadatnya pastinya memiliki masing-masing ciri dengan nilai-nilai yang istimewa. Suku, adat-istiadat dan juga nilai-nilainya tersebut tidaklah dapat dibanding dengan suku, adat-istiadat, atau pun keindahan-keindahn yang dimiliki oleh suku lain dimana pun dan kapan pun itu, karena tiap adat-istiadat, keindahan dan keistimewaan suku-suku memiliki nilai dari sudut pandang yang berbeda bagi tiap-tiap masyarakat. Demikian juga terhadap suku Pakpak, masyarakat ini telah diwariskan dengan adat-istiadat yang mereka miliki hingga sekarang masih mereka terima secara tulisan atau pun lisan. Masyarakat Pakpak memiliki beberapa kesenian hingga saat ini masih mereka lakukan dalam kehidupan, yaitu diantaranya adalah seni musik, seni rupa, seni ukir, dan seni tari.
Seni musik dalam masyarakat Pakpak dibagi dalam tiga bagian yaitu: vokal, instrumen (Kalondang, Genderang, Gung Sada Rabaan, Kucapi, Sordam, Lobat, Kettuk, Gerantung) dan perpaduan antara vokal dengan musik pengiringnya. Dalam
(20)
musik vokal, masyarakat Pakpak menamakan musik vokal tersebut sebagai ende-ende, dan untuk membedakan nyanyian atau ende satu dan ende yang lain yaitu dengan menambahkan nama nyanyian yang berkaitan dengan ende tersebut, seperti: “ende ndeppur angin i deleng” yaitu nyanyian untuk menjaga anak. “ende menuan mbacang” yaitu nyanyian menanam mbacang dan “ende memuro” yaitu nyanyian untuk menjaga padi, masih banyak lagi nyanyian yang menggunakan kata ende, dan kemudian ditambahkan nama nyanyian yang menggambarkan atau berkaitan dengan
ende tersebut. Seperti ende di atas yang telah penulis berikan sebagai contoh, dalam tulisan ini penulis juga mendapat ende yang menarik untuk dibahas dan diuraikan, yaitu ende yang dinyanyikan dalam Nangan Si Tapisuria turang Si Palameka. Di sini
ende ini dinamakan ende Si Tapisuria turang Si Palameka, dinamakan seperti itu karena yang menyanyikan ende tersebut adalah Si Tapisuria yang berturangkan Si Palameka.
Penulis dalam mendapatkan ende ini yaitu dengan menanyakan beberapa penatua-penatua masyarakat Pakpak yang ada di sekitar lokasi penelitian yang penulis kunjungi, dalam hal ini penulis menanyakan kepada informan lagu-lagu yang sudah lama tidak diperdengarkan oleh masyarakat-masyarakat di sekitar itu, kemudian informan menyebutkan beberapa lagu yaitu ende menuan bacang, ende tentang perjudian, dan ende si Tapisuria turang si Palameka, setelah informan menyanyikan lagu-lagu tersebut, penulis mulai bertanya tentang informasi-informasi yang berkaitan dengan lagu tersebut. Semua ende dan ceritanya sangat menarik bagi penulis, namun hanya ende si Tapisuria turang si Palameka yang mempunyai informasi yang utuh dan penulis memutuskan untuk memilih ende tersebut untuk dituliskan kedalam skripsi ini.
(21)
Sebelum membahas Nangan, ada beberapa jenis nyanyian dalam masyarakat Pakpak yaitu:
a. Nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan tangisan, yang terdiri atas tangis beru si jahe, tangis anak melumang yaitu nyanyian ratapan seorang anak ketika terkenang atau teringat pada salah satu atau pun kedua orang tuanya yang telah meninggal, dan tangis mate yaitu nyanyian ratapan kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia.
b. ende-ende mendedah, yaitu sejenis nyanyian (lullaby) yang dipakai oleh pengasuh (pendedah) baik itu pria atau pun wanita, nyanyian ini untuk menidurkan anak, dimana anak tersebut digendong dan kemudian dinina bobokkan dengan nyanyian yang liriknya berisikan tentang nasehat, harapan, cita-cita, atau pun curahan kasih sayang untuk anak tersebut oleh sipendedah. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oa,
dan cido-cido. Ketiga jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).
c. Oah-oah (ayunan-ayunan) yaitu merupakan jenis nyanyian dimana teksturnya sama dengan orih-orih, yang membedakan oah-oah adalah cara pada saat meninabobokkan si anak tersebut, oah-oah disajikan dengan mengayunkan si anak pada ayunan, dimana ayunan tersebut diikatkan pada kayu sehingga ayunan tersebut menggantung, dapat diikat pada kayu dalam rumah atau pun di sapo-sapo (gubuk yang terdapat di ladang).
d. Cido-cido yaitu adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya ialah untuk menghibur dengan membuat gerakan-gerakan yang lucu sehingga si anak menjadi tertawa dan merasa senang. Gerakan-gerakan tersebut biasanya ditampilkan pada akhir frasa lagu. Si anak digoyang-goyang, diangkat tinggi-tinggi, dicolek atau disenyumi yang menimbulkan rasa senang, geli atau lucu sehingga si anak menjadi
(22)
tertawa. Teks lagu yang disajikan umumnya berisi tentang nasehat, petuah-petuah maupun harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna dan berbakti pada keluarga.
e. Nangan adalah nyanyian yang disajikan pada waktu mersukut-sukuten (mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut disampaikan dengan gaya bernyanyi. Ucapan tokoh- tokoh yang terdapat dalam cerita yang dinyanyikan itulah yang disebut nangen, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten. Apabila seluruh rangkaian cerita dan ucapan para tokoh cerita disampaikan dengan gaya bertutur, maka kegiatan ini disebut dengan sukut-sukuten (bercerita), sedangkan cerita yang menyertakan nyanyian dalam penyampaiannya disebut sukut-sukuten pake nangen. Namun, pada umumnya sukut- sukuten yang menarik haruslah berisi nangen. Kegiatan mersukut-sukuten biasanya dilakukan oleh para tetua-tetua yang sudah lanjut usia pada malam hari terutama ketika ada orang yang meninggal dunia. Secara mitos diyakini bahwa si mati yang tidak dijaga akan hilang dimakan anjing. Agar orang-orang yang menjaga si mati itu tidak tertidur, maka diadakanlah kegiatan mersukut-sukuten yang dimulai menjelang tengah malam hingga pagi keesokan harinya. Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Tokoh yang baik menjadi panutan sedangkan tokoh yang jahat dihindari. Pencerita (persukut-sukuten) haruslah seorang yang cukup ahli menciptakan karakter tokoh-tokoh melalui warna suara nangen yang berbeda-beda satu sama lainnya sehingga menarik untuk dinikmati. Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah Sitagandera, Nan Tampuk Mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle, si Tapisuria Turang si Palameka danlain sebagainya.
(23)
f. Ende-ende merdembas merupakan bentuk nyanyian permainan dikalangan anak-anak sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari, diadakan di halam rumah pada saat terang bulan purnama.
g. Ende-ende Memuro Rohi, nyanyian ini termasuk ke dalam jenis work song, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di ladang atau di sawah tersebut. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar1 yang dilambai-lambaikan ke tengah ladang padi sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi.2
Berikutini penulis akan membahas Nangan yang disajikan pada waktu mersukut-sukuten (berdongeng atau ceritera rakyat) dan dimana pada saat mendongeng, seorang pendongeng akan menyanyikan sebuah nyanyian, nyanyian itu dinyanyikan oleh tokoh yang ada dalam cerita. Tujuannya untuk membuat si pendengar dapat tidur dengan lelap. Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak, orang yang menyajikan Nangan
disebut si menukutken.
Orang yang mengingat Nangan dalam masyarakat Pakpak sangatlah jarang ditemukan, kita dapat menanyakan tentang Nangan kepada orang tua yang telah berumur 59 tahun sampai 70 tahun ke atas dikarenakan orang tua dalam masyarakat Pakpak sekarang tidak meregenerasikan Nangan tersebut dalam kehidupan berikutnya kepada anak-anak mereka, menurut penulis jika Nangan ini tidak diterapkan kepada anak-anak mereka, maka cerita tentang Si Tapisuria Turang Si Palameka akan hilang
1
. Ketter dan gumpar adalah alat yang terbuat dari bambu dan pada bambu tersebut
digantungkan kain bekas dan akan menyerupai orang-orangan yang akan dilambai-lambaikan ke tengah sawah untuk mengusir burung. Fungsi utama alat ini tentu saja menghalau burung, namun tetap dapat dikaji melalui disiplin etnomusikologi, yaitu studi musik dalam kebudayaan. Alat ini dapat digolongkan kepada fungsinya sebagai alat pendukung budaya pertanian.
2
(24)
dan pesan-pesan dalam cerita itu tidak akan ada lagi yang mengingatnya untuk masa berikutnya.
Nangan adalah sebuah seni dalam masyarakat Pakpak yang diturunkan secara lisan atau tradisi oral dari orang tua yang menceritakannya kepada anak -anaknya dan setelah anak-anaknya menjadi orang tua dan mengingat cerita tersebut dia akan menceritakannya kembali kepada anak-anaknya. Dalam tradisi oral kita pasti menemukan kendala terhadap yang menceritakan berikutnya terhadap orang yang akan mendengarkan, dikatakan kendala karena orang yang menceritakan berikutnya akan menambah atau mengurangi cerita yang ada, dan cerita yang dari awalnya akan berbeda dengan cerita yang berikutnya. Pengaruh tradisi oral dalam seni sangatlah berdampak pada seni itu sendiri.
Nangan dalam daerah Dusun Lae Salak ini begitu erat kaitannya dengan sebuah harapan orang tua terhadap anak-anaknya, agar anak-anaknya dapat menjadi anak yang berhasil dan dapat membahagiakan orang tuanya kelak, dan dalam tulisan ini
Nangan dapat kita perhatikan juga menjadi gambaran orang tua yang begitu menyayangi anak-anaknya yaitu dapat kita lihat dengan orang tua menyanyikan lagu vokal Nangan dengan penuh kelembutan dan dengan kasih sayang dan harapan agar anaknya dapat tertidur lelap dan mengingat pesan yang terdapat dalam Nangan yang telah diceritakan oleh orang tuannya tadi.
Nangan dalam cerita ini yaitu menceritakan dua orang anak yang tidak memiliki kedua orang tua lagi, anak yang pertama yaitu seorang laki-laki yang bernamakan Si Palameka dan anak yang kedua yaitu anak perempuan yang bernamakan Si Tapisuria,
mereka berdua hidup serba kekurangan, dan suatu hari Si Palameka ingin merubah kehidupan mereka yaitu dengan cara pergi merantau ke Boang (Aceh Selatan) untuk mencari riar (uang) agar dapat hidup dengan layak seperti yang mereka inginkan,
(25)
tetapi Si Palameka ingin pergi mencari uang ke Boang hanya sendiri dan meninggalkan adiknya Si Tapisuria. Adiknya di tinggalkan di dalam lubang di tanah dan memberikan satu buah jeruk sampuraga untuk menemani adiknya tersebut. Sebelum abangnya (Si Palameka) pergi, adiknya Si Tapisuria meminta rabi munduk ( pisau khusus untuk wanita Pakpak), ucang-ucang (tas khusus untuk wanita Pakpak),
kudung-kudung (anting-anting), dan gelang-gelang (gelang-gelangan) sebagai oleh-oleh untuk adiknya sewaktu abangnya pulang nanti. Beberapa tahun tinggal di tempat perantauan (Boang) Si Palameka selalu memikirkan adiknya (Si Tapisuria). Di lubang tempat Tapisuria tinggal, jeruk sampuraga yang ditinggalkan abangnya bersama adiknya tersebut telah tumbuh dan berbuah, banyak orang yang ingin mengambilnya, tetapi Si Tapisuria mengusir orang yang ingin mengambil buah jeruk tersebut yaitu dengan menyanyikan,
Sueh ko, sueh ko pergi kau, pergi kau
Rimongku si Sampuraga jerukku itu si Sampuraga
Ulang buati kene jangan kalian ambili
Turangku si Palameka abangku si Palameka
Laus ia mi Boang dia pergi ke Boang
Menokor rabi mundukku, membeli rabi (parang) mundukku, Menokor kudung-kudungku, membeli anting-antingku,
Sueh ko, sueh ko pergi kau, pergi kau
Si Tapisuria bernyanyi dengan niat untuk mengusir yang ingin mengambil buah jeruknya tadi, cara itu berhasil dan orang yang ingin mengambil buah jeruknya tadi pergi dan ketakutan, orang yang berniat mengambil buah jeruknya tadi mengira pohon jeruk tersebut memiliki penunggu atau penjaga. Setelah beberapa tahun ditinggalkan abangnya, Si Palameka akhirnya pulang dan membawakan oleh-oleh yang diinginkan
(26)
adiknya itu, adiknya merasa senang dan mereka pun hidup seperti yang mereka inginkan.
Sedikit dari cerita Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka yang mengisahkan cerita tentang perjuangan dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap hidup mereka yang sudah tidak memiliki orang tua lagi. Dalam cerita tersebut terdapat pesan-pesan untuk anak-anak yang mendengarkannya, yaitu: seorang laki-laki harus dapat bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan keluarganya walau harus susah payah.
Dalam hal ini penulis ingin memberikan sedikit informasi tentang Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka dimana informasi yang sedikit ini kiranya dapat membuat kesenian dalam masyarakat Pakpak dapat terdokumentasikan dalam bentuk tulisan yang dapat dibaca, juga diharapkan dapat dikembangkan oleh pembacanya, agar tulisan ini dapat lebih sempurna dan informasi-informasi tentang Nangan ini dapat lebih akurat, terkhususnya bagi masyarakat Pakpak yang akan membaca tulisan ini.
Berdasarkan paragraf-paragraf di atas penulis tertarik untuk membahas tentang
Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka dan akan di tulis dalam bentuk karya ilmiah dengan judul :
ANALISIS TEKSTUAL DAN MELODI DALAM SUKUT-SUKUTAN NANGAN SI TAPISURIA TURANG SIPALAMEKA YANG DISAJIKAN OLEH ROSINTAN KESOGIHEN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI, PROVINSI SUMATERA UTARA.
(27)
1.2Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur melodi dalam Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka ? 2. Bagaimanakah tekstual pada Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka ?
3. Bagaimana analisis musikal Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka ?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengkaji dan mengetahui struktur melodi Nangan Si tapisuria Turang Si Palameka.
2. Untuk mengkaji makna tekstual Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka.
3. Untuk menganalisis aspek-aspek musikal Nangan Si Tapisuria Si Palameka.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan Pakpak.
2. Untuk tambahan pendokumentasian seni yang telah lama dikenal dalam masyarakat Pakpak.
3. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang akan mengangkat judul tentang
Nangan.
4. Sebagai wujud ilmu yang sudah di peroleh oleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
1.4Konsep dan Teori 1.4.1 konsep
(28)
Konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten (Koentjaraningrat 2009:85). Sedangkan konsep menurut R. Merton dalam Koetjaraningrat (1983:21) merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berdasarkan defenisi diatas kata analisis dalam karya ilmiah ini berarti hasil penguraian dari objek penelitian. Melodi dan teks dalam Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka yang telah diperoleh oleh penulis akan diuraikan agar mendapatkan atau memperoleh pengertian dan pemahaman tentang NanganSi Tapisuria Turang Si Palameka tersebut secara keseluruhan.
Musikal, yaitu kata sifat dari kata musik. Dikatakan bersifat musik karena di dalamnya terdapat hal-hal yang kita anggap sebagai musik, walaupun masyarakat pendukung budaya tersebut tidak mengakui bahwa sesuatu itu adalah musik (acuan dari pendapat Malm, 1977:4). Musik diartikan oleh American College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony, and color. Definisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk -bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna. Berdasarkan dua pengertian musik di atas, dapat disimpulkan bahwa musikal adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan di mana mengandung kombinasi
(29)
bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan berbagai ide serta emosi. Dalam tulisan ini yang menjadi aspek musikal adalah rangkaian nada dalam Nangan, keras atau lembut suara yang dikeluarkan oleh si Penukut, ritem dan durasi nada dalam
Nangan tersebut.
Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan atau isi dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan lirik/syair. Lirik/syair merupakan susunan kata-kata dalam sebuah nyanyian yang berisikan curahan perasaan. Lirik tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat (KKBI edisi kedua tahun 1995).
Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan (makna yang tidak sebenarnya), sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf, 1991:25). Makna yang dimaksud dalam tulisan ini ada dalam teks Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka tersebut.
1.4.2 Teori
Teori digunakan sebagai penuntun dan pedoman dalam membahas permasalahan yang akan di jabarkan.
Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan: Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specipying relations among variabels, with purpose of explaining and predicting the phenomena. Artinya secara harfiah, teori adalah
(30)
sebuah hubungan konsep, defenisi, proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dengan fenomena yang menggambarkan hubungan variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena tersebut. Dari tulisan di atas penulis akan menggunakan teori guna untuk membahas dan mendukung jawaban dari pokok permasalahan.
Untuk menganalisis melodi Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu:
1. tangga nada 5. Jumlah interval
2. nada dasar (pitch center) 6. Pola-pola kadensa
3. wilayah nada 7. Formula-formula melodik
4. jumlah nada-nada 8. Kontur
Untuk menggambarkan melodi Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka dalam bentuk notasi, penulis menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan notasi musik yang dinyatatakan Seeger yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi melodi nangan yang belum diketahui oleh pembaca.
Berdasarkan penjelasan yang terdapat di atas, penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Dalam hal ini penulis akan menyampaikan atau memberikan informasi
(31)
tentang Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka dengan detail agar jelas tujuan dari komposisi Nangan tersebut.
Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl 1973:3). Dengan demikian pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.
Dalam melodi vokal Nangan, teks merupakan karakteristik yang penting lainnya, dimana melodi Nangan yang sama dinyanyikan dengan teks yang bervariasi (strophic).
Dalam Nangan si Tapisuria turang si Palameka mempuyai melodi yang sama pada saat dinyanyikan, namun teksnya mempuyai variasi yaitu pada bagian benda -benda yang diminta oleh adik si Palameka yaitu si Tapisuria. Pada nyanyian pertama lagu tersebut si Tapisuria meminta rabi munduk, dan kudung-kudung, pada nyanyian yang kedua, si Tapisuria meminta ucang-ucang dan kalung-kalung. Nangan tersebut akan berakhir ketika si anak yang akan ditidurkan sudah tertidur lelap, namun jika belum tidur, si Penukut akan terus bercerita dan bernyanyi dengan benda yang berbeda yang diminta oleh si Tapisuria, benda tersebut adalah benda keperluan perempuan. Studi teks juga memberikan kesempatan dalam menemukan hubungan-hubungan antara aksen bahasa dan aksen musik sebagai reaksi musikal (Nettl 1977:9). Untuk menganalisa struktur teks Nangan, di sini penulis berpedoman pada teori William P. Malm. Malm menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap
(32)
nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik.
Dalam mendalami makna-makna tekstual dalam musik vokal Nangan, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Panuti Sudjiman dan Van Zoest dalam Bakar (2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Menurut Ferdinand De Saussure (perintis semiotika dan ahli bahasa), semiotik adalah the study of “the life of signs within society”. Secara harafiah dapat diartikan dengan studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat yang ada di atas, akan mengarahkan penulis untuk menganalisis makna tersurat dan tersirat dalam musik vokal Nangan di balik penggunaan lambang dalam kehidupan Suku Pakpak di Desa Lae Sireme Kecamatan Tigalingga.
1.5Metode Penelitian
Menurut Koetjaraningrat (2009:35), metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis 2006:24). Jadi, metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan tersistematis untuk mewujudkan kebenaran, pengetahuan dan informasi dalam objek penelitian. Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengumpulkan,
(33)
mengkhususkan, dan menerangkan data dengan penguraian makna-makna dengan mewawancarai beberapa informan.
1.5.1 Studi pustaka
Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian. Dengan adanya studi pustaka, penulis sebagai peneliti pemula atau awam diperkaya dengan informasi-informasi pendukung awal dalam berbagai sumber buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
Ilmu Etnomusikologi mengajarkan bahwa ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu desk work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan tergolong ke dalam kerja laboratorium. Di mana sebelum penulis melakukan penelitian, penulis mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat. Cara ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis saat terjun dan mengumpulkan data ke lapangan. Tahap awal yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. Kemudian, penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan, Arsip dan dokumentasi Provinsi Sumatera Utara, dan artikel-artikel lainnya yang mendukung penyelesaian tulisan ini. Penulis juga tidak ketinggalan dalam menggunakan teknologi informasi seperti internet sesuai dengan kemajuan teknologi pada saat ini, yaitu dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com dan website resmi Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran atau informasi-informasi dari situs lain seperti
(34)
www.wikipedia.com, repository Universitas Sumatera Utara, blog-blog, dokumen PDF (portable data file), dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel, dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Penelitian lapangan
Menurut Harsja W. Bachtiar (1985:108), bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi-informasi penting yang dibutuhkan.
Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi ke Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Penulis saat sampainya di daerah tersebut kemudian bertemu dengan seorang teman lama, kemudian menanyakan informasi tentang lagu-lagu yang sudah lama tidak didengarkan oleh masyarakat Pakpak, lalu dia menanyakan kepada orang tuanya. kemudian penulis mencari informasi setelah itu menetapkan Ibu Rosintan sebagai informan. Penulis dan langsung melakukan wawancara antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah penulis siapkan sebelumnya.
Wawancara pertama penulis lakukan yaitu pada saat penulis menjumpai informan dikediamannya (31 Januari 2015), wawancara kedua dilakukan saat penulis merasa kurang terhadap informasi tentang musik vokal Nangan, yaitu dilakukan pada keesokan harinya ( 1 Februari 2015), untuk mengumpulkan data yang akurat penulis kemudian melakukan wawancara yang ketiga (4 Februari 2015) dan setelah
(35)
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara telah dilakukan sebanyak tiga kali kemudian penulis melakukan pencocokan data dengan melakukan wawancara terakhir kalinya (6 Februari 2015).
Wawancara yang dilakukan penulis yaitu dengan menggunakan alat perekam guna untuk merekam dan mendokumentasikan data yang akan dituliskan atau dijabarkan. Perekaman yang dilakukan oleh penulis yaitu perekaman audio, dikarenakan kurangnya alat pendukung rekaman, penulis hanya dapat mendokumentasikan rekaman audio dari Nangan tersebut. Namun penulis juga mendokumentasikan beberapa gambar dari benda-benda yang terdapat dalam teks vokal Nangan tersebut. Perekaman audio dan pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan Handycam Canon type Legria FS 306.
1.5.3 Kerja laboratorium
Kerja laboratorium adalah saat dimana semua data yang didapat dari studi kepustakaan dan dilapangan digabungkan dan dilakukan sinkronisasi atau pencocokan. Dalam kerja laboratorium ini kita juga akan melakukan pentranskripsian, yaitu mengubah musik vokal Nangan kedalam simbol notasi musik barat dan dalam proses pentranskripsian penulis mencoba menggunakan simbol-simbol yang sederhana yang dapat dipahami pembaca dan dapat mewakili bunyi tersebut.
Setelah melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penulisan sebuah karya ilmiah yang sesuai dengan disiplin Ilmu Etnomusikologi.
(36)
1.6 Lokasi Penelitian
Dalam pengumpulan data di lapangan, daerah yang menjadi lokasi penelitian penulis yaitu bertempatkan di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
Alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan di daerah tersebut masih terdapat
Nangan yang berbeda dari Nangan yang sering didengarkan oleh masyarakat Pakpak yaitu Nangan Si Tapisuria Turang Si Palameka dan di daerah ini masih banyak seniman-seniman yang memahami budaya Pakpak terutama Nangan.
Nangan dalam masyarakat di daerah ini sebagai sarana untuk menghantarkan anak-anak agar tidur lelap dan yang mendengarkan dapat juga menerima pesan tentang kehi dupan yang dapat di terapkan dalam kehidupan yang mendengarkan
Nangan tersebut nantinya, khususnya bagi anak-anak di daerah Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
(37)
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK, DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI,
PROVINSI SUMATERA UTARA
2.1 Wilayah Budaya Pakpak
Suku Pakpak adalah suku yang terdapat di Sumatera Utara yang tepatnya di Dairi, Perbatasan Aceh, Parlilitan dan Pakpak Bharat. Suku Pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak. Masyarakat Pakpak adalah suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara.
Gambar 2.1
Peta Lokasi Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi.
Dokumentasi: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/0/04.svg
Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh. Tanoh pakpak terbagi atas 5 wilayah, yaitu :
(38)
2. Keppas, yaitu di daerah Kabupaten Dairi
3. Pegagan, yaitu di daerah Kabupaten Dairi, khusus Kecamatan Sumbul
4. Kelasen, yaitu di daerah Tapanuli Utara, khusus Kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli Tengah di Kecamatan Manduamas
5. Boang, daerah Aceh Singkil
Keterangan3 wilayah tanoh Pakpak yaitu:
1. Kabupaten Dairi ibukota Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 184 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.
2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotana Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Singkil Boang.
3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.
4. Kotamadya subbul sallam ibukotanya Salak yang terdiri dari 5 kecamatan dan (64) Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Singkil Boang.
5. Kabupaten tapanuli tengah ibukotanya Pandan yang terdiri dari 6 kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/Kelurahan.
6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotany Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Parlilitan, dan Kecamatan Tara Bintang dan masih termasuk kedalam Suak Kelasen. Luas wilayah yang menjadi wilayah
(39)
persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.
Daerah yang penduduknya homogeny orang Pakpak hanyalah Kabupaten Pakpak Bharat. Namun secara geografi wilayah atau hak ulayat secara tradisonal yang disebut Tanoh Pakpak tersebut sebenarnya tidak terpisah satu sama lain, karena satu sama lain berbatasan langsung walaupun hanya bagian-bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat dan Dairi yang merupakan sentral utama orang Pakpak. Kesatuan komunitas terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut Lebuh (Kampung halaman) dan Kuta (Kampung). Lebuh merupakan bagian dari Kuta yang dihuni oleh klen kecil. Sementara Kuta adalah gabungan dari
lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu. Jadi setiap lebuh dan
kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga lain dikategorikan sebagai pendatang.
2.2 Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis yaitu berlokasikan di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, dimana daerah ini merupakan salah satu daerah atau wilayah bermukimnya suku Pakpak yang di sebut dengan Suak Keppas dan Pegagan. Daerah kabupaten Dairi mempunyai luas 191.625 Hektar yaitu sekitar 2,68 % dari luas Propinsi Sumatera Utara (7.160.000 Hektar) dimana Kabupaten Dairi terletak sebelah Barat Laut Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit yang terletak antara 98000' – 98030' dan 2015'-3000' LU. Sebagian besar tanahnya didapati gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim
(40)
hujan tropis. Kota Sidikalang adalah ibukota Kabupaten Dairi berada pada ketinggian 1.066 meter diatas permukaan laut.
Tabel 2.1
Luas Kabupaten Dairi menurut Kecamatan-kecamatan
No Kecamatan Luas Wilayah
1 Kecamatan Sidikalang 86,84 Km2
2 Kecamatan Berampu 31,65 Km2
3 Kecamatan Sitinjo 39,48 Km2
4 Kecamatan Parbuluan 227,00 Km2
5 Kecamatan Sumbul 149,00 Km2
6 Kecamatan Silahisabungan 119,20 Km2
7 Kecamatan Silima Pungga-pungga 101,68 Km2
8 Kecamatan Lae Parira 42,72 Km2
9 Kecamatan Siempat Nempu 60,30 Km2
10 Kecamatan Siempat Nempu Hulu 93,60 Km2
11 Kecamatan Siempat Nempu Hilir 104,50 Km2
12 Kecamatan Tigalingga 201,87 Km2
13 Kecamatan Gunung Sitember 75,20 Km2
14 Kecamatan Pegagan Hilir 155,33 Km2
15 Kecamatan Tanah Pinem 439,40 Km2
Jumlah 1.927,77 Km2
Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700 s/d 1.250 m diatas permukaan laut. Sedangkan Kecamatan Tigalingga, terletak pada ketinggian antara 400 - 1.360 m diatas permukaan laut.
(41)
Adapun batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut, Kabupaten Dairi yang terletak disebelah barat laut propinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :
Sebelah utara dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi NAD) dan Kabupaten Tanah Karo
Sebelah timur dengan kabupaten Toba Samosir Sebelah selatan dengan Kabupaten Pakpak Bharat
Sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan (Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam)
2.3 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Pakpak khususnya yang berada di Kabupaten Dairi, yaitu sangat beragam dan tidak mempunyai batasan pada satu bidang profesi saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS (Pegawai Negri Sipil), guru, pegawai swasta, dan ada juga yang berburu, dalam hal ini sistem mata pencaharian yang paling banyak dikerjakan oleh masyarakat Pakpak di Kabupaten Dairi adalah sebagai petani dengan bercocok tanam. Adapun yang mereka tanam yaitu : jagung, padi, ubi, pisang, pepaya, coklat, kelapa, durian, duku dan langsat.
Saat penulis melakukan penelitian di daerah tersebut, penulis melihat banyak masyarakat seperti pedagang, pegawai negri sipil, guru dan beberapa profesi lainnya juga menekuni pekerjaan bercocok tanam selain dari pekerjaan utamanya tersebut. Dalam bercocok tanam tersebut sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat disekitar tersebut.
(42)
Agama merupakan sistem kepercayaan yang dianut oleh komunitas atau sekelompok yang berguna sebagai sarana mediasi antara kelompok tersebut dengan Penciptanya (yang dipercayai sebagai nenek moyang). Pada zaman dahulu masyarakat Pakpak mengenal sistem kepercayaan animisme (kepercayaan kepada nenek moyang). Sebelum masuknya agama (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu), masyarakat Pakpak mengenal sistem kepercayaan yang disebut dengan Pambi. Kepercayaan ini merupakan suatu aliran kepercayaan Pakpak zaman dulu yang mengatur tentang kebudayaannya, dalam hal ini Pambi sangat berperan penting sebagai pengatur interaksi manusia dengan roh-roh nenek moyang. Dapat dikatakan bahwa Pambi
adalah agama asli dalam suku Pakpak dan masyarakat yang menganut sistem Pambi
disebut masyarakat Pambi. Namun karena adanya penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris ataupun pedagang-pedagang Arab maka sebagian besar masyarakat Pakpak kini sudah memeluk agama sekuler. Saat ini agama Pambi sudah mulai sedikit tergeser kedudukannya.
2.4.1 Kepercayaan terhadap dewa-dewa
Sebelum agama masuk dalam masyarakat Pakpak, masyarakat mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut:
Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu :
(43)
Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus meminta izin kepada Beraspati Tanoh.
2. Tunggung Ni Kuta
Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut :
a. Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.
b. naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila satu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.
c. Pengulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi untuk memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa.
d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.
e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen.
f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.
(44)
g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.
h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh. i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau. j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.
2.4.2 Kepercayaan terhadap roh-roh
Kepercayaan terhadap roh-roh, yang meliputi :
a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.
b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun-temurun. c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang
sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di sungai.
d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain serta dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.
Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak sejak masuknya agama sekunder di daerah tersebut.
2.4.3 Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga merupakan kepercayaan yang masyarakat Pakpak peluk sekarang ini, Di daerah tempat penelitian penulis, masyarakat di sekitarnya mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian masyarakatnya menganut agama Kristen (kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Pada saat penulis melakukan penelitian, penulis melihat masjid (tempat ibadah
(45)
agama islam) dan gereja GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi), tempat-tempat ibadah ini merupakan bukti bahwa masyarakat di sekitar daerah tempat-tempat penelitian penulis yaitu di Dusun lae salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi telah memeluk agama sekunder.
2.5 Sistem Kekerabatan
Seperti halnya etnik lain, Pakpak juga memiliki adat istiadat yang khas, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Seperti ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dalm masyarakat Pakpak yaitu marga. Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya, bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukuman berupa pengucilan, cemoohan, dan pengusiran dari daerahnya tinggal, karena melanggar adat yang berlaku.
Marga-marga pada suku Pakpak dibagi berdasarkan wilayah komunitasnya yaitu : a. Pakpak Simsim :Berutu, Padang, Solin, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar,
Kabeaken, lembeng, Cibro, dll.
b. Pakpak Keppas :Angkat, Ujung, Bintang, Capah, Kudadiri, Gajah Manik, Sinamo (si pitu marga), Pasi, Berampu, Maha, dll.
(46)
d. Pakpak Kelasen : Tumangger, Tinambunan, Kesogihen, Meka, Maharaja,
Ceun, Mungkur, dll.
e. Pakpak Boang :Saraan, Sambo, Bancin, dll.
2.5.1 Sulang silima
Struktur sosial yang dikenal dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Pakpak dikenal dengan sebutan Sulang Si lima. Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek atau senina, serta anak berru. Seorang Pakpak dengan struktur sulang silima umumnya paham atau dapat menentukan kedudukan dan peranannya sesuai konteks. misalnya Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam adat masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat yaitu: a. Kula-kula
Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian,
kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati.
(47)
Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting.
b. Dengan sebeltek/Senina
Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.
c. Anak berru
Anak beru adalah anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat.
Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.
Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
1. Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang per-punca naidep. Situaan (orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).
(48)
2. Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang per-tulantengah.
3. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan mendapat
sulang per-ekur-ekur.
4. Anak beru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren
anak beru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak beru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung.
Selain dalam berinteraksi dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan nilai agar seseorang anggota kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi yang harus bersikap sungkan dan tidak sungkan (akrab). Konsep atau pola yang digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah:
1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau perhatian dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasanya seseorang yang berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan Pakpak ego adalah seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung berdasarkan patrilineal.
2. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum kawin.
3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman dan bibi pararel baik yang semarga (sebeltek) maupun yang tidak semarga (pemerre maupun
sebeltek inang)
4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak saudara perempuan ego, atau kelompok kerabat dari anak perempuan ego.
(49)
5. Puang adalah kelompok kerabat pemberi gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak nenek, ibu atau istri dan istri anak laki-laki ego.
Istilah Kekerabatan dari sudut pemakaiannya dapat dikategorikan pada dua system yaitu sebutan dan sapaan. Sebutan artinya bagaimana seseorang menyebut kerabatnya bila dipertanyakan pada pihak ketiga. Sedangkan sapaan, bagaimana seseorang menyapa anggota kerabatnya bila bertemu atau memanggilnya bila bertatap muka.
Tabel 2.2
Beberapa nama-nama masyarakat Pakpak dan sapaannya dalam kehidupan sehari-hari.
No Sebutan Sapaan Keterangan
1 2 3 4 5 6 Bapa Inang Kaka Dedahen Turang Mpung, Poli Bapa Nang, nange Nama, kaka Nama, Nama, turang Pung, poli Ayah Ibu Abang
Adik (laki-laki atau perempuan)
Kakak (adik Perempuan) Kakek
Dalam system kekerabatan suku Pakpak, kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, karena anak laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga atau klen (patrilineal). Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga. Ketiga, laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta pusaka. Keempat,
(50)
laki-laki berperan sebagai pelaksana utama dalam setiap aktifitas adat. Anak perempuan walaupun memakai nama marga ayahnya, namun setelah kawin atau menikah dan ikut suami dan anak-anak yang dilahirkannya akan memakai marga sesuai dengan marga suaminya bukan marga ayah perempuan tersebut. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya (silsilahnya). Sehingga sering kali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas.
2.6 Bahasa
Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di sekitar wilayah penelitian penulis yaitu di Dusun Lae Salak, Desa Lae Sireme, Kecamatan Tigalingga adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Toba dan Karo yang menjadi pendatang dan tinggal atau menetap disana, masayarakat dari suku-suku di luar suku Pakpak tersebut akan mempelajari bahasa Pakpak tersebut agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia, bahasa Indonesia ini digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor-kantor.
Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu :
1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.
2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs
(51)
atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis).
3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan.
4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan.
5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).
2.7 Kesenian
Kesenian pada suatu daerah sangat dapat mmberikan gambaran terhadap daerah tersebut, seperti halnya masyarakat Pakpak. Masyarakat Pakpak memiliki beberapa kesenian yaitu seni musik, seni suara, seni tari dan masyarakat Pakpak juga memiliki kesenian dalam bentuk kerajinan tangan.
2.7.1 Seni musik
Musik instrumen Pakpak dikenal dengan istilah oning-oningan dan genderang sisibah. Dalam ensambel oning-oningan terdapat beberapa instrumen antara lain
kalondang, kecapi, balobat, gendrang sipitu sedangkan dalam ensambel genderang sisibah instrumen yang digunakan yaitu sarune, balobat, kalondang, gendrang sisibah (susunan 9 buah gendang) dan gong.
2.7.1.1 Genderangsisibah
Gendrang sisibah biasa dimainkan pada saat acara ritual atau sering disebut
kerja njahat (upacara dukacita). Genderang sisibah dalam adat disebut si raja gemeruhguh yaitu sesuai dengan suara yang dihasilkannya dan situasi yang
(52)
diiringinya, yaitu situasi ramainya acara juga besarnya acara tersebut. Berikut adalah penjabaran tentang instrumen ensambel genderang dari ukuran terbesar hingga ukuran terkeci yaitu :
a. Gendang I, Si Raja Gumeruhguh (suara bergemuruh) dengan pola ritmis menginang-inangi atau mengindungi (induk).
b. Gendang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritem
menjujuri atau mendonggil-donggili (mengagungkan, mentakbiri, menghantarkan). c. Gendang III s/d VII, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis benna kayu sebagai
pembawa ritmis melodi (menenangkan atau menentramkan).
d. Gendang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi
(menyeimbangkan).
e. Gendang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat
(menghalang-halangi). Namun terdapat juga nama lain dari instrumen ini dalam bentuk kelompok permainannya, yaitu untuk gendang I dan II disebut menginang-inangi (induk), untuk gendang II sampai VII disebut benna kayu (pembawa lagu), dan gendang VII sampai IX disebut manganaki (anak).4
Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah), yaitu
panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan pong-pong (yang menetapkan). Instrumen lain yang dipakai adalah sarune (double reed oboe) dan cilat-cilat (simbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara sukacita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.
(1)
a. Bentuk yang terdapat pada nangan si Tapisuria turang si Palameka terdiri atas A,B,A b. Terdapat 8 frasa dalam nangan si Tapisuria turang si Palameka.
Nangan si Tapisuria turang si Palameka
(2)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Nangan merupakan seni vokal dalam masyarakat Pakpak dan sebuah media sosial atau tradisi oral dari orang tua yang menceritakannya kepada anak-anak mereka, khususnya orang tua perempuan dan setelah anak-anak mereka menjadi orang tua dan mengingat cerita tersebut dia akan menceritakannya kembali kepada anak-anaknya lagi, begitulah seterusnya. Namun jika anak-anaknya melupakan seni tersebut tidak ada lagi yang akan melanjutkan seni tersebut dan ada kemungkinan seni tersebut akan hilang atau tergantikan dengan hal yang berbanding terbalik dengan seni yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Nangan ini memiliki kearifan lokal (lokal wisdom)6 tersendiri bagi setiap orang yang mendengarkan cerita atau penuturan dari orang -orang tua pada masyarakat Pakpak tersebut, dimana banyak hal-hal yang positif dan mendidik bagi yang mendengarkan, banyak pesan moral dan pembalajaran bagi anak-anak. Dalam hal ini orang tua terlihat sangat menyayangi anak-anaknya dan ingin memberi hal yang baik bagi masa depan mereka. Nangan ini dinyanyikan pada malam hari, dengan tujuan agar anak dapat tertidur dan mengingat hal-hal yang positif dari cerita dan tuturan dari orang tua.
(3)
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Dengan adanya kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini, penulis dengan terbuka dan dengan rendah hati menerima saran dan kritikan yang membangun dan tidak menjatuhkan penulis, demi kesempurnaan dari tulisan ini.
Bagi masyarakat Pakpak khususnya yang memiliki umur yang muda agar lebih mencintai budayanya paling utama dibandingkan dari budaya-budaya luar. Indahnya budaya luar tidak baik jika digantikan dengan budaya kita yang mempuyai nilai yang luhur dari pendahulu kita.
Penulis mengharapkan agar orang-orang tua dapat mengenalkan budaya Pakpak mulai sejak anak mereka masih kecil dan penulis berharap agar orang tua dapat menyisihkan sedikit waktunya bagi anak-anak mereka dengan memberikan pengenalan budaya yang begitu memiliki nilai-nilai yang tak dapat dibeli tersebut, agar anak-anak muda tersebut merasa bangga akan budaya yang dimilikinya sendiri.
Banyak seni dalam masyarakat Pakpak yang masih belum dikenali oleh masyarakat Indonesia dan terkadang masyarakat pakpak tersebut juga sudah lupa akan seni-seni tersebut, seperti seni musik, seni vokal/suara, seni tari dan juga kerajinan tangannya, penulis berharap agar masyarakat pakpak tetap menjalankan, mempertahankan dan meningkatkan budaya yang luhur tersebut bagi generasi-generasi berikutnya.
Demikian tulisan ini diselesaikan oleh penulis, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Abdul Latiff Abu.2006.Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni Pertunjukan. Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni),(53), 45-51.
Banjarnahor, Erni Juita. 2014. Tangis Beru si Jahe di Desa Suka Ramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Medan: USU.
Butar-Butar, Monang. Kajian Tekstual dan Musikologis Tangis Beru Sijahe Pakpak Dairi Di Desa Silima Kuta Kecamatan Salak. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Dananjaya, James. 1991. Foklor Indonesia (IlmuGosup, Dongeng, dll). Jakarta:
Gramedia pustaka Umum.
Dewi, Heristina. 2008. Masyarakat Kesenian Di Indonesia “Masyarakat dan Kesenian Pakpak-Dairi”. Medan: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Sleman: Pustaka Widyatama.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat (Ed.). 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Malm, William P. 1997. Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia (terjemahan Takari), Medan : Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara.
(5)
Rafiek. 2010. TeoriSastr: KajianTeoridanTerapan. Bandung : PT Refika Aditama. Tinambuna, Raman. 1996. SastraLisanDairi :Inventaris Dan AnalisiStrukturaProsa.
(6)
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Rosintan Kesogihen Umur : 59 Tahun
Agama : Kristen Protestan Alamat : Dusun Lae Salak Keterangan : Informan kunci
Pekerjaan : Guru Agama Kristen Protestan 2. Nama : Pasuhen Berasa
Umur : 48 Tahun Agama : Islam
Alamat : Dusun Rambah Serit Keterangan : Informan kunci Pekerjaan : Guru Agama Islam 3. Nama : Mustar Berutu
Umur : 63 Tahun Agama : Islam
Alamat : Dusun Lae Salak Keterangan : Informan kunci Pekerjaan : Petani
4. Nama : Mpung Nasidin Umur : 72 Tahun
Agama : Kristen Protestan Alamat : Dusun Lae Salak Keterangan : Informan kunci Pekerjaan : Seniman Pakpak
5. Nama : David Kristian Sitanggang Umur : 24 Tahun
Agama : Kristen Protestan Alamat : Lae Salak
Keterangan : Informan pangkal Pekerjaan : Mahasiswa 6. Nama : Nantontah Berutu
Umur : 84 Tahun
Agama : Kristen Protestan Alamat : Dusun Lae Salak Keterangan : Informan Kunci