Pengertian Pelaku Tindak Pidana

pembayaran untuk terhukum. Tetapi kini menurut KUHP kita masih berlaku bahwa denda dapat dibayar oleh pihak ketiga. 11

2. Pengertian Pelaku Tindak Pidana

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak sengajaan seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena gerakkan pihak ketiga. Orang yang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat dikelompokkan kedalam beberapa macam antara lain : 1. Orang yang melakukan dader plagen Orang ini bertindak sendiri untuk mewujudkan segala maksud suatu tindak pidana. 2. yang menyuruh melakukan dan yang menyuruh melakukan, jadi Orang yang menyuruh melakukan doen plagen Dalam tindak pidana ini perlu paling sedikit dua orang yakni orang bukan pelaku utama yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya merupakan alat saja. 3. Orang yang turut melakukan mede plagen Turut melakukan artinya disini ialah melakukan bersama-sama dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang atau lebih yaitu yang melakukan dader plagen dan orang yang turut melakukan mede plagen. 4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalagunaan kekuasaan atau martabat, memakai paksaan atau orang yang dengan sengaja membujuk orang yang melakukan perbuatan. Orang yang dimaksud harus dengan sengaja menghasut orang lain, sedangkan hasutannya memakai cara-cara memberi upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat dan lain- lain sebagainya. 11 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hal 75. Universitas Sumatera Utara Rumusan tindak pidana di dalam buku kedua dan ketiga KUHP biasanya di mulai dengan kata “barang siapa”. Ini mengandung arti bahwa yang dapat melakukan tindak pidana atau subjek tindak pidana pada umumnya adalah manusia. Sejarah perundang-undangan hukum pidana, pernah dinyatakan bahwa bukan hanya manusia yang disebut sebagai subjek hukum pidana tetapi juga hewan karena hewan juga pernah melakukan tindak pidana tetapi hewan tidak dapat di minta pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukan, namun setelah itu hanya manusia yang dinyatakan sebagai subjek hukum. Selain manusia natuurlijke person, korporasi juga dapat dinyatakan sebagai subjek tindak pidana dikarenakan korporasi dapat melakukan tindak pidana, meskipun yang berkedudukan di dalam korporasi adalah pengurus atau komisaris suatu badan hukum maka dari itu subjek tindak pidana diperluas termasuk badan hukum. Bentuk pidana terhadap pribadi tidak dapat diterapkan pada badan hukum, kecuali jika yang harus dipidana adalah pribadi pengurus atau komisaris badan hukum tersebut. 12 Mengenai kedudukan sebagai pembuat tindak pidana dan sifat pertanggung jawaban pidana dari korporasi terdapat kemungkinan sebagai berikut : 13 a. Pengurus korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan oleh karena itu penguruslah yang bertanggung jawab; b. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan pengurus yang bertanggung jawab; atau 12 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT.Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal 55. 13 Mohammad Ekaputra, Dasar- Dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2013, Hal 27. Universitas Sumatera Utara c. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan juga sebagai yang bertanggung jawab. Pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang semula hanya berlaku untuk tindak-tindak pidana tertentu di luar kitab Undang-Undang Hukum Pidana, berlaku juga secara untuk tindak-tindak pidana lain baik di dalam maupun di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sanksi terhadap korporasi dapat berupa pidana, namun dapat pula berupa tindakan tata tertib. 14 Konteks kejahatan yang di lakukan oleh korporasi akan menimbulkan banyak korban. Yang menjadi korban dalam tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah sebagai berikut : 15 1. Perusahaan saingan sebagai akibat kejahatan spionase industri yang melanggar hak milik intelektual, kompetisi yang tidak sehat, praktik- praktik monopoli, dan lain-lain. 2. Negara sebagai akibat kejahatan korporasi, seperti informasi palsu terhadap instansi pemerintah, korupsi, tindak pidana ekonomi, tindak pidana subversi, dan lain-lain. 3. Karyawan sebagai akibat kejahatan korporasi berupa lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman, pengekangan hak untuk membentuk organisasi buruh, tidak dipenuhinya upah minimum, dan lain-lain. 4. Konsumen sebagai akibat advertensi yang menyesatkan, menciptakan hasil produksi yang beracun dan berbahaya, dan lain-lain. 5. Masyarakat sebagai akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, penggelapan, penghindaran pajak dan lain-lain. 6. Pemegang saham sebagai akibat penipuan dan pemalsuan akuntansi, dan lain-lain. Kesalahan korporasi diidentifikasi dari kesalahan pengurus yang memiliki kedudukan fungsional mempunyai kewenangan untuk mewakili korporasi, mengambil keputusan atas nama korporasi dan kewenangan menerapkan 14 Ibid hal 28. 15 Etty Utju R. Koesoemahatmadja, Hukum Korporasi Penegakan Hukum terhadap Pelaku Economic Crimes dan Perlindungan Abuse of Power, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011, hal 6. Universitas Sumatera Utara pengawasan terhadap korporasi, yang melakukan tindak pidana dengan menguntungkan korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai orang yang menyuruh melakukan, sebagai orang yang turut serta melakukan, sebagai penganjur maupun sebagai pembantu tindak pidana yang dilakukan bawahannya didalam ruang lingkup usaha atau pekerjaan korporasi tersebut.

3. Pengertian Industri Tanpa Izin Usaha

Dokumen yang terkait

Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

1 88 89

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Kajian Yuridis Pidana Denda Terhadap Pelaku Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin (Sudi Putusan PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg)

0 30 83

Penerapan UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Terhadap Penjual Vcd/Dvd Porno (Studi Putusan No. 1069/Pid.B/2010/Pn.Bdg)

5 89 91

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan

3 83 90

Peraturan KPI No. 3 Tahun 2006 tentang Izin Penyelenggaraan Penyiaran

0 0 27

BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL A. Pengaturan Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri dalam UU No. 5 Tahun 1984 1. Tindak Pidana dalam hal Perizinan - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Me

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

0 0 23

Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di Pengadilan Negeri Stabat)

0 1 100