BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum pidana adalah masalah pidana dan pemidanaan. Sifat pidana merupakan suatu penderitaan pidana yang
dijatuhkan bagi mereka yang di anggap bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian sanksi pidana bukan semata- mata bertujuan
untuk memberikan rasa derita. Pemidanaan adalah suatu proses sebelum proses itu berjalan, peranan hakim
sangat penting sekali. Hakim mengkonkretkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu.
Penjatuhan pemidanaan pada pelaku tindak pidana itu mempunyai tujuan, Pemidanaan merupakan efek jera untuk seseorang agar tidak melakukan tindak
pidana. Tujuan dari pemidanaaan adalah :
1
a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik
secara menakut-nakuti orang banyak generale preventive maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan
agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi special preventive.
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan
suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Teori pemidanaan ada 3 yaitu :
2
1. Teori Absolut Teori Retributif
Memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, berorientasi pada perbuatan dan terletak pada
1
Wirjono Prodjodikoro, Asas- Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003, hal 19.
2
M.Sholehuddin, Sistem Saanksi Dalam Hukum Pidana, PT.Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 34-41.
Universitas Sumatera Utara
terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori retributif mencari pendasaran pemidanaan dengan memandang ke masa lampu yaitu memusatkan
argumennya pada tindakan kejahatan yang sudah dilakukan.
2. Teori Relatif Teori Tujuan
Berporos pada tiap tujuan utama pemidanaan yaitu : preventif, deterrence dan reformatif. Tujuan prevention dalam pemidanaan adalah untuk
melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan deterrence dalam pemidanaan adalah untuk
menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan.Teori relatif memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku,
tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat.
3. Teori Gabungan
Mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asan pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari
penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :
3
a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan
itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.
b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.
Tujuan pidana berupa perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, tujuan umum itu merupakan induk dari keseluruhan
pendapat atau teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Aspek atau bentuk-bentuk perlindungan masyarakat untuk mecapai kesejahteraan masyarakat itu dapat
dikemukakan sebagai berikut :
4
1. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap perbuatan
anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat, maka timbullah pendapat atau teori bahwa tujuan pidana dan hukum pidana
adalah penanggulangan kejahatan.
2. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap sifat
berbahayanya orang si pelaku, maka timbul terhadap yang menyatakan bahwa tujuan pidana untuk memperbaiki pelaku.
3
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I : Stestel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada,
Malang, 2001, hal 166.
4
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Genta Publishing, Semarang, 2009, hal 86-89.
Universitas Sumatera Utara
3. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap
penyalahgunaan kekuasan dalam menggunakan sanksi pidana atau reaksi terhadap pelanggar pidana, maka dikatakan bahwa tujuan pidana dan
hukum pidana adalah untuk mengatur atau membatasi kesewenangan penguasa maupun warga masyarakat pada umumnya.
4. Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlunya
mempertahankan keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu oleh adanya kejahatan. Sehubungan dengan ini,
maka sering pula dikatakan bahwa tujuan pidana adalah untuk memelihara atau memulihkan keseimbangan masyarakat.
Penjatuhan hukuman untuk setiap orang yang melakukan kegiatan industri tanpa izin usaha diatur didalam KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dan diatur didalam UU Undang-Undang yang mengatur tentang Perindustrian. Sanksi yang dikenakan bukan hanya sanksi pidana penjara saja, melainkan dikenal
juga dengan adanya sanksi pidana denda. Sanksi denda juga dapat di pandang sebagai alternatif pidana pencabutan kemerdekaan.
5
Pidana pencabutan kemerdekaan yang di anggap menderitakan menimbulkan suatu alternatif bentuk
pidana yaitu pidana denda. Pidana denda merupakan keserasian antara kerugian yang di timbulkan oleh
suatu tindak pidana dengan besarnya denda yang harus dibayar oleh terpidana dengan mempertimbangkan minimum ataupun maksimum pidana denda yang di
ancamkan terhadap suatu tindak pidana namun kecenderungan seperti ini belum cukup maksimal dilakukan.
Setiap orang pernah melakukan pelanggaran di berbagai bidang apapun misalnya di bidang ekonomi tentang menghasilkan keuntungan, salah satunya
dalam melakukan kegiatan usaha, seperti Perdagangan, Industri, Jasa dan lain
5
Niniek Suparni, Ekstistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 36.
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Dalam melakukan kegiatan usaha setiap orang memiliki hak yang sama sebagaimana dijelaskan dalam pasal 27 ayat 2 Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, bahwa setiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, artinya hak- hak manusia tidak
dibeda-bedakan dalam melakukan suatu kegiatan usaha. Untuk melakukan kegiatan usaha terutama dalam bidang industri di
perlukan adanya izin usaha. Izin merupakan instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum yang oleh pemerintah, izin itu digunakan sebagai sarana
yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga Negara. Selain penting bagi Pemerintah izin juga penting bagi warga Negara agar mendapat pengesahan dari
pemerintah dan mempunyai kekuatan hukum. Faktor perizinan juga ikut memainkan peranan penting dalam mewujudkan
tujuan pembangunan. Faktor ini harus mampu memberikan motivasi yang dapat meningkatkan kesadaran akan perlunya suatu izin dalam mendirikan tempat usaha
seperti kegiatan mendirikan,
memperbaharui, mengganti
seluruh atau sebahagiandan memperluas bangunan tempat usaha tanpa mengurus izin tempat
usaha dengan alasan bermacam-macam. Salah satu kebijakan dalam upaya mewujudkan suatu industri yang memiliki
izin usaha adalah dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, kebijakan ini merupakan kontribusi terhadap meningkatnya
kegiatan usaha. Salah satu peraturan tentang Industri tanpa izin yang menentukan masalah pidana denda adalah UU No 5 tahun 1984 tentang Perindustrian. UU
tersebut di keluarkan untuk mengatasi segala bentuk pelanggaran industri yang
Universitas Sumatera Utara
sering terjadi di Indonesia salah satu yang sering terjadi adalah sebuah Industri yang tidak memiliki izin usaha.
Tanggal 13 Januari 2014 telah diganti UU No. 5 Tahun 1984 menjadi UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU tersebut dibentuk dengan tujuan
untuk menjawab kebutuhan dan perkembangan akibat perubahan lingkungan strategis dan skaligus mampu menjadi landasan hukum bagi tumbuh, berkembang
dan kemajuan industri nasional. UU perindustrian yang baru diharapkan dapat menjadi instrument pengaturan yang efektif dalam pebangunan industri dengan
tetap menjamin aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kasus industri tanpa izin usaha terdapat di berbagai wilayah Indonesia. Salah satunya terjadi di Kota Medan, ada pun Peraturan daerah yang menangani
masalah perindustrian adalah Perda kota Medan No. No. 10 Tahun 2002 tentang Retibusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, GudangRuangan dan Tanda Daftar
Perusahaan. Dalam ketentuan pidananya menentukan adanya ancaman pidana terhadap orang perseorangan atau badan hukum yang melanggar perda tersebut.
Salah satu kasus yang terjadi di Kota Medan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seorang penjual gas tanpa izin di toko dagangannya. Dengan
barang bukti berupa Tabung gas berisi ukuran 12 Kg sebanyak 24 Tabung, Tabung gas berisi ukuran 3 Kg sebanyak 141 Tabung, Tabung gas kosong ukuran
12 Kg sebanyak 45 Tabung, Tabung Gas kosong ukuran 12 Kg sebanyak 4 Tabung dan Tabung Gas ukuran 3 Kg sebanyak 3 Tabung, selang plastik yang
dimodifikasi memiliki 2 dua buah regulator pada masing- masing ujung slang
Universitas Sumatera Utara
sebagai alat pemindah gas dari tabung ukuran 3 Kg bersubsidi ke tabung gas ukuran 12 Kg ukuran Non subsidi sebanyak 4 set, pipa plastik warna putih
sebanyak 4 empat buah, tang besi bersarung karet 1 satu buah, gergaji besi 1 satu buah, kunci pas 1417 1 satu buah, karet gas warna merah 1 satu kantong
plastik, tutup segel gas elpiji ukuran 3 Kg bersubsidi ± 400 empat ratus buah. Hakim yang mengadili kasus tersebut menetapkan pidana denda pada pelaku
pidana adalah sebesar Rp. 2.500.000,- dua juta lima ratus ribu rupiah subsidair dua bulan penjara.
6
Sanksi denda yang dijatuhkan kepada pelaku merupakan sanksi yang sangat ringan dikarenakan pelaku merupakan angota kepolisian salah satu aparat penegak
hkum yang seharusnya menjadi panutan serta memberikan contoh yang baik kepada masyarakat sekitar tetapi dengan adanya kasus ini pelaku memberikan
kergian kepada konsumen yang memakainya. Berdasarkan ringannya sanksi denda yang dijatuhkan Hakim pada pelaku
Tindak pidana Industri tanpa Izin Usaha yang sebesar Rp. 2.500.000 apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku ? Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan skripsi dengan judul
“Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian Studi
Putusan Pengadilan
Negeri Medan
No. 974Pid.B2014PN.Mdn”
6
Putusan Hakim Pengadilan Medan No 974Pid.B2014PN.Mdn.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah