Pengertian Pidana Denda Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, pemikiran, gagasan dan usaha penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, namun apabila terdapat kesamaan maka penulis siap bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Disamping teori-teori yang telah penulis kemukakan yang tidak kalah pentingnya lagi yang harus diperhatikan di dalam menganalisis penjatuhan pidana denda terhadap pelaku yang melakukan kegiatan industri tanpa izin, adalah Konstruksi hukum, yang memberikan landasan bagi penjatuhan tindak pidana Industri tanpa izin usaha tersebut. Oleh karenanya untuk melihat apakah hukum yang ada telah memberikan dasar yuridis yang jelas dan tegas, maka teori yang penulis terapkan adalah Hirearki Perundang-undangan, yang penulis tujukan untuk melihat kesesuaian antara aturan hukum yang satu dengan hukum yang lainnya, yang berkaitan dengan penjatuhan sanksi pidana denda terhadap pelaku tindak pidana industri tanpa izin usaha. Disini penulis menerangkan dan menguraikan tentang : pengertian sanksi denda, pengertian pelaku tindak pidana, pengertian industri tanpa izin usaha, klasifikasi industri.

1. Pengertian Pidana Denda

Pidana berasal dari kata straf Belanda, yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau di jatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana, sedangkan denda menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang karena melanggar aturan, Universitas Sumatera Utara undang- undang dsb. Jadi, defenisi dari pidana denda adalah suatu hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang terbukti melakukan kesalahan. Tujuan dari penjatuhan denda bukan semata- mata untuk menambah pemasukan keuangan Negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan- tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan denda baik dalam tahap legislatif pembuat undang- undang tahap yudikatif penerapannya oleh hakim, maupun tahap pelaksanaannya oleh komponen peradilan pidana yang berwenang eksekutif harus dilakukan sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan, oleh karena itu pidana denda senantiasa dikaitkan dengan pencapaian tujuan pemidanaan. Efektifitas suatu pemidanaan tergantung pada suatu jalinan mata rantai tahap- tahap atau proses sebagai berikut : 7 a. Tahap penetapan pidana denda oleh pembuat undang- undang. b. Tahap pemberian atau penjatuhan pidana denda oleh pengadilan, dan c. Tahap pelaksanaan pidana denda oleh aparat yang berwenang. Penelusuran sejarah tentang pidana denda, diketahui bahwa cara pemidanaan pidana denda amat tua, akan tetapi jalan kemenangannya baru dimulai seratus tahun terakhir. Tentang sejarah penerapan pidana denda ada 4 empat periode cara penerapannya yaitu sebagai berikut : 8 1. Pada awal abad pertengahan dengan dikenal sebagai sistem ganti rugi atau sistem dimana semua perbuatan pidana diselesaikan dengan sistem 7 https:sudiryona.wordpress.com20120527 sejarah-dan-perkembangan-pidana-denda tanggal 26 Febuari 2015. 8 https:sudiryona.wordpress.com20120527 sejarah-dan-perkembangan-pidana-denda tanggal 26 Febuari 2015. Universitas Sumatera Utara pembayaran uang, binatang atau sejenisnya menurut daftar tarif yang sudah ditentukan. Pada periode ini penjara tidak dikenal dan jenis pekerjaan utama adalah pertanian. 2. Terjadi pada akhir abad pertengahan, dengan berkembangnya jumlah penduduk, terjadilah banyak permasalahan sosial, kemerosotan ekonomi dan peningkatan kejahatan terhadap harta kekayaan, sehingga melahirkan suatu sistem untuk menyakiti penjahat melalui penerapan pidana secara kasar. 3. Pada 1600-an sampai Revolusi Industri, yang berkembang pada masa itu adalah penerapan pidana penjara, yang mengalami berbagai macam perubahannya. 4. Pada abad kedelapan belas dengan ditandai munculnya pidana mati, sebagai upaya untuk menakut-nakuti rakyat miskin yang sudah kebal terhadap pidana perampasan kemerdekaan. Pidana denda sudah dikenal secara meluas di seluruh Indonesia, dalam menetapkan besar kecilnya denda tergantung pada besar atau kecilnya kesalahan yang diperbuat, yaitu dapat diperinci sebagai berikut : a. Berdasarkan kasta orang yang bersalah dan kepada siapa kesalahan itu diperbuat. b. Berdasarkan akibat yang diderita oleh orang atau binatang yang terkena. c. Berdasarkan perincian anggota yang terkena. d. Berdasarkan berlakunya perbuatan. e. Berdasarkan niat orang yang berbuat salah. f. Berdasarkan jenis binatang atau barang yang menjadi objek perbuatan. Menurut pasal 30 ayat 1 KUHP, jumlah denda sekurang-kurangnya dua puluh sen . kini, tidak ada diadakan maksimum umum, maka tiap-tiap pasal yang mengancam dengan hukuman denda, tidak ada batas dalam menentukan maksimum denda untuk tindak pidana tertentu. Sedangkan menurut UU No. 18 Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Pidana Denda Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Dalam Ketentuan-Ketentuan Pidana Lainnya Universitas Sumatera Utara Yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 pasal 1 telah terjadi perubahan tentang pidana denda yang menyebutkan: “tiap jumlah hukuman denda yang diancamkan, baik dalam Kitab Undang- Undang Hukum pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan diubah dan terakhir dengan Undang-undang No. 1 tahun 1960, maupun dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang telah dikeluarkan sebelum taggal 17 agustus 1945, sebagimana telah diubah sebelum hari mulai berlakunya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang ini ketentuan- ketentuan tindak pidana yang telah dimasukkan dalam tindak pidanaekonomi, tidak masuk disini, harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima b elas kali “ Alasan dilakukannya perubahan pidana denda menurut penjelasan pasal 1 UU No. 18 Tahun 1960 sebagai ukuran bahwa semua harga barang sejak tanggal 17 agustus 1945 rata-ratatelah meningkat sampai lima belas kali harga pada waktu itu. Oleh karena itu, maksimum jumlah hukuman denda itu, dilipatgandakan dengan lima belas kali dalam mata uang rupiah. 9 Pembayaran denda tidak harus terpidana, maka akan dapat dilakukan oleh setiap orang yang sanggup membayarnya. Dilihat dari pelaksanaan pembayaran yang demikian akan mengaburkan sifat hukumannya. 10 Membayar denda tentu saja pertama-tama adalah terhukum sendiri, oleh karena sifat pidana adalah sangat pribadi. Tetapi dalam prakteknya kerapkali pihak lain yang membayar denda itu, atau memberikan uang kepada siterhukum untuk membayar denda. Jika hal ini dilarang maka seharusnya ditentukan dalam undang- undang bahwa pembayaran dilakukan oleh siterhukum sendiri dan pihak ketiga dilarang melakukan 9 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Politeia, Bogor,1986, hal 393. 10 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 173. Universitas Sumatera Utara pembayaran untuk terhukum. Tetapi kini menurut KUHP kita masih berlaku bahwa denda dapat dibayar oleh pihak ketiga. 11

2. Pengertian Pelaku Tindak Pidana

Dokumen yang terkait

Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

1 88 89

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Kajian Yuridis Pidana Denda Terhadap Pelaku Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin (Sudi Putusan PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg)

0 30 83

Penerapan UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Terhadap Penjual Vcd/Dvd Porno (Studi Putusan No. 1069/Pid.B/2010/Pn.Bdg)

5 89 91

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan

3 83 90

Peraturan KPI No. 3 Tahun 2006 tentang Izin Penyelenggaraan Penyiaran

0 0 27

BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL A. Pengaturan Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri dalam UU No. 5 Tahun 1984 1. Tindak Pidana dalam hal Perizinan - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Me

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

0 0 23

Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di Pengadilan Negeri Stabat)

0 1 100