pemerintah melalui kekuatan parlemen, mengingat kewenagan anggota Legislatif yang cukup kuat dalam trias politica, yakni dalam hal Legislasi, Pengawasan, dan Keuangan.
Maka indikasi akan pengarahan seluruh kekuatan Birokrasi yang ada, untuk memenangkan partai Golkar dalam Pemilu, tentu sangat mungkin terjadi. Hal ini pun
semakin mencuat, karena secara pribadi Amru Daulay tentunya berkeinginan besar untuk memenangkan anaknya yakni Neil Iskandar Daulay Caleg Pusat Golkar Dapil II Sumatera
Utara untuk duduk sebagai anggota DPR RI, dari partai Golkar.
3.7.1 Defenisi Birokrasi
Birokrasi, berasal dari kata bureaucracy bahasa inggris bureau + cracy, “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” cratein yang berarti pemerintah.
Maka birokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dengan tujuan
mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas kerja individu, dalam rangka penyelesaian tugas- tugas administrasi berskala besar. Birokrasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu pembagian
kerja dan spesialisasi kerja, prinsip hirarki, peraturan-peraturan, kualifikasi teknis, dokumen- dokumen tertulis, dan kelangsungan kerja dalam organisasi.
Kemudian setiap satuan tugas, memiliki peran dan fungsi tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing, yang kesemuanya berfungsi sebagai alat negara untuk melakukan
fungsi pemerintahan. Selanjutnya, organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat banyak formulir
yang harus dilengkapi, dan pendelegasian wewenang dilakukan sesuai dengan hierarki kekuasaan, sesuai dengan jenjang jabatan. Maka cara bekerja atau susunan pekerjaan terkesan
lamban, karna harus menurut tata aturan yang berliku-liku.
77
3.7.2 Budaya Patron-Client dalam Birokrasi
77
Defenisi Birokrasi: Sumber http:www.sinarharapan.co.idberita040101opi01.html
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan birokrasi modern di Indonesia dapat dianggap, mulai ada sejak zaman penjajahan Belanda. Untuk mengefektifkan jalannya roda pemerintahan, dan loyalitas
kepada kolonial Belanda. Dilakukan perekrut pegawai yang berasal dari strata sosial atas, yang banyak berasal dari kalangan keturunan bangsawan keraton kaum priyayi atau
ningrat. Hal ini dilakukan karena hubungan antara masyarakat strata atas keraton dengan masyarakat strata bawah luar keraton bersifat paternalistik, informal, dan sangat pribadi,
yang tercermin dalam hubungan priyayi dan wong cilik tuan dan hamba. Dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh budaya ini pun terjadi hampir di
seluruh Indonesia, karena menajadi konsep pemerintahan selama era kolonial, dan menjadi nilai yang membudaya. Kemudian dilestarikan kembali oleh pemerintahan orde Baru, yang
menggunakan konsep nilai ini dalam tubuh Birokrasi rasa loyalitas tinggi bahawan terhadap pimpinan yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaannya selama 32 tahun, dan
mempermudah pemerintah dalam melaksanakan segala bentuk kebijakan, maka serta mertalah Birokrasi menjadi salah satu pilar kekuasaannya
Dalam pelaksanaan nya jadilah, perilaku birokrasi selalu diwarnai dengan sikap nuwun sewu permisi untuk ijin melakukan sesuatu. Oleh karena itu budaya minta petunjuk
adalah budaya nyuwun sewu yang harus diperlihatkan seorang bawahan, agar tidak dianggap melampaui kekuasaan yang dimilikinya, dan mereka merasa tidak bersalah jika
dianggap tidak memiliki inisiatif dan hanya meminta petunjuk atasannya Kondisi tersebut menciptakan birokrasi Indonesia yang bercorak patrimonialisme.
Dimana dalam pelaksanannya setiap pejabat birokrasi bisa bekerja karena memiliki basis loyalitas dari bawahannya. Oleh karena itu terjadi hal yang tidak efektif , atas ukuran
pengangkatan atau pemilihan pejabat. Dimana penunjukannya semata-mata hanya didasarkan loyalitas dan dukungannya, dan bukanlah karena orang-orang yang terpilih atas dasar
keahlian, tetapi semata-mata loyalitasnya. Semua berlomba-lomba menunjukkan loyalitasnya saja. Dengan demikian birokrasi patrimonialisme jelas sangat rawan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi serta nepotisme KKN. Maka hal yang dapat disimpulkan dari hal itu, adalah terjadi kondisi patron-clien
dalam pelaksanaan organisasi pemerintah atau birokrasi. Pemimpin sebagai patron yang menciptakan aturan ataupun kebijakan, dan bahawan sebagai klien yang harus mengikuti
setiap perintah atasan. Karena secara garis besar hubungan antara atasan dan pimpinan juga menyangkut kepentingan materiil termasuk , aspek sosial, politik, budaya dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab langsung dari hal ini tentunya, karena iklim yang tidak baik dalam birokrasi, kurangnya akuntabilitas dan profesionalisme birokrasi, serta kurangnya kesejahteraan yang
diberikan kepada aparat birokrasi, khususnya pegawai yang dalam pangkat dan jabatan yang masih rendah.
78
3.7.3 Elite Lokal dalam Pertarungan politik