Kesimpulan Ali Sutan Nasution, SE

dan Caleg dari Partai Persatuan Pembangunan atas nama Ridwan Rangkuti, dengan perolehan suara sebanyak 655 suara 10,54 dari jumlah suara sah.

Bab IV Kesimpulan dan Saran

3.6 Kesimpulan

Ada beberapa hal yang dicatat penulis sebagai kesimpulan dari penulisan skripsi ini, dalam kajian strategi pemenangan partai Golkar dalam pemilu 2009 Kabupaten Mandailing Natal dengan Study kasus Kecamatan Lembah Sorik Marapi yakni, partai Golkar berhasil menjadi pemenang pemilu 2009 secara umum, di Kabupaten Mandailing Natal dengan perolehan 6 kursi di parlemen DPRD Kabupaten Mandailing Natal . Universitas Sumatera Utara Strategi politik partai Golkar dalam Pemilu di dasarkan atas dasar kekuatan yang terorganisir, perencanaan yang dilakukan mulai dari tahap penjaringan Calon Legislatif, dengan penentuan wilayah bagi seorang Caleg yang berdasarkan survey independent Partai Golkar, analisis SWOT yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan, Kelemahan, peluang, dan Ancaman bagi Partai Golkar, serta kemampuan Partai Golkar dalam melakukukan komunikasi politik, dengan melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh penting yag berpengaruh ditengah masyarakat, dan kemampuan Partai Golkar untuk mencintrakan diri sebagai Partai yang religius mengingat kedekatan masyarakat MandaIling dengan budaya ke- islaman. Keseluruhan program yang diusung Partai Golkar untuk memenangkan Pemilu 2009 , terangkung di dalam Rencana Aksi pemenangan Golkar dalam Pemilu 2009. Dimana dalam pelaksanaannya melibatkan keseluruhan keluarga besar Partai Golkar, sebagai mesin politiknya. Melalui mobilitas yang dimiliki oleh seluruh Caleg Partai, pengurus DPD II Partai Golkar Mandailing Natal, mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, hingga di tingkat DesaKelurahan, bersama kader dan simpatisan nya atau yang biasa di sebut dengan POKKAR Kelompok Kader sebagai mesin politik partai Golkar. Untuk hasil perolehan suara di Lembah Sorik Marapi pada Pemilu 2009, memang dapat dilihat bahwa Partai Golkar dapat dikalahkan oleh partai politik kontestan Pemilu lainnya, Khususnya Partai berbasis Islam. Tetapi pada dasarnya, hal ini di karenakan ketidakmampuan Golkar untuk melakukan penggalangan suara secara maksimal di daerah yang menjadi lumbung suara di Kecamatan Lembah Sorik Marapi, yaitu areal Pesantren Musthafawiyah, dan disisi lainnya di dalam keluarga besar Musthafawiyah sendiri, ada beberapa guru yang menjadi Caleg dari Partai lain. Yang tentunya secara pencitraan, memiliki kedekatan emosional lebih baik dengan para santri sebagai pemilih, daripada Caleg- caleg dari partai Golkar yang bertarung di wilayah ini. Kemudian keberadaan Santri di Musthafawiyah yang bukan penduduk Asli kecamatan Lembah Sorik Marapi tetapi masuk ke dalam Daftar Pemilih, menjadi satu fenomena tersendiri dalam Pemilu 2009 di Kecamatan Lembah Sorik Marapi. Setelah itu ada beberapa hal yang cukup menarik bagi penulis, sebagai kesimpulan dari penelitian skripsi ini dan menjadi catatan tersendiri, atas fenomena politik yang terjadi dalam Pemilu 2009 ini . Dimana masih dijumpainya pemilih tradisional yang secara turun-temurun memilih Partai Golkar. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya dalam Pemilu 2009 ini partai Golkar memiliki keuntungan tersendiri di banding dengan parta lain kontestan Pemilu, dimana Partai Golkar sebagai partai yang memiliki kedekatan kekuasaan dengan pemerintah, sedikit banyaknya tidak dikatakan secara keseluruhan dapat menggunakan kekuatan pemerintahan dan birokrasi, sebagai instrument pemenangannya, baik melalui kebutuhan akan anggaran pembangunan yang di klaim sebagai upaya partai Golkar di Mandailing Natal, serta jajaran SKPD yang secara tersirat di wajibkan memilih Partai Golkar. Lalu apabila dilihat dari aspek partisipasi politik, masyarakat yang notabene hidup di wilayah pedesaan dengan segala kebiasaan kultur yang mengikat, di dalam memberikan pilhan politiknya, masih sangat rentan dipengaruhi oleh kedekatan secara emosional dengan seorang Caleg. Apabila seseorang dianggap tidak memiliki persamaan identas dengan pemilih, baik dari segi kesamaan agama, klan maupun etnisitas, dan tidak adanya hubungan pertalian persaudaraanya, maka pemilih masih sangat sulit untuk memberikan suaranya. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa budaya ”politik aliran” masih belaku bagi masyarakat Mandailing secara umum, dan kecamatan Lembah Sorik Marapi secara khusus, dan dapat disimpulkan, bahwa hal ini menjadi behavioral vote perilaku pemilih mayoritas pemilih. Kondisi ini tentu saja memberikan gambaran, yang cukup spesifik kepada partai politik untuk melakukan strategi politiknya, agar mampu meraih dukungan rakyat. Maka seorang Caleg, yang dipasarkan partai politik kepada konstituen di Lembah Sorik Marapi yang merupakan masyarakat homogen, harus memiliki kesamaan identitas dengan masyarakat. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka Caleg tersebut akan sangat sulit bersaing memenangkan pertarungan politik di daearah tersebut, atau bahkan tidak memperoleh suara. Baik itu dalam konteks Pemilu ataupun Pemilukada Selanjutnya maraknya politik uang yang terjadi pada pemilu 2009, atau politik transaksional yang dijumpai penulis di Kecamatan Lembah Sorik Marapi, menjadi warna tersendiri dalam Pemilu yang berlangsung, dimana politik uang ini seakan mengkaburkan strategi politik yang dibangun sebagai upaya meraih dukungan dan simpati masyarakat sebagai konstituen. Selain itu maraknya politik uang terjadi, ditengarai karena lemahnya pengawasan yang dilakukan, dan ketidak mampuan Caleg untuk berakselerasi menggunakan berbagai macam cara yang elegant guna meraih dukungan masyarakat, sehingga Universitas Sumatera Utara menggunakan cara-cara yang instan untuk mendulang suara yang signifikan dalam pemilu, melalui kekuatan capital yang dimilikinya. Disisi masyarakat sendiri, kurangnya tingkat pemahaman akan pentingnya hasil akhir dari Pemilu itu sendiri bagi masyarakat secara luas, dan ditambah lagi karna faktor pendidikan, dan tingkat kesejahteraan ekonomi yang dimiliki masyarakat pada saat ini yang masih sangat minim, menjadikan politik uang sebagai trend berpolitik saat ini, dan tentunya sangat memperburuk iklim berpolitik yang terjadi. Maka jadilah uang mampu bermanuver ditengah masyarakat, dan merubah cara pandangan masyarakat terhadap konteks politik itu sendiri, yang mana ada satu paradigma yang dibangun dalam melihat Pemilu . Dimana moment pemilu hanya menjadi acara bagi- bagi uang, sembako, kaos, dsb, dan sayangnya menjadi keyakinan kognitif yang difahami masyarakat. Maka dengan melihat hal ini, dirasa sangat sulit untuk mengharapkan perubahan yang berarti kearah yang lebih baik, dan tentu saja mencinderai subtansi dasar Pemilu umum, sebagai instrument untuk mencari orang-orang yang memiliki integritas tinggi bagi kemajuan masyarakat, dan partai politik yang memiliki proyeksi kedepan guna mengangkat harkat dan martabat masyarakat. Secara garis besar dalam penerapan strategi politik, walaupun memiliki konsep yang jelas sebagai pedoman untuk memenangkan Pemilu lewat dukungan masyarakat, tetapi terkadang banyak hal yang diluar koridor dan aturan yang berlaku pun dapat dilakukan. Sehingga sama seperti pengertian kekuasaan yang dipandang oleh Harold Lasswell bahwa politik adalah Who gets what, when, and How, siapa yang mendapat apa, kapan, bagaimana.

3.7 Saran