BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan
teknologi juga membawa dampak negatif dalam kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif tersebut adalah pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 231997
Pasal 1 Ayat 12. Menurut tempatnya, pencemaran lingkungan terdiri dari pencemaran air,
tanah, udara dan suara. Salah satu jenis pencemaran yang banyak mendapat perhatian seiring dengan pesatnya perkembangan industri dan trasnportasi adalah pencemaran
udara. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari industri, transportasi, perkantoran dan perumahan. Selain itu, sumber pencemaran udara juga dapat
disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah penurunan
kualitas udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Logam Pb plumbum adalah salah satu bahan pencemar utama di
lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena sumber utama pencemaran plumbum adalah emisi gas buang kendaraan bermotor. Logam Pb juga terdapat dalam limbah cair
industri yang pada proses produksinya menggunakan Pb, seperti industri pembuatan baterai, industri cat, dan industri keramik. Pb dapat memperbaiki mutu bahan bakar
ketika digunakan sebagai aditif pada bahan bakar, khususnya bensin. Pb juga
Universitas Sumatera Utara
berperan sebagai anti knocking anti letup, pencegah korosi, diaktivator logam, antipengembunan dan zat pewarna Naria, 2005. Selain itu, logam Pb juga
bersumber dari penguapan batu bara dan dapat dijumpai pada tangki air yang menggunakan pipa yang mengandung plumbum Berg, 2002 dalam Napitupulu,
2008. Adanya plumbum dalam komponen lingkungan seperti air, tanah dan udara
memungkinkan berkembangnya transmisi pencemaran terhadap makhluk hidup, termasuk manusia. Proses masuknya plumbum ke dalam tubuh dapat melalui
beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara pernafasaninhalasi serta perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Tetapi hanya sekitar
5-10 dari jumlah plumbum yang masuk melalui makanan dan atau sebesar 30 dari jumlah plumbum yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah yang
terserap itu hanya 15 yang akan mengendap pada jaringan tubuh dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urin dan feses Palar, 2008.
Logam plumbum dapat mengganggu sintesis haeme dan mempunyai efek merusak pada ginjal, saluran pencernaan dan sistem saraf Hammond, 1977 dalam
Camin, 1993. Pemaparan Pb telah lama dikaitkan dengan penurunan fertilitas pada pekerja yang terpapar Pb dan peningkatan aborsi spontan pada istri pekerja tersebut.
Landsdown 1983 dalam Camin 1993 melaporkan bahwa pekerja pria di industri baterai diketahui mempunyai jumlah spermatozoa dibawah normal dan didapati
adanya gangguan berupa spermatozoa abnormal. Gangguan spermatogenesis dilaporkan terjadi pada tikus yang diberi Pb
asetat dosis 0,3 mgkgBB selama 30 hari Hildebrant et al., 1973 dalam Camin, 1993. Namun, pemaparan dengan dosis tiga kali lipat selama satu tahun dilaporkan
tidak mengganggu histologi testis meskipun kadar plumbum darah mencapai 70 μgdL Der et al., 1976; Fahim dan Khare, 1980 dalam Camin, 1993. Demikian pula
hasil penelitian pengaruh Pb terhadap jumlah, motilitas dan persentase spermatozoa abnormal Stowe Goyer, 1971; Wyrobeck Bruce, 1978; Krasoviski et al., 1979
Universitas Sumatera Utara
dalam Camin, 1993. Adanya hasil yang berbeda dapat terjadi karena faktor jenis hewan percobaan, umur dan makanan Rose Quarteman, 1987 dalam Camin,
1993, jenis senyawa Pb Hammond, 1982 dalam Camin, 1993, cara pemberian dan dosis Sokol, 1990 dalam Camin, 1993. Dalam hal jenis hewan percobaan misalnya,
diketahui adanya perbedaan kepekaan sistem saraf tikus dan mencit terhadap pemaparan Pb. Tikus ternyata kurang lebih empat kali lebih peka dibanding mencit
Reiter, 1982 dalam Camin, 1993. Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan endogen, tetapi tidak
cukup kuat untuk berkompetisi dengan radikal bebas akibat terpapar plumbum secara terus-menerus. Kekurangan antioksidan dapat dibantu dengan mengonsumsi
makanan yang berasal dari produk seperti rempah, herbal, sayuran dan buah Hernani dan Raharjo, 2006.
Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Sejak ribuan
tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan
Hariyati, 2010. Madu kaya akan vitamin A, betakaroten, vitamin B kompleks lengkap, vitamin C, D, E, dan K Suranto, 2007. Menurut Erguder et al., 2008,
madu banyak mengandung komponen flavonoid, seperti luteolin, quercetin, apigenin, fisetin, kaempferol, ishoramnetin, acacetin, tamarixetin, chrystin, dan
galangin sehingga sangat berperan sebagai antioksidan. Penelitian tentang madu di Indonesia belum begitu banyak dilakukan.
Konsumsi madu di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 15 gramorangtahun Suranto, 2007. Karena potensi antioksidan yang terkandung dalam madu dan
pengaruh madu terhadap organ reproduksi yang belum banyak diteliti, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh pemberian madu terhadap testis mencit yang diberi
plumbum asetat.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah