Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Kerangka Konsep Kerangka Teori Hipotesis Jenis Penelitian

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh madu terhadap gambaran histologi testis mencit yang diberi Pb asetat?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

1. Melihat gambaran histologi testis mencit yang diberi Pb asetat. 2. Melihat gambaran histologi testis mencit yang diberi Pb asetat dan madu. 3. Melihat perbedaan gambaran histologi testis mencit kelompok kontrol, kelompok yang diberi Pb asetat dan kelompok yang diberi Pb asetat dan madu.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menentukan diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus testis mencit jantan yang diberi Pb asetat dan madu secara bersamaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Menambah pengetahuan pembaca terhadap efek negatif yang ditimbulkan logam plumbum terhadap tubuh. 2. Mengetahui gambaran histologi testis mencit jantan setelah pemberian Pb asetat. 3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan gambaran histologi antara testis mencit jantan yang diberi Pb asetat dengan testis mencit jantan yang diberi Pb asetat dan madu secara bersamaan. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plumbum Plumbum

2.1.1. Definisi

Plumbum adalah nama ilmiah dari logam plumbum atau dalam kehidupan sehari-hari lebih dikenal dengan nama timah hitam. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia dan disimbolkan dengan Pb. Plumbum mempunyai nomor atom NA 82 dengan berat atom BA 207,2 Palar, 2008. Plumbum merupakan bahan kimia yang termasuk kelompok logam berat. Menurut Palar 2008 logam berat merupakan bahan kimia golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh dan jika masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh.

2.1.2. Asal dan Jenis Plumbum

Universitas Sumatera Utara Penyebaran logam plumbum di bumi sangat sedikit. Jumlah plumbum yang terdapat di seluruh lapisan bumi hanya 0,0002 dari seluruh jumlah kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah logam berat lainnya yang ada di bumi. Di alam, terdapat 4 macam isotop plumbum, yaitu: 1. Plumbum-204 atau Pb 204 , diperkirakan berjumlah 1,48 dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. 2. Plumbum-206 atau Pb 206 , diperkirakan berjumlah 23,6 dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. 3. Plumbum-207 atau Pb 207 , diperkirakan berjumlah 22,6 dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. 4. Plumbum-208 atau Pb 208 , diperkirakan berjumlah 52,32 dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. Melalui proses-proses geologi, plumbum terkonsentrasi dalam deposit seperti bijih logam. Persenyawaan bijih logam plumbum ditemukan dalam bentuk galena PbS, angelesit PbSO 4 dan dalam bentuk minim Pb 3 O 4 . Hampir tidak pernah ditemukan plumbum dalam bentuk logam murninya. Bijih logam plumbum ini bergabung dengan logam-logam lain seperti perak argentums-Ag, seng zincum- Zn, arsen arsenicum-Ar, logam stibi stibium-Sb, dan dengan logam bismuth bismuth-Bi Palar, 2008. Bijih-bijih logam plumbum yang diperoleh dari hasil penambangan hanya mengandung sekitar 3-10 plumbum. Hasil ini akan dipekatkan lagi hingga mencapai 40 sehingga didapatkan logam plumbum murni. Produksi logam plumbum dunia sampai 1974 telah mencapai 3.844.687 ton logam plumbum murni. Semua itu sebagian besar diperoleh dari penambangan logam plumbum di Amerika Serikat, Uni Soviet, Australia, Kanada, Peru, Meksiko, Yugoslavia, Korea, Cina dan Moroko Palar, 2008.

2.1.3. Karakteristik Logam Plumbum

Universitas Sumatera Utara Logam plumbum adalah logam berat berwarna kelabu kebiruan yang mempunyai sifat-sifat khusus, antara lain: 1. Merupakan logam lunak sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. 2. Merupakan logam yang memiliki densitas yang tinggi dan tahan terhadap peristiwa korosi atau pengkaratan sehingga bahan plumbum sering digunakan sebagai bahan pelapis atau coating. 3. Mempunyai titik didih 1740 C dan titik lebur 327,4 C. 4. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam- logam biasa, kecuali emas dan merkuri. 5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

2.1.4. Manfaat Logam Plumbum

Plumbum dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, plumbum digunakan sebagai grid yang merupakan alloy suatu persenyawaan dengan logam bismuth Pb-Bi dengan perbandingan 93:7. Plumbum oksida PbO 4 dan logam plumbum dalam industri baterai digunakan sebagai bahan aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan plumbum dalam membentuk alloy dengan banyak logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi dari logam ini dalam penerapan yang sangat luas. Alloy Pb yang mengandung 1 stibium Sb banyak digunakan sebagai kabel telepon. Alloy Pb dengan 0,15 As, 0,1 Sn, dan 0,1 Bi banyak digunakan sebagai kabel listrik. Selain itu, bentuk-bentuk lain dari alloy Pb juga banyak digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan alat-alat lainnya. Penggunaan alloy Pb ini lebih disebabkan oleh kemampuannya yang sangat tinggi untuk tidak mengalami korosi pengkaratan. Universitas Sumatera Utara Pb juga mampu berikatan dengan atom N nitrogen membentuk senyawa azida. Senyawa ini merupakan suatu jenis senyawa yang mempunyai kemampuan ledakan dengan pancaran energi yang besar. Oleh sebab itu, senyawa azida banyak digunakan sebagai detonator bahan peledak. Persenyawaan Pb dengan Cr chromium, Mo molibdenum dan Cl chlor digunakan secara luas sebagai pigmen “chrom”. Senyawa PbCrO 4 digunakan dalam industri cat untuk mendapatkan warna kuning “chrom”, PbOH 2 .2PbCO 3 untuk mendapatkan warna “timah putih”, sedangkan senyawa yang dibentuk dari Pb 3 O 4 digunakan untuk mendapatkan warna “timah merah”. Senyawa plumbum silikat Pb-Silikat yang dibentuk dari intermediet Pb- asetat CH 3 -COO-Pb-OOCH 3 digunakan secara luas sebagai salah satu bahan pengkilap keramik dan sekaligus berperan sebagai bahan tahan api. Persenyawaan yang terbentuk antara Pb dengan arsenat dapat digunakan sebagai insektisida. Penggunaan yang relatif baru dari plumbum adalah dalam peningkatan sifat magnetik dari keramik barium-ferrit. Kombinasi Pb dengan Te telerium digunakan sebagai komponen aktif pada pembangkit listrik tenaga panas. Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula additive yang dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Persenyawaan yang dibentuk dari logam Pb sebagai additive ini ada dua jenis, yaitu CH 3 4 -Pb tetrametil-Pb dan C 2 H 5 4 -Pb tetraetil-Pb. Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya serta fungsi bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah Palar, 2008. Tabel 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Manfaatnya Bentuk Persenyawaan Manfaat Pb + Sb Kabel Telepon Pb + As + Sn + Bi Kabel Listrik Pb + Ni Senyawa Azida untuk bahan peledak Universitas Sumatera Utara Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat Pb-asetat Pengkilap keramik dan bahan anti api Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas Tetrametil-Pb dan Tetraetil-Pb Additive untuk bahan bakar kendaraan bermotor Sumber: Palar, 2008

2.1.5. Cara Masuk Plumbum ke Dalam Tubuh

Plumbum dapat masuk ke dalam tubuh menusia dengan berbagai cara. Plumbum dapat diserap oleh kulit, terhirup ketika bernafas, terkontaminasi melalui makanan dan minuman. Senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan karena kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Dalam lapisan udara, tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang khas seperti bau bawang putih, sulit larut dalam minyak, tetapi semua turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa-senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi dalam udara sehingga dapat terhirup ketika bernafas dan sebagian akan menumpuk di kulit. Dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa Pb bila air tersebut disimpan dan dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam Pb. Minuman keras juga ditemukan mengandung logam Pb jika tutup dari minuman tersebut terbuat dari alloy logam Pb yang menjadi kontaminasi minuman. Selain kontaminasi minuman, juga dapat ditemukan kontaminasi Pb pada makanan olahan atau makanan kaleng. Makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan Pb dari wadah atau alat-alat pengolahannya Palar, 2008.

2.1.6. Keracunan Plumbum

Universitas Sumatera Utara Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam plumbum dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui kulit. Senyawa Pb organik relatif lebih mudah diserap tubuh melalui selaput lendir atau lapisan kulit bila dibandingkan dengan senyawa Pb anorganik. Hanya 5-10 dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau sebesar 30 dari jumlah Pb yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah tersebut, hanya 15 yang akan mengendap pada jaringan tubuh dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urine dan feces. Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat bernafas. Konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh akan semakin besar jika ukuran partikel debu semakin kecil dan volume udara yang mampu dihirup semakin besar. Logam Pb yang masuk ke dalam paru-paru akan berdifusi dan berikatan dalam darah untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90 logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel darah merah eritrosit. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan ikut dalam proses metabolisme tubuh. Logam Pb yang masuk bersama makanan dan atau minuman masih mungkin ditolerir oleh lambung karena asam lambung HCl mempunyai kemampuan untuk menyerap logam Pb. Namun, pada kenyataannya Pb lebih banyak dikeluarkan melalui tinja. Pada jaringan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang karena bentuk ion logam ini Pb 2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca 2+ kalsium yang terdapat dalam jaringan tulang. Pada wanita hamil, logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian ikut masuk ke sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan melalui air susu. Universitas Sumatera Utara Senyawa Pb umumnya masuk ke dalam tubuh melalui jalur pernafasan dan atau penetrasi melalui kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. Senyawa seperti tetraetil-Pb dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf pusat meskipun prosesnya terjadi dalam waktu cukup panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil. Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja menangani senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Pada keracunan plumbum kronis yang ringan dapat ditemukan gejala berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya, sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma bahkan kematian. Meskipun jumlah Pb yang diserap tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata mampu menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ tubuh Palar, 2008.

2.1.6.1. Efek Pb pada Darah

Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat yang dibentuk oleh logam Fe besi dengan gugus haeme dan globin. Sintesis dari kompleks tersebut melibatkan dua macam enzim, yaitu enzim ALAD Amino Levulinic Acid Dehidrase atau asam levulinat dehidrase dan enzim ferrokhelatase. Enzim ALAD adalah golongan enzim sitoplasma. Enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesis dan selama sirkulasi sel darah merah berlangsung. Adapun enzim ferrokhelatase termasuk pada golongan enzim mitokondria. Enzim ferrokhelatase ini akan bereaksi aktif pada akhir proses sintesa, yaitu mengkatalis pembentukan kompleks khelat haemoglobin Palar, 2008. Sintesis haemoglobin dapat diawali dari peristiwa bereaksinya succinyl co-A dengan glycin yang akan membentuk senyawa ALA d-Amino Levulinic Acid atau asam amino levulinat yang dikatalis oleh ALA-sintese. Selanjutnya ALA mengalami Universitas Sumatera Utara dehidrasi menjadi porphobilinogen oleh enzim ALAD ALAD dehidratase. Setelah melewati beberapa tahapan reaksi, senyawa porphobilinogen tersebut mengalami perubahan bentuk lagi menjadi protophorpirin-IX yang selanjutnya diubah menjadi haeme. Haeme akan bereaksi dengan globin dan ion logam Fe 2+ dan dengan bantuan enzim ferrokhelatase akan membentuk khelat haemoglobin Palar, 2008. Senyawa Pb yang terdapat dalam tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim ALAD. Ikatan yang terbentuk antara logam Pb dengan ALAD akan mengakibatkan pembentukan intermediet porphobilinogen dan kelanjutan dari proses ini tidak dapat berlangsung terputus. Keracunan yang terjadi sebagai akibat kontaminasi dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal berikut: 1. Meningkatkan kadar ALA dalam darah dan urine. 2. Meningkatkan kadar protophorpirin dalam sel darah merah. 3. Memperpendek umur sel darah merah. 4. Menurunkan jumlah sel darah merah. 5. Menurunkan kadar retikulosit sel-sel darah merah yang masih muda 6. Meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah Palar, 2008.

2.1.6.2. Efek Pb pada Sistem Saraf

Dari semua sistem pada organ tubuh, sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun logam Pb. Pengamatan yang dilakukan pada pekerja tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar, dan delirium Palar, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.1.6.3. Efek Pb pada Sistem Urinaria

Senyawa –senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh sistem tubuh. Pada peredarannya, darah akan mencapai glomerulus yang merupakan bagian dari ginjal yang berfungsi sebagai filtrasi. Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria ginjal dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai pembentukan aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urin. Aminociduria dapat kembali normal setelah beberapa minggu, tetapi intranuclear inclusion bodies membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali normal Palar, 2008. 2.1.6.4.Efek Pb pada Sistem Endokrin Efek yang ditimbulkan oleh keracunan Pb terhadap fungsi sistem endokrin mungkin merupakan yang paling sedikit yang pernah diteliti dibandingkan dengan sistem tubuh yang lain. Hal ini disebabkan karena parameter pengujian yang akan dilakukan terhadap sistem endokrin lebih sulit ditentukan dan kurang variatif bila dibandingkan dengan sistem-sistem lainnya. Pengukuran terhadap steroid dalam urine pada kondisi paparan Pb yang berbeda dapat digunakan untuk melihat hubungan penyerapan Pb oleh sistem endokrin. Dari pengamatan yang dilakukan dengan paparan Pb yang berbeda terjadi pengurangan pengeluaran steroid dan terus mengalami pengurangan. Kecepatan pengeluaran aldosteron juga mengalami penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang keracunan Pb dari penyulingan alkohol. Endokrin lain yang diuji pada manusia adalah endokrin tiroid. Fungsi dari hormon tiroid akan mengalami tekanan bila manusia kekurangan Iodine isotop 131 Palar, 2008.

2.1.6.5. Efek Pb pada Jantung

Sejauh ini, perubahan otot jantung akibat keracunan logam Pb hanya ditemukan pada anak-anak. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketidak-normalan Universitas Sumatera Utara EKG elektrokardiografi. Tetapi, setelah diberikan bahan khelat, EKG akan kembali normal Palar, 2008.

2.1.6.6. Efek Pb pada Organ Reproduksi

Percobaan yang dilakukan pada tikus putih jantan dan betina yang diberi makanan yang mengandung 1 Pb-asetat menunjukkan berkurangnya kemampuan sistem reproduksi dari hewan tersebut. Embrio yang dihasilkan dari perkawinan yang terjadi antara tikus jantan yang diberi perlakuan Pb-asetat dengan betina normal tidak diberi perlakuan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya, sedangkan janin yang terdapat pada betina yang diberi perlakuan dengan Pb-asetat mengalami penurunan dalam ukuran, hambatan pada pertumbuhan dalam rahim induk dan setelah dilahirkan. Percobaan pada tikus yang dipaparkan dengan logam Pb menunjukkan penurunan spermatogenesis dan testosteron tanpa disertai peningkatan gonadotropin. Logam plumbum juga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada tingkat hipothalamus Klaassen, 2007.

2.1.7. Kadar Normal Logam Pb dalam Tubuh

Untuk dapat melakukan evaluasi keterpaparan terhadap logam Pb, perlu diketahui batas normal dari konsentrasi kandungan Pb dalam jaringan-jaringan dan cairan tubuh. Tabel 2.2. Batas Kadar Normal Pb dalam Sembilan Jaringan Tubuh Jaringan mg Pb100 gr Jaringan Tulang 0,67-3,59 Hati 0,04-0,28 Paru-Paru 0,03-0,09 Ginjal 0,05-0,16 Limpa 0,01-0,07 Universitas Sumatera Utara Jantung 0,04 Otak 0,01-0,09 Gigi 0,28-31,4 Rambut 0,007-1,17 Sumber: Palar, 2008 Kadar maksimum Pb yang masih dianggap aman dalam darah anak-anak sesuai dengan yang diperkenankan WHO dalam Depkes 2001 adalah 10 μgdl darah, sedangkan untuk orang dewasa adalah 10- 25 μgdl darah Naria, 2005. Tingkat keparahan akibat plumbum pada orang dewasa digolongkan menjadi 4 kategori Tabel 2.3.. Tabel 2.3. Kategori Pb dalam Darah Orang Dewasa Kategori Kadar Pb dalam Darah μg100ml Deskripsi A Normal 40 Tidak terkena paparan atau paparan normal B Dapat Ditoleransi 40-80 Penambahan penyerapan dari keadaan terpapar tetapi masih bisa ditoleransi C Berlebih 80-120 Kenaikan penyerapan dari keterpaparan yang banyak dan mulai memperlihatkan tanda- tanda keracunan D Tingkat Bahaya 120 Penyerapan mencapai tingkat bahaya dengan tanda-tanda keracunan ringan sampai berat Sumber: Heryando, 2008 Universitas Sumatera Utara

2.2. Madu

2.2.1. Gambaran Umum

Madu merupakan sumber energi dan bahan yang diubah menjadi lemak dan glikogen. Lebah madu memperoleh sebagian energi dari karbohidrat dalam bentuk gula. Pada dasarnya, madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula. Nektar dikumpulkan lebah pekerja dari bunga dengan cara mengisapnya menggunakan mulut dan esophagus lalu masuk ke abdomen. Sebagian air nektar diserap sel-sel dinding perut lebah dan dibuang ke luar melalui saluran malphigi dan poros usus. Bersama air dibuang juga asam oksalat dan turunannya, beberapa garam mineral, dan sebagian zat aromatik yang terdapat di nektar. Zat aromatik yang tertinggal memberikan aroma khusus pada madu Sarwono, 2001. Perubahan nektar menjadi madu dimulai ketika lebah pekerja membawa nektar ke sarangnya. Nektar yang berhasil dibawa pulang diberi ke lebah pekerja lainnya untuk dicampur dengan air liur dan dihilangkan airnya Sarwono, 2001. Sesampainya di sarang, bahan tersebut diserahkan kepada lebah pekerja yang bertugas di dalam sarang. Setelah dikunyah-kunyah selama dua puluh menit, sambil menambahkan amilase dan invertase, bahan tadi diproses menjadi madu. Madu yang sudah jadi disimpan dalam sel-sel sarang setetes demi setetes dan sebagian kadar airnya diuapkan lagi dengan kipasan sayap sebelum pintu sel sarang ditutup. Kadar airnya diturunkan sampai dibawah 18 untuk mencegah terjadinya peragian. Selanjutnya, madu disimpan di dalam bilik penyimpanan. Simpanan madu itu sebenarnya merupakan pakan cadangan bagi anak-anak lebah. Untuk menghasilkan 1 kg madu, lebah madu harus mengumpulkan 120.000- 150.000 tetes nektar atau 3-4 kg nektar dengan menempuh jarak 360.000-450.000 Sarwono, 2001. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Madu Murni

Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan sampai 70 o C. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan air secukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan. Bentuk madu berupa cairan kental seperti sirup. Warnanya bening atau kuning pucat sampai coklat kekuningan. Rasanya khas, yaitu manis dengan aroma yang enak dan segar. Jika dipanaskan, aromanya menjadi lebih kuat tetapi bentuknya tidak berubah. Bobotnya per ml berkisar antara 1,352 gram sampai 1,358 gram Sarwono, 2001.

2.2.3. Penggolongan Madu

Berdasarkan asal nektar, madu dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu madu flora, madu ekstraflora dan madu embun. Madu flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Madu yang berasal dari satu jenis bunga disebut madu monoflora, sedangkan madu yang berasal dari aneka ragam bunga disebut madu poliflora. Madu flora sangat baik sebagai pakan tambahan atau penambah tenaga, sedangkan madu poliflora baik untuk mengobati orang yang kelelahan, kepanasan, kedinginan, terkena luka bakar, mengalami luka sayat, dan terkena luka tusuk. Madu poliflora mengandung asam amino bebas yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan madu monoflora. Madu ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar diluar bunga, seperti daun, cabang atau batang tanaman. Universitas Sumatera Utara Madu embun adalah madu yang dihasilkan dari cairan hasil suksesi serangga yang kemudian eksudatnya diletakkan di bagian tanaman. Selanjutnya cairan itu diserap dan dikumpulkan oleh lebah madu. Madu ini berwarna gelap dengan aroma merangsang Sarwono, 2001.

2.2.4. Warna Madu

Karena berasal dari bunga tanaman yang berbeda-beda, warna, aroma, dan rasa madu hasil pengentalan nektar juga berbeda-beda. Warna madu bervariasi, mulai dari putih, kuning, kecoklatan dan ada pula yang kehitaman. Variasi warna itu tergantung pada komposisi zat warna yang terkandung didalamnya. Komponen zat warna tergantung dari nektar bunganya. Zat warna yang membentuk warna madu antara lain xanthophyl, carotin, dan chlorophyl. Berdasarkan warnanya, madu dapat dibedakan atas madu putih atau madu terang dan madu gelap. Madu putih banyak diperoleh dari tanaman jeruk, kapuk, dan durian, sebaliknya madu gelap diperoleh dari bunga aster dan cairan serangga Sarwono, 2001.

2.2.5. Komposisi Madu

Madu merupakan salah satu nutrisi alami sumber energi. Satu kilogram madu mengandung 3.280 kalori atau setara dengan 50 butir telur ayam, 5,7 liter susu, 25 buah pisang, 40 buah jeruk, 4 kg kentang dan 1,68 kg daging Suranto, 2007 dalam Dewi, 2010. Tabel 2.4. Komposisi Rata-Rata Madu Kandungan Rata-rata Kisaran Deviasi Standar FruktosaGlukosa 1,23 0,76-1,86 0,126 Fruktosa 38,38 30,91-44,26 1,77 Glukosa 30,31 22,89-44,26 3,04 Maltose 7,3 2,7-16,0 2,1 Universitas Sumatera Utara Sukrosa 1,31 0,25-7,57 0,87 Gula 83,27 Mineral 0,169 0,020-1,028 0,15 Asam bebas 0,43 0,13-0,92 0,16 Nitrogen 0,041 0,000-0,133 0,026 Air 17,2 13,4-22,9 1,5 Ph 3,91 3,42-6,01 - Total keasaman meqkg 29,12 8,68-59,49 10,33 Protein mg100g 168,6 57,7-56,7 70,9 Suranto, 2007, dalam Dewi, 2010 Komposisi madu bervariasi tergantung pada jenis tanaman asal madu tersebut, tetapi komposisi utama dari semua madu hampir sama. Komposisi rata-rata madu terdapat dalam tabel 2.4. dan komposisi vitamin dan mineral madu dapat dilihat pada tabel 2.5. National Honey Board 2005 mengungkapkan salah satu kelebihan madu yaitu sebagai sumber antioksidan. Penelitian menunjukkan bahwa madu kaya akan antioksidan. Jumlah dan kandungan antioksidan sangat tergantung pada sumber nektarnya. Madu yang berwarna gelap seperti madu manuka terbukti memiliki kadar antioksidan yang lebih tinggi daripada madu yang berwarna terang seperti madu akasia Suranto, 2007 dalam Dewi, 2010. Ahli dari Universitas Illinois yang meneliti 19 sampel madu yang berasal dari 14 sumber tumbuhan yang berbeda semakin mengukuhkan bahwa tiap madu memiliki efek antioksidan yang berbeda. Sebuah penelitian yang dilakukan di University of Zagreb Croatia menemukan bahwa konsumsi madu bisa menghentikan perkembangan tumor dan penyebarannya Suranto, 2007 dalam Dewi, 2010. Penelitian Kilicoglu 2008 dalam Dewi 2010 membuktikan efek anti mikrobial dari madu. Hal ini berkaitan dengan osmolaritas madu, keasaman, kandungan flavonoid maupun hidrogen peroksida. Madu memberikan efek proteksi terhadap mekanisme toksisitas pada sirkulasi dan hati yang disebabkan oleh ikterus obstruktivus Erguder, 2008 dalam Dewi, 2010. Universitas Sumatera Utara Kandungan vitamin E telah banyak diteliti yang berfungsi sebagai penghambat tumor hati dan uterus, mempertahankan berat badan tikus yang disakiti, jumlah eritrosit dan leukosit, kadar Hb, menghambat patofisiologi tumor indung telur dan endometriosis Hanim et al., 1998, dalam Dewi, 2010. Beberapa penelitian mengungkapkan efek antioksidan yang bermacam- macam yang terkandung pada madu. Antioksidan merupakan senyawa penetral radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak stabil yang terus- menerus menyerang tubuh dari luar seperti sinar matahari, polusi dan asap rokok maupun yang menyerang tubuh dari dalam seperti metabolisme dan kehidupan normal. Molekul ini mengalami suatu reaksi berantai yang menimbulkan jutaan radikal bebas baru yang merusak protein, sel, jaringan dan organ tubuh. Radikal bebas ini menyebabkan penuaan, perubahan degeneratif, radang, dan penyakit yang membuat lama hidup menjadi singkat. Radikal bebas bisa merusak sel melalui proses oksidasi, apabila berlangsung lama dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti penyakit jantung dan kanker IPTEKnet, 2005 dalam Dewi, 2010. Tabel 2.5. Kandungan Vitamin dan Mineral dalam Madu Nutrisi Unit Jumlah Rata- rata dalam 100 gr Madu Rekomendasi Kebutuhan Sehari Kalori Kkal 304 2.800 Vitamin : A IU - 5.000 B1 thiamin mg 0,004-0,006 1,5 B2 riboflavin mg 0,002-0,06 1,7 Asam nikotinat niasin mg 0,11-0,36 20 B6 piridoksin mg 0,008-0,32 2,0 Asam pantotenat mg 0,02-0,11 10 Asam folat mg - 0,4 B12 mg - 6 Universitas Sumatera Utara sianokobalamin C IU 2,2-2,4 60 D IU - 400 E tokoferol - 30 Biotin - 0,3 Mineral : Kalsium mg 4-30 1.000 Klorin mg 2-20 - Tembaga mg 0,01-0,12 Yodium mg - 0,15 Besi mg 1-3,4 18 Magnesium mg 0,7-13 400 Fosfor mg 2-60 1,00 Kalium mg 10-470 - Natrium mg 0,6-40 - Seng mg 0,2-0,5 15 Suranto, 2007 dalam Dewi, 2010

2.2.6. Manfaat Madu

Pengobatan dengan madu telah dikenal orang Mesir kuno sejak 2.600 SM. Madu digunakan sebagai salep antiseptik untuk mengobati luka oleh bangsa Yunani, Romawi, Assyria, dan Cina kuno. Madu dipakai karena memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: 1. Madu merupakan suplemen makanan yang baik. 2. Madu mencegah terjadinya peragian dalam saluran pencernaan dan kandungan gizi madu cepat diserap tubuh. 3. Madu mengandung elemen-elemen penting untuk pembentukan sel darah baru. 4. Madu memiliki efek laksatif sehingga mencegah rasa mual. 5. Madu bertindak sebagai sedatif sehingga dapat menyebabkan tidur nyenyak. 6. Madu meningkatkan kadar serotonin dalam otak sehingga menimbulkan efek relaksasi dan keinginan untuk tidur. Universitas Sumatera Utara 7. Madu tidak dicerna terlebih dahulu dalam tubuh manusia karena telah mengalami pencernaan dalam tubuh lebah ketika masih berupa nektar. 8. Madu mencegah pertumbuhan mikroba seperti Salmonella, Shigella, E. coli dan V. cholera yang menyebabkan diare. Dalam percobaan madu sebagai antibiotika, kadar gulanya dihilangkan. Ternyata, madu tanpa gula sama efektifnya dengan streptomycin sehingga dapat membunuh bakteri.

2.3. Sistem Reproduksi

2.3.1. Testis

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin testis, saluran reproduksi, kelenjar aksesori dan organ kopulasi. Masing-masing organ tersebut berjumlah sepasang, kecuali uretra dan penis. Testis memiliki fungsi ganda, yaitu menghasilkan hormon dan spermatozoa Junqueira, 2004. Menurut Behre 2003 dalam Hasaaanah 2009, testis merupakan kelenjar endokrin karena memproduksi testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig yang berpengaruh terhadap sifat-sifat jantan dan berperan dalam spermatogenesis. Testis mamalia terletak dalam kantong skrotum diluar rongga tubuh dengan dua lobus. Masing-masing lobus berbentuk oval dibungkus oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut tunika albugenia. Tunika albugenia menebal pada bagian posterior testis membentuk mediastinum testis yang membagi lobus testis secara radier menjadi lobulus testis. Tubulus seminiferus sebagai tempat spermatogenesis berlangsung berada dalam lobulus testis tersebut. Pada manusia tubulus seminiferus memiliki diameter kurang lebih 150- 250 μm dan panjang 30-70 cm Junqueira, 2004.

2.3.2. Fisiologi Reproduksi

Universitas Sumatera Utara Sistem reproduksi jantan dikendalikan oleh poros hipotalamus-hipofisis- testis. Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus yang memengaruhi reproduksi jantan adalah GnRH Gonadotropin Releasing Hormone. GnRH terdiri dari FSH- RF Follicle Stimulating Hormone-Releasing Factor dan LH-RF Luteinizing Hormone-Releasing Factor. Hipofisis menghasilkan hormon FSH dan LH atau ICSH Interstitial Cell Stimulating Hormone Susetyarini, 2003 dalam Rukmana, 2010. Sekresi testosteron dibawah pengawasan LH dengan mekanisme hormon LH merangsang sel leydig melalui peningkatan siklik AMP. Siklik AMP meningkatkan pembentukan kolesterol dari ester kolesterol dan perubahan kolesterol menjadi pregnenolon melalui pengaktifan protein kinase Ganong, 1983 dalam Rukmana, 2010. Proses spermatogenesis, selain dipengaruhi oleh testosteron dan LH, juga dipengaruhi oleh hormon FSH. FSH berfungsi untuk merangsang testis dan memacu proses spermatogenesis. Selain itu, FSH juga merangsang sel sertoli dalam pembentukan protein pengikat androgen Androgen Protein BindingABP yang berperan dalam pengangkutan testosteron ke dalam tubulus seminiferus dan epididimis. Mekanisme ini penting untuk mencapai kadar testosteron yang dibutuhkan untuk terjadinya spermatogenesis. Selain membentuk protein pengikat androgen, sel sertoli juga membentuk inhibin. Inhibin adalah suatu hormon nonsteroid yang mempunyai mekanisme umpan balik untuk menghambat produksi FSH yang berlebihan Susetyarini, 2003 dalam Rukmana, 2010. Hasil penelitian dari Satriyasa 2008 dalam Rukmana 2010 menyatakan bahwa FSH sangat dibutuhkan pada saat aktivitas proliferasi spermatogonium berlangsung. Sehingga, jika FSH terhambat, suplai glukosa dan sintesis protein juga terhambat. Penurunan FSH akan menyebabkan perubahan sitoskeletal sel sertoli sehingga menyebabkan suplai laktat dan piruvat pada spermatosit primer dan spermatid juga akan menurun. Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa. Spermatogonium terletak berdekatan dengan membran basalis tubulus seminiferus yang berpoliferasi menjadi spermatosit primer. Setelah itu, terjadi pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Tahap akhir spermatogenesis adalah maturasi spermatid menjadi spermatozoasperma Junqueira, 2004. Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu 35,5 hari atau spermatogenesis akan selesai setelah menempuh empat kali daur epitel seminiferus. Lama satu kali daur epitel tubulus seminiferus pada mencit adalah 207 jam ± 6,2. Secara umum, spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan, tahap pematangan dan tahap transformasispermiogenesis. Pada spermatogenesis, FSH memiliki peranan yang penting, yaitu berperan dalam menstimulasi kejadian awal spermatogenesis diantaranya proliferasi spermatogonium Handayani, 2001 dalam Hasaaanah, 2009. Pada tikus dikenal tiga macam spermatogenis yaitu spermatogonia A, spermatogonia intermedier dan spermatogonia B Clermont, 1972 dalam Rubin,1993. Dalam sediaan yang diwarnai, ketiga macam sel ini dapat dibedakan berdasarkan kondensasi kromatin pada membran inti. Membran inti spermatogonia A memperlihatkan kondensasi kromatin yang tipis dan halus, sedangkan membran inti spermatogonia B memperlihatkan kondensasi yang kasar dan tidak merata. Spermatogonia intermedier memperlihatkan bentuk peralihan antara spermatogonia A dan B. Pada tahap proliferasi, spermatogonium mengalami pembelahan mitosis menjadi spermatogonia tipe A. Spermatogonium mulanya membelah dua kali menghasilkan empat sel spermatogonia A. Satu diantara empat sel ini tetap sebagai spermatogonia A, sedangkan tiga yang lainnya membelah satu kali membentuk enam Universitas Sumatera Utara spermatogonia intermedier yang akan membelah satu kali lagi membentuk dua belas spermatogonia. Spermatogonia tipe B selanjutnya membelah satu kali membentuk spermatosit I primer. Pada tahap pematangan, spermatosit primer akan mengalami pembelahan reduksional meiosis. Selama pembelahan meiosis, FSH sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelahan meiosis. Menurut Fitriyah 2001 dalam Hasaaanah 2009, pembelahan meiosis yang dialami oleh spermatosit primer dimulai dari meiosis I dilanjutkan ke meiosis II. Masing-masing fase pembelahan ini masih dibagi lagi kedalam beberapa tahap, yaitu profase, metafase, anafase dan telofase. Tahap profase I meiosis I merupakan tahap yang sangat panjang sehingga dikelompokkan lagi kedalam lima stadium, yaitu leptotene, zigotene, pakhitene, diplotene dan diakinesis. Ciri-ciri dari masing-masing stadium tersebut adalah sebagai berikut: 1. Leptotene memperlihatkan kromosom sebagai benang panjang sehingga masing-masing kromosom belum dapat dikenal. 2. Zigotene memperlihatkan keadaan kromosom-kromosom homolog berpasangan. 3. Pakhitene merupakan stadium yang paling lama dari profase I meiosis, benang-benang kromosom tampak semakin jelas karena adanya kontraksi dari kromosom sehingga kromosom tampak semakin menebal. Pada stadium ini berlangsung proses biologis yang sangat penting yaitu pindah silang Crossing Over. Pada stadium ini spermatosit primer mudah mengalami kerusakan dan degenerasi yang sangat luas. 4. Diplotene ditandai dengan terjadinya pemisahan kromatid-kromatid yang semula berpasangan membentuk bivalen. 5. Diakenesis yang merupakan stadium terakhir memperlihatkan kromosom- kromosom semakin memendek dan kiasmata semakin jelas. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Proses Spermatogenesis dan Spermiogenesis Dikutip dari Junqueira, 2004

2.3.4. Spermiogenesis

Universitas Sumatera Utara Spermiogenesis merupakan tahap akhir produksi spermatozoa. Spermiogenesis adalah transformasi spermatid menjadi spermatozoa. Spermiogenesis adalah suatu proses perkembangan yang rumit yang mencakup pembentukan akrosom Yun. akron, ekstremitas, + soma, tubuh, pemadatan, pemanjangan inti, pembentukan flagellum, dan hilangnya sebagian besar sitoplasma. Proses perkembangn tersebut tercakup dalam fase golgi dan fase akrosom. Hasil akhirnya adalah spermatozoa matang, yang kemudian dilepas ke dalam lumen tubulus seminiferus Gambar 2.2.. Gambar 2.2. Gambaran histologi tubulus seminiferus Dikutip dari www.lab.anhb.uwa.edu.aumb140 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Perubahan Utama pada Spermatid selama Spermiogenesis Dikutip dari Junqueira, 2004

2.3.5. Spermatozoa

Spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferus kemudian masuk kedalam epididimis dan mengalami proses pematangan lebih lanjut. Di dalam epididimis, spermatozoa mengalami pematangan fisiologis, termasuk perolehan dan modifikasi protein atau enzim membran plasma yang berperan penting dalam transport ion Kaur et al., 1991 dalam Rubin, 1993. Fungsi epididimis ini bergantung pada keberadaan androgen. Tanpa androgen, berat epididimis akan menyusut sekitar 25 Brooks, 1981 dalam Rubin, 1993. Perubahan morfologi dan biokimia selama tranport melewati epididimis meningkatkan kemampuan spermatozoa untuk membuahi ovum. Perubahan pada membran plasma antara lain meliputi muatan permukaan, peningkatan lektin dan antigen permukaan Brooks, 1981 dalam Rubin, 1993. Selain itu epididimis sendiri merupakan organ yang aktif dalam transport elektrolit, sekresi bahan-bahan seperti Universitas Sumatera Utara karnitin dan gliserofosforil-kholin Wong Yeung, 1978; Brooks et al., 1974 dalam Rubin 1993. Kualitas spermatozoa antara lain dapat dilihat dari bentuknya. Kesalahan dalam proses spermiogenesis dapat menyebabkan kelainan bentuk spermatozoa, baik pada kepala maupun ekor. Kelainan bentuk kepala spermatozoa tikus dapat dikelompokkan menjadi bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala amorf dan bentuk kepala yang terlalu membengkok Washington et al., 1983 dalam Rubin 1993. Universitas Sumatera Utara BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep tentang Perlakuan terhadap Kelompok Kontrol dan Perlakuan Gambaran Histologi Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan 1 Kelompok Perlakuan 2 Pemberian aquadest Pemberian Pb Asetat dengan dosis 100 mgkgBBhari Pemberian Pb Asetat dengan dosis 100 mgkgBB dan Madu dengan dosis 0,04 ml 20 gram BBhari Universitas Sumatera Utara

3.2. Kerangka Teori

Kemajuan Industri dan Transportasi Peningkatan Penggunaan Pb pada Bahan Bakar Kendaraan Peningkatan Penggunaan Pb dalam kehidupan sehari-hari Peningkatan Emisi Gas Buang Kendaraan yang Mengandung Pb Jumlah Pb dalam Lingkungan Meningkat Kerusakan pada Organ Reproduksi Salah Satunya Penurunan Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Madu Universitas Sumatera Utara Gambar 3.2. Kerangka Teori tentang Pengaruh Pemberian Madu terhadap Kerusakan Organ Reproduksi akibat Pb garis putus-putus berarti menghambat

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas : Pemberian Pb asetat 100mgkgBBhari dan pemberian Pb asetat 100mgkgBBhari + Madu 0,04 mL20 gram BBhari. 2. Variabel Bergantung : Gambaran histologi testis mencit.

3.3.2. Definisi Operasional

a. Plumbum adalah nama ilmiah logam timbal yang termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A tabel periodik unsur kimia dan disimbolkan dengan Pb Palar, 2008. b. Pb Asetat adalah persenyawaan antara logam plumbum dengan asam asetat CH 3 -COO-Pb-OOCH 3 yang merupakan salah satu bahan pengkilap dan tahan api Palar, 2008. c. Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga Sarwono, 2001. Universitas Sumatera Utara d. Pemberian Pb asetat : Pb asetat yang akan diberikan pada mencit dengan dosis 100mgkgBBhari, dengan menggunakan jarum gavage peroral. e. Pemberian Pb asetat dan madu : Pb asetat 100mgkgBBhari diberikan terlebih dahulu dan diikuti pemberian madu 0,04 ml 20 grBBhari, dengan menggunakan jarum gavage peroral. Penggunaan madu untuk pencegahan penyakit pada manusia adalah 1-2 kalihari 1 sendok makan Suranto, 2007. Dosis dikonversikan dengan table konversi Ngatidjan sehingga ditemukan dosis yang sesuai untuk mencit Mus musculus. f. Gambaran histologi testis : gambaran mikroskopis yang diamati meliputi diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus. Dengan menggunakan mikroskop sitogenetik pembesaran 10x merk Carl Zeiss, pengukuran diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus dilakukan dengan mengukur jarak terdekat antara dua titik bersebrangan pada garis tengahnya. Kedua titik tersebut berada pada batas antara membran basalis dengan sel spermatogenik. Pengukuran tebal epitel tubulus seminiferus juga dimulai dari titik tersebut sampai ke permukaan lumen. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan mikrometer μm Suntoro, 1983 dalam Pangestuti, 2011. Rata-rata diameter tubulus seminiferus pada manusia adalah kira-kira 150-250 μm dengan panjang 30-70 cm.

3.4. Hipotesis

Ada perbedaan gambaran histologi testis antara kelompok pemberian Pb Asetat dengan kelompok pemberian Pb Asetat dan madu. Universitas Sumatera Utara BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian hewan percobaan ini adalah penelitian eksperimental murni dengan pendekatan “Rancangan Eksperimen Sederhana Post Test Only Control Group Design”. Pada desain rancangan eksperimen sederhana, subjek penelitian dibagi secara acak ke dalam kelompok perlakuan, yaitu yang diberi perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Kemudian, variabel hasilnya diobservasi setelah periode yang telah ditentukan. Perbedaan hasil observasi kedua kelompok menunjukkan pengaruh perlakuan Kasjono dan Yasril, 2009. Universitas Sumatera Utara Penelitian ini dirancang dengan menggunakan tiga kelompok hewan percobaan mencit putih Mus musculus, yang terdiri atas satu kelompok kontrol dan dua kelompok yang diberi intervensi. Setelah delapan minggu, hasil yang diperoleh akan dianalisis untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada ketiga kelompok perlakuan tersebut. Perbedaan pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan. Tidak dilakukan pretest pada seluruh kelompok eksperimen. Kelompok perlakuan I langsung diberi paparan Pb plumbum asetat dan kelompok perlakuan II diberi Pb asetat bersamaan dengan madu.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian