Sistem Telekomunikasi Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila

h. Sistem Telekomunikasi

Sistem telokomunikasi dan media komunikasi sangat diperlukan di daerah pariwisata. Dengan adanya persaingan di antara operator telepon seluler sangat menguntungkan konsumen. Demikian halnya di daerah objek wisata yaitu Bukit Lawang. Sistem telekomunikasi di daerah ini sudah tersedia baik telepon kabel maupun telepon tanpa kabel sudah tersedia dan lengkap. Fungsi lain media komunikasi misalnya internet, sekarang ini lebih banyak digunakan sebagai media promosi dan memperoleh informasi secara online. Bukit Lawang juga sudah memiliki akses untuk menggunakan internet, hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk lebih memperkenalkan dan mengembangkan objek wisata Bukit Lawang.

4.3 Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila

Organisasi Pemuda Pancasila berdiri pada tanggal 28 Oktober 1959 yang berkedudukan dalam Wilayah Kesatuan Republik Indonesia. Organisasi Pemuda Pancasila berazaskan Pancasila dan bertujuan untuk melestarikan NKRI dan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera materiil dan sprituil yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga mewujudkan ide dasar perjuangan wujud manifestasi peran serta Organsisai Pemuda Pancasila dalam pembangunan bangsa dan menetapkan arahtarget kebijakan umum program, sasaran dan pola implementasi salam mewujudkan pengabdian lima tahun ke depan. Organisasi Pemuda Pancasila bersifat terbuka tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama, dan latar belakang sosial politik serta berbasis sosial Universitas Sumatera Utara kemasyarakatan. Organisasi Pemuda Pancasila bersifat mandiri, pergerakan yang militant, persaudaraan, patriotik, inovatif, kreatif, dan kepemimpinan yang konsekuen. Universitas Sumatera Utara Profil Informan 1. Nama : MS Umur : 51 SukuAgama : MandailingIslam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : SekdesWiraswasta Pendidikan : SLTA Pak MS merupakan sekretaris desa di Bukit Lawang, beliau juga merupakan orang yang dituakan di desa ini. Selain menjabat sebagai sekdes, beliau juga membuka usaha warung yang membantu perekonomiannya. Sifat beliau yang ramah dan menyenangkan memudahkan untuk mendapat informasi tentang Bukit Lawang. Beliau sangat antusias ketika diwawancarai dan banyak informasi yang saya dapat dari beliau. Pak MS bukan karena tidak setuju dengan adanya organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK ada di Bukit Lawang, tetapi daripada menimbulkan keributan antara masyarakat dengan anggota kepemudaaan tersebut, beliau berpendapat lebih baik organisasi kepemudaan tersebut tidak ada di Bukit Lawang. Semenjak organisasi kepemudaan seperti IPK atau PP tidak ada, kondisi Bukit Lawang lebih aman dan tenang. Kalau dulu sewaktu organisasi kepemudaan tersebut masih ada, setiap malam minggu sering terjadi kegaduhan, sering ribut antara anggota dengan masyarakat. Beliau menceritakan bahwa ada tiga kali perkelahian antara masyarakat dengan anggota organisasi PP semenjak organisasi ini ada di Bukit Lawang. Kejadian pertama terjadi pada Sabtu sore sekitar jam 1 mulai ribut antara anggota Universitas Sumatera Utara organisasi PP dengan masyarakat namun puncaknya sekitar jam 5, pada saat itu Pak MS dengan mengenakan pakaian dinasnya masih berada di kantor. Mendengar keributan, beliau keluar dari kantor dan melihat polisi menembak ke arah atas bermaksud untuk memisahkan anggota PP dengan masyarakat yang saling melempar dan gebuk-gebukan. Untung pada saat itu Pak MS memakai pakaian dinas, jika tidak mungkin beliau menjadi sasaran lemparan oleh anggota PP. Anggota Koramil berdatangan untuk mengamankan sampai pada saat kejadian tersebut lampu dipadamkan. Namun untung kejadian ini masih bisa diredam. Kejadian kedua terjadi di hari yang sama dengan kejadian pertama namun pada jam 10 malam, anggota PP yang saat itu membawa kelewang menyerang masyarakat Bukit Lawang yang saat itu juga siap menghadang, ada yang pakai batu, pakai drum, beratus-ratus botol dipecahkan. Menurut beliau perkelahian ini sangat menegangkan bahkan ada yang menggunakan panah beracun. Polisi sampai kalang kabut yang kebetulan pos polisi dekat dengan tempat kejadian. Bukan hanya itu saja, anggota organisasi PP juga ada yang bawa bensin berencana untuk membakar terminal dan motor-motor yang terparkir. Jumlah anggota organisasi PP yang banyak dibanding dengan masyarakat pada saat itu, sempat membuat masyarakat menjadi resah. Bahkan ada niat anggota organisasi PP untuk membakar Bikit Lawang saat itu. Namun untung saja tidak terjadi bakar- membakar tersebut, perang masih dapat diredam dan dikendalikan. Terakhir kejadian ketiga terjadi di penginapan Pak DL. Dulu ada rencana untuk melaksanakan pelantikan anggota orgnisasi PP di aula yang dikelilingi kolam buatan milik Pak DL. Pada saat itu anggota organisasi PP memerlukan tempat yang memadai dan memuaskan untuk melaksanakan pelantikan tersebut. Universitas Sumatera Utara Melihat aula milik Pak DL cocok untuk kegiatan tersebut, mereka meminta izin dengan Pak DL. Pak DL menerimanya, maksud beliau menyewakan aula tersebut adalah baik mengingat tujuan organisasi tersebut untuk tempat pelantikan anggotanya, bukan karena kesempatan. Mendengar ada pelantikan di aula Pak DL, seluruh masyarakat Bukit Lawang berkumpul di penginapan Pak DL dan mengusir anggota organisasi PP. Perang pun terjadi dan tidak terelakkan dan pelantikan PP juga batal. Banyak korban berjatuhan sampai korban yang merupakan salah satu masyarakat Kecamatan Bahorok tertembak pun ada di kantor polisi. Menurut Pak MS pada kejadian ketiga ini tidak ada korban dari anggota PP karena pada saat kejadian bantuan dari BRIMOB dari Binjai datang untuk mengamankan. Masyarakat Bukit Lawang terutama yang pemuda banyak ditangkap BRIMOB dan langsung dibawa ke mobil. Sekitar 4-5 mobil yang terparkir di depan pintu gerbang aula dibakar oleh masyarakat. Pak DL saat itu cukup membantu karena menghadang masyarakat menyerang anggota organisasi PP yang terkumpul di penginapannya. Mereka selaku penyewa penginapannya adalah merupakan tamu Pak DL dan menjadi tanggung jawabnya. Pak DL adalah orang yang berjasa di Bukit Lawang, dulu Bukit Lawang ramai karena jasanya. Pak DL adalah sosok yang tidak sombong, beliau sering memberi bantuan kepada masyarakat. Apalagi pada saat itu perekonomian Pak DL cukup baik, beliau memiliki penginapan yang luas dan juga kolam. Saat kejadian tersebut, Pak MS tidak menyalahkan Pak DL ataupun anggota organisasi PP nya. Akhirnya bantuan dari Medan pun datang untuk menghentikan penyerangan ini dan dari sinilah semuanya berakhir. Universitas Sumatera Utara Menurut beliau, alasan masyarakat mengusir anggota PP adalah karena ribut bukan karena alasan yang lain. Bolak-balik gaduh antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP menyebabkan masyarakat mengusir organisasi PP. Setelah kejadian tersebut Bukit Lawang menjadi aman dan tenteram, tidak pernah adalagi keributan seperti dahulu yang terjadi hampir tiap minggu. Dari kejadian ini, masyarakat akhirnya menyepakati untuk menolak adanya organisasi PP ataupun organisasi kepemudaan yang seperti itu di Bukit Lawang. Beliau juga menolak adanya organisasi PP di Bukit Lawang, menurutnya bukan hanya beliau dan masyarakat saja, mungkin Pak Camat maupun Pak Kapolsek atau Pak Kapolres juga pasti menolak organisasi ini daripada keributan terus terjadi di Bukit Lawang. Masyarakat Bukit Lawang yang sempat menjadi anggota PP akhirnya membubarkan diri dari pada ribut kembali. Tidak ada perlakuan berbeda bagi masyarakat bekas anggota. Dari seluruh Kabupaten Langkat, kecamatan yang tidak ada organisasi kepemudaan seperti itu sampai sekarang adalah Kecamatan Bahorok. Pendekatan- pendekatan kembali oleh organisasi tersebut dengan masyarakat Bukit Lawang juga belum ada sampai sekarang. Seandainya ada pendekatan-pendekatan kembali oleh organisasi pemuda seperti itu ke Bukit Lawang harus dibicarakan dulu dengan Pak Camat, nanti oleh Pak Camat akan meminta izin dengan Bupati atau kepada Polsek maupun Kapolda. Jangan langsung ke Bukit Lawang karena masyarakat pasti tidak akan mau menerima bahkan mungkin akan ribut lagi. Sekarang Bukit Lawang aman sekali, setelah kejadian tersebut tidak pernah ribut- ribut. Universitas Sumatera Utara 2. Nama : H.T Umur : 33 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki SukuAgama : JawaIslam Pekerjaan : Wiraswasta Pramuwisata Pendidikan : SLTA HT adalah salah satu pemuda Bukit Lawang yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Dia adalah pengusaha penginapan “Yusman Guest” dan juga menjadi pemandu wisata di Bukit Lawang. Kepribadiannya yang ramah, baik, suka menolong, dan mudah bergaul menjadi hal yang membuat masyarakat menyukainya. Bukan hanya masyarakat setempat saja, bahkan wisatawan lokal maupun asing yang mengenalnya saat di Bukit Lawang masih menjalin hubungan baik walau wisatawan tersebut tidak di Bukit Lawang lagi. HT juga memiliki orang tua dan saudara angkat di Swiss, dia pernah berkunjung dan tinggal beberapa tahun di rumah keluarga tersebut di Swiss. Bahkan keluarga angkatnya tersebut juga menganggap bahwa Bukit Lawang sudah seperti kampung halamannya, mereka sering berkunjung ke Bukit Lawang bukan sebagai wisatawan tapi menganggap bahwa Bukit Lawang sebagai rumah kedua mereka. Saat diwawancarai Bang HT terlihat santai, ini bukan pertama kali dia diwawancarai, sudah banyak mahasiswa yang melakukan penelitian sebelumnya di Bukit Lawang memilih BTuntuk diwawancarai. Hal ini dikarenakan sifat Bang HT yang peduli. Sebagai masyarakat Bukit Lawang, HT kurang setuju dengan adanya organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK ada di Bukit Lawang, karena Universitas Sumatera Utara menurutnya organisasi ini identik dengan premasnisme. Bukit Lawang merupakan daerah pariwisata dan organisasi kepemudaan seperti itu kurang cocok berada di Bukit Lawang. Organisasi PP merupakan organisasi yang sudah resmi, namun menurutnya oknumnya yang melenceng dari peran organisasi tersebut, seperti memanfaatkan seragam mereka untuk menjadi penguasa. Mereka seperti mengandalkan baju organisasi namun dengan kelakuan seperti preman dan kelakuan anggota PP yang tidak baik ini pun sudah terpublikasi. Mereka tidak disenangi masyarakat karena menurut masyarakat kelakuan anggota PP sudah melampaui batas. Adanya organisasi kepemudaan ini di Bukit Lawang menyebabkan konflik antara anggota dengan masyarakat setempat. Menurutnya pemicu konflik awalnya terjadi karena perebutan wilayah antara organisasi PP dengan organisasi kepemudaan lainnya, namun karena organisasi PP di Bukit Lawang saat itu lebih besar dan lebih mengatasnamakan organisasinya menyebabkan organisasi PP lebih mendominasi. Semakin lama organisasi PP semakin melenceng dari peran sebenarnya, bahkan sudah merambat ke penduduk-penduduk kecil seperti meminta pajak, menguasai lahan parkir, membuat keributan bahkan adanya rencana mereka membuat tarif parkir kira perjam. Hal ini menyebabkan masyarakat Bukit Lawang mengeluh, masyarakat merasa tidak ada kenyamanan lagi di Bukit Lawang. HT lupa kapan terjadinya konflik pertama antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota PP. Namun yang pasti pertikaian tersebut terjadi sangat menegangkan, masyarakat Bukit Lawang saat itu menggunakan batu juga pecahan botol untuk menyerang sedangkan anggota PP menggunakan panah beracun. Universitas Sumatera Utara Untung saja panah beracun tidak sampai mengenai masyarakat karena di jalan sudah banyak pecahan botol yang menyebabkan anggota PP sulit untuk maju menyerang. Masyarakat pantang untung mundur, karena menurutnya jika mereka mundur, Bukit Lawang bisa hancur bahkan mungkin habis terbakar mengingat jumlah penyerang lebih banyak dibanding masyarakat pada saat itu. Akhirnya anggota PP tersebut mundur mengingat mereka tidak dapat maju menyerang dan alat menyerang masyarakat Bukit Lawang semakin bertambah. Saat pertikaian selesai, bukan hanya panah beracun saja yang ditemukan oleh masyarakat bahkan parang bergeletakan di jalan-jalan. Mulai dari pertikaian ini, masyarakat mulai melakukan razia di Bukit Lawang. Pendatang yang datang mulai diperiksa identitasnya, bahkan pemeriksaan ini dimulai dari Bahorok. Bila pendatang tersebut merupakan salah satu anggota PP dan terdapat membawa senjata tajam, masyarakat Bahorok akan memberitahukan dengan masyarakat Bukit Lawang. Jika anggota tersebut lewat dari Bahorok, bagi masyarakat orang tersebut masuk ‘kandang’ dan masyarakat akan menyerangnya. Sebenarnya peyerangan ini awalnya tidak direncanakan oleh masyarakat Bukit Lawang akan terjadi pada saat itu. Saat itu organisasi PP melakukan pertemuan di salah satu aula di Bukit Lawang. Dari informan lain, masyarakat mendengar bahwa di dalam motor anggota PP tersebut terdapat senjata tajam. Masyarakat mulai curiga dengan senjata tajam yang disembunyikan dan untuk apa senjata tajam tersebut, apakah hal ini sudah direncanakan oleh anggota organisasi PP untuk penyerangan. Kalau seandainya tidak ada rencana seperti itu, mengapa mereka membawa senjata? Karena hal inilah masyarakat Bukit Lawang mengepung anggota PP yang pada saat itu ada di aula, mereka mengusirnya. Universitas Sumatera Utara Bukan hanya karena hal ini saja yang menjadi pemicunya, sebelumnya masyarakat Bukit Lawang tidak setuju adanya organisasi PP di Bukit Lawang mengingat penyerangan yang dilakukan oleh anggota organisasi PP sebelumnya sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap anggota organisasi tersebut. Penyerangan ini dimulai dari sore hingga pagi, dan HT juga turut serta dalam penyerangan tersebut. Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang yang berjenis kelamin laki-laki saja yang turut dalam penolakan organisasi ini. Ibu-Ibu juga turut dalam penyerangan ini, mereka memasakan nasi untuk para laki-laki yang berperang. Amarah masyarakat yang tidak bisa dikendalikan, akhirnya BRIMOB dipanggil untuk melerai. Sebelumnya polisi sudah ada yang melerai, namun tidak cukup untuk mengendalikan masyarakat yang membabi buta. Konflik ini bukan hanya menyebabkan korban luka-luka, tapi juga menyebabkan korban meninggal. Setelah konflik, tidak ada lagi kejadian yang berlanjut. Ini merupakan ‘peristiwa berdarah’ dan menimbulkan korban dan masyarakat meminta agar pemerintah menanggapi dan menyikapi ini untuk Bukit Lawang, kalau organisasi ini masih tetap ada di Bukit Lawang pasti menimbulkan masalah lagi. Masyarakat sudah tidak setuju dengan keberadaan organisasi PP di Bukit Lawang, bagi mereka organisasi ini ‘sudah cacat’. HT tahu kalau organisasi PP adalah organisasi resmi, namun karena oknum organisasi tersebut menyalahgunakan kekuasaan. Menurutnya organisasi PP sebenarnya baik, hanya saja oknumnya yang tidak baik. Bukit Lawang merupakan daerah pariwisata, masyarakatnya yang banyak berprofesi sebagai pramuwisata tidak identik dengan premanisme. Universitas Sumatera Utara Menurut HT, jika organisasi PP datang ke Bukit Lawang tidak masalah bagi masyarakat. Anggota organisasi PP pernah melakukan acara di Bukit Lawang dan masyarakat Bukit Lawang menerimanya. Menurutnya itu merupakan organisasi resmi dan masyarakat menghargainya. Namun jika organisasi tersebut berdiri di Bukit Lawang, masyarakat jelas tidak menyetujuinya. Karena jika organisasi ini berdiri di Bukit Lawang, akan menjadi bumerang bahkan bisa menimbulkan konflik. Dari tahun 2001 saat konflik terjadi sampai sekarang, organisasi PP atau organisasi sejenisnya tidak ada di Bukit Lawang. Seandainya organisasi PP melakukan pendekatan kembali tidak akan terpenuhi karena masyarakat Bukit Lawang sudah menyepakati bahwa organisasi PP tidak bisa berdiri di Bukit Lawang. Bukan hanya organisasi PP saja yang masyarakat tolak, organisasi kepemudaan lain seperti AMPI dan IPK juga ditolak. Dulu juga ada organisasi AMPI, IPK di Bukit Lawang, namun sejak peperangan tersebut organisasi PP, IPK dan AMPI tidak berdiri lagi di Bukit Lawang. Organisasi profesi bisa diterima, masyarakat menyetujuinya namun dengan syarat organisasi tersebut diselidiki terlebih dahulu dan mengikuti prosedur atau tutorial Bukit Lawang, hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi konflik yang tidak diinginkan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 3. Nama : P.B.S Umur : 39 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki SukuAgama : Batak TobaIslam Pekerjaan : Mocok-mocok Pendidikan : SMA Walau beliau tidak turut dalam penyerangan tersebut, tapi beliau tahu tentang penyerangan tersebut. Beliau juga salah satu masyarakat Bukit Lawang yang menolak dengan kehadiran organisasi berbentuk kepemudaan di Bukit Lawang. Beliau adalah informan pertama yang saya wawancarai, walau hanya dengan perkenalan yang cukup singkat namun beliau memberikan informasi yang saya butuhkan dengan baik. Beliau adalah sosok yang tegas dan cukup humoris, pertanyaan yang saya lontarkan dijawab dengan serius namun juga diselingi lawakan-lawakan yang dilontarkan oleh beliau. Saat itu, beliau tidak punya banyak waktu ketika saya wawancara mengingat ada acara yang harus beliau hadiri. Namun dari pertemuan yang singkat ini, beliau memberi informasi yang cukup untuk saya. Menurut beliau, Bukit Lawang tidak butuh organisasi yang berbentuk kepemudaaan seperti PP, AMPI dan lainnya karena mengingat pengalaman masyarakat yang tidak baik selama organisasi seperti ini ada di Bukit Lawang. Bukit Lawang hanya butuh organisasi profesi seperti HPI, IDI Ikatan Dokter Indonesia, namun yang paling menonjol dan diutamakan adalah HPI Himpunan Pramuwisata Indonesia mengingat Bukit Lawang adalah daerah pariwisata. Masyarakat menolak adanya organisasi PP di Bukit Lawang karena keresahan Universitas Sumatera Utara masyarakat Bukit Lawang atas organisasi PP. Organisasi PP sangat mengganggu perekonomian masyarakat Bukit Lawang karena mereka meminta saham, adanya kutipan-kutipan liar yang dilakukan anggota organisasi PP di Bukit Lawang sangat mengganggu. Intimidasi berbentuk ucapan maupun tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi PP terhadap masyarakat adalah yang menjadi permasalahan yang sangat besar. Menurut beliau organisasi PP sifatnya harus berazaskan pancasila dan etika harus dijunjung tinggi namun pada prakteknya bertolak belakang dan ini sangat disayangkan. Sebelum pertikaian terjadi, pernah juga ada kontaminasi anggota organisasi PP dengan anggota organisasi lain. Kejadian itu terjadi spontanitas, sama sekali tidak direncanakan. Pada tahun 2001, anggota organisasi PP mengadakan pertemuan di Bukit Lawang. Sebelumnya hubungan masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP tidak baik, sudah sering terjadi perkelahian di antara kedua belah pihak. Mendengar kalau ada pertemuan di Bukit Lawang, masyarakat tidak menerima dan masyarakat berkumpul untuk melakukan penyerangan. Pertikaian yang terjadi sangat menegangkan sampai banyak polisi turun tangan untuk menyelesaikan. Senjata tajam digunakan juga pada saat pertikaian dan ada korban, salah satunya masyarakat Bahorok yang terkena peluru tajam. Beberapa transportasi milik anggota organisasi PP juga dibakar oleh masyarakat. Menurut beliau masyarakat awam dengan hukum dan pola adat istiadat. Apabila masyarakat tidak tenang dan merasa itu berkelanjutan, masyarakat pasti menimbulkan emosional dan emosional bisa terjadi spontanitas. Tanpa dikordinir bisa terjadi perlawanan walaupun dengan perlawanan yang tidak maksimal. Universitas Sumatera Utara Namun kalau dikordinir pasti masyarakat melakukan perlawanan yang maksimal. Sejak kejadian itu, organisasi PP di Bukit Lawang tidak ada lagi dan Bukit Lawang merasakan ketenangan kembali. Reaksi masyarakat saat melihat salah satu anggota atau beberapa anggota organisasi PP datang berkunjung ke Bukit Lawang tidak masalah, selagi mereka tidak mengganggu masyarakat juga tidak akan bertindak. Sampai saat ini masyarakat Kecamatan Bahorok berkomitmen tidak menerima satu unsur OKP Oganisasi Kepemudaan terkecuali organisasi profesi. 4. Nama : J.P.M Umur : 37 Tahun SukuAgama : Batak TobaIslam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani Pendidkan : SMA Pak JPM memiliki isteri yang bersuku Batak juga, mereka dikaruniai 3 anak. Anak pertama duduk di bangku SMP, anak kedua masih SD, sedangkan yang bungsu belum sekolah. Beliau tidak masuk organisasi PP atau organisasi kepemudaan lainnya, namun keluarga beliau ikut organisasi tersebut saat itu . Sebelum tahun 90-an sebenarnya organisasi PP sudah ada di Bukit Lawang. Tanggapan awal beliau saat organisasi PP di Bukit Lawang baik-baik saja, menurutnya semua organisasi sebenarnya baik bagi masyarakat kalau dijalankan sesuai dengan prosedur yang asli dan sesuai dengan undang-undang organisasi Universitas Sumatera Utara yang berlaku. Organisasi kepemudaan semuanya bersifat mengayomi masyarakat dan hal ini juga menguntungkan masyarakat, namun sangat disayangkan beliau karena wewenang tersebut disalahgunakan oleh anggota organisasi PP. Bukit Lawang adalah daerah pariwisata, wisatawan akan malas berkunjung jika tempat yang dikunjunginya tidak terasa nyaman. Jika masyarakat terlihat tidak welcome akan kedatangan wisatawan, wisatawan pasti tidak datang berkunjung. Inilah yang terjadi di Bukit Lawang, masyarakat seolah-olah terlihat takut akibat bentrokan yang sering terjadi dan tak jarang terpaksa menutup usahanya. Masyarakat merasa bahwa mengapa mereka harus takut dan menyianyiakan hasil yang seharusnya mereka dapat. Wisatawan datang ke Bukit Lawang juga untuk menghabiskan duit, sudah ditentukan wisatawan budget yang akan dikeluarkannya saat berada di Bukit Lawang. Namun saat wisatawan tersebut merasakan ketidaknyamanan di Bukit Lawang, budget yang ditentukan wisatawan yang hendak dihabiskan selama beberapa hari berwisata akan dibawa kembali pulang mengingat waktu berwisata mereka dipersingkat. Pemicu konflik yang paling masyarakat tidak terima adalah rencana tarif parkiran dihitung kira per jam oleh anggota organisasi PP, masyarakat jelas merasa keberatan. Belum lagi keresahan masyarakat akibat anggota organisasi PP ini sering mabuk-mabukan ketika mereka berkumpul-kumpul atau saat mengadakan suatu acara. Selain itu hasil bumi yang didapat dari pertanian masyarakat dikenakan pajak yang cukup tinggi walau tidak secara langsung diambil dari masyarakat. Mereka menekan agen-agen yang menjadi tujuan masyarakat dalam menjual hasil buminya, akhirnya mau tidak mau para agen terpaksa menekan harga dan ini sontak mengurangi pendapatan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang saja saat itu yang menolak, masyarakat satu kecamatan yaitu juga Kecamatan Bahorok sangat menolak organisasi tersebut. Masyarakat sekecamatan bersatu untuk membekukan organisasi kepemudaan. Beliau bercerita bahwa pertempuran tersebut berlangsung 3 hari lamanya, sekitar 2 malam para anggota organisasi PP terjebak di aula tersebut. Beberapa korban luka-luka ada dari anggota organisasi PP tersebut. Beliau ikut juga dalam penyerangan tersebut. Senjata yang digunakan masyarakat saat itu banyak jenisnya, mengingat emosi masyarakat yang tinggi benda apapun digunakan mereka sebagai senjatanya. Saat penyerangan tersebut, para ibu di Bukit Lawang memasak nasi dan lauk untuk masyarakat yang berperang. Bantuan dari polisi pun datang untuk menghentikan konflik, masyarakat emosi saat melihat bantuan polisi, sampai-sampai kantor polisi hendak dibakar oleh masyarakat namun hal tersebut tidak jadi. Saat itu masyarakat yang jadi korban tembak juga ada, juga korban luka-luka. Organisasi yang dibentuk harus dan pasti mendapat persetujuan dari Camat, Kapolsek, dan pemerintah setempat. Masyarakat Bukit Lawang tentu saja marah terhadap pemerintah setempat mengingat organisasi kepemudaan yang berdiri di Bukit Lawang justru terkesan premanisme. Setelah konflik dan melihat kemarahan masyarakat yang tinggi, akhirnya masyarakat memutuskan bahwa organisasi PP dan organisasi kepemudaan yang sama dengan organisasi tersebut tidak diizinkan berdiri di Bukit Lawang. Seandainya mau dibentuk organisasi kepemudaan di Kecamatan Bahorok tidak diizinkan lagi kecuali Karang Taruna, lembaga-lembaga lingkungan, organisasi yang menunjang pariwisata Bukit Lawang. Pokoknya organisasi yang ada nilai positifnya dan sifatnya tidak Universitas Sumatera Utara meresahkan masyarakat pasti diterima. Beliau sendiri setuju organisasi PP ditolak di Bukit Lawang, tidak ada keuntungan bagi masyarakat saat organisasi ini berdiri di Bukit Lawang, yang ada hanya keresahan yang dirasakan masyarakat. Setelah organisasi PP tidak ada lagi di Bukit Lawang, dampak positifnya sangat banyak, salah satunya Bukit Lawang menjadi nyaman, masyarakat tenang kembali dan wisatawan tidak merasa resah jika berkunjung ke Bukit Lawang. Organisasi kepemudaan yang sempat ada di Bukit Lawang yaitu PP, IPK dan juga AMPI. Namun yang paling memberikan trauma bagi masyarakat yaitu organisasi PP. Beliau bercerita bahawa perlakuan berbeda dari masyarakat terhadap bekas anggota organisasi PP yang juga merupakan masyarakat Bukit Lawang sendiri awal-awalnya ada. Tetapi seiring waktu, perlakuan berbeda tersebut tidak ada lagi, mereka masih satu kampung juga masih memiliki hubungan kekeluargaan. Hanya beliau berharap sifat-sifat seperti itu tidak terulang kembali. Anggota organisasi PP sering melakukan pendekatan kembali dengan masyarakat Bukit Lawang tetapi masyarakat tidak mau menerima. Bahkan setahu saya pun mereka tidak berani melakukan acara disini. Camat, Kapolsek dan Koramil pun sama sekali tidak berani menyetujui organisasi kepemudaan seperti ini ada di Bukit Lawang. Masyarakat cukup trauma dengan kejadian masa lalu. Universitas Sumatera Utara 5. Nama : GR Umur : 41 Jenis Kelamin : Laki-laki SukuAgama : PadangIslam Pekerjaan : Karyawan PTPN II Pendidikan : SMU Pak GR adalah masyarakat Bukit Lawang yang bekerja sebagai karyawan di PTPN II, selain sebagai karyawan beliau juga memiliki usaha warung yang buka 24 jam. Usaha warung ini terletak di depan rumahnya dan berada di depan kantor HPI dan tepat di samping kantor kepala desa. Beliau berserta isterinya yang menjaga warung secara bergantian, bila malam tiba beliau menggantikan isteri menjaga warung. Bapak ini memiliki selera humor yang tinggi, sesekali beliau bergurau dan sering melemparkan senyum saat diwawancarai. Beliau dikarunia 3 orang anak laki-laki, namun sayang anak laki-laki pertama beliau telah meninggal akibat banjir bandang yang terjadi 9 tahun lalu tepatnya tanggal 2 Nopember 2003. Anak kedua beliau masih duduk di bangku SMA kelas IX, dan yang bungsu masih duduk di bangku kelas 1 SD. Pak GR sangat menolak adanya organisasi PP di Bukit Lawang. Alasan beliau menolak karena oknum sebelumnya yang sempat ada di Bukit Lawang merasa bahwa mereka berkuasa, menunjukkan premanisme, dan hal ini sangat meresahkan masyarakat. Beliau bercerita bahwa ada beberapa peristiwa yang sangat tragis saat organisasi PP ada di Bukit Lawang. Peristiwa awal yaitu saat masyarakat mendengar isu ada rencana buat parkiran kira perjam bukan kira menginap per malam, masyarakat langsung berontak, masyarakat mendemo Universitas Sumatera Utara menggunakan kerenda dan plang-plangnya dicabut. Apalagi sebelumnya semenjak ada organisasi PP di Bukit Lawang, masyarakat merasa sangat terganggu bukan hanya dalam mencari nafkah saja, tapi juga tidak adanya ketenangan yang dirasakan masyarakat lagi. Beberapa penyebab ini yang membuat masyarakat memberontak organiasasi PP. Pertikaian ini terjadi mulai sore dekat magrib, pertikaian pun terjadi antara masyarakat dengan anggota organisasi PP. Pertikaian ini terjadi di depan kantor kepala desa, saat itu usaha dan rumah beliau masih di dekat sungai. Sekitar 200 orang anggota organisasi PP datang menyerang masyarakat Bukit Lawang dengan menggunakan panah beracun. Saat itu, masyarakat Bukit Lawang terkejut dengan kedatangan mereka menggunakan batu-batu yang ada di sekitar mereka sebagai senjata mereka. Kejadian tersebut terjadi sebelum banjir bandang, masih banyak botol-botol yang terkumpul di sekitar kejadian. Botol- botol inilah yang menjadi senjata bantuan bagi masyarakat, masyarakat melempar botol-botol tersebut ke arah penyerang. Botol-botol pecah dan berserakan di jalan, hal ini menyebabkan anggota organisasi PP tidak bisa maju menyerang mungkin disebabkan karena pecahan botol mengenai kaki mereka dan juga menyulitkan mereka untuk maju menyerang. Akhirnya anggota organisasi PP mundur karena tidak bisa maju menyerang. Menurut beliau jika anggota organisasi PP masih tetap menyerang, masyarakat pasti kalah dan Bukit Lawang mungkin dibakar mengingat masyarakat Bukit Lawang saat itu sedikit, tidak sebanding dengan anggota organisasi PP. Masyarakat Bukit Lawang saat itu tidak keluar semua mengingat kejadian puncaknya berlangsung antara jam 10 ke jam 11 malam. Pertikaian ini selesai begitu saja. Universitas Sumatera Utara Peristiwa selanjutnya yang menjadi puncak penolakan masyarakat terhadap organisasi PP adalah terjadi pada saat organisasi PP mengadakan seminar di salah satu penginapan milik masyarakat Bukit Lawang. Menurut beliau, acara ini dihadiri oleh banyak anggota organisasi PP yang mungkin saja satu Kabupaten Langkat turut serta dalam seminar tersebut. Masyarakat yang mendengar hal ini langsung menyerang. Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang saja yang turut dalam penyerangan tersebut, masyarakat sekecamatan Bahorok juga turut dalam penyerangan ini. Beliau bercerita bahwa anggota organisasi PP yang diundang, dimana beberapa dari mereka tidak tahu mengenai permasalahan masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP sebelumnya pun menjadi sasaran amukan masyarakat. Melihat penyerangan ini, pemilik penginapan menyembunyikan anggota organisasi PP di aula yang ada di tengah-tengah kolam miliknya demi keselamatan mereka. Jalan masuk dipalang oleh beliau dan hal ini menyebabkan masyarakat terhalang melakukan hal yang lebih parah lagi terhadap anggota organisasi PP. Saat itu, pemilik penginapan memohon kepada masyarakat agar anggota organisasi PP tidak diserang karena menurutnya mereka adalah tamunya dan dia bertanggung jawab atas keselamatan mereka. Dari malam sampai pagi masyarakat Bukit Lawang menunggu anggota organisasi PP tersebut keluar dari kolam tersebut. Polisi pun datang untuk mengamankan dan anggota organisasi PP berharap dapat keluar dengan selamat dari aula tersebut. Anggota organisasi PP tersebut dikawal satu persatu oleh polisi. Masyarakat yang melihat itu melempari batu ke arah anggota organisai PP, sasaran lemparan batu ini bukan hanya Universitas Sumatera Utara mengenai anggota organisasi PP namun polisi yang mengawal mereka pun terkena lemparan batu tersebut. Polisi emosi dan dengan senapan yang menggunakan peluru karet ditembakan ke arah masyarakat bermaksud menghentikan penyerangan. Masyarakat mengejar mereka sampai ke kantor polisi, sampai-sampai kantor polisi dibakar oleh masyarakat karena emosi yang meluap. Akhirnya bantuan pun datang dari Binjai, BRIMOB datang dengan jumlah yang banyak. BRIMOB mengejar masyarakat, melihat itu masyarakat pun lari menyelamatkan diri. Banyak korban luka-luka saat itu, korban meninggal juga ada. Bukan hanya dari anggota organisasi PP saja yang menjadi korban, masyarakat juga ada yang menjadi korban. Menurut beliau, seandainya pemilik penginapan tidak bertindak untuk menghalangi penyerangan tersebut, pasti akan terjadi pertumpahan darah di Bukit Lawang. Mengingat saat kejadian anggota organisasi PP tidak mengenakan uniformnya dan masyarakat yang satu Kecamatan Bahorok yang belum tentu saling mengenal, bisa saja membuat mereka menjadi salah sasaran. Beliau juga bercerita bahwa sebelum anggota organisasi PP diserang oleh masyarakat, tahun 90-an anggota organisasi PP dengan anggota organisasi IPK berperang, hubungan kedua organisasi saat itu tidak baik. Namun setelah peristiwa ini organisasi kepemudaan seperti itu tidak diizinkan lagi masuk ke wilayah pariswisata Bukit Lawang. Dampak peristiwa berdarah ini sampai ke Kuala, organisasi kepemudaan apapun tidak ada lagi di Kecamatan Bahorok. Namun sekarang organisasi kepemudaan seperti ini mulai masuk ke Kecamatan Bahorok, dan untung saja organisasi tersebut tidak ada di Bukit Lawang. Masyarakat Bukit Lawang jelas Universitas Sumatera Utara menolak. Menurut beliau, setelah peristiwa tersebut organisasi PP tidak berani muncul di Bukit Lawang, mereka datang menggunakan uniform juga tidak berani, mereka memperkenalkan diri bahwa mereka adalah anggota organisasi PP juga pasti takut. Bahkan masyarakat Bukit Lawang yang dulunya adalah bekas anggota organisasi PP cabut dari Bukit Lawang, meninggalkan keluarganya. Namun sekarang mereka mulai berani muncul kembali ke Bukit Lawang dan masyarakat tidak mempermasalahkan hal tersebut. Bagi masyarakat Bukit Lawang sendiri dampak dengan tidak adanya lagi organisasi tersebut sangat besar, apalagi bagi pemilik toko-toko kecil, mereka sangat senang karena dapat berdagang dengan tenang, masyarakat dapat melakukan aktivitasnya dengan tenang kembali. 6. Nama : LW Umur : 42 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan SukuAgama : JawaIslam Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA Ibu LW lahir dan besar di Desa Perk. Bukit Lawang. Setelah tamat SMA informan bekerja di Medan, namun setelah menikah pindah kembali ke Desa Bukit Lawang. Ibu LW adalah istri dari Bapak GR yang sebelumnya saya wawancara juga. Beliau sangat ramah dan sudah seperti keluarga bagi peneliti. Sebelumnya peneliti dengan beberapa teman kuliah yang berada dalam satu kelompok pernah melakukan penelitian di Bukit Lawang, dari sinilah awal Universitas Sumatera Utara mulanya peneliti akrab dengan beliau. Kami yang pada saat itu melakukan penelitian selama 10 hari memesan makanan di warung beliau, menghabiskan masa-masa istirahat kami di warung beliau, dan mendapat informasi penting yang mendukung penelitian kami dari beliau. Jika peneliti tiba di Bukit Lawang maka warung beliaulah yang pertama kali peneliti singgahi, beristirahat sejenak di warung beliau lalu melanjutkan perjalanan. Beliau mencuci piring saat informan mewawancarainya, beliau bercerita bahwa tahun 90-an organisasi PP sudah masuk ke Bukit Lawang. Awal organisasi PP masuk ke Bukit Lawang biasa-biasa saja tanggapan masyarakat. Namun lama- kelamaan sebagian masyarakat mulai merasakan keresahan dengan adanya organisasi ini. Semenjak adanya organisasi ini, sering terjadi kerusuhan di Bukit Lawang. Beliau dan masyarakat yang buka usaha seperti toko-toko kecil, warung, usaha cenderamata, dan yang lainnya terpaksa tutup kalau terjadi kerusuhan. Bukan hanya usaha-usaha yang ada di sekitar terjadi kerusuhan tersebut tutup, namun semua usaha yang ada Bukit Lawang terpaksa tutup. Masyarakat Bukit Lawang yang memiliki usaha tak jarang dihimbau untuk menutup usahanya saat rombongan anggota organisasi PP datang. Hal ini terkesan seakan-akan masyarakat seperti ketakutan, beliau sendiri mengeluh kalau warungnya tutup terus seperti itu bagaimana beliau mencari nafkah. Akibat dari keresahan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh masyakat inilah yang menjadi pemicu ditolaknya organisasi PP di Bukit Lawang. Masyarakat mulai berontak dan melakukan penyerangan untuk mengusir organisasi PP ini dari Bukit Lawang. Beliau mengingat bentrokan-bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan anggota organisasi PP yang terjadi sangat sengit. Namun yang paling Universitas Sumatera Utara diingat beliau adalah saat anggota organisasi PP datang menyerang masyarakat Bukit Lawang. Itu dimulai pada malam hari, banyak botol-botol yang dipecahkan oleh masyarakat untuk menghalangi jalan anggota organisasi PP yang tiba-tiba datang menyerang. Saat itu tidak ada korban meninggal, mungkin hanya luka-luka saja. Selama penyerangan, tidak ada bantuan datang dari polisi mungkin mengingat kejadian yang berlangsung pada malam hari dan tidak sempat untuk mengabari polisi. Bentrokan tersebut selesai begitu saja, penyerang mundur karena tidak bisa maju akibat pecahan-pecahan botol yang banyak berserakan. Namun bentrokan yang paling puncak, yang menurut beliau tidak akan bisa dilupakan oleh masyarakat Bukit Lawang adalah penyerangan masyarakat terhadap anggota organisasi PP yang terjadi tahun 2001, hal itu terjadi sebelum banjir bandang melanda Bukit Lawang. Saat itu anggota organisasi PP melakukan pertemuan di penginapan milik Pak DL. Masyarakat yang sebelumnya sudah merasa muak dengan anggota organisasi PP ini pun akhirnya mengepung anggota organisasi PP, yang juga pada saat itu bersembunyi di aula yang dikelilingi oleh kolam. Para anggota PP tidak berani keluar dari aula tersebut, masyarakat sendiri menunggu mereka keluar di sekitar kolam tersebut. Penyerangan ini berlansung hingga dua hari, pada siang hari beliau beserta ibu lainnya dikhususkan untuk memasak nasi dan lauknya bagi masyarakat Bukit Lawang yang berjaga-jaga saat itu sedangkan malam harinya para ibu pulang ke rumah. Polisi saat penyerangan tersebut datang untuk melerainya. Menurut beliau saat polisi menyerang, masyarakat tetap berontak yang mungkin karena sudah dendam sebelumnya. Rasa kemanusiaan yang ada pada masyarakat, rasa sosial, dan rasa kasihan yang berniat agar tidak ada lagi korbanlah yang akhirnya Universitas Sumatera Utara menghentikan masyarakat melakukan penyerangan bukan karena masyarakat respect kembali terhadap organisasi PP tersebut. Masyarakat Bukit Lawang sendiri yang menyelamatkan mereka saat itu. Bentrokan pun berakhir dan inilah yang menjadi akhirnya. Dari sinilah akhirnya organisasi PP tidak dibenarkan ada di Bukit Lawang. Masyarakat sangat menyetujui kesepakatan ini, dan saat itu jugalah organisasi PP tidak ada lagi di Bukit Lawang. Dalam jangka panjang setelah peristiwa tersebut benar adanya bahwa tidak ada organisasi kepemudaan seperti itu lagi ada di Bukit Lawang. Namun belakangan ini beliau bercerita bahwa rombongan anggota PP lengkap dengan atributnya mulai datang ke Bukit Lawang, kalau dulu mereka tidak berani datang ke Bukit Lawang lengkap dengan seragamnya. Padahal hal ini tidak mempengaruhi masyarakat, kalau mereka datang sebatas piknik saja, tanggapan masyarakat biasa saja dan masyarakat terima saja. Namun kalau untuk berdiri kembali di Bukit Lawang, masyarakat tidak suka dan pasti jelas akan menolak. Tanggapan beliau sendiri terhadap anggota organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK terkesan seperti preman, bersifat arogan, layaknya adu kekuatan. Kesan seperti inilah yang didapat dari organisasi tersebut yang menjadi trauma bagi beliau atau mungkin masyarakat lainnya. Menurutnya bukan organisasinya yang menjadi masalah namun oknumnya. Seandainya anggota-anggota organisasi tersebut tidak seperti itu, masyarakat pasti bisa menerimanya. Kalau kesan yang diberikan oleh organisasi tersebut baik, masyarakat pasti suka dan mendukungnya. Universitas Sumatera Utara 7. Nama : M.P.A Umur : 71 Tahun SukuAgama : JawaIslam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswata Pendidikan : SMA Beliau adalah masyarakat Bukit Lawang yang tinggal di Gotong Royong, sudah hampir 30 tahun beliau dan keluarga tinggal di Bukit Lawang. Dulu beliau adalah salah satu anggota organisasi PP namun sekarang tidak lagi. Saat itu masyarakat Bukit Lawang lumayan banyak yang menjadi anggota organisasi PP. Tanggapan awal beliau saat masuk organisasi PP masih aman-aman saja, namun sejak tahun 2001 saat IPK mulai masuk di Bukit Lawang mulai terjadi keguncangan. Anggota organisasi PP sering bentrok dengan anggota organisasi IPK, tiap kali ketemu kedua organisasi ini pasti menyebabkan keributan. Bentrokan yang terjadi antara kedua organisasi ini menyebabkan masyarakat khususnya Bukit Lawang merasa tidak nyaman. Selain itu, banyak pengutipan liar yang terjadi, beberapa pos dijaga oleh anggota organisasi PP mulai dari Rambu, Gapura, Palang, Pondok harus dilewati oleh wisatawan untuk masuk ke Bukit Lawang. Saat itu restribusi masuk ke Bukit Lawang, wisatawan dikenakan biaya sebesar Rp 1500,- per kepala, belum lagi wisatawan harus membayar parkiran yang cukup tinggi jika wisatawan membawa kendaraan. Tarif parkir sepeda motor yang besar dikenakan biaya Rp 10.000,- sedangkan bus dikenakan Rp 20.000,-. Tarif parkir kendaraan tersebut dihitung dari mulai kendaraan tersebut masuk Bukit Lawang hingga keluar, lainnya halnya Universitas Sumatera Utara jika pemilik kendaraan tersebut menginap di Bukit Lawang bisa dikenakan biaya Rp 50.000,- per malamnya. Juga terdengar kabar bahwa ada rencana anggota organisasi PP membuat tarif parkiran sebesar Rp 2000,00 per jamnya. Hal ini jelas tidak diterima oleh masyarakat, ini bisa mengakibatkan jumlah wisatawan yang datang ke Bukit Lawang akan semakin berkurang mengingat banyaknya kutipan- kutipan di daerah wisata tersebut. Belum lagi bentrokan yang terjadi antara organisasi PP dengan organisasi IPK akibat perebutan ‘lahan’ dalam mencari keuntungan sontak membuat masyarakat sangat marah dan konflik pun terjadi. Saat penyerangan masyarakat Bukit Lawang terhadap anggota organisasi PP di penginapan milik Pak DL, beliau sendiri tidak ikut dalam pertemuan organisasi PP tersebut. Beliau saat itu bekerja menjadi security di Ecolog, saat penyerangan beliau tetap berjaga di Ecolog tersebut. Penyerangan ini terjadi selama 2 hari 1 malam, namun peristiwa besarnya yaitu pada malam hari hingga pagi. Masyarakat Bukit Lawang menggunakan batu dan bambu dalam penyerangan tersebut. Akhirnya BRIMOB pun turun tangan untuk membubarkan konflik tersebut, senjata api dengan peluru karet digunakan oleh BRIMOB untuk menghentikan penyerangan oleh masyarakat. Korban luka-luka ada ditemukan saat konflik tersebut, belum lagi banyak sepeda motor milik anggota organisasi PP dibakar oleh masyarakat. Setelah konflik besar tersebut organisasi PP akhirnya bubar, bukan hanya organisasi PP saja, organisasi IPK juga turut bubar. Masyarakat juga membuat kesepakatan bahwa Bukit Lawang tidak menerima jika organisasi PP dan organisasi kepemudaan dalam bidang karya dan kekaryaan berdiri di Bukit Lawang. Pengusiran masyarakat atas organisasi ini menimbulkan dampak yang Universitas Sumatera Utara besar di Bukit Lawang. Bentrokan-bentrokan yang dulu sering terjadi di Bukit Lawang tidak ada lagi. Masyarakat Bukit Lawang juga tidak ketakutan lagi dan tenang saat mencari nafkah dan wisatawan akan merasa nyaman dan aman saat berkunjung ke Bukit Lawang. Beliau sendiri setuju dengan penolakan organisasi PP dan organisasi kepemudaan lainnya dari Bukit Lawang, Bukit Lawang menjadi aman dan masyarakat tidak resah lagi, pendatang juga aman. Sampai saat ini, organisasi PP tidak pernah melakukan pendekatan kembali kepada masyarakat. 8. Nama : JN Umur : 44 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki SukuAgama : JawaIslam Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SD Beliau sebenarnya lahir di Bukit Lawang, tapi masa kecil hingga dewasanya beliau dan orangtua serta keluarganya tinggal di Pulau Jawa. Tahun 1982 beliau beserta orangtua dan saudaranya lagi pindah ke daerah asalnya yaitu di Bukit Lawang tepatnya di Gotong Royong, namun saat itu beliau sendiri mencoba mencari nafkah di Desa Musan masih perkampungan lewat Desa Kendit. Di Desa Musan inilah beliau bertemu dengan isterinya dan memiliki 2 orang anak hasil dari pernikahan mereka. Tahun 1983 beliau sempat pindah ke Universitas Sumatera Utara Aceh, namun tahun 1984 sampai sekarang beliau, isteri serta kedua anaknya menetap kembali di Bukit Lawang. Tanggapan awal beliau saat organisasi PP masuk ke Bukit Lawang biasa- biasa saja karena menurutnya tujuan awal mereka mendirikan organisasi tersebut di Bukit Lawang untuk kebaikan, namun ternyata lama-kelamaan kekuasaan tersebut disalahgunakan mereka dari mulai harga padi, getah dikenakan pajak, adanya rencana tarif parkiran kira perjam. Saat itu, pekerjaan beliau adalah mencari-cari tamu, membantu wisatawan dalam mencari penginapan. Saat adanya organisasi PP di Bukit Lawang dengan pekerjaan beliau saat itu secara langsung memang tidak merugikan beliau, namun adanya pajak dari hasil bumi dan tarif parkiran yang tinggi menyebabkan secara tidak langsung merugikan beberapa pihak. Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi marah dan penyerangan yang spontanitas pun terjadi. Ada beberapa pertikaian yang terjadi antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP. Namun yang paling jelas diingat oleh beliau adalah saat penyerangan masyarakat terhadap anggota organisasi PP di salah satu penginapan di Bukit Lawang. Beliau ikut menyerang saat penyerangan tersebut, penyerangan akhir yang menyebabkan tidak adanya organisasi PP atau organisasi kepemudaan yang bersifat kekaryaan di Bukit Lawang. Beliau bercerita bahwa saat itu organisasi PP mengadakan acara di salah satu aula yang dikelilingi kolam di Bukit Lawang. Mendengar bahwa organisasi PP mengadakan acara, masyarakat Bukit Lawang mulai berjaga-jaga mengingat hubungan antara masyarakat dengan anggota organisasi yang tidak baik. Namun puncaknya saat mendengar penuturan salah satu masyarakat yang mengatakan bahwa anggota organisasi PP menyimpan Universitas Sumatera Utara pedang panjang di dalam mobil, masyarakat curiga dan mempertanyakan tentang penyimpanan senjata tersebut yang menurut beliau mungkin digunakan mereka untuk berjaga-jaga. Emosi masyarakat pun memuncak dan masyarakat akhirnya menyerang mereka. Penyerangan tersebut sangat menegangkan, mobil yang terpakir di sekitar aula dibakar oleh masyarakat. Selama penyerangan itu berlangsung, beliau dan beberapa masyarakat tidak tidur, mereka berjaga sampai 2 malam. Masyarakat Bukit Lawang semuanya ikut menyerang, bukan hanya desa ini saja Desa Samperaya dan Desa Timbang Lawan saat itu juga turut dalam penyerangan. Sebagian masyarakat dari kedua desa tersebut ikut tergabung dengan masyarakat Bukit Lawang dalam penyerangan tersebut. Saat penyerangan masyarakat menggunakan botol sebagai senjatanya. Botol-botol banyak berpecahan saat itu. Bantuan dari polisi pun datang, polisi mulai mengawal anggota organisasi PP keluar dari aula tersebut, masyarakat yang masih penuh dengan emosi tetap menyerang. Sampai-sampai kantor polisi yang ada di Bahorok menjadi sasaran amukan masyarakat karena menghalangi masyarakat saat penyerangan tersebut. Penyerangan makin sengit, saat itulah datang bantuan BRIMOB yang menurut beliau datang dari Binjai atau Medan. Melihat hal tersebut, polisi dengan menggunakan senjata peluru karet menembakkan senjata ke arah masyarakat bermaksud untuk membubarkan masyarakat Masyarakat pun akhirnya bubar dan tidak menyerang lagi. Saat penyerangan tersebut banyak yang menjadi korban, ada korban luka-luka, sampai-sampai korban meninggal juga ada. Anggota organisasi PP yang merupakan masyarakat Bukit Lawang sendiri pun ada yang lari menyelamatkan diri saat penyerangan tersebut. Saat kondisi Bukit Lawang Universitas Sumatera Utara aman, mereka kembali lagi. Masyarakat Bukit Lawang tidak mempermasalahkan tentang kedatangan mereka. Setelah peristiwa menegangkan tersebut berakhir, para pembesar di Bukit Lawang mengadakan pertemuan. Beliau sendiri hanya berada di belakang saja, tidak turut campur dalam pertemuan yang dilakukan para pembesar tersebut. Dari pertemuan inilah disepakati bahwa organisasi PP tidak diizinkan lagi ada di Bukit Lawang demi menjaga ketentaraman masyarakat dan menjaga kenyamanan wisatawan yang datang berkunjung ke Bukit Lawang. Masyarakat sangat setuju dengan kesepakatan ini dan sejak saat itulah tidak pernah adalagi organisasi PP di Bukit Lawang. Seandainya organisasi PP mengadakan acara di Bukit Lawang, beliau dan masyarakat menerima selagi maksud organisasi tersebut baik dan tidak merusuh. Beliau mengingat bahwa dulu pernah organisasi PP mengadakan acara di Bukit Lawang, masyarakat tidak merusaknya karena maksud organisasi PP hanya menggunakan Bukit Lawang sebagai tempat pertemuannya saja. Beliau menerima jika anggota organisasi PP datang ke Bukit Lawang, tetapi sangat menolak jika organisasi PP berdiri di Bukit Lawang. Menurut beliau organisasi kepemudaan itu sebenarnya baik, hanya saja oknumnya yang menyalahgunakan kekuasaan mereka pada saat itu. Universitas Sumatera Utara 9. Nama : D.L Umur : 36 Tahun SukuAgama : Batak KaroIslam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Guide Pendidikan : SD Pak DL sebenarnya berasal dari Kota Binjai, namun sejak umur 7 tahun beliau dan keluarga pindah dan menetap di Bukit Lawang sampai sekarang. Dari kecil beliau sudah menjadi pemandu wisata, bukan hanya wisatawan lokal saja bahkan saat kecil beliau berani atau percaya diri memandu wisatawan asing dengan keterbatasan kosa-kata asing. Beliau sangat humoris, sampai-sampai saat diwawacarai beliau terkesan tidak serius menjawab karena lawakan-lawakan yang dilontarkannya berkepanjangan. Tetapi sebenarnya itu dilakukan beliau agar suasana saat diwawancarai tidak canggung dan agar peneliti bisa leluasa ketika bertanya. Beliau adalah salah satu anggota dari HPI, dari dulu beliau sudah tergabung di organisasi HPI. Menurutnya ini lebih cocok dengannya dimana HPI sangat membantu pekerjaan beliau. Beliau bercerita bahwa alasan beliau dan masyarakat Bukit Lawang menolak organisasi PP ini adalah adanya keresahan yang semakin besar yang dirasakan masyarakat akibat dari tindakan anggota organisasi PP. Mayarakat terkejut saaat mendengar adanya rencana tarif parkiran per jamnya Rp 2000, 00. Ini jelas sangat merugikan masyarakat karena akan mengurangi jumlah wisatawan yang berniat datang ke Bukit Lawang. Bukit Lawang adalah daerah pariwisata dan masyarakat mencari nafkah dari tempat wisata ini. Selain itu adanya pengutipan- Universitas Sumatera Utara pengutipan liar, masyarakat yang bekerja atau yang mempunyai ladang dikenakan pajak getah kong. Organisasi PP pada saat itu terkesan seperti mau menguasai dan ingin mengelola Bukit Lawang. Sering terjadi keributan antara masyarakat dengan anggota organisasi PP, penyerangan tiba-tiba oleh anggota organisasi PP terhadap masyarakat juga pernah terjadi. Hal inilah yang menyebabkan beberapa masyarakat takut keluar dari rumah bahkan terpaksa menutup usaha mereka demi menghindar dari sasaran-sasaran yang mungkin saja salah menjadi mengenai mereka saat penyerangan terjadi. Anggota organisasi PP mengadakan musyawarah luar biasa Muslub tentang bagaimana organisasi PP ke depannya di Bukit Lawang di salah satu penginapan di Bukit Lawang. Masyarakat yang trauma dengan keberadaan organisasi ini yang sebelumnya menyebabkan pertikaian jelas menentang kedatangan anggota organisasi PP. Masyarakat menyerang anggota organisasi PP yang berkumpul pada saat itu, masyarakat bermaksud mengusirnya untuk ke luar dari Bukit Lawang. Saat itu suasananya sangat mencekam, anggota organisasi PP tidak berani keluar dari penginapan tersebut, takut menjadi sasaran amukan masyarakat. Beliau bercerita bahwa sebelum masyarakat menyerang, aparat sudah ada disitu, sepertinya aparat tersebut sudah dikoordinir oleh anggota organisasi PP. Namun masyarakat pantang menyerah, masyarakat tetap menyerang. Saat penyerangan tersebut banyak yang menjadi korban luka-luka, baik itu dari anggota organisasi PP tersebut maupun dari masyarakat sendiri. Bantuan dari aparat semakin bertambah bermaksud untuk menghentikan penyerangan tersebut dan akhirnya masyarakat pun tidak melakukan penyerangan lagi. Universitas Sumatera Utara Setelah konflik ini selesai, para tokoh masyarakat di Bukit Lawang mengadakan pertemuan. Dari pertemuan inilah disepakati bahwa organisasi kepemudaan jenis apapun tidak diizinkan ada di Bukit Lawang. Masyarakat setuju dengan keputusan tersebut, beliau sendiri juga sangat setuju dengan keputusan ini. Perjanjian pun terjadi antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP. Semenjak inilah Bukit Lawang menjadi tenang kembali, tidak ada kerusuhan lagi. Sebenarnya bukan hanya di Kecamatan Bahorok saja yang menolak adanya organisasi kepemudaan ini, namun di kecematan lain juga, seperti di Kecamatan Sei Binge. Kalau untuk Bukit Lawang yang menjadi permasalahan masyarakat dengan anggota organisasi PP adalah mengenai tarif parkiran. Sedangkan di Kecamatan Sei Binge adalah masalah pajak kong. Mereka meminta pajak kepada agen-agen getah sebesar Rp 500,- sampai Rp, 1000,- per kg getahnya. Pajak yang menurut agen cukup tinggi menyebabkan agen terpaksa menekan harga getah yang dijual oleh masyarakat. Hal ini jelas mengurangi pendapatan masyarakat setempat. Mendengar bahwa masyarakat Bukit Lawang melakukan penolakan adanya organisasi PP ada di tempat wisatawan tersebut, masyarakat di Kecamatan Sei Binge juga ikut menolak adanya organisasi PP ini di desa mereka. Sampai saat ini, masyarakat Kecamatan Bahorok terutama Bukit Lawang tetap menolak organisasi kepemudaan seperti ini. Beliau mendengar kabar bahwa anggota organisasi tersebut mulai memasuki beberapa desa namun tidak berani menunjukkan jati diri mereka. Namun untung saja sampai saat ini Bukit Lawang belum bisa dimasuki mereka. Oknum-oknum dari organisasi PP menurut beliau Universitas Sumatera Utara sebenarnya ingin mendirikan organisasi tersebut di Bukit Lawang, tapi tidak berani karena trauma dengan kejadian yang lampau yaitu saat penyerangan masyarakat. 10. Nama : AS Umur : 40 Tahun SukuAgama : MinangIslam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mocok-mocok Pendidikan : SMA Bapak AS tidak pernah ikut organisasi kepemudaan di Bukit Lawang, beliau mengaku tidak suka gabung ke organisasi tersebut. Sejak awal Pak AS tidak senang organisasi ini masuk ke Bukit Lawang, menurutnya anggota organisasi tersebut sering membuat kerusuhan di Bukit Lawang. Kerusuhan tersebut disebabkan karena adanya kutipan liar terhadap pemilik kedai atau usaha lain, terhadap tukang kebun, bahkan ‘tamu-tamu’ wisatawan juga kena yang tentu saja menyebabkan wisatawan menjadi malas untuk datang berkunjung ke Bukit Lawang. Kerusuhan yang ditimbulkan oleh anggota PP tersebut mengakibatkan para pemilik kedai atau usaha lain menjadi takut membuka usahanya, takut menjadi sasaran amukan mereka. Hal ini menyebabkan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya melalui wisatawan yang berkunjung ke tempat usahanya pun menjadi sangat berkurang. Konflik antara masyarakat dengan organisasi PP pun tidak terelakkan lagi dan puncaknya adalah saat anggota organisasi PP mengadakan pertemuan di Bukit Universitas Sumatera Utara Lawang. Masyarakat menyerang anggota organisasi yang datang pada saat itu dan bersikeras agar mereka segera meninggalkan Bukit Lawang. Konflik yang terjadi cukup menegangkan, bahkan aparat datang dari Binjai untuk menghentikan konflik tersebut. Korban luka lumayan banyak pada saat konflik tersebut terjadi. Beberapa masyarakat diboyong ke Kapolsek Bahorok untuk dimintai keterangan. Beliau sendiri tidak begitu tahu apa yang terjadi disitu namun yang pasti setelah adanya konflik dibuat kesepakatan oleh masyarakat Bukit Lawang bahwa organisasi kepemudaan yang berbentuk seperti itu tidak terbentuk di Bukit Lawang. Beliau sendiri sangat setuju organisasi PP dan organisasi lainnya ditolak keberadaannya di Bukit Lawang. Para anggota organisasi tersebut menurutnya hanya membuat rusuh saja di Bukit Lawang. Namun organisasi seperti HPI atau yang di bidang kebersihan juga LSM sangat diterima oleh masyarakat, beliau juga sangat mendukung. Semenjak organisasi PP dan organiasasi lainnya tidak ada, Bukit Lawang menjadi lebih aman, wisatawan juga semakin banyak yang berkunjung. Beliau sendiri juga mengaku semenjak konflik selesai, jika ada yang berkunjung ke Bukit Lawang dengan menggunakan seragam atau atribut organisasi, masyarakat setempat akan memelototi orang yang menggunakan atribut tersebut, masyarakat khawatir saja jika mereka merusuh lagi. Universitas Sumatera Utara 11. Nama : VC Umur : 28 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki SukuAgama : JawaIslam Pekerjaan : Mocok-mocok Pendidikan : SMA Saat itu umur VC masih 16 tahun, biasanya umur yang masih tergolong muda ini tertarik untuk mencoba hal yang baru yang mungkin bisa sebagai tempat mengekspresikan dirinya. Teman-temannya saat itu juga ada yang menjadi anggota organisasi PP, mulai dari teman sebaya, teman yang lebih tua. Banyak temannya mengajak dia untuk ikut bergabung, tapi saat itu dia tidak tertarik untuk bergabung. Tanggapan VC saat organisasi kepemudaan ada di Bukit Lawang adalah negatif, selama organisasi kepemudaan ada di Bukit Lawang tidak ada segi positif yang dia dan masyarakat terima. Baginya mungkin di tempat lain ada, namun di Bukit Lawang tidak ada segi positifnya. Menurut VC yang menjadi pemicu konflik adalah anggota organisasi PP saat itu meminta persenan dari hasil pekerja kebun mulai dari pajak dari getah juga karet. Menurutnya persenan yang harus masyarakat setor terlalu besar, tidak setimpal dengan dengan pendapatan mereka. Selain itu masalah tarif parkiran yang rencananya dibuat kira per jam, restribusi masuk yang seharusnya dibayar wisatawan yang hendak berkunjung ke Bukit Lawang hanya sekali yaitu untuk pemda, namun saat itu juga harus membayar ke pos lain yang dijaga oleh anggota organisasi kepemudaan. Hal ini sontak membuat masyarakat menjadi geram, Universitas Sumatera Utara wisatawan akan semakin berkurang jika hal seperti ini terus berlanjut mengingat banyaknya pungutan-pungutan. Semenjak organisasi kepemudaan seperti ini ada di Bukit Lawang, tidak jarang sering terjadi keributan, baik antara anggota organisasi yang berbeda, anggota organisasi PP dengan masyarakat. Saat umur VC 16 tahun, masih jelas diingatnya bahwa anggota organisasi PP pernah menyerang masyarakat Bukit Lawang. Saat itu masyarakat sangat kaget namun masyarakat tetap berusaha menjaga Bukit Lawang agar tidak dihancurkan oleh rombongan anggota organisasi PP tersebut. Masyarakat pantang menyerah walau anggota organisasi PP saat itu tidak sebanding banyaknya dengan masyarakat dan perjuangan masyarakat tidak sia-sia, penyerang akhirnya mundur. Untung saja saat itu Bukit Lawang tidak sampai hancur, walau sedikit porak-poranda mengingat banyaknya pecahan-pecahan botol yang berserakan di sekitar tempat penyerangan. Konflik yang paling puncak adalah saat ada pelantikan yang diadakan organisasi PP di salah satu penginapan di Bukit Lawang. Masyarakat yang mendengar tentang kedatangan organisasi tersebut berencana menyerang mereka sebagai balasan aksi penyerangan tiba-tiba oleh anggota organisasi PP terhadap masyarakat Bukit Lawang juga masyarakat yang geram akan kelakuan anggota organisasi PP yang seakan-akan menguasai. Masyarakat berkumpul dan langsung menyerang anggota organisasi PP yang berkumpul saat itu, masyarakat mengusir mereka untuk segera meninggalkan Bukit Lawang. Sekitar 2 jam kemudian saat masyarakat yang masih mengepung anggota organisasi PP tersebut, aparat dari Binjai datang untuk membubarkan masyarakat. Saat itu memang aparat dari Bahorok juga ada namun tidak berhasil menghentikan amarah masyarakat Universitas Sumatera Utara mengingat jumlah aparat yang sedikit. Bentrokan pun terjadi antara masyarakat dengan aparat dari Binjai, hal ini disebabkan emosi masyarakat yang masih memuncak dan tidak ingin menghentikan penyerangan. Aparat terpaksa menggunakan senjata dengan peluru karet peluru kosong untuk menghentikan aksi masyarakat tersebut. Konflik ini terjadi cukup lama, memakan waktu 24 jam. Korban luka-luka banyak, sampai korban meninggal juga ada saat itu. Setelah konflik ini selesai, para penatua di Bukit Lawang berkumpul dan mengadakan kesepakatan bahwa Bukit Lawang tidak menerima organisasi kepemudaan yang seperti ini lagi, kecualai organisasi HPI dan juga LSM. Menurut VC semenjak organisasi PP tidak ada lagi di Bukit Lawang, kerusuhan tidak pernah lagi ada dan Bukit Lawang menjadi tenang kembali. Respon atau perlakuan masyarakat terhadap anggota organisasi PP yang merupakan masyarakat Bukit Lawang sendiri biasa saja karena mereka juga langsung keluar dari keanggotaan organisasi tersebut. Sampai saat ini menurutnya organisasi PP atau organisasi kepemudaan seperti PP tidak pernah melakukan pendekatan kembali kepada masyarakat untuk mendirikan kembali organisasi tersebut di Bukit Lawang. Universitas Sumatera Utara

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

5.1 Pandangan Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan

Organisasi adalah sekelompok individu yang berkumpul dalam suatu wadah untuk mencapai tujuan yang sama, organisasi itu sebuah wadah yang menampung aspirasi, cita-cita, harapan orang-orang. Arti penting Organisasi Pemuda Pancasila dalam masyarakat yaitu menjadi organisasi besar yang memberikan kontribusi berarti bagi pembangunan Indonesia dan organisasi kepemudaan yang memiliki tugas dan tanggungjawab yang sangat besar terhadap kelangsungan bangsa dan negara sebab pemuda adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. Seperti penuturan informan, JN lk, 44 tahun sebagai berikut: “Organisasi baik yahh kalau tujuannya juga baik. Tanggapan awal saya terhadap organisasi Pemuda Pancasila biasa-biasa saja karena tujuan pertamanya kan orang itu membuat organisasi ini untuk kebaikan” Hal yang sama diungkapkan oleh informan, M.P.A lk, 71 tahun sebagai berikut: “Waktu PP disini itu aman-aman saja” Pandangan masyarakat pada umumnya terhadap organisasi adalah salah satu wadah didalam masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi bersama untuk mencapai tujuan. Awal keberadaan organisasi kepemudaan di Bukit Lawang sudah mendapatkan perhatian dari masyarakat, masyarakat menganggap bahwa organisasi kepemudaan juga untuk membentuk karakter Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

21 157 59

Persepsi Masyarakat Terhadap Organisasi Sosial Kepemudaan (Studi Deskriptif pada Majelis Pimpinan Cabang Organisasi Pemuda Pancasila di Jl. Rangkuti No.7 Kabupaten Simalungun)

4 97 99

Bukit Lawang (Studi Deskriptif Mengenai Peran Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kabupaten Langkat)

7 91 96

HUBUNGAN OBJEK WISATA BUKIT LAWANG DENGAN KEGIATAN USAHA MASYARAKAT (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT BUKIT LAWANG KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT).

0 3 27

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

0 0 9

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

1 1 6

B. Daftar Pertanyaan - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Kepemudaan - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 9

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

0 1 10