Anggota organisasi Pemuda Pancasila yang saat itu adalah organisasi kepemudaan yang lebih besar dibanding dengan organisasi kepemudaan lain lebih
menguasai lahan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Bukit Lawang. Hal ini menyebabkan anggota organisasi kepemudaan lain tidak menerima keadaan
tersebut dan akhirnya mulailah konflik antara organisasi kepemudaan ini dalam memperebutkan daerah kekuasaan. Akibat hal ini, masyarakat Bukit Lawang
terganggu dengan adanya keributan- keributan yang ditimbulkan dari anggota organisasi kepemudaan ini.
5.3.2 Penyelesaian Konflik
Penyelesaian konflik antara masyarakat Bukit Lawang dengan Organisasi kepemudaan khususnya Pemuda Pancasila, konflik yang berlarut-larut dan besar
yang dilakukan merupakan penyelewangan fungsi sebuah organisasi terhadap lingkungan eksternal masyarakat. Konflik ini mempunyai dampak negatif yang
besar terhadap kepentingan masyarakat Bukit Lawang, maka dillakukan sesuatu untuk menurunkan tingkat konflik sampai pada tingkat kesepakatan bersama yang
dapat diterima. Teknik-teknik penyelesaian konflik yang dilakukan antara masyarakat
dengan organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila PP adalah dengan pemecahan masalah bersama. Teknik ini membutuhkan pihak-pihak yang berkonflik untuk
saling bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar dari konflik dan bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan pemecahan masalah. Tujuannya
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk memecahkan masalah dan bukan sekedar sebagai pendangan yang ada. Berikut pernyataan informan, J.P.M lk, 37 tahun mengenai pemecahan
masalah antara masyarakat dengan Pemuda Pancasila PP. “Polisi datang untuk penyelamatan untuk anggota organisasi
PP. Untuk hukum kan seburuk apa pun manusia kan ada jalan hukum yang harus ditempuh, bukan kita main hakim sendiri kan.
Kalau membentuk suatu organisasi harus ada persetujuan camat, Kapolsek sama Koramil, pemerintah setempat harus
mengetahui. Itulah mengapa masyarakat mengamuk dengan pemerintah setempat, mengapa itu dibiarkan, mengapa itu
diterima ada pembentukan organisasi disini. Setelah kejadian kami semua dan pemerintah sepakat kalau organisasi itu tidak
diizinkan ada disini.”
Pemecahan masalah bersama yang dilakukan antara masyarakat dengan Pemuda Pancasila PP adalah dengan kerja sama, hal ini dilakukan untuk
mencari titik-titik perbedaan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan Pemuda Pancasila PP bukan untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang
salah atau siapa yang benar. Hal ini diungkapkan oleh informan, JN lk, 44 tahun sebagai berikut:
“Setelah itu, orang-orang yang dituakan berkumpul sama aparat, Abang kan di belakang saja. Disitulah disepakati bahwa
organisasi PP tidak diberi izin ada di Bukit Lawang ini.”
Adapun yang dilakukan masyarakat dan organisasi Pemuda Pancasila PP untuk menyelesaikan masalah dipertemukan oleh pihak yang ketiga yaitu Aparat
berwenang Kepolisian. Kesepakatan bersama dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat dan juga sebagai Organisasi
Kepemudaan Pemuda Pancasila PP. Kesepakatan bersama yang diambil diantaranya adalah Organisasi PP tidak diijinkan lagi berdiri di Bukit Lawang, dan
Universitas Sumatera Utara
anggota organisasi Pemuda Pancasila PP bisa menerima keputusan itu, karena memang anggota organisasi PP lah yang memulai berkonflik dengan masyarakat.
Selain itu, penyelesaian konflik mencoba untuk menonjolkan pandangan- pandangan yang sama dari kedua pihak. Hal ini menunjukkan bahwa penyelesaian
konflik tidak memungkinkan lagi masyarakat dan anggota organisasi Pemuda Pancasila untuk berkonflik lagi. Masyarakat dan anggota organisasi Pemuda
Pancasila bekerja sama untuk mencari solusi terbaik, kedewasaan organisasi Pemuda Pancasila juga mempunyai peranan penting untuk menyelesaikan konflik.
Pemuda Pancasila dengan berbesar hati juga menerima dan menyepakati tidak datang lagi untuk mengusik ketentraman masyarakat. Berikut kutipan dari salah
satu informan, DL lk, 36 tahun mengenai penyelesaian konflik. “Setelah konflik selesai, tokoh masyarakat Bukit Lawang
berkumpul. Disepakatilah bahwa organisasi kepemudaan jenis apapun tidak diizinkan lagi ada di Bukit Lawang. Dibuatlah
perjanjian antara masyarakat dengan anggota organisasi PP. Disini pun jadi tenang kembali, ga ada lagi kerusuhan.”
Upaya penyelesian konflik dengan melalui persetujuan kedua belah pihak konsensus yaitu dengan duduk bersama dan membicarakan situasi dan yang
telah terjadi sebelumnya dan mendalami akar dari sumber konflik. Penyelesaian dengan teknik kerjasama kedua belah pihak cukup berhasil terhadap kedua belah
pihak sejak dilakukan, tidak pernah terjadi lagi konflik antara masyarakat dengan organisasi Kepemudaan Pemuda Pancasila PP. Keseksusesan dan lancaranya
penyelesaian konflik ini tidak terlepas dari hubungan erat aturan bersama yang bisa dipahami dan saling pengertian antara kedua belah pihak. Hal ini tidak
terlepas juga dari wewenang formal dari pihak keamanan khususnya dari
Universitas Sumatera Utara
Kepolisian Ressort Langkat yang langsung turun ke lapangan. Pihak Berwenang berinisiatif untuk mengurangi derajat konflik antara masyarakat dengan
Organisasi kepemudaan Pemuda Pancasila. Kedua belah pihak dipertemukan yang digagas oleh pihak Kepolisian Ressort Langkat. Hal ini diungkapkan oleh
informan, MS lk, 51 tahun sebagai berikut: “…Setelah itu berkumpullah tokoh masyarakat disini, anggota
organisasi PP itu juga sama Kapolsek membicarakan masalah ini. Jadi keputusannya akhirnya itu bahwa organisasi Pemuda
Pancasila ini tidak diizinkan lagi berdiri di Bukit Lawang.” MS
Hal ini diperkuat oleh informan, AS lk, 40 tahun sebagai berikut: “Itu dibawakan ke Kapolsek Bahorok, saya kurang tau pasti gimana
terakhir penyelesaiannya, yang penting disepakati bahwa tidak terbentuk lagi organisasi kepemudaan yang seperti ini.”
Masyarakat dan organisasi Pemuda Pancasila PP mengakui dan menerima pihak yang berwenang terlibat dalam proses penyelesaian konflik,
pihak yang berwenang juga turut memberikan kontribusi agar masyarakat juga dan organisasi Pemuda Pancasila untuk duduk bersama menyelesaikan konflik
yang telah banyak merugikan masyarakat sekitar, yang sebagian besar adalah saudara mereka.
5.4 Sikap Masyarakat Terhadap Organisasi Pasca Konflik