Pengaruh Pelaksanaan Pemberian Insentif Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara

(1)

PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP

MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

HARDI PASARIBU 057019014/IM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

Judul Tesis : PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Hardi Pasaribu Nomor Pokok : 057019014 Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si.) (Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr. Rismayani, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)


(3)

TELAH DIUJI PADA

TANGGAL : 01 Maret 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si.

ANGGOTA : 1. Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si. 2. Dr. Rismayani, MS

3. Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri 4. Drs. Syahyunan, M.Si.


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

“PENGARUH PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP

MOTIVASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN PROVINSI

SUMATERA UTARA”

adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2008 Yang membuat pernyataan

Hardi Pasaribu


(5)

ABSTRAK

Pegawai merupakan aset utama suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu setiap organisasi berusaha untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan memberikan insentif. Insentif yang diberikan pada umumnya berbentuk finansial dan non finansial. Melalui pemberian insentif ini, diharapkan akan meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sebagaimana direncanakan. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut James Gibson dan teori insentif menurut Sarwoto.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh pelaksanaan pemberian insentif yang terdiri dari finansial dan non finansial terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelaksanaan pemberian insentif terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara (interview), daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 orang. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan sifat penelitian adalah descriptive explanatory reseach. Variabel diukur dengan skala Ordinal.

Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda, melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).

Hasil pengujian dengan uji F menunjukkan pemberian insentif yang terdiri insentif finansial dan insentif non finansial berpengaruh highly significant terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. Secara parsial, insentif finansial dan insentif non finansial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.


(6)

ABSTRACT

In achieving the target on an organization, the employee is acknowledged as the main asset. Therefore, each organization is endeavor to improve their motivation as employee to work executed in variously ways, one of the efforts is done in giving incentive. In practice, by giving the incentive is expected able to improve their motivation to work accordingly for achieving the target of organization and it can be achieved as planned. Motivation theory adopted in this study is by James Gibbson, and incentive theory by Sarwoto.

The formulation of matter in this study is how far the effect of incentive in execution that comprising a financial and non financial on the motivation of working the employee of Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. The objective of this study is to know and analyze the effect of incentive as implemented on the working motivation of employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.

The technique of data collecting there are executed by observation, interview, provided questionaire and by a documentation study. The sample in this study amount 74 people. The approaching to this study is a quantitative descriptive with a descriptive explanatory research. To assess the variable is with ordinal scale.

The hypotesis test adopted there a multple linear regression through F test and t test aimed to know the effect of the independent variable on the dependent variable on the confidence of rate at 95 % (α = 0.05).

The result with F test shows that presenting an incentive comprising either financial incentive and non financial incentive have highly significantly effect on the motivation of waorking the employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara. Partially, financial incentive and non financial incentive have a positively and significant effect toward the working motivation the employee Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan petunjuk-Nya kepada penulis dalam masa proses menuntut ilmu dan menyelesaikan tugas akhir penyusunan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang meneliti masalah kualitas

pelayanan dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Pemberian Insentif Terhadap

Motivasi Kerja Pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara”.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp(AK), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.

2. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B.M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Rismayani, S.E.,MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof.Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si, selaku Ketua Pembimbing atas arahan dan bimbingannya dalam penyelesaian tesis ini.


(8)

5. Bapak Amlys S. Silalahi, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dari awal hingga akhir penelitian ini.

6. Ibu Dr. Rismayani, S.E.,MS, Bapak Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri, dan Drs.

Syahyunan, M.Si, selaku Komisi Pembanding atas saran yang diberikan.

7. Bapak, Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Orang tua penulis S. Pangihutan Pasaribu (alm) dan Pastina Marpaung yang

memberikan perahtian, motivasi, saran, serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Isteri tercinta Syafridah Siregar serta anak tersayang Nadira, Ameliya, Haikal, dan Haidar atas kesabaran, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan penyusunan tesis ini.

10.Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada pembaca. Semoga Allah SWT memberi hidayah dan taufik kepada kita. Amin.

Medan, Pebruari 2008 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Hardi Pasaribu, lahir pada tanggal 6 Januari 1968 di Tapanuli Selatan, anak pertama dari dua bersaudara dari ayahanda S. Pangihutan Pasaribu (alm) dan Pastina Marpaung, memeluk agama Islam, tinggal di Jl. Tombak No. 38 Medan, dengan status sudah menikah dengan Syafridah Siregar dan dikaruniai anak Nadira, Ameliya, Haikal, dan Haidar.

Pada tahun 1980 tamat dari SD Negeri Tapanuli Selatan, pada tahun 1983 tamat dari SMP Negeri Sipagimbar, pada tahun 1986 tamat dari SMA Negeri 2 Padang Sidempuan, tahun 1991 menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sosial Politik Universitas Graha Nusantara Padang Sidempuan, tahun 2005 melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Sejak tahun 1993 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Tapanuli Tengah.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran... 6

1.6. Hipotesis... 8

BAB II. URAIAN TEORITIS... 9

2.1. Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Motivasi... 10

2.2.1. Pengertian Motivasi... 10

2.2.2. Teori Motivasi ... 12

2.2.3. Faktor-faktor Motivasi... 19

2.3. Teori Insentif ... 28

2.3.1. Pengertian Insentif... 28

2.3.2. Jenis-jenis Insentif ... 30

2.3.3. Program Insentif yang Efektif ... 31

2.4. Keterkaitan Insentif dan Motivasi Kerja ... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 35


(11)

3.2. Metode Penelitian... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 37

3.6. Identifikasi Variabel... 37

3.7. Definisi Operasional... 38

3.8. Pengujian Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 39

3.9. Uji Asumsi Klasik ... 41

3.10. Model Analisis Data... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46

4.1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara 46 4.2. Visi, Misi serta Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 49

4.3. Karakteristik Responden ... 55

4.4. Pernyataan Responden ... 57

4.4.1. Pernyataan Responden terhadap Insentif Finansial ... 58

4.4.2. Pernyataan Responden terhadap Insentif Non Finansial 66 4.4.3. Motivasi Kerja Pegawai ... 72

4.5. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 77

4.5.1. Uji Validitas ... 77

4.5.2. Uji Reliabilitas... 78

4.6. Uji Asumsi Klasik ... 79

4.6.1. Uji Normalitas ... 79

4.6.2. Uji Multikolinieritas ... 81

4.6.3. Uji Heteroskedastisitas ... 82

4.7. Pengujian Hipotesis... 83

4.7.1. Uji Serempak ... 84

4.7.2. Uji Parsial ... 85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 89

5.1. Kesimpulan... 89

5.2. Saran... 89


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Sumatera Utara dari Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, 2001 – 2006 ... 3

3.1. Populasi dan Sampel ... 36

3.2. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian... 39

4.1. Jenis Kelamin Responden ... 55

4.2. Umur Responden... 56

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 56

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan ... 57

4.5. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Insentif ... 58

4.6. Pernyataan Responden terhadap Jumlah Insentif... 59

4.7. Pernyataan Responden terhadap Pelaksanaan Pemberian Insentif... 59

4.8. Pernyataan Responden terhadap Waktu Pemberian Insentif per Tiga Bulan ... 60

4.9. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Jaminan ... 61

4.10. Pernyataan Responden terhadap Jumlah Jaminan... 61

4.11. Pernyataan Responden terhadap Pelaksanaan Pemberian Jaminan ... 62

4.12. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Jaminan Diharapkan Meningkat... 63

4.13. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Tunjangan Keluarga... 63

4.14. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian Tunjangan Kesehatan... 64

4.15. Pernyataan Responden terhadap Kesesuaian THR ... 65

4.16. Pernyataan Responden terhadap Insentif Finansial... 65


(13)

4.18. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Penghargaan meningkatkan

Motivasi Kerja... 67

4.19. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Tanda Jasa... 68

4.20. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Tanda Jasa meningkatkan Motivasi Kerja... 68

4.21. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Fasilitas Kerja ... 69

4.22. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Fasilitas Kerja meningkatkan Produktivitas ... 70

4.23. Pernyataan Responden terhadap Pemberian Perlengkapan Kerja... 70

4.24. Pernyataan Responden terhadap Manfaat Perlengkapan Kerja meningkatkan Produktivitas ... 71

4.25. Pernyataan Responden terhadap Insentif Non Finansial... 72

4.26. Pernyataan Responden terhadap Minat Kerja Pegawai... 73

4.27. Pernyataan Responden terhadap Produktivitas Kerja Pegawai... 73

4.28. Pernyataan Responden terhadap Kehadiran Pegawai ... 74

4.29. Pernyataan Responden terhadap Menyelesaikan Pekerjaan... 74

4.30. Pernyataan Responden terhadap Tanggung Jawab Melakukan Pekerjaan ... 75

4.31. Pernyataan Responden terhadap Menggunakan Waktu Kerja Sebaik-baiknya ... 76

4.32. Pernyataan Responden terhadap Motivasi Kerja Pegawai ... 76

4.33. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 78

4.34. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 81

4.35. Uji Multikolinieritas ... 81

4.36. Uji Heteroskedastisitas ... 83

4.37. Hasil Uji Serempak ... 84


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Kerangka Pemikiran ... 7 4.1. Hasil Uji Normalitas ... 80


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 94

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 100

3. Uji Asumsi Klasik ... 101

4. Pengujian Hipotesis... 103

5. Tabulasi Jawaban Responden... 104


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pegawai adalah aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Pegawai mempunyai pikiran, dorongan perasaan, keinginan, kebutuhan status, latar belakang pendidikan, usia dan jenis kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi perusahaan. Pegawai bukan mesin, uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh para pimpinan adalah bagaimana dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawainya sehingga dapat mendukung keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan atau manajer yang baik adalah yang mampu menciptakan suatu kondisi sehingga orang secara individu atau kelompok dapat bekerja dan mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Permasalahan peningkatan produktivitas kerja erat kaitannya dengan permasalahan bagaimana memotivasi karyawan, bagaimana pengawasan dilakukan, dan bagaimana cara mengembangkan budaya kerja yang efektif serta bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, agar karyawan dapat dan mau bekerja optimal dan sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan.


(17)

Memotivasi karyawan untuk dapat meningkatkan produktivitas kerjanya merupakan salah satu tanggung jawab pimpinan perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong

(driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat

karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Pendorong dalam hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.

Berdasarkan teori motivasi Maslow, adanya kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan adalah mengharapkan suatu penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut. Beberapa faktor yang memperngaruhi motivasi kerja pegawai diantaranya adalah penghasilan (gaji), promosi, insentif, kondisi kerja dan sebagainya.

Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Seorang pegawai cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diharapkan. Dengan demikian pemberian insentif akan lebih memotivasi pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara adalah suatu instansi yang mengemban misi meningkatkan kemandirian daerah dalam pembiayaan


(18)

penyelenggaraan Pemerintahan Umum dan Pembangunan serta meningkatkan kualitas pelayanan yang optimal. Untuk dapat melaksanakan misi ini, maka motivasi kerja pegawai memegang peranan yang sangat penting dan menentukan pencapaian visi dan misi Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.

Untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai dalam upaya mencapai misi tersebut, Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara memberikan insentif kepada pegawai berupa penghargaan atas segala jerih payah pegawai dalam melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pemberian insentif adalah diluar gaji, berupa uang yang diberikan per tiga bulan, asuransi (jaminan sosial tenaga kerja) dan tunjangan dengan besaran berubah-ubah sesuai dengan kinerja.

Tabel 1.1. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Sumatera Utara dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 2001 – 2006

Tahun Target (Rp.) Realisasi (Rp.) %

2001 380.492.970.000 403.465.741.654 106,04

2002 539.516.561.000 591.217.276.912 109,58

2003 774.456.900.000 878.899.847.356 113,49

2004 1.110.052.596.500 982.413.399.000 88,50

2005 1.250.370.750.000 1.100.544.910.858 88,02

2006 1.772.566.270.820 1.672.374.714.000 94,35


(19)

Dari Tabel 1.1. dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan daerah Sumatera Utara yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan tanggung jawab Dinas Pendapatan Sumatera Utara, pada tahun 2004 dan 2005 menunjukkan penurunan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan target setiap tahun sebagai akibat peningkatan kebutuhan pendanaan pembangunan di Sumatera Utara. Fakta masalah di lapangan adalah bahwa pegawai bertugas untuk menjumpai setiap wajib pajak dengan target tertentu. Namun sering kali petugas yang bersangkutan tidak dapat mencapai target wajib pajak tersebut dengan berbagai alasan, terutama jika tidak ada insentif finansial yang diperolehnya apabila mencapai target tersebut. Studi awal tentang motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Sumatera Utara, menunjukkan bahwa motivasi kerja pegawai belum optimal karena berhubungan dengan gaji yang diterima. Pegawai menilai gaji yang diterima belum sesuai dengan hasil pekerjaan yang dicapai. Oleh karena itu Dinas Pendapatan Sumatera Utara harus meningkatkan motivasi pegawai agar target dapat tercapai. Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja pegawai tersebut, Dinas Pendapatan Sumatera Utara memberikan insentif kepada pegawai.

1.2. Perumusan Masalah


(20)

Sejauhmana pengaruh pelaksanaan pemberian insentif yang terdiri dari finansial dan non finansial terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelaksanaan pemberian insentif terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan di Dinas Pendapatan Provinsi

Sumatera Utara dan menjadi bahan pertimbangan dalam menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pegawai.

2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam motivasi kerja pegawai bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti pada khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia.


(21)

4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti tentang motivasi kerja pegawai di masa mendatang.

1.5. Kerangka Pemikiran

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995). Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting. Pertama, pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadipun akan ikut pula tercapai. Kedua, motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu. Ketiga, kebutuhan yaitu suatu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik.


(22)

Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan “ketegangan” yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.

Pemberian insentif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Menurut Hasibuan (2004), bahwa insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Selanjutnya menurut Sarwoto (1996) pemberian insentif terdiri dari insentif finansial dan insentif non finansial.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa pemberian insentif dalam bentuk finansial maupun non finansial mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja pegawai. Hubungan antara pemberian insentif dengan motivasi kerja pegawai dapat digambarkan dalam skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Insentif Finansial Insentif Non Finansial Pelaksanaan Pemberian

Insentif

Motivasi Kerja Pegawai


(23)

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Pemberian insentif yang terdiri dari finansial dan non finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai di Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara.


(24)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Penelitian Terdahulu

Ismail (2006) dalam penelitiannya yang berjudul: ”Peranan insentif dalam meningkatkan motivasi kerja di PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan Citara Purwakarta”, menunjukkan bahwa insentif memiliki peranan yang signifikan dalam meningkatkan motivasi kerja. Hasil analisis uji korelasi (r) menghasilkan 0,679, dimana posisi ini berada ditingkat yang kuat. Variabel dalam penelitian tersebut sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu menganalisis insentif dalam hubungannya dengan motivasi kerja.

Susiyani (2006) melakukan penelitian yang berjudul: ”Peranan program insentif dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada PT. Bank Negara Indonesia Tbk, Cabang ITB Bandung”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program insentif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Peranan program insentif terhadap kepuasan kerja karyawan dengan kontribusi sebesar 38,06 %. Dalam hal ini ada perbedaan variabel antara penelitian Susiyani dengan penelitian ini, yaitu bahwa insentif dianalisis dalam pengaruhnya terhadap kepuasan kerja.

Sujatmoko (2007) melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Insentif terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan Pada Departemen Operasional


(25)

Pemasaran di Dunkin’ Donuts Cabang Arteri Jakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara pemberian insentif dengan peningkatan prestasi kerja karyawan mempunyai hubungan yang signifikan. Kontribusi pemberian insentif terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan adalah sebesar 67,89%. Karyawan Departemen Operasional Pemasaran Dunkin’ Donuts Cabang Arteri Jakarta mempunyai prestasi kerja yang baik dan memang rata-rata dipengaruhi oleh insentif yang diterimanya.

2.2. Teori Motivasi

2.2.1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau

menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk

sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2004).

Sperling dalam Mangkunegara (2002) mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari

dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Stanton

mendefinisikan motivasi suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas.


(26)

Selanjutnya Mangkunegara (2002), mengatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

Menurut Moekijat (2002), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya

adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang

melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

Pengertian motivasi menurut Gibson et all (1996) adalah kemauan mengerjakan sesuatu karena adanya motif, kebutuhan, keinginan, dorongan dan desakan hati dalam diri individu yang diarahkan pada tujuan. Hingga dapat diketahui bahwa perilaku akan muncul dari dorongan kebutuhan yang akan dirubah menjadi keinginan sehingga seseorang berusaha memenuhinya. Kootz et al. dalam Winardi (2002) mendefinisikan motivasi sebagai suatu reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan, selanjutnya menimbulkan ketegangan, kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya dapat memuaskan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan


(27)

tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

2.2.2. Teori Motivasi

Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja ada beberapa macam yaitu:

a. Teori Hierarkhi Kebutuhan (Need Hierarchi Theory)

Maslow dalam Gitosudarmo (1997) menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung unsur bertingkat atau memiliki hierarkhi dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum dan pakaian. Apabila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi secara cukup maka kebutuhan tersebut akan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah. Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan sebagai berikut:

1) Fisik; 2) Rasa aman;


(28)

3) Sosial/kemasyarakatan; 4) Penghargaan;

5) Aktualisasi diri.

Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan atas perlindungan dari gangguan fihak lain baik yang berasal dari manusia lain maupun dari makhluk lain seperti binatang buas dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi.

Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan penghargaan diri (harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau keinginan untuk dianggap sebagai pimpinan yang baik, sekretaris


(29)

yang baik, dosen yang rajin, karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya.

Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang lain.

Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada hierarkhi yang rendah.

b. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)

Teori dua faktor dari Herzberg (Gitosudarmo, 1997) berusaha mencari sebab-sebab adanya rasa puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut, maka akan diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh suatu faktor yang disebut faktor pemuas (satisfier factor).


(30)

Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pekerja terhadap hasil pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain pada diri pekerja juga terdapat rasa ketidak-puasan yang disebut faktor kesehatan (higiene factor).

Hygiene factor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain

berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dalam bekerja, kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1997).

Kedua faktor yaitu satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan (Siagian, 1995).

c. Teori X dan Teori Y

Menurut Gregor dalam Gitosudarmo (1997) terdapat dua macam sikap dasar dari setiap orang yaitu :


(31)

Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja daripada diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya saja serta selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang atau finansial saja (motif finansial). Manajer yang mendasarkan teori ini akan melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan disusun dengan berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan pekerja tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan, kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran. Kebijaksanaan manajer dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan yang terlalu ketat dan tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan ketidakpuasan. Teori X banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang masih berpendidikan rendah yang pada umumnya mereka masih mendasarkan diri pada motif fisik dan rasa aman saja.

Penerapan teori X bagi seorang manajer tercermin pada sikap atau pandangannya terhadap bawahan yang berupa:

a) Karyawan pada umumnya tidak suka bekerja dan akan selalu berusaha untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari pekerjaan yang menjadi tugasnya;


(32)

b) Karyawan harus dipaksa diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberikan ancaman hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai;

c) Kebanyakan orang tidak kreatif, tidak berinisiatif dan tidak suka bertanggung jawab, maka manajer harus selalu memberikan pengarahan dan petunjuk kepada karyawannya.

2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y

Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anak-anak kecil. Oleh karena itu, sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi. Pencerminan dari manajer yang menerapkan teori Y ini adalah berupa pemberian kelonggaran yang lebih besar kepada bawahan untuk berinisiatif, mengembangkan kreasi-kreasi mereka guna selalu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu manajer akan bersifat terbuka (open management), yaitu berusaha memberikan informasi-informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja baik diminta maupun tidak diminta oleh bawahan atau karyawannya. Gejala ini akan banyak dijumpai pada masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi.


(33)

Penerapan teori Y bagi seorang manajer tercermin dalam sikap dan tindakannya yang berupa:

a) Karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan berinisiatif karena bekerja adalah pada hakekatnya seperti halnya bermain pada anak-anak kecil; b) Paksaan dan pengawasan ketat tidak banyak dilakukan akan tetapi lebih

banyak diadakan komitmen atau persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan itu sendiri, dorongan yang timbul dari dalam diri adalah yang terbaik;

c) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain akan tetapi mereka juga mencari tanggung jawab dari dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan adanya motivasi akan terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta bekerja sama itu maka produktivitas akan meningkat. Motivasi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan pendekatan finansial maupun pendekatan non finansial. Pendekatan finansial untuk menimbulkan motivasi dapat dilakukan dengan memberikan upah serta upah insentif kepada karyawan, sedangkan pendekatan non finansial dapat dilakukan dengan cara mengadakan sinkronisasi kepentingan individu dengan kepentingan bersama atau kepentingan perusahaan.


(34)

Di samping itu motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan pengaturan kondisi kerja yang sehat. Hal-hal tersebut akan menimbulkan motivasi kerja sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

2.2.3. Faktor-faktor Motivasi

Faktor-faktor motivasi yang diuraikan dalam hal ini dikutip dari teori dua faktor Herzberg. Faktor-faktor motivasi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Gaji (Salary)

Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid (dalam Ishak dan Tanjung, 2003) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Program kompensasi yang baik mempunyai tiga ciri penting yaitu bersaing, rasional, berdasarkan performa.


(35)

Stephen et al. (dalam Ishak dan Tanjung, 2003) menyatakan bahwa uang/gaji tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan performa.

Sedangkan menurut Nitisemito dalam Saydam (2002) agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum

b. Dapat mengikat karyawan agat tidak keluar dari perusahaan c. Dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja

d. Selalu ditinjau kembali

e. Mencapai sasaran yang diinginkan f. Mengangkat harkat kemanusiaan g. Berpijak pada peraturan yang berlaku. 2) Supervisi

Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk sesuai standar kerja, dan perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungan lainnya. Tanggungjawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif (Dharma, 2005).


(36)

Supervisor mengkoordinasikan sistem kerjanya itu dalam tiga hal penting yaitu: melakukan dengan memberi petunjuk/pengarahan, memantau proses pelaksanaan pekerjaan, dan menilai hasil dari sistem kerja yang diikuti dengan

melakukan umpan balik (feed back). Supervisor dalam melaksanakan

penilaian kinerja, menurut Harper dalam Ishak dan Tanjung (2003)

pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja (performance review and

development) lebih efektif dari sistem penilaian kinerja karena seorang

pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan, potensi karier, dan keberhasilan profesional setiap karyawan.

Pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja mencakup penciptaan sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana pengembangan, dan menyepakati sasaran dan standar kinerja masa depan.

3) Kebijakan dan Administrasi

Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan atau totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek (Mangkuprawira, 2002). Dengan komunikasi dua arah akan terjadi komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan


(37)

yang diambil dalam organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi.

Para pendukung manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif terhadap karyawan, melalui partisipasi, para karyawan akan mampu mengumpulkan informasi, pengetahuan, kekuatan dan kreaktivitas untuk memecahkan persoalan (Mangkuprawira, 2002).

4) Hubungan Kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis yaitu terciptanya hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling mendukung baik itu hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai dengan atasan. Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik itu ditempat kerja maupun diluar lingkungan kerja. Menurut Ranupandojo dan Husnan (1997), bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.

Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima oleh kelompok, keluarga dan organisasi (Mengginson dalam Handoko, 1998). Kelompok yang mempunyai


(38)

tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kelompok kerja juga dapat memenuhi sistem sebagai

sounding board” terhadap problem mereka atau sebagai sumber kesenangan

atau hiburan. 5) Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Menurut Hasibuan (2004), bahwa dengan kondisi kerja yang nyaman, karyawan akan merasa aman dan produktif dalam bekerja sehari-hari. Lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri 30% dari kasus absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dari kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja. 6) Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi. (Leidecker & Hall dalam Ishak dan Tanjung, 2003).


(39)

Suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya. Pekerjaan yang tidak disenangi kurang dan menantang, biasanya tidak mampu menjadi daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang membosankan dan tidak menjadi kebanggaan (Saydam, 2002).

Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan mereka lebih menarik, dan membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja (Grensing dalam Ishak dan Tanjung, 2003).

7) Peluang untuk maju (advance)

Peluang untuk maju (advance) merupakan pengembangan potensi diri

seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 2002). Setiap karyawan tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Promosi merupakan kemajuan karyawan ke pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill


(40)

yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji. Ada beberapa alasan menurut Gomes (2004) perlunya promosi diprogramkan dengan baik oleh organisasi sebagai berikut :

a. Promosi adalah jenjang kenaikan pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi dan kebanggaan.

b. Promosi menimbulkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai dan hal tersebut akan merupakan daya dorong bagi pegawai yang lain.

c. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti pegawai (labor

turnover).

d. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja pegawai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.

e. Adanya peluang promosi membangkitkan kemauan untuk maju pada pegawai itu sendiri dan juga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi.

f. Promosi dapat menimbulkan keunggulan berantai dalam organisasi karena timbulnya lowongan berantai.

8) Pengakuan/penghargaan (Recognition)

Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai

kebutuhan rasa ingin dihargai (sense of belonging). Pengakuan terhadap

prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi (Saydam, 2002).


(41)

Menurut Simamora (1997), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial.

Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Menurut Soeprihanto (2003): Kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak ingin direndahkan.

Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan/penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya.

9) Keberhasilan (achievement)

Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/ tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya (Saydam, 2002). Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang


(42)

selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran.

Menurut David McCleland bahwa tingkat “needs of Achievement

(n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan seseorang (Ishak dan Tanjung, 2003). Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

10) Tanggung Jawab

Menurut Flippo (1996), bahwa tanggung jawab adalah merupakan kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya.

Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar (Saydam, 2002).


(43)

Selanjutnya berdasarkan teori kebutuhan Maslow (dalam Gomes, 2004), ada tiga variabel utama dalam menjelaskan motivasi kerja, yaitu:

a. Employee needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang

hendak dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan stimuli internal (motivasi) yang menyebabkan perilaku.

b. Organizational incentives. Organisasi atau perusahaan mempunyai sejumlah

rewards (insentif) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Faktor insentif ini berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja.

c. Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi

mengenai: nilai dari rewards organisasi, hubungan antara performance dan rewards, dan kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha-usaha mereka dalam performasi kerjanya.

2.3. Teori Insentif

2.3.1. Pengertian Insentif

Pemberian insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian insentif karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih baik.


(44)

Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahan karyawan yang mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif itu sendiri merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.

Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai insentif seperti :

1. Menurut Sarwoto (1996), Insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi”.

2. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie (2003) adalah :

Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more

itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”.

Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.


(45)

3. Menurut Hasibuan (2004), insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka bekerja lebih produktif lagi, meningkatkan prestasinya dalam mencapai tujuan perusahaan.

2.3.2. Jenis-Jenis Insentif

Pada dasarnya ada dua jenis insentif yang umum diberikan, seperti yang diuraikan oleh Sarwoto (1996) yaitu:

1. Insentif Finansial

Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba, dan kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.

2. Insentif Non Finansial


(46)

a. Pemberian piagam penghargaan

b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal

d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu.

e. Pemberian tanda jasa/medali kepada karyawan yang telah mencapai masa kerja yang cukup lama dan mempunyai loyalitas yang tinggi.

f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya pada mobil atau lainnya)

g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja

2.3.3. Program Insentif yang Efektif

Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.

Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan


(47)

pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program insentif yang dirancang secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.

Seperti yang diungkapkan oleh Simamora (1997) bahwa program insentif yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut:

a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti.

b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan supaya mereka kerjakan.

c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.

d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.

2.4. Keterkaitan Insentif dengan Motivasi Kerja

Perusahaan-perusahaan meyakini bahwa sistem imbalan pada umumnya dan sistem insentif pada khususnya mempengaruhi motivasi kerja. Selain itu, banyak karyawan yang lebih menyukai bahwa bayaran mereka dikaitkan dengan prestasi kerja masing-masing.


(48)

Insentif dan motivasi kerja adalah bagian dari pengelolaan yang kompleks untuk menyatakan dan mempertahankan hubungan kerja di antara perusahaan dan karyawan. Kedua hal tersebut mendemonstrasikan tidak hanya apa yang hendak dicapai oleh manajemen, namun juga keyakinan manajemen tentang hubungan tersebut. Untuk jelasnya penulis akan uraikan alasan-alasan mengaitkan bayaran dengan motivasi kerja menurut Simamora (1997), sebagai berikut:

1. Motivasi

Teori harapan/ekspektasi (expectancy theory) yang dikedepankan oleh Vroom menyatakan bahwa kaitan prestasi kerja dan pembayaran adalah esensial untuk memotivasi peningkatan prestasi kerja.

2. Retensi

Mengaitkan bayaran dengan prestasi kerja kemungkinan akan membantu memperbaiki komposisi tenaga kerja. Karyawan-karyawan yang baik akan cenderung mendapatkan bagian yang lebih besar dari sumber daya kompensasi dan dengan demikian termotivasi untuk tetap bersama organisasi. Karyawan-karyawan yang di bawah rata-rata akan menjadi kecil hati dan meninggalkan organisasi.

3. Produktivitas

Pada saat prestasi kerja dikaitkan dengan imbalan-imbalan, orang-orang dengan produktivitas tinggi akan lebih termotivasi untuk bekerja.


(49)

4. Penghematan-penghematan biaya

Manfaat paling kentara dari bayaran berdasarkan prestasi kerja adalah kapabilitas mengaitkan biaya-biaya konpensasi dengan hasil-hasil produktivitas. Dengan mendasarkan bayaran atas kinerja, perusahaan dapat memastikan bahwa biaya-biaya konpensasi akan bertalian dengan hasil-hasil organisasional.

Perusahaan menyadari bahwa karyawan perlu dimotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya. Salah satu motivasi yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan adalah dengan pemberian insentif (Hasibuan, 2004).


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara yang berlokasi Jl. Sisingamangaraja Km 5,5 Medan. Penelitian dimulai pada bulan Nopember 2007 sampai dengan bulan Januari 2008.

3.2. Metode Penelitian

Berdasarkan jenis masalah yang diteliti, teknik dan alat yang digunakan, maka pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif karena dalam memberikan gambaran atas suatu peristiwa atau gejala, menggunakan alat bantu statistik, baik statistik deskriptif maupun statistik inferensial (Riduwan, 2004). Jenis penelitian adalah studi kasus, didukung survey untuk mengumpulkan data mengenai faktor-faktor terkait dengan variabel penelitian. Adapun sifat penelitian adalah penelitian penjelasan (explanatory research).

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bagian kepegawaian, jumlah pegawai Kantor Dinas Pendapatan Daerah


(51)

Propinsi Sumatera Utara Medan (termasuk 2 Unit Pelaksana Teknis/ UPT) sebanyak 238 orang. Populasi terdiri dari empat kelompok golongan (strata), yaitu golongan I, II, III dan IV.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik stratifed

proportional sampling (Sugiyono, 2005). Menurut Arikunto (2004), cara

pengambilan sampel untuk subyek yang kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih. Dalam penelitian ini sampel ditentukan sebesar 30 % dari populasi. Namun karena golongan I dan IV hanya terdapat masing-masing satu orang, maka untuk menjangkau semua strata, pegawai pada golongan ini secara langsung menjadi sampel. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 74 orang. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Populasi dan Sampel

Strata Populasi (orang) Sampel (orang)

Golongan I 1 1

Golongan II 48 15

Golongan III 188 57

Golongan IV 1 1

Jumlah 238 74

3.4. Metode Pengumpulan Data


(52)

1. Wawancara (interview) kepada Kepala Bina Program dan Kasubbag Kepegawaian Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan.

2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pegawai Dinas

Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

3. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari Dinas Pendapatan Daerah

Propinsi Sumatera Utara Medan, berupa gambaran umum organisasi, visi dan misi organisasi.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada penelitian adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (questionaire) pada responden.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi.

3.6. Identifikasi Variabel

Memperjelas antara variabel yang satu dengan yang lain, maka variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah pelaksanaan pemberian insentif yang terdiri dari insentif finansial (X1) dengan indikator insentif dalam


(53)

bentuk uang yang diterima per tiga bulan, jaminan sosial dan tunjangan, dan insentif non finansial (X2) dengan indiaktor terdiri dari penghargaan dan

tanda jasa, serta fasilitas dan perlengkapan kerja.

2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah motivasi kerja pegawai (Y).

3.7. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan variabel penelitian dan skala

pengukurannya, sebagai berikut: 1. Insentif finansial (X1)

Kesesuaian insentif dalam bentuk uang, jaminan sosial dan tunjangan yang diterima pegawai dengan hasil pekerjaan. Untuk mengukur variabel insentif finansial digunakan skala ordinal.

2. Insentif non finansial (X2)

Kesesuaian insentif non finansial dalam bentuk penghargaan, tanda jasa, kelengkapan fasilitas dan perlengkapan kerja yang diterima atau diperoleh pegawai sehubungan dengan prestasi kerjanya. Untuk mengukur variabel insentif non finansial digunakan skala ordinal.

3. Motivasi kerja pegawai (Y)

Kemauan dan kerelaan pegawai untuk mengerahkan kemampuan dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi


(54)

tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Untuk mengukur variabel motivasi kerja pegawai digunakan skala ordinal.

Tabel 3.2. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala Pengukuran

Metode Pengukuran Insentif

finansial (X1)

Kesesuaian insentif finansial yang diterima pegawai dengan hasil pekerjaan

1. Insentif dalam bentuk uang

2. Jaminan

3. Tunjangan sosial

Ordinal Skala Likert

Insentif non finansial (X2)

Kesesuaian insentif non finansial dalam bentuk penghargaan, tanda jasa, kelengkapan fasilitas dan perlengkapan kerja yang diterima atau diperoleh pegawai sehubungan dengan prestasi kerjanya

1. Penghargaan 2. Tanda jasa 3. Fasilitas kerja 4. Perlengkapan kerja

Ordinal Skala Likert Motivasi kerja pegawai (Y)

Kemauan dan kerelaan pegawai menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya

1. Minat kerja 2. Produktivitas kerja 3. Kehadiran

4. Menyelesaikan kerja tepat waktu

5. Tanggung jawab dalam pekerjaan 6. Menggunakan waktu

sebaik-baiknya

Ordinal Skala Likert

3.8. Pengujian Validitas dan Realibilitas Instrumen

Instrumen penelitian, sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan dan kecermatan instrumen dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur (Azwar, 2003).


(55)

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus koefisien korelasi Product Moment dari Pearson (Widodo, 2004), dengan rumus sebagai berikut: rxy =

] y) ( -y ][n. x) ( -x [n. y) ( x) ( -xy) ( n 2 2 2

2 Σ Σ Σ

Σ

Σ Σ Σ

Dimana :

rxy = koefisien korelasi

n = banyaknya sampel

x = skor setiap item

y = skor total

Menurut Sugiyono (2005: 114), syarat minimum yang dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,30. Bila koefisien korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

Selanjutnya untuk mendapatkan instrumen yang reliabel, dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran instrumen dapat dipercaya (Ghozali, 2005). Dalam hal ini teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Cronbach’s Alpha. Pada uji ini dinilai reliabel jika lebih besar dari 0,6 dimana kriteria sebagai berikut :

α > 0,6 artinya instrumen reliabel


(56)

Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen adalah dengan melakukan uji coba instrumen kepada 30 orang responden. Menurut Umar (2000), sangat disarankan jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang.

3.9. Uji Asumsi Klasik

Dalam kaidah ekonometrika, apabila menggunakan regresi linear berganda, perlu melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kemungkinan pelanggaran asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk memastikan bahwa model regresi linear berganda dapat digunakan atau tidak. Apabila uji asumsi klasik telah terpenuhi, alat uji statistik linear berganda dapat digunakan.

1) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Normalitas dapat diuji dengan dua pengujian, yaitu:


(57)

a. Scatter plot diagram

b. Kolmogorov-Smirnov Test. 2) Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2005), uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih kecil dari 5, maka dalam model tidak terdapat multikolinieritas.

3) Uji Heterodaskesitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi linear digunakan analisa residual berupa grafik sebagai dasar pengambilan keputusan. Menurut Ghozali (2005), model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi hetersokedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, dan kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Adanya masalah heteroskedastisitas dapat dihitung dengan uji Glejser:


(58)

⏐Ut⏐ = α + β Xt + vi

⏐Ut⏐ = nilai absolut residual Xt = variabel bebas vi = variabel gangguan

Ada tidaknya situasi heteroskedastisitas ditentukan oleh nilai dan . Jika

secara statistik = 0 dan ≠ 0, maka situasi yang disebut pure

heteroskedasticity terjadi. Jika secara statistik ≠ 0 dan ≠ 0, maka situasi mixed heteroskedasticity terdapat dalam varian error terms.

3.10. Model Analisis Data

Untuk mengetahui adanya pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen digunakan metode regresi linear berganda dengan persamaan sebagai berikut :

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 +e

dimana :

Y = motivasi kerja pegawai X1 = insentif finansial

X2 = insentif non finansial

b0 = konstanta


(59)

b2 = koefisien regresi variabel X2

e = error term

Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis berdasarkan uji statistik sebagai berikut:

1) Uji F

Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95 % (α = 5 %).

H0 : b1,b2 = 0; secara serempak variabel insentif finansial dan insentif non

finansial tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Medan.

H1 : minimal satu bi ≠ 0, secara serempak variabel insentif finansial dan

insentif non finansial berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Medan.

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah dengan uji statistik F, dengan ketentuan: H0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel, H0

ditolak jika Fhitung > Ftabel.

2) Uji t

Digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial (individual) terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95 % (α = 5 %).


(60)

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesisi adalah dengan uji statistik t (uji satu sisi), dengan ketentuan: H0 di terima jika thitung≤

ttabel; H0 di tolak jika thitung > ttabel.

3) Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah untuk mengukur proporsi dari variasi total variabel terikat yang dijelaskan oleh variasi variabel bebas atau variabel penjelas dalam regresi. Untuk mempertimbangkan kenyataan bahwa besaran derajat kebebasan menurun sehubungan dengan bertambahnya variabel bebas atau variabel penjelas di dalam regresi, juga dihitung R2 yang disesuaikan (adjusted R2) sebagai berikut:

Adjusted R2 = 1 – (1 – R2)

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡

−−k n

1 n

dimana n adalah jumlah observasi atau sampel data dan k adalah jumlah parameter atau koefisien yang diestimasi.

Data diolah menggunakan program aplikasi software pengolahan data Statistical Product and Service Solution) Versi 12.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara

Pada mulanya urusan Pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam koordinasi Biro Keuangan (Sekretariat) sebagai Bagian Pajak dan Pendapatan. Berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 102/II/GSU tanggal 6 Maret 1973 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Setwilda Tingkat I Sumatera Utara, sejak tanggal 16 Mei 1973 Biro Keuangan berubah nomenklatur menjadi Direktorat Keuangan, dengan demikian Bagian Pajak dan Pendapatan juga berubah bentuk menjadi Sub Direktorat Pendapatan Daerah pada Direktorat Keuangan.

Dengan terbitnya SK Gubernur Sumatera Utara tanggal 21 Maret 1975 Nomor 137/II/GSU (berdasarkan SK Mendagri Nomor Finmat 7/15/3/74 tanggal 7 Nopember 1974) maka terhitung sejak tanggal 1 April 1975, Sub Direktorat Pendapatan Daerah ditingkatkan menjadi Direktorat Pendapatan Daerah.

Pada tanggal 1 September 1975 terbit SK Mendagri No. KUPD 3/12/43 tentang Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia, maka dengan demikian Direktorat Pendapatan Daerah berubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah.


(62)

Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara semula berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 143/II/GSU, yang lebih lanjut dikukuhkan dengan Perda Propinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 1976 (mulai berlaku tanggal 31 Maret 1976). Setelah otonomi daerah, tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan Daerah diatur dalam Perda Propinsi Sumatera Utara No. 3 Tahun 2001 tentang Organisasi Dinas-dinas Daerah Propinsi Sumatera Utara dan SK Gubernur Sumatera Utara No. 060.254.K Tahun 2002.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi Dinas-dinas Propinsi Sumatera Utara, pada Pasal 31 disebutkan bahwa kedudukan Dinas Pendapatan adalah:

1. Dinas Pendapatan Propinsi adalah unsur pelaksana Pemerintah Propinsi

yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

2. Dinas Pendapatan mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian

kewenangan Pemerintah Propinsi dan Tugas Dekonsentrasi di bidang Pendapatan.

Dalam Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 060.254.K. Tahun 2002 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan serta Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanan Teknis pada Dinas Pendapatan Propinsi, menyebutkan bahwa tugas pokok Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara


(63)

adalah menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Provinsi dan tugas dekonsentrasi di bidang pendapatan daerah.

Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara berfungsi:

1. Penyiapan konsep kebijakan daerah, ketentuan dan standar pelaksanaan

kewenangan daerah Kabupaten/Kota serta standar pelaksanaan tugas-tugas Dinas dibidang pendapatan daerah.

2. Penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait,

pembinaan, pengendalian teknis, dan evaluasi penggalian potensi, pemberdayaan potensi, dan pemungutan sumber pendapatan daerah, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.

3. Penyusunan dan pelaksanaan rencana jangka panjang menengah dan

tahunan di bidang pendapatan daerah, sesuai kebijakan daerah, ketentuan dan standar yang ditetapkan.

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur dan Sekretaris Daerah

sesuai bidang tugas dan fungsinya.

5. Pemberian masukan yang perlu kepada Gubernur melalui Sekretaris


(64)

4.2. Visi, Misi serta Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi

Transformasi organisasi untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat juga untuk mewujudkan manajemen yang profesional guna mengantisipasi perubahan lingkungan yang begitu cepat, membutuhkan sikap dasar yang sesuai dengan rencana strategis Dinas Pendapatan, yaitu:

1. Kemampuan dan kecerdasan serta profesionalisme dalam pemberdayaan

organisasi Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara.

2. menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan saling menghargai.

3. Menyederhanakan proses pelayanan administratif Pajak Kendaraan

Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Penyelenggaraan otonomi daerah yang berkaitan dengan pengelolaan sumber pendapatan daerah dan peraturan perpajakan, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara menetapkan langkah-langkah kebijakan untuk pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang potensial dan rasional untuk dikelola dengan baik, maka Visi Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara dirumuskan sebagai berikut: ”Menjadikan Dinas Pendapatan Propinsi yang profesional dan berkualitas dalam pemberdayaan daerah menuju otonomi daerah yang maju dan mandiri”.

Dalam memberikan kejelasan makna dari visi tersebut, diuraikan sebagai berikut:

1. Dinas Pendapatan yang profesional yaitu sistem kerja organisasi mengarah kepada manajemen pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan


(65)

pelanggan (masyarakat) dengan budaya kerja ”prima pelayanannya, lancar pemasukannya, dan aman uangnya”.

2. Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara yang berkualitas yaitu

memiliki mekanisme kerja mengarah kepada yang bersifat organik, kerjasama secara tim dalam proses kerja yang bermutu.

3. Pemberdayaan potensi daerah yaitu pengelolaan potensi daerah didasarkan

atas ketentuan/peraturan/perundang-undangan yang berlaku serta medorong partisipasi masyarakat untuk membayar pajak secara proporsional dengan memperhatikan aspek pemerataan dan pembangunan.

4. Menuju otonomi daerah yang maju dan mandiri yaitu penyelenggaraan

otonomi daerah, Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara harus mampu mengantisipasi masalah dan tantangan dalam menyelenggarakan kewenangan Pemerintah Propinsi untuk memenuhi kewajiban sebagai daerah otonom.

Untuk merealisasikan visi guna memberi arah dan tujuan yang fokus terhadap program kegiatan pengelolaan sumber pendapatan daerah, maka ditetapkan misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemandirian daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan

pemerintah umum dan pembangunan.


(66)

Adapun pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam perumusan misi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemandirian daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan

pemerintah umum dan pembangunan adalah pemberdayaan potensi daerah dan aparatur Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara dapat mengembangkan dan menggali sumber-sumber pendapatan daerah untuk merealisasikan pencapaian target yang telah ditetapkan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan yang profesional adalah pelayanan yang

berorientasi kepada kepuasan total masyarakat yang dilayani, dan hanya dapat dicapai apabila pelayanan yang diberikan itu lancar, cepat tidak berbelit-belit dan tepat waktu. Untuk mencapai hal tersebut, aparatur (petugas) dituntut untuk memiliki penampilan (performance) dan kehandalan.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Kepala Dinas dibantu oleh:

1. Wakil Kepala Dinas

2. Bagian Tata Usaha, dibantu oleh:

a. Kepala Sub Bagian Kepegawaian

b. Kepala Sub Bagian Keuangan

c. Kepala Sub Bagian Umum dan Perlengkapan


(67)

3. Kepala Sub Dinas Bina Program, dibantu oleh:

a. Kepala Seksi Perencanaan dan Pengembangan

b. Kepala Seksi Penyuluhan

c. Kepala Seksi Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. 4. Kepala Sub Dinas Pajak, dibantu oleh:

a. Kepala Seksi Teknik Perpajakan

b. Kepala Seksi Sengketa Pajak dan Keberatan

c. Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan.

5. Kepala Sub Dinas Pajak Pengambikan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah/Air Permukaan Umum (ABT/APU) dan Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBB-KB), dibantu oleh:

a. Kepala Seksi Pajak ABT/APU dan PBB-KB

b. Kepala Seksi Sengketa dan Keberatan

c. Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan.

6. Kepala Sub Dinas Retribusi dan Pendapatan lain-lain, dibantu oleh: a. Kepala Seksi Teknik Retribusi

b. Kepala Seksi Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

c. Kepala Seksi Penerimaan lain-lain

d. Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan.

7. Kepala Sub Dinas Pengendalian dan Pembinaan, dibantu oleh:


(68)

b. Kepala Seksi Pengendalian Aparat Pelaksana

c. Kepala Seksi Pembinaan Teknis Administrasi Pendapatan.

8. Unit Pelaksana Teknis

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 071.254.K Tahun 2005 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan serta Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanan Teknis pada Dinas Pendapatan Propinsi, diatur bahwa dalam menjalankan aktivitasnya, Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan, yang terdiri dari:

1. Unit Pelaksana Teknis Medan Utara, dengan wilayah kerja sebagian Kota

Medan dan sebagian dari Kabupaten Deli Serdang.

2. Unit Pelaksana Teknis Medan Selatan, dengan wilayah kerja sebagian

Kota Medan dan sebagian dari Kabupaten Deli Serdang.

3. Unit Pelaksana Teknis Binjai, dengan wilayah kerja Kota Binjai

4. Unit Pelaksana Teknis Langkat, dengan wilayah kerja Kabupaten Langkat.

5. Unit Pelaksana Teknis Pematang Siantar, dengan wilayah kerja Kota

Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun.

6. Unit Pelaksana Teknis Kisaran, dengan wilayah kerja Kabupaten Asahan

dan Kota Tanjung Balai.

7. Unit Pelaksana Teknis Rantau Prapat, dengan wilayah kerja Kabupaten


(69)

8. Unit Pelaksana Teknis Padang Sidempuan, dengan wilayah kerja Kota Padang Sidempuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan.

9. Unit Pelaksana Teknis Tebing Tinggi, dengan wilayah kerja Kota Tebing

Tinggi dan sebagian Kabupaten Deli Serdang.

10.Unit Pelaksana Teknis Kabanjahe, dengan wilayah kerja Kabupaten Tanah

Karo.

11.Unit Pelaksana Teknis Sibolga, dengan wilayah kerja Kota Sibolga dan

Kabupaten Tapanuli Tengah.

12.Unit Pelaksana Teknis Sidikalang, dengan wilayah kerja Kabupaten Dairi.

13.Unit Pelaksana Teknis Gunung Sitoli, dengan wilayah kerja Kabupaten

Nias.

14.Unit Pelaksana Teknis Balige, dengan wilayah kerja Kabupaten Toba

Samosir dan Tapanuli Utara.

15.Unit Pelaksana Teknis Panyabungan, dengan wilayah kerja Kabupaten

Mandailing Natal.

Susunan organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Kepala Unit

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

3. Kepala Seksi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


(70)

5. Seksi Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan ABT/APU dan PBB-KB. 6. Seksi Retribusi.

7. Seksi Pendapatan Lain-lain.

4.3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan jabatan saat ini. Gambaran umum responden di Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) (%)

Pria 53 71,6

Wanita 21 28,4

Jumlah 74 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2008 (Data Diolah).

Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar (71,6 %) responden adalah pria. Hal ini sejalan dengan perbandingan jumlah pegawai pria yang lebih banyak dibandingkan dengan pegawai wanita pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara.


(71)

Tabel 4.2. Umur Responden

Umur Jumlah (Orang) (%)

< 30 tahun 7 9,5

31 – 40 tahun 31 41,9

41 – 50 tahun 28 37,8

> 50 tahun 8 10,8

Jumlah 74 100,0

Sumber: Hasil Penelitian 2008 (Data Diolah).

Tabel 4.2. memperlihatkan usia responden yang menjadi pegawai di Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara cukup bervariasi, mulai dari usia di bawah 30 tahun sampai dengan usia di atas 50 tahun. Jumlah responden yang dominan adalah usia 31 – 40 tahun sebanyak 31 orang (41,9 %) serta responden yang berusia 41 – 50 tahun sebanyak 28 orang (37,8 %). Hal ini menunjukkan bahwa pegawai Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara merupakan pegawai yang sudah cukup lama bekerja.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Jumlah (Orang) (%)

< SMA 1 1,3

SMA / Sederajat 21 28,4

Diploma 15 20,3

Sarjana (S1) 33 44,6

Pascasarjana (S2) 4 5,4

Jumlah 74 100,0


(1)

b. Sesuai e. Sangat tidak sesuai c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ... 19. Menurut bapak/ibu apakah pemberian perlengkapan kerja kepada pegawai

bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawai ? a. Sangat bermanfaat d. Tidak bermanfaat

b. Bermanfaat e. Sangat tidak bermanfaat

c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ...

E. Variabel Motivasi Kerja

20. Menurut bapak/ibu bagaimana keadaan minat kerja pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara?

a. Sangat baik d. Buruk

b. Baik e. Sangat buruk

c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ... 21. Menurut bapak/ibu apakah produktivitas kerja pegawai Dinas Pendapatan

Propinsi Sumatera Utara sudah tinggi ? a. Sangat tinggi d. Rendah

b. Tinggi e. Sangat rendah

c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ... 22. Menurut bapak/ibu apakah kehadiran pegawai Dinas Pendapatan Propinsi

Sumatera Utara setiap hari kerja sudah tinggi ? a. Sangat tinggi d. Rendah

b. Tinggi e. Sangat rendah

c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ... 23. Menurut bapak/ibu apakah pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera

Utara dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu ? a. Sangat tepat waktu d. Tidak tepat waktu b. Tepat waktu e. Sangat tidak tepat waktu. c. Ragu-ragu


(2)

24. Menurut bapak/ibu apakah pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera Utara bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaan ?

a. Sangat bertanggung jawab d. Tidak bertanggung jawab b. Bertanggung jawab e. Sangat tidak bertanggung jawab. c. Ragu-ragu

Berikan komentar anda: ... 25. Apakah bapak/ibu setuju bahwa pegawai Dinas Pendapatan Propinsi Sumatera

Utara dapat menggunakan waktu kerja sebaik-baiknya ? a. Sangat setuju d. Tidak setuju

b. Setuju e. Sangat tidak setuju. c. Ragu-ragu


(3)

Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary

N %

Valid 30 100.0

Excluded

(a) 0 .0

Cases

Total 30 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.881 25

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

X11 90.4000 45.145 .346 .881

X12 90.6667 45.126 .409 .878

X13 90.4333 44.599 .567 .873

X14 90.4667 44.809 .516 .874

X15 90.5000 46.466 .387 .878

X16 90.6000 46.524 .292 .881

X17 90.8667 47.016 .287 .880

X18 90.5000 46.810 .333 .879

X19 90.2000 44.166 .657 .871

X110 90.3000 44.424 .650 .871

X111 90.6000 46.248 .440 .876

X21 90.3333 47.264 .259 .881

X22 90.4000 46.386 .402 .877

X23 90.4667 45.430 .435 .877

X24 90.7333 43.857 .674 .870

X25 90.5667 47.013 .330 .879

X26 90.6000 46.869 .339 .879

X27 90.4667 45.085 .431 .877

X28 90.6667 44.230 .568 .873

Y1 90.5333 44.671 .560 .873

Y2 90.9000 47.197 .264 .881

Y3 90.7000 45.114 .581 .873

Y4 90.5000 47.224 .269 .880


(4)

Y6 90.5333 42.464 .715 .868

Lampiran 3. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob 0.0

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Expected Cum

Prob

Dependent Variable: Y

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 74

Normal Parameters(a,b) Mean .0000000

Std. Deviation .18900887

Most Extreme Differences

Absolute

.121

Positive .063

Negative -.121

Kolmogorov-Smirnov Z 1.038


(5)

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

2. Uji Multikolinieritas

Coefficients(a)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

X1 .620 1.613

X2 .620 1.613

a Dependent Variable: Y

3. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser

Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) .414 .206 2.007 .049

X1 -.040 .063 -.096 -.642 .523

1

X2 -.029 .060 -.073 -.488 .627


(6)

Lampiran 4. Pengujian Hipotesis 1. Uji Serempak

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.861 2 1.430 38.945 .000(a)

Residual 2.608 71 .037

Total 5.469 73

a Predictors: (Constant), X2, X1 b Dependent Variable: Y

2. Uji Parsial

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .778 .339 2.295 .025

X1 .349 .103 .352 3.383 .001

X2 .430 .099 .451 4.331 .000

a Dependent Variable: Y

3. Koefisien Determinasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .723(a) .523 .510 .19165

a Predictors: (Constant), X2, X1 b Dependent Variable: Y