BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan
agama yang
membawa misi
agar umatnya
menyelenggarakan  pendidikan  dan  pengajaran.  Ajaran  al- Qur’an  sarat  dengan
nilai-nilai  pengetahuan  yang  menuntut  pengikutnya  untuk  mengetahui  berbagai fenomena alam yang harus dipikirkan. Dengan adanya simbol tuntutan berpikir itu
membersitkan makna bahwa manusia harus mempunyai ilmu  pengetahuan untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang diciptakan Tuhan Yang Agung itu.
1
Hasbullah  mengemukakan  bahwa  pendidikan  adalah  usaha  sadar  dan terencana  untuk  mewujudkan  suasana  belajar  dan  proses  pembelajaran  agar
peserta  didik  secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya  untuk  memiliki kekuatan  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan perumusan Undang-Undang No. 20 Th. 2003 Pasal 1 ayat 1.
2
Menurut  S.  Nasution  dalam  bukunya  yang  berjudul  Sosiologi  Pendidikan, menyebutkan  bahwa  pendidikan  adalah
“proses  mengajar  dan  belajar  pola-pola kelakuan  manusia  menurut  apa  yang  diharapkan  oleh  masyarakat
”.
3
Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam
interaksi  dengan  manusia  lainnya.  Sekolah  sebagai  institusi  pendidikan merupakan  tempat  berkumpulnya  para  siswa  yang  memiliki  latar  belakang  yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dari segi ekonomi, adat- istiadat, agama, keluarga, kepribadian maupun dari segi bakat dan minatnya.
1
Djunaidatul Munawwaroh, Tanenji, Filsafat Pendidikan Islam Perspektif Islam dan Umum, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003, Cet. I, h. 113
2
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, Ed. Revisi-5, h. 4
3
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, Cet. Pertama, h. 10
Muhibbin  Syah  memberikan  pengertian  yang  lebih  luas,  pendidikan  dapat diartikan  “sebagai  sebuah  proses  dengan  metode-metode  tertentu  sehingga
seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku  yang sesuai dengan kebutuhan”.
4
Selain  itu,  Prof.  Dr.  Oemar  Hamalik  dalam  bukunya  yang  berjudul  Proses Belajar  Mengajar  menyatakan  bahwa  pendidikan  adalah
“suatu  proses  dalam rangka  mempengaruhi  siswa  agar  dapat  menyesuaikan  diri  sebaik  mungkin
terhadap  lingkungannya  dan  dengan  demikian  akan  menimbulkan  perubahan dalam  dirinya  yang  memungkinkannya  untuk  berfungsi  secara  adekuat  dalam
kehidupan masyarakat”.
5
Pendidikan  adalah  aspek  yang  sangat  penting  dalam  menunjang  kemajuan masa depan bangsa. Manusia sebagai subyek pembangunan perlu dididik,  dibina
serta dikembangkan potensi-potensinya dengan tujuan terciptanya subyek-subyek pembangunan  yang  berkualitas.  Hal  ini  dapat  terwujud  dengan  pendidikan
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tentang Pendidikan Pasal 3 sebagai berikut  :
“Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan
kehidupan  bangsa,  bertujuan  untuk  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar berakhlak  mulia,  sehat,  berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi  warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
6
Pada hakikatnya manusia mengalami perubahan akibat kegiatan belajarnya, proses  perkembangan  melalui  belajar  merupakan  proses  aktualisasi  potensi
pengetahuan manusia yang telah ada dalam dirinya. Belajar  ternyata  punya  gaya  berbeda-beda.  Bila  kita  paham  gaya  kita,
boleh jadi kita lebih pintar dari seharusnya.  Lain  ladang, lain pula ikannya.  Lain orang, lain pula gaya belajarnya. Pepatah di atas memang pas untuk menjelaskan
4
Muhibbin  Syah,  Psikologi  Pendidikan  Dengan  Pendekatan  Baru,  Bandung:  PT. Remaja Rosda Karya, 2002, Cet. Ketujuh, h. 10
5
Oemar  Hamalik,  Proses  Belajar  Mengajar,  Jakarta:  PT.  Bumi  Aksara,  2003,  Cet. Kedua, h. 79
6
Anwar  Arifin,  Memahami  Paradigma  Baru  Pendidikan  Nasional  Dalam  Undang- Undang Sisdiknas, Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003, Cet. Kedua, h. 37
fenomena bahwa tak semua orang punya gaya belajar yang sama. Pun bila mereka bersekolah di sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama.
Kemampuan  seseorang  untuk  memahami  dan  menyerap  pelajaran  sudah pasti berbeda tingkatnya, yakni “ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat
lambat.  Karenanya,  mereka  seringkali  harus  menempuh  cara  berbeda  untuk  bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama
”.
7
Di  dalam  mengikuti  proses  belajar  mengajar,  setiap  siswa  memiliki  gaya belajar  yang  berbeda-beda  antara  siswa  yang  satu  dengan  yang  lainnya.  Guru
dalam mengajar harus memperhatikan gaya belajar learning style siswa. Karena dalam setiap mengajar efektifitasnya akan sangat bergantung pada cara atau gaya
siswa belajar, di samping sifat pribadi dan kesanggupan intelektualnya. Selama penulis melaksanakan PPKT di  SMP Islam  YKS Depok, nampak
terlihat  jelas  bahwa  siswa  yang  memiliki  gaya  belajar  dalam  setiap  menerima pelajaran sangat bervariasi, khususnya pada saat belajar IPS. Ada sebagian siswa
lebih  suka  guru  mereka  mengajar  dengan  cara  menuliskan  segalanya  di  papan tulis.  Dengan  begitu  mereka  bisa  membaca  untuk  kemudian  mencoba
memahaminya. Akan tetapi, sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa
memahaminya.  Sementara  itu,  ada  siswa  yang  lebih  suka  membentuk  kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut.
Cara lain yang juga kerap disukai banyak siswa adalah model belajar yang menempatkan  guru  tak  ubahnya  seorang  penceramah.  Guru  diharapkan  bercerita
panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa  mendengarkan  sambil  menggambarkan  isi  ceramah  itu  dalam  bentuk  yang
hanya mereka pahami sendiri. Apa pun cara yang dipilih, perbedaaan gaya belajar itu menunjukkan cara
tercepat dan terbaik bagi setiap individu bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.  Karenanya,  jika  kita  bisa  memahami  bagaimana  perbedaan  gaya  belajar
setiap orang itu, mungkin akan lebih mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya,
7
http:istpi.wordpress.com20081126memahami-gaya-belajar-siswa Tanggal  07
Maret 2010
kita  harus  memandu  seseorang  untuk  mendapatkan  gaya  belajar  yang  tepat  dan memberikan hasil yang maksimal bagi dirinya.
Tentu saja, sebelum kita sendiri mengajarkannya pada orang lain, langkah terbaik  adalah  mengenali  gaya  belajar  kita  sendiri.  Pertimbangan  ini  yang
seringkali  kita  lupakan.  Dengan  kata  lain,  kita  sendiri  harus  merasakan pengalaman  mendapatkan  gaya  belajar  yang  tepat  bagi  diri  sendiri,  sebelum
menularkannya pada orang lain. Ada banyak alasan dan keuntungan yang bisa kita dapatkan  bila  kita  mampu  memahami  ragam  gaya  belajar,  termasuk  gaya  kita
sendiri. Kalangan  tua,  biasanya  menyerap  banyak  pengetahuan  tentang  gaya
belajar,  berdasarkan  pengalaman  yang  telah  mereka  lewati.  Misalnya,  mereka pernah  bekerja,  menjalani  latihan  militer,  mendidik  dan  membimbing  anak,  dan
sebagainya. Rangkaian pengalaman yang mereka lewati itu, sesungguhnya, adalah bagian  dari  cara  mereka  mendapatkan  pelajaran  berarti  yang  mungkin  bisa  kita
serap untuk melihat seperti apa sebetulnya gaya belajar yang tepat bagi kita. Apa pun gaya  yang akan kita pilih  dan ikuti,  hal  terpenting  yang tak boleh dilupakan
ialah lakukan apa yang memang akan bermanfaat bagi Anda Oleh  karena  itu  mengetahui  gaya  belajar  setiap  siswa  serta  berupaya
memperbaiki  gaya  belajar  siswa  yang  kurang  baik  bagi  seorang  guru  adalah merupakan
“suatu  usaha  yang  sangat  penting  artinya  dalam  upaya  mewujudkan keberhasilan mengajar
”.
8
Kartini Kartono mengungkapkan bahwa “cara belajar yang dilakukan siswa ada  yang  efisien  dan  ada  juga  cara  belajar  yang  kurang  efisien.  Seorang  siswa
yang  mempunyai  cara  belajar  yang  efisien  memungkinkannya  untuk  mencapai hasil belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang mempunyai cara belajar yang
tidak efisien ”.
9
8
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995, Cet. I, h. 101
9
Kartini  Kartono,  Bimbingan  Belajar  di  SMA  dan  Perguruan  Tinggi,  Jakarta:  CV. Rajawali, 1985, Cet. I, h. 4
Hasil  riset  menunjukkan  bahwa “murid  yang belajar dengan menggunakan
gaya  belajar  mereka  yang  dominan,  saat  mengerjakan  tes,  akan  mencapai  nilai yang  jauh  lebih  tinggi  dibandingkan  bila  mereka  belajar  dengan  cara  yang  tidak
sejalan dengan gaya belajar mereka ”.
10
Dengan  kata  lain,  adanya  gaya  atau  cara  belajar  siswa  yang  berbeda-beda menyebabkan  hasil  belajar  siswa  di  sekolah  pun  berbeda  pula.  Bila  gaya  belajar
siswa  baik  dan  efisien,  maka  tingkat  hasil  belajar  siswa  pun  tinggi.  Begitu  pula sebaliknya,  apabila  gaya  belajar  siswa  kurang  baik  dan  efisien,  maka  tingkat
pencapaian hasil belajar siswa di sekolah pun akan turun. Berdasarkan  pemikiran  di  atas,  penulis  melihat  bahwa  gaya  belajar  siswa
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa.  Oleh  karena  itu,  dalam  skripsi  ini  penulis  bermaksud  mengkaji  dan
membuktikan adanya hubungan antara gaya belajar yang dilakukan siswa dengan hasil belajarnya di sekolah, dengan memberi judul :
“  HUBUNGAN  ANTARA  GAYA  BELAJAR  DENGAN  HASIL  BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS
SMP ISLAM YKS DEPOK “.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah