Hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS SMP islam YKS Depok

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Disusun Oleh : Andriansyah NIM : 105015000627

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M /1431 H


(2)

i ABSTRAK

Andriansyah : “ Hubungan Antara Gaya Belajar Siswa Dengan Hasil Belajar Siswa bPada Mata Pelajaran IPS SMP Islam YKS Depok”. Skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Menurut para ahli, salah satu faktor penting untuk keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran adalah gaya belajar siswa.

Skripsi ini menganalisa dan memberikan penjelasan mengenai hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS SMP Islam YKS Depok. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa berupa angket, sedangkan sumber informasi hasil belajar diperoleh dari rapor semester genap kelas VIII SMP Islam YKS Depok.


(3)

iii

SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS SMP ISLAM YKS DEPOK

Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Andriansyah NIM : 105015000627

Mengetahui Pembimbing

Drs. H. Nurochim, MM NIP : 1959 0715 1984 03 1003

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Siswa Pada Mata Pelajaran IPS SMP Islam YKS Depok” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah, pada hari Jum’at tanggal 25

Juni 2010 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Jakarta, 25 Juni 2010 Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Drs. H. Nurochim, MM NIP. 19590715 198403 1 003

Sekretaris Jurusan/Program Studi Iwan Purwanto, M. Pd

NIP. 19730424 200801 1012 Penguji I

Drs. H. Syaripulloh, M. Si NIP. 150 389 364

Penguji II

Iwan Purwanto, M. Pd

NIP. 19730424 200801 1012

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

v

Limpahan nikmat dan barakah telah menggetarkan hati dan menggerakkan lisan penulis untuk senantiasa mengukir rasa syukur dipersembahkan ke hadirat Illahi Rabbi –Allah SWT, atas semua yang telah kita lewati di muka bumi ini selaku hamba-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, yang telah memberi banyak pelajaran hidup kepada kita.

Jika air mata ini harus tertumpah, jika raga ini harus tersungkur, dan jika jiwa ini harus berhimpun, maka semua itu adalah ungkapan rasa syukur yang paling dalam kepada Sang Pemilik Ilmu Pengetahuan atas terselesaikannya skripsi yang penulis beri judul “ Hubungan Antara Gaya Belajar Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS SMP Islam YKS Depok ” Sebagai sebuah karya untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd), rasanya skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-apa, apabila di dalamnya tidak merajut untaian terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terimakasih saya haturkan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H. Nurochim, MM. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua dedikasi dan perhatian dalam memberikan masukan dan arahan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Firdaus HM, S. Pd. Kepala Sekolah SMP Islam YKS Depok yang telah memberi izin dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di sekolah yang bapak pimpin.


(6)

vi

dan Keguruan, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang banyak memberikan kemudahan penulis dalam mengakses seluruh literatur

yang tersedia dan juga yang rela “menunggu” penulis hingga larut.

7. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada kedua orangtua, Ayahanda Ali Sumardi dan Ibunda tercinta Neneng Yatimah. Mereka tak pernah lelah memotivasi penulis untuk menjadi anak yang baik, gudang pemberi nasehat dan panutan agar senantiasa penulis menjadi anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, agama dan bangsa. Terima kasih atas bantuan moral dan financial selama penulis menempuh study S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan mereka semua layak mendapat balasan surga dari Allah SWT. Amien

8. Kakanda Lia Nurhayati dan suami, Kakanda Fitria Suryaningsih dan suami, Kakanda Syaipulloh dan isteri, Kakanda Widya Agustini dan suami, Adinda Syarif Irfan Dadi, yang selalu memberi semangat bagi penulis. Tak lupa pula teruntuk keponakan-keponakan-ku; Muhammad Noval Anwar, Virjiawan, Salsa Nabila, Zulfikri, Zahra Aulia Septiani, mereka selalu menghibur dan menghadirkan keceriaan, canda tawa sehingga penulis merasa terhibur. 9. Kepada kekasih-ku tercinta, seorang wanita penghias hati di kala suka

maupun duka, bidadari kecil nan imut-ku “Riska Andriani”, yang tiada henti memberikan masukan, saran, dan terutama rasa nyaman di hati yang terukir dalam satu kata cinta dan sayang.

10.Kepada seluruh teman-teman kelas P. IPS (Sosiologi-Antropologi) Angkatan Tahun 2005; Tri Sutaji (Ibenk), Baihaki (Sogi), Muhaimin (Muhay), Karyadi. S (Wawan), Tirwan Sulaiman (Tirwan), Heri Juliadi, M. Syafe’i,

Nur Alfi Laili (Vie2), Hilda Rizkiani (N’da), Ria, Alis, Rika dan lain-lain. Keyakinan dan kesungguhan merekalah yang menjadi sumber inspirasi penulis. Aku tak kuasa untuk melupakan kenangan bersama kalian….


(7)

vii

12.Teman-teman yang tergabung dalam Karang Taruna Kelurahan Curug, Forum Silaturrahmi Pemuda dan Mahasiswa Islam Sawangan (FOSPMIS), dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.

13.Forum Remaja Masjid Al-Masanih RW 06 (FORMAS 06), wadah sekaligus gudang menimba ilmu religi bagi penulis sehingga selalu dapat berpedoman kepada ajaran agama maupun sunnah-Nya.

14.Kawan-kawan “Social Education Motor Community”, tempat refreshing, touring ke berbagai tempat yang membuat hati penulis menjadi fresh dikala penulis merasa jenuh akan kesibukan dan kepenatan akan aktivitas kuliah. 15.Kawan-kawan “Social Education Futsal”, yang selalu menemani penulis

berolahraga dikala siang maupun malam.

16.Sejuknya angin pagi di kala waktu masuk kuliah pagi tiba dan panasnya suasana siang di kala waktu kuliah siang pun tiba, di campur hembusan angin, dan balutan keramaian rekan mahasiswa yang selalu penulis rasa dan jumpai selama menjalani perkuliahan di lantai 5 (lima) jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah, dan kita sebagai manusia sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini, yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.

Jakarta, Mei 2010


(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah Penelitian ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 8

A. GAYA BELAJAR SISWA ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Tujuan Belajar ... 11

3. Prinsip-prinsip Belajar ... 12

4. Pengertian Gaya Belajar ... 14

5. Jenis-jenis Gaya Belajar ... 16

6. Modifikasi Gaya Belajar Siswa ... 19

B. HASIL BELAJAR SISWA ... 21

1. Definisi Hasil Belajar ... 21

2. Bentuk Hasil Belajar ... 24

3. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24


(9)

ix

3. Tujuan Pembelajaran IPS ... 35

D. KERANGKA KONSEPTUAL ... 36

E. HIPOTESIS PENELITIAN ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

C. Variabel Penelitian ... 39

D. Populasi dan Sampel ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

A. Profil Umum SMP Islam YKS Depok ... 47

1. Sejarah Berdirinya SMP Islam YKS Depok ... 47

2. Visi dan Misi SMP Islam YKS Depok... 48

3. Struktur Organisasi SMP Islam YKS Depok ... 48

4. Keadaan Tenaga Pendidikan SMP Islam YKS Depok ... 48

5. Keadaan Siswa SMP Islam YKS Depok ... 49

6. Sarana dan Prasarana SMP Islam YKS Depok ... 50

B. Hasil Utama Penelitian ... 51

1. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 51

a.Uji Validitas ... 51

b.Uji Reliabilitas ... 52

c.Data Ordinal Menjadi Interval ... 53

2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53


(10)

x

BAB V PENUTUP ... 63 A. Kesimpulan ... 63 B. Saran-saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

xi

Tabel Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Gaya Belajar ... 41

Tabel 2 Interpretasi Angka Indeks Korelasi ”r” Product Moment ... 45

Tabel 3 Daftar Nama Guru dan Karyawan SMP Islam YKS Depok…….. .. 49

Tabel 4 Daftar Rombongan Belajar dan Jumlah Siswa ... 50

Tabel 5 Daftar Sarana dan Prasarana ... 50

Tabel 6 Uji Validitas Instrumen Hasil Gaya Belajar Siswa ... 51

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Tentang Gaya Belajar Siswa ... 54

Tabel 8 Nilai Raport Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas VIII ... 56

Tabel 9 Kualifikasi Hasil Belajar Siswa Kelas VIII ... 57


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ajaran al-Qur’an sarat dengan nilai-nilai pengetahuan yang menuntut pengikutnya untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang harus dipikirkan. Dengan adanya simbol tuntutan berpikir itu membersitkan makna bahwa manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang diciptakan Tuhan Yang Agung itu.1

Hasbullah mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan perumusan Undang-Undang No. 20 Th. 2003 Pasal 1 ayat 1.2

Menurut S. Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Pendidikan, menyebutkan bahwa pendidikan adalah “proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat”.3 Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Sekolah sebagai institusi pendidikan merupakan tempat berkumpulnya para siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dari segi ekonomi, adat-istiadat, agama, keluarga, kepribadian maupun dari segi bakat dan minatnya.

1

Djunaidatul Munawwaroh, Tanenji, Filsafat Pendidikan Islam (Perspektif Islam dan Umum), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. I, h. 113

2

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Ed. Revisi-5, h. 4

3


(13)

Muhibbin Syah memberikan pengertian yang lebih luas, pendidikan dapat

diartikan “sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

sesuai dengan kebutuhan”.4

Selain itu, Prof. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Proses Belajar Mengajar menyatakan bahwa pendidikan adalah “suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam

kehidupan masyarakat”.5

Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan masa depan bangsa. Manusia sebagai subyek pembangunan perlu dididik, dibina serta dikembangkan potensi-potensinya dengan tujuan terciptanya subyek-subyek pembangunan yang berkualitas. Hal ini dapat terwujud dengan pendidikan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tentang Pendidikan Pasal 3 sebagai berikut :“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.6

Pada hakikatnya manusia mengalami perubahan akibat kegiatan belajarnya, proses perkembangan melalui belajar merupakan proses aktualisasi potensi pengetahuan manusia yang telah ada dalam dirinya.

Belajar ternyata punya gaya berbeda-beda. Bila kita paham gaya kita, boleh jadi kita lebih pintar dari seharusnya. Lain ladang, lain pula ikannya. Lain orang, lain pula gaya belajarnya. Pepatah di atas memang pas untuk menjelaskan

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), Cet. Ketujuh, h. 10

5

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Cet. Kedua, h. 79

6

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), Cet. Kedua, h. 37


(14)

fenomena bahwa tak semua orang punya gaya belajar yang sama. Pun bila mereka bersekolah di sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama.

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah

pasti berbeda tingkatnya, yakni “ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama”.7

Di dalam mengikuti proses belajar mengajar, setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru dalam mengajar harus memperhatikan gaya belajar (learning style) siswa. Karena dalam setiap mengajar efektifitasnya akan sangat bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, di samping sifat pribadi dan kesanggupan intelektualnya.

Selama penulis melaksanakan PPKT di SMP Islam YKS Depok, nampak terlihat jelas bahwa siswa yang memiliki gaya belajar dalam setiap menerima pelajaran sangat bervariasi, khususnya pada saat belajar IPS. Ada sebagian siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca untuk kemudian mencoba memahaminya. Akan tetapi, sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut.

Cara lain yang juga kerap disukai banyak siswa adalah model belajar yang menempatkan guru tak ubahnya seorang penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.

Apa pun cara yang dipilih, perbedaaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Karenanya, jika kita bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar setiap orang itu, mungkin akan lebih mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya,

7

http://istpi.wordpress.com/2008/11/26/memahami-gaya-belajar-siswa/ Tanggal 07 Maret 2010


(15)

kita harus memandu seseorang untuk mendapatkan gaya belajar yang tepat dan memberikan hasil yang maksimal bagi dirinya.

Tentu saja, sebelum kita sendiri mengajarkannya pada orang lain, langkah terbaik adalah mengenali gaya belajar kita sendiri. Pertimbangan ini yang seringkali kita lupakan. Dengan kata lain, kita sendiri harus merasakan pengalaman mendapatkan gaya belajar yang tepat bagi diri sendiri, sebelum menularkannya pada orang lain. Ada banyak alasan dan keuntungan yang bisa kita dapatkan bila kita mampu memahami ragam gaya belajar, termasuk gaya kita sendiri.

Kalangan tua, biasanya menyerap banyak pengetahuan tentang gaya belajar, berdasarkan pengalaman yang telah mereka lewati. Misalnya, mereka pernah bekerja, menjalani latihan militer, mendidik dan membimbing anak, dan sebagainya. Rangkaian pengalaman yang mereka lewati itu, sesungguhnya, adalah bagian dari cara mereka mendapatkan pelajaran berarti yang mungkin bisa kita serap untuk melihat seperti apa sebetulnya gaya belajar yang tepat bagi kita. Apa pun gaya yang akan kita pilih dan ikuti, hal terpenting yang tak boleh dilupakan ialah lakukan apa yang memang akan bermanfaat bagi Anda!

Oleh karena itu mengetahui gaya belajar setiap siswa serta berupaya memperbaiki gaya belajar siswa yang kurang baik bagi seorang guru adalah merupakan “suatu usaha yang sangat penting artinya dalam upaya mewujudkan keberhasilan mengajar”.8

Kartini Kartono mengungkapkan bahwa “cara belajar yang dilakukan siswa ada yang efisien dan ada juga cara belajar yang kurang efisien. Seorang siswa yang mempunyai cara belajar yang efisien memungkinkannya untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang mempunyai cara belajar yang tidak efisien”.9

8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. I, h. 101

9

Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), Cet. I, h. 4


(16)

Hasil riset menunjukkan bahwa “murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka”.10

Dengan kata lain, adanya gaya atau cara belajar siswa yang berbeda-beda menyebabkan hasil belajar siswa di sekolah pun berbeda pula. Bila gaya belajar siswa baik dan efisien, maka tingkat hasil belajar siswa pun tinggi. Begitu pula sebaliknya, apabila gaya belajar siswa kurang baik dan efisien, maka tingkat pencapaian hasil belajar siswa di sekolah pun akan turun.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis melihat bahwa gaya belajar siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis bermaksud mengkaji dan membuktikan adanya hubungan antara gaya belajar yang dilakukan siswa dengan hasil belajarnya di sekolah, dengan memberi judul :

“ HUBUNGAN ANTARA GAYA BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS SMP ISLAM YKS DEPOK “.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Banyak siswa yang tidak memperhatikan gaya belajarnya di sekolah 2. Sebagian siswa kurang menerapkan gaya belajar dalam menangkap

pelajaran

3. Terdapat beberapa siswa tidak peduli terhadap gaya belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar mereka

4. Hasil belajar dalam mata pelajaran IPS yang kurang memuaskan

10

Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), Cet. 2, h. 139


(17)

5. Siswa yang peduli dengan gaya belajar berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa di sekolah

6. Kurangnya gaya belajar siswa dalam belajar termasuk belajar IPS

7. Ada atau tidaknya hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

2. Pembatasan Masalah

Karena terbatasnya waktu, tenaga dan sarana yang tersedia, maka penulis akan membatasi permasalahan dalam pembahasan penelitian agar memperjelas dan memberi arah yang tepat pada pembahasan hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Islam YKS Depok. Dalam hal ini penulis membatasinya pada hal sebagai berikut :

1. Hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

2. Hasil belajar IPS siswa SMP Islam YKS Depok.

3. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yaitu apakah terdapat hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar IPS siswa SMP Islam YKS Depok ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui gaya belajar siswa SMP Islam YKS Depok 2. Untuk mengetahui hasil belajar IPS siswa SMP Islam YKS Depok

3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan gaya belajar dengan hasil belajar pada mata pelajaran IPS siswa SMP Islam YKS Depok

4. Untuk mengetahui besarnya tingkat kontribusi antara gaya belajar dengan hasil belajar pada mata pelajaran IPS siswa SMP Islam YKS Depok


(18)

Adapun manfaat penelitian yang diperoleh diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, dari hasil penelitian ini nantinya akan diketahui apakah ada

hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar IPS. Dan sebagai calon guru dapat menumbuh kembangkan gaya belajar yang ada pada diri siswa. 2. Bagi guru IPS, dapat meningkatkan gaya belajar di kelas yang baik,

khususnya dalam mata pelajaran IPS.

3. Bagi sekolah, dapat menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menarik gaya belajar siswa.

4. Bagi LPTK, khususnya bagi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, dapat memberikan saran atau masukan bagi Jurusan IPS untuk lebih memperhatikan mahasiswanya dalam mempelajari jenis gaya belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu, khususnya pelajaran IPS.


(19)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Gaya Belajar Siswa 1. Pengertian Belajar

Perkataan belajar sudah sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Karena belajar merupakan hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Belajar adalah proses perubahan, sedangkan kehidupan manusia selalu berubah-ubah sepanjang zaman, sehingga manusia dituntut untuk selalu belajar sejak manusia itu dilahirkan. Drs. Ngalim Purwanto di dalam bukunya mengatakan bahwa: “Manusia selalu dan senantiasa belajar bilamanapun dan dimanapun

berada”.1

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya lebih mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.

Zikri Neni Iska mengemukakan definisi belajar adalah “proses

perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam rangka waktu

tertentu”.2

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1990), Cet. V h. 84

2

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta; Kizi


(20)

Hilgard mengatakan: “belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk atau minum ganja bukan termasuk hasil belajar”.3

Disamping itu ada juga sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu meskipun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.

Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, di bawah ini ada sebagian pendapat para ahli mengenai definisi belajar sebagai berikut :

a. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975)

mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku

seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang

(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”

b. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan

bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi

ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke

waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”

c. Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan:

“Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah

laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

3

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar,(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995), Cet. I, h. 35


(21)

d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan.

“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan

diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,

kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”4

Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Chaplin berpendapat bahwa belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Dan belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus. Hintzman berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme. Wittig mendefinisikan belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Reber mendefinisikan belajar yaitu proses memperoleh pengetahuan dan suatu perubahan kemampuan beraksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.5

Menurut James O. Whittaker, belajar dapat didefinisikan “sebagai proses di mana tingkahlaku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”.6

Belajar merupakan proses dasar dari pada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkahlakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Kitapun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1) Belajar (learning) adalah suatu perubahan prilaku pada diri seseorang yang terjadi dalam jangka waktu lama dan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.

4

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar., h. 84 5

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 60-62

6

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990), Cet. III, h. 98-99


(22)

2) Belajar mampu menimbulkan suatu perubahan yang relative tetap.

3) Perubahan yang dimaksud ialah suatu keadaan sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah menjalani belajar.

4) Perubahan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan atau usaha maupun praktek yang disengaja atau diperkuat.

Kesimpulan di atas dapat penulis buat pada diagram di bawah ini :

Latihan yang Perubahan yang

disengaja Belajar relatif tetap

2. Tujuan Belajar

Proses belajar mengajar sebagai proses dapat mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu tahapan/fase dalam mempelajari sesuatu dan sebagai urutan kegiatan perencanaan oleh guru. Proses belajar mengajar meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan (planning), pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi dan program tindak lanjut. Semuanya berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran.

Sebagai suatu sistem instruksional belajar mengajar mengandung sejumlah komponen antara lain : tujuan, bahan/materi, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Salah satu komponen tersebut adalah tujuan belajar.

Menurut Winarno Surakhmad, tujuan belajar lebih diajukan pada

“pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan, serta pembentukan sikap dan perbuatan”.7

Dalam pencapaian tujuan belajar diperlukan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan ini dipengaruhi oleh berbagai komponen, misalnya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, dan materi yang diajarkan guru serta siswa memainkan peranan dalam hubungan sosial di sekolah. Jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang

7

Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986), h. 49


(23)

tersedia. Secara garis besarnya, tujuan belajar dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam diantaranya:

a) Untuk mendapatkan pengetahuan b) Penanaman konsep dan keterampilan c) Pembentukan sikap dan perbuatan.

Pemikiran pengetahuan, kemampuan berpikir dan faktor yang berkaitan. Kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan tidak berarti apa-apa. Cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan adalah dengan melakukan upaya tugas membaca.

Tujuan belajar dalam dunia pendidikan kita sekarang lebih dikenal dengan tujuan pendidikan menurut Taksonomi Bloom, yaitu “tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik antara lain sebagai berikut:

a) Hal ihwal ilmu dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif) b) Hal ihwal personal, kepribadian dan sikap (afektif)

c) Kelakuan dan keterampilan atau penampilan (psikomotorik)”.8

3. Prinsip-prinsip Belajar

Setiap guru atau pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu “prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual”.9 Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu sebagai berikut:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional;

2) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional;

8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. Ke-3, h. 58-59

9

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-4, h. 27-28


(24)

3) belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif;

4) belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b. Sesuai hakikat belajar

1) belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;

2) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery; 3) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang

satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;

2) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d. Syarat keberhasilan belajar

1) belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;

2) repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Prinsip-prinsip di atas merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam proses belajar mengajar, sebab apabila prinsip-prinsip tersebut dipegang, maka tujuan belajar akan cenderung lebih cepat berhasil.


(25)

4. Pengertian Gaya Belajar

Akhir-akhir ini timbul pemikiran baru yakni, bahwa seorang guru dalam setiap mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau “learning style” siswa. Gaya belajar adalah cara siswa bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam belajar.

Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Peter Salim dan Yenny Salim yang dikutip dari buku Rafy Sapuri, dijelaskan bahwa “gaya adalah kekuatan, kesanggupan berbuat dan sikap atau gerak-gerik yang indah”.10 Jika dikaitkan dengan belajar, berarti suatu tindakan yang dirasakan menarik oleh siswa dalam melakukan aktivitas belajar, baik ketika sedang sendiri atau dalam kelompok belajar bersama teman-teman sekolah.

Dunn Opal (1991) menjelaskan bahwa dalam belajar, setiap individu memiliki kecenderungan kepada salah satu cara atau gaya tertentu. kecenderungan atau gaya seseorang ini disebut gaya belajar. Kemudian Nasution berargumen,

bahwa “Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seseorang

dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat atau berpikir, dan

memecahkan soal”.11

Noel Enatwistle (1983) menjelaskan bahwa “Learning style is the general tendency to adopt a particular strategy” (Gaya belajar adalah kecenderungan secara menyeluruh untuk mengambil strategi khusus). Selanjutnya Kenneth D Moore (2001) juga memberikan definisi tentang gaya belajar, yaitu

“cara seorang individu mulai memproses, mendalami, dan berkonsentrasi terhadap sesuatu yang baru”.12

Gaya belajar menurut Anita E. Woolfolk adalah pendekatan individu dalam belajar. Biasanya melibatkan proses menerima informasi secara mendalam (deep) atau tidak (surface). Kemudian Borich dan Tombari mengartikan “gaya belajar sebagai kebiasaan yang dipilih oleh siswa dalam belajar, baik di dalam kelas atau di lingkungan terbuka”.13

10

Rafy Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), Ed. I, h. 288-289

11

Rafy Sapuri, Psikologi…………, h. 288 12

Rafy Sapuri, Psikologi…………, h. 288 13


(26)

Di kalangan pendidik telah dipahami bahwa setiap peserta didik memiliki berbagai macam cara dalam belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Anak seperti ini menyenangi penyajian materi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang gurunya katakan saat belajar tersebut. Selama belajar anak seperti ini biasanya diam dan tidak terganggu dengan kebisingan. Gaya seperti ini dinamakan gaya belajar visual. Berbeda dengan anak yang memiliki gaya belajar bersifat auditori. Anak seperti ini umumnya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan dan melakukan apa yang dilakukan oleh gurunya termasuk membuat catatan. Anak dengan gaya seperti ini mengandalkan kemampuan mengingatnya dan pendengarannya. Selain itu, ada pula gaya belajar kinestetik,

“bahwa anak pada kelompok ini dalam kegiatan belajarnya akan melibatkan diri secara langsung”.14 Mereka cenderung kurang sabaran, semaunya sendiri. Cara belajar mereka akan terlihat sembarangan dan tidak karuan.

S. Nasution menegaskan bahwa “para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar pada siswa yang digolongkan menurut kategori-kategori tertentu”.15 Mereka berkesimpulan bahwa:

1) Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Juga guru mempunyai gaya mengajar masing-masing.

2) Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu.

3) Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektivitas belajar.

Dengan mengetahui gaya belajar siswa, “guru dapat menyesuaikan gaya-mengajarnya dengan kebutuhans siswa, misalnya dengan menggunakan berbagai gaya mengajar sehingga murid-murid semuanya dapat memperoleh cara yang efektif baginya”.16 Khususnya jika akan dijalankan pengajaran individual, gaya belajar murid perlu diketahui. Agar dapat memperhatikan gaya-belajar siswa, guru harus menguasai keterampilan dalam berbagai gaya mengajar dan harus sanggup

14

http://opinimerdeka.blogspot.com/2009/03/gaya-belajar.html Tanggal 13 April 2010 15

S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. V, h. 93

16


(27)

menjalankan berbagai peranan, misalnya sebagai ahli bahan pelajaran, sumber informasi, instruktur, pengatur pelajaran, evaluator. Ia harus sanggup menentukan metode mengajar-belajar yang paling serasi, bahan yang sebaiknya dipelajari secara individual menurut gaya belajar masing-masing, serta bahan untuk seluruh kelas.

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut, gaya belajar berarti cara berpikir, merasa, mengamati, dan bertingkah laku yang konsisten (tidak berubah dari awal hingga kini) serta memiliki nilai seni yang cenderung berbeda pada masing-masing individu.

5. Jenis-jenis Gaya Belajar

Type gaya belajar siswa di sekolah dapat dibagi dalam empat jenis, yaitu

“gaya belajar pada permulaan belajar; gaya belajar pada waktu menerima pelajaran; gaya belajar pada waktu menyerap pelajaran dan gaya belajar pada waktu memecahkan masalah atau menjawab soal”.17 Pada masing-masing gaya belajar tersebut ada yang baik dan ada pula yang tidak baik sehingga perlu dimodifikasi.

Adapun gaya belajar tersebut adalah sebagai berikut : a. Gaya belajar siswa pada permulaan belajar

Gaya belajar ini ada dua macam, yaitu : Field Dependence dan Field Independence. Gaya belajar Field Dependence ialah “gaya belajar siswa yang mau memulai belajar apabila ada pengaruh atau perintah dari orang lain (guru atau orang tua)”.18 Sebaliknya pada gaya belajar Field Independence, siswa mau belajar secara mandiri tanpa harus disuruh atau dipengaruhi orang lain. Gaya belajar Field Idependence inilah yang sebaiknya terjadi pada setiap permulaan belajar.

Terjadinya gaya belajar tesebut pada diri masing-masing siswa berkaitan erat dengan pengalaman pendidikan dan perkembangan pribadinya. Pada siswa yang gaya belajarnya dependence, sejak kecil ia di didik untuk selalu

17

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional., h. 103 18


(28)

memperhatikan orang lain; selalu mengingat atau mengikuti hal-hal dalam konteks sosial, siswa ini kemungkinannya memperoleh pendidikan secara otoriter dari orang tuanya atau kemungkinan lainnya ialah selama belajar ia tidak pernah memperoleh keberhasilan atau kepuasan dalam belajarnya. Sedangkan siswa yang mempunyai gaya belajar independence, ia mengalami pengalaman pendidikan secara demokratis, ia dididik untuk dapat berdiri sendiri dan mempunyai otonomisasi dalam tindakannya dan kemungkinan besar dalam setiap kegiatan belajar yang dialaminya berhasil memperoleh ganjaran atau kepuasan.

b. Gaya belajar siswa dalam menerima pelajaran

Ada dua macam gaya belajar siswa dalam menerima pelajaran, yaitu : gaya Preceptive dan gaya Receptive. Gaya belajar Preceptive ialah

“kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran/informasi atau dalam mengumpulkan informasi dalam belajar dilakukan dengan beraturan yaitu dengan mengadakan organisasi atau hubungan terhadap hal-hal atau konsep-konsep dari informasi yang diterimanya agar dapat dikenal atau dipahami secara bulat atau utuh”.19

Sedangkan gaya belajar Receptive, kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran dilakukan dengan menerima informasi (yang disampaikan guru/disajikan oleh buku) secara detail, tanpa berusaha untuk membulatkan atau mengorganisir konsep-konsep informasi yang diterimanya. Apabila siswa tersebut mencatat pelajaran yang disampaikan guru, maka mereka cenderung untuk mencatat setiap kata-kata guru secara mendetail. Tetapi sebaliknya bagi siswa yang bergaya preceptive mereka hanya mencatat kebulatan atau kesimpulan dari informasi-informasi yang diterimanya. Oleh karena itu gaya belajar preceptive inilah yang sebaiknya dilakukan siswa dalam menerima pelajaran.

c. Gaya belajar siswa dalam menyerap pelajaran

Gaya belajar siswa pada waktu menyerap pelajaran ada dua macam, yaitu gaya Impulsive dan gaya Reflektive. Gaya belajar Impulsive adalah gaya siswa

19


(29)

dalam menyerap pelajaran cenderung untuk cepat-cepat mengambil keputusan tanpa memikirkan secara mendalam untuk memahami konsep-konsep informasi yang telah diterimanya. Sebaliknya siswa yang bergaya Reflektive dalam menyerap pelajaran mereka akan mempertimbangkan atau memikirkan semua konsep informasi yang telah diterimanya terlebih dahulu sebelum diambil keputusan/dipahami.

Dengan demikian ada perbedaan cara menyerap pelajaran pada kedua jenis gaya belajar tersebut, yaitu gaya belajar Impulsive lebih cenderung untuk menghafal semua konsep yang diajarkan, sedangkan pada gaya belajar Reflektive siswa cenderung untuk selalu memikirkan dan memahami semua konsep informasi yang disampaikan guru.

Dalam menghadapi ujian dengan test obyektif yang jumlah soalnya banyak dan harus diselesaikan dalam waktu yang singkat atau terbatas, bagi siswa yang bergaya Impulsive akan dapat dengan mudah dan cepat dalam penyelesaiannya, tetapi sebaliknya bagi siswa yang bergaya belajar Reflektive akan merasa kesulitan karena setiap soal yang akan dijawab perlu dipikir atau dipertimbangkan dengan cermat, karena itu mereka sering merasa kekurangan waktu dalam menghadapi test semacam itu.

d. Gaya belajar siswa dalam memecahkan masalah

Dalam memecahkan masalah atau dalam menjawab soal atau permasalahan yang diajukan guru, ada dua macam, yaitu gaya Intuitive dan gaya Sistematis. Pada gaya Intuitive siswa dalam memecahkan atau menjawab soal dilakukan hanya secara intuisi atau menurut perasaanyan saja. Sedangkan bagi siswa yang gaya belajarnya Sistematis dalam menjawab permasalahan tidak dilakukan secara trial and error, akan tetapi dengan cara sistematis yaitu dimulai dengan melihat struktur masalahnya, kemudian mengumpulkan dan menetapkan alternative jawaban yang paling tepat untuk menjawab masalah.


(30)

6. Modifikasi Gaya Belajar Siswa

Gaya belajar siswa yang perlu diperbaiki atau dimodifikasi tersebut adalah gaya belajar : Field Dependence dalam memulai belajar; gaya belajar Receptive dalam menerima pelajaran; gaya belajar Impulsive dalam menyerap pelajaran; dan gaya belajar Intuitive dalam menjawab atau memecahkan masalah.

a. Memperbaiki gaya belajar Field Dependence

Tujuannya adalah “agar siswa secara berangsur-angsur mau belajar sendiri atau mandiri, tidak harus diperintah maupun disuruh oleh guru atau orang tua”.20

Cara yang harus dilakukan guru adalah :

1) Dalam setiap mengajar, guru harus selalu membangkitkan motivasi intrinsic kepada diri siswa.

2) Setiap selesai mengajar, guru harus memberikan pekerjaan rumah (PR). 3) Upayakan penampilan atau prilaku guru dalam mengajar dapat membantu

membangkitkan minat siswa pada pelajaran.

4) Usahakan agar setiap siswa dalam belajar memperoleh rasa puas melalui prosedur didaktis pedagogis yang memungkinkan.

b. Memperbaiki gaya belajar Receptive

Tujuannya ialah agar siswa dalam menerima pelajaran jangan diingat secara detail, akan tetapi harus diorganisir agar dapat dikenali/dipahami secara bulat.

Cara memodifikasinya adalah :

1) Dalam setiap mengajar, guru harus membuat kerangka uraian/skema pelajaran yang akan disampaikan.

2) Mengingatkan kepada siswa agar jangan menerima pelajaran secara detail, akan tetapi harus diorganisir atau dibulatkan.

3) Uraikanlah penjelasan-penjelasan guru dengan perlahan-lahan (tidak tergesa-gesa) agar dapat diikuti dengan baik oleh siswa.

20


(31)

4) Setiap selesai menguraikan bagian-bagian inti pelajaran, guru harus mengajukan pertanyaan untuk mengetahui penguasaan atau pemahaman siswa atas informasi yang telah disampaikan.

c. Memperbaiki gaya belajar Impulsive

Tujuannya adalah agar siswa dalam menyerap pelajaran jangan dihafal seluruhnya, akan tetapi harus dipahami.

Cara yang harus dilakukan guru adalah :

1) Ingatkan kepada siswa agar jangan tergesa-gesa dalam menyerap pelajaran.

2) Dengarkan baik-baik terlebih dahulu penjelasan guru kemudian disusun dan difikirkan dengan baik untuk dipahami.

3) Dalam mengajar guru harus membuat kerangka atau skema uraian di papan tulis dan setelah selesai mengajar bagian-bagian pelajaran harus disusul dengan mengajukan pertanyaan.

d. Memperbaiki gaya belajar Intuitive

Tujuannya ialah agar siswa dalam memecahkan atau menjawab permasalahan jangan secara trial and error, akan tetapi teriasa untuk menjawab masalah secara sistimatis.

Cara memperbaikinya ialah :

1) Ingatkan kepada siswa agar jangan menjawab pertanyaan menurut perasaan atau bisikan hati saja.

2) Dengarkan dan simak terlebih dahulu permasalahan yang diajukan dengan sebaik-baiknya, perhatikan struktur masalahnya yang perlu dijawab. 3) Kumpulkan data atau alternatif jawaban yang mungkin berkaitan dengan

struktur permasalahan.


(32)

B. Hasil Belajar Siswa 1. Definisi Hasil Belajar

Pengertian hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang respon hasil pengukurannya tergolong pendapat (judgment), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah.

Soedijarto menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Adapun menurut Briggs menyatakan bahwa hasil belajar merupakan seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.

Nana sudjana mengemukakan pendapatnya tentang hasil belajar, menurutnya hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar atau achievement merupakan “realisasi atau pemekaran dari suatu kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang”.21 Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik.

Menurut Winkel, hasil belajar adalah “perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”.22

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.

21

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2003), Cet. Ke-I, h. 102-103

22


(33)

Adapun perinciannya adalah sebagai berikut : 1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.23 Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar, diantaranya : a. Keterampilan dan kebiasaan

b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

Menurut Drs. Ali Imron, mengemukakan bahwa “hasil belajar relative menetap, dan tidak berubah-ubah”.24 Perubahan tingkah laku yang sifatnya

23

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html Tanggal 15 Maret 2010

24

Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. dunia Pustaka jaya, 1996), Cet. I, h. 16


(34)

relative tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah. Perubahan-perubahan demikian tidak sama dengan perubahan-perubahan dalam belajar. Oleh karena itu tidak semua perubahan-perubahan yang ada pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai belajar.

Hasil belajar adalah “sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik”.25

Prof. Dr. Zakiah Dradjat berpendapat bahwa “hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku”.26 Bagaimana bentuk tingkah laku yang diharapkan berubah itu dinyatakan dalam perumusan tujuan instruksional.

Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu, meliputi tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan atau kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut, kedua, aspek afektif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan kesadaran, dan ketiga, aspek psikomotor, meliputi perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diberikan kesimpulan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

25

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040, Tahun Ke-9, Januari 2003, 130 26

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I, h. 197


(35)

2. Bentuk Hasil Belajar

Menurut Piet A. Sahertian keberhasilan belajar biasanya dilambangkan dalam bentuk prestasi konkrit, yakni keberhasilan belajar dapat diketahui setelah dilaksanakan tes prestasi belajar atau evaluasi belajar. Pada umumnya hasil belajar di sekolah dinyatakan dalam bentuk angka. Angka tersebut biasanya dicantumkan dalam deretan nilai berupa raport atau izajah.

Hasil belajar tersebut diukur dan dicatat mula-mula pada buku nilai, kemudian pada buku pencatatan nilai kelompok atau kelas. Di sekolah biasanya hasil belajar itu dicatat dalam buku laporan kemajuan belajar siswa yang lazim disebut raport. Piet juga berpendapat bahwa “seorang siswa dikatakan berhasil dalam evaluasi belajar bila siswa yang bersangkutan mencapai tingkat penguasaan, misalnya 75 % keatas”.27

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Sebagaimana telah dikatakan dalam salah satu prinsip belajar bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Agar kita dapat mencapai keberhasilan belajar yang maksimal, tentu saja kita harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar tersebut. Pemahaman ini juga penting agar kita dapat menentukan latar belakang dan penyebab kesulitan belajar yang mungkin kita alami.

Seperti sudah disebutkan, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor internal terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis.

1. Faktor Biologis (Jasmaniah)

27

Piet A. Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), Cet Ke-I h. 98


(36)

Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini diantaranya sebagai berikut :

Pertama, kondisi fisik yang normal. Kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir sudah tentu merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ-organ tubuh bagian dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.

Kedua, kondisi kesehatan fisik. Bagaimana kondisi kesehatan fisik yang sehat dan segar (fit) sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, tentunya telah kita ketahui dengan mudah dan tidak perlu lagi kita bicarakan secara panjang lebar. Namun demikian, di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang sangat diperlukan. Hal-hal tersebut diantaranya adalah makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga secukupnya, dan istirahat yang cukup. Selain itu, jika terjadi gangguan kesehatan, segeralah berobat dan jangan membiasakan diri untuk membiarkan terjadinya gangguan kesehatan secara berlarut-larut.

2. Faktor Psikologis (Rohaniah)

Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Kondisi mental yang mantap dan stabil ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses belajar.

Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor psikologis ini meliputi pula hal-hal berikut :

Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh di bawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Sangat perlu dipahami bahwa


(37)

intelegensi itu bukan merupakan satu-satunya faktor penentu keberhasilan belajar seseorang. Intelegensi itu hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor.

Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan sebagai faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Lebih dari itu, dapat dikatakan kemauan merupakan motor penggerak utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap segi kehidupannya.

Ketiga, bakat. Bakat memang merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang dalam suatu bidang tertentu. Perlu diketahui bahwa biasanya bakat itu bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.

Keempat, daya ingat. Bagaimana daya ingat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, kiranya sangat mudah dimengerti. Untuk memperluas pengertian tersebut marilah kita memperdalam pengetahuan kita tentang proses mengingat yang melalui tahap-tahap berikut :

a. mencamkan (memasukkan) kesan, b. menyimpan kesan,

c. mereproduksi (mengeluarkan kembali) kesan.

Karena itu, daya ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Pengertian kesan di sini adalah gambaran yang tertinggal di dalam jiwa atau pikiran setelah kita melakukan pengamatan.

Kelima, daya konsentrasi. Daya konsentrasi merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan, dan segenap panca indra ke satu objek di dalam satu aktivitas tertentu, dengan disertai usaha untuk tidak mempedulikan objek-objek lain yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas itu. Perlu diketahui bahwa kemampuan untuk melakukan konsentrasi itu memerlukan kemampuan dalam menguasai diri (daya penguasaan diri).


(38)

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor waktu.

1. Faktor Lingkungan Keluarga

Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan seseorang, dan tentu saja merupakan faktor pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang diantaranya ialah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup, suasana lingkungan keluarga yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya.

2. Faktor Lingkungan Sekolah

Satu hal yang paling mutlak harus ada di sekolah untuk menunjang keberhasilan belajar adalah adanya tata tertib dan disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Disiplin tersebut harus ditegakkan secara menyeluruh, dari pimpinan sekolah yang bersangkutan, para guru, para siswa, sampai pada karyawan sekolah lainnya. Dengan cara seperti inilah proses belajar akan dapat berjalan dengan baik. Setiap personil sekolah terutama para siswa harus memiliki kepatuhan terhadap disiplin dan tata tertib sekolah. Jadi mereka tidak hanya patuh dan senang kepada guru-guru tertentu.

Kondisi lingkungan sekolah yang juga dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain adalah adanya guru yang baik dalam jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman yang baik, adanya keharmonisan hubungan di antara semua personil sekolah.


(39)

3. Faktor Lingkungan Masyarakat

Jika kita perhatikan dengan seksama lingkungan masyarakat di sekitar kita, kita akan dapat melihat ada lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar, adapula lingkungan atau tempat tertentu yang menghambat keberhasilan belajar.

Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar di antaranya adalah lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang melaksanakan kursus-kursus tertentu, seperti kursus bahasa asing, keterampilan tertentu, bimbingan tes, kursus pelajaran tambahan yang menunjang keberhasilan belajar di sekolah, sanggar majelis taklim, sanggar organisasi keagamaan seperti remaja masjid dan gereja, sanggar karang taruna.

Adapun lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menghambat keberhasilan belajar antara lain adalah tempat hiburan tertentu yang banyak dikunjungi orang yang lebih mengutamakan kesenangan atau hura-hura seperti diskotik, bioskop, pusat-pusat perbelanjaan yang merangsang kecenderungan konsumerisme, dan tempat-tempat hiburan lainnya yang memungkinkan orang dapat melakukan perbuatan maksiat seperti judi, mabuk-mabukan, penyalahgunaan zat atau obat.

4. Faktor Waktu

Kita tentu telah mengetahu bersama bahwa waktu (kesempatan) memang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Sebenarnya yang sering menjadi masalah bagi siswa bukan ada atau tidak adanya waktu, melainkan bisa atau tidaknya mengatur waktu yang tersedia untuk belajar. Selain itu masalah yang yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mencari dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar di satu sisi siswa dapat menggunakan waktunya untuk belajar dengan baik dan di sisi lain mereka juga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi yang sangat bermanfaat pula untuk menyegarkan pikiran (refreshing).

Adanya keseimbangan antara kegiatan belajar dan kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi itu sangat perlu. Tujuannya adalah “agar selain dapat meraih


(40)

prestasi belajar yang maksimal, siswa pun tidak dihinggapi kejenuhan dan kelelahan pikiran yang berlebihan serta merugikan”.28

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu sendiri (internal) dan kualitas pembelajaran (eksternal). Dan secara keseluruhan sangat berkaitan erat dan saling mendukung satu sama lain.

4. Proses Pembelajaran Yang Efektif

Berbagai kasus menunjukkan bahwa di antara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat melakukan pembelajaran dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasar asumsi tersebut. Guru harus menyadari bahwa “pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan”.29

Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung pada suatu lingkungan pendidikan, karena itu guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar dan penguasan sejumlah kompetensi tertentu.

Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, yang menurut materi berbeda pula. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu mengandung variasi, seperti belajar keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap dan seterusnya. Perbedaan tersebut menuntut pembelajaran yang berbeda sesuai dengan jenis pembelajaran yang berlangsung.

Aspek didaktik menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan mengingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Kondisi eksternal yang harus diciptakan oleh guru menunjuk variasi juga dan tidak sama antara jenis belajar yang satu

28

Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2000), Cet. I, h. 11-21

29

E. Mulyasa, Implementasi Kurikilum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. III, h. 118


(41)

dengan yang lain, meskipun ada pula kondisi yang paling dominant dalam segala jenis belajar. Untuk kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai jenis-jenis belajar, kondisi internal dan eksternal peserta didik, serta melakukan pembelajaran yang efektif dan bermakna.

Mulyasa mengatakan bahwa pembelajaran efektif dapat dilakukan

dengan prosedur sebagai berikut : “(a) Pemanasan dan apersepsi, (b) Eksplorasi,

(c) Konsolidasi pembelajaran, (d) Pembentukan kompetensi, sikap dan prilaku,

(e) Penilaian formatif”30

Pemanasan atau apersepsi perlu dilakukan untuk menjajagi pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Tahap eksplorasi merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Pembentukan kompetensi, sikap dan prilaku peserta didik dapat dilakukan dengan mendorong peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian dan kompetensi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari; menggunakan metodologi yang paling tepat dan mempraktekkan pembelajaran secara langsung.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif siswa perlu memperhatikan beberapa hal, yakni :31

a. Kondisi Internal

Yang dimaksud dengan kondisi internal yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatannya, keamanannya, ketentramannya, dan sebagainya. Siswa dapat belajar dengan baik apabila kebutuhan-kebutuhan internalnya dapat dipenuhi.

30

Mulyasa., h. 119-120 31

Roestiyah, NK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), Cet. II, h. 161-163


(42)

Menurut Maslow ada 5 (lima) jenjang kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yakni :

1) Kebutuhan physiologis, yaitu kebutuhan jasmani manusia misalnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, istirahat dan kesehatan. Untuk dapat belajar yang efektif dan efisien, siswa harus sehat, jangan sampai sakit yang dapat mengganggu kerja otak yang dapat mengakibatkan terganggunya kondisi dan konsentrasi belajar seseorang.

2) Kebutuhan akan keamanan. Manusia membutuhkan ketentraman dan keamanan jiwa. Perasaan kecewa, dendam, takut akan kegagalan, ketidakseimbangan mental dan kegoncangan-kegoncangan emosi yang lain dapat mengganggu kelancaran belajar seseorang. Oleh karena itu agar cara belajar siswa dapat ditingkatkan kearah yang efektif, maka siswa harus dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin dipelajari.

3) Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta. Manusia dalam hidup membutuhkan kasih sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang lain. Disamping itu ia akan merasa berbahagia apabila dapat membantu dan memberikan cinta kasih kepada orang lain pula. Keinginan untuk diakui sama dengan orang lain merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Oleh karena itu belajar bersama dengan kawan-kawan lain dapat meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa.

4) Kebutuhan akan status. Misalnya keinginan akan keberhasilan. Setiap orang akan berusaha agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar, siswa perlu optimis, percaya akan kemampuan diri, dan yakin bahwa ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Siswa pun harus yakin bahwa apa yang dipelajari adalah merupakan hal-hal yang kelak akan banyak gunanya bagi dirinya.

5) Kebutuhan self-actualisation. Belajar yang efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan self-image seseorang. Tiap orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakan. Oleh karena itu siswa harus yakin


(43)

bahwa dengan belajar yang baik akan dapat membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan.

b. Kondisi Eksternal

Yang dimaksud kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan, serta keadaan lingkungan pisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan yang baik dan teratur, misalnya :

1) ruang belajar harus bersih, tidak ada bau-bauan yang mengganggu konsentrasi pikiran.

2) ruangan cukup terang, tidak gelap yang dapat mengganggu mata.

3) cukup sarana yang diperlukan untuk belajar, misalnya alat pelajaran, buku-buku, dan sebagainya.

C. Hakikat Pembelajaran IPS 1. Definisi IPS

Dalam kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terdapat beberapa istilah yang terkadang sering diartikan secara tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Istilah-istilah tersebut adalah Studi Sosial (Social Studies), Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Meskipun pada masing-masing istilah tersebut sama-sama terdapat kata “Social”, akan tetapi dalam pengertian dan maknanya terdapat perbedaan.

Studi Sosial (Social Studies) merupakan suatu studi yang mengkaji dan menelaah berbagai gejala serta masalah sosial yang berhubungan dengan perkembangan dan struktur kehidupan manusia. Studi Sosial (Social Studies) bukanlah satu disiplin ilmu yang bersifat akademik-teoritik, tetapi merupakan program pendidikan yang dikembangkan dari ilmu-ilmu sosial (Social Sciences),...” bahkan dapat merupakan bahan-bahan pelajaran bagi peserta didik sejak pendidikan dasar, dan dapat berfungsi selanjutnya sebagai pengantar bagi

kelanjutan kepada disiplin ilmu” dalam mengkaji fenomena serta masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan kehidupan manusia, studi sosial menggunakan bidang keilmuan yang termasuk kedalam lingkup disiplin


(44)

ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana dinyatakan Savage dan Amstrong bahwa “Social studies is the integrated study of social sciences of humanities to promote civic competence”.

Berdasarkan beberapa definisi dan batasan-batasan tentang studi sosial yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan “bahwa studi sosial merupakan program pendidikan yang dikembangkan dari ilmu-ilmu sosial, yang dalam mengkaji gejala-gejala dan masalah sosial yang bersangkut manusia dengan kehidupan manusia, studi sosial biasanya menggunakan bidang keilmuan yang termasuk ke dalam lingkup disiplin ilmu-ilmu sosial (Sosial Sciences)”.32

Selanjutnya, tentang ilmu sosial didefinisikan oleh Ahmad Sanusi “Ilmu sosial terdiri atas disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi”. Kemudian limu pengetahuan sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke pendidikan menengah. Bahkan pada sebagian perguruan tinggi ada juga yang dikembangkan IPS ini sebagai salah satu mata kuliah, yang sasaran utamanya adalah pengembangan aspek teoritis, seperti yang menjadi penekanan pada social sciences.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mendapat sumber materi dari berbagai bidang ilmu sosial, seperti ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, dan sejarah. Meskipun ilmu pengetahuan sosial dapat mempelajari kehidupan sosial didukung dan berdasarkan pada bahan kajian geografis, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah namun IPS bukanlah penjumlahan, himpunan atau penumpukan bahan-bahan ilmu-ilmu sosial.

Nu’man Sumantri mengartikan pendidikan IPS yang diajarkan di sekolah sebagai: (1). Pendidikan IPS yang menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral ideology negara dan agama, (2). Pendidikan IPS yang menekankan pada isi dan metode berfikir keilmuan sosial, (3). Pendidikan IPS

32

Syafruddin Nurdin, Model pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), Cet. I, h. 19-24


(45)

yang menekankan pada reflective inquire, (4). Pendidikan IPS yang mengambil kebaikan-kebaikan dari butir 1, 2, dan 3 di atas.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapatlah dinyatakan bahwa IPS yang dimasukan dalam studi/penelitian ini adalah suatu mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi antropologi, dan tata negara.

2. Karakteristik IPS

Karakteristik yang terdapat dalam ilmu pengetahuan social, sebagai berikut:

a. Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi bahkan juga bidang humaniora, pendidikan serta agama. Hal ini diungkapkan oleh Numan Soemantri.

b. Kompetensi dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, hokum dan politik yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

c. Kompetensi dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah social yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidispliner.

d. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah social serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Daldjoeni.

e. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami permasalahan social serta kehidupan manusia secara keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut meliputi; ruang, waktu dan nilai atau norma.33

33


(46)

3. Tujuan Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki tujuan untuk “mengembangkan kemampuan berfikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun

sebagai sosial budaya”, kemudian dalam berbagai buku sosial studi, sering

dijumpai bahwa para ahli merumuskan tujuan IPS dengan mengkaitkannya pada usaha mempersiapkan murid atau siswa menjadi warga negara yang baik.

Sedangkan menurut Bloom, secara garis besar terdapat 3 (tiga) sasaran pokok dari pembelajaran IPS, yaitu: (1). Pengembangan aspek pengetahuan (kognitif), (2). Pengembangan aspek nilai dan kepribadian (afektif), (3). Pengembangan aspek keterampilan (psikomotorik). Dengan tercapainya tiga sasaran pok tersebut diharapkan akan tercipta manusia-manusia yang berkualitas, bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara serta ikut bertanggung jawab atas perdamaian dunia, seperti diinginkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Debdikbud, 1995:1) yaitu :

….untuk mengembankan sikap dan keterampilan, cara berfikir kritis dan kreatif siswa

dalam melihat hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan penciptanya dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas yang mampu membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara serta perdamaian dunia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa IPS bertujuan

untuk mengembangkan kemampuan berfikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat, makhluk sosial dan budaya, agar nantinya mampu hidup di tengah-tengah masyarakat dengan baik.34

34


(1)

62

termasuk dalam hal memperhatikan gaya belajar siswa, baik itu ketika mengawali pelajaran, menerima pelajaran, menyerap pelajaran, bahkan ketika memecahkan masalah/mengerjakan soal pelajaran.

Begitu pentingnya gaya belajar siswa dalam belajar, maka dari itu orang tua sebagai orang yang paling dekat dan bertanggung jawab terhadap anak-anaknya disamping guru harus senantiasa dapat memperhatikan, mengembangkan dan meningkatkan gaya belajar anak dalam belajar agar dapat mencapai hasil yang memuaskan.

Selanjutnya, dari perhitungan rxy diperoleh sebesar 0.590 dan apabila hasil tersebut diinterpretasikan secara sederhana dengan mencocokkan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi r product moment, ternyata besarnya rxy yang diperoleh terletak antara 0,40 – 0,70 yang berarti “ Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang/cukup“. Setelah dikonsultasikan dengan tabel interpretasi data “r” product moment diperoleh hasil bahwa antara hasil gaya belajar siswa dengan hasil belajar siswa terdapat korelasi positif yang sedang/cukup. Hal ini berarti setiap gaya belajar siswa yang besar atau tinggi akan diikuti pula dengan besarnya peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa. Kontribusi dari hasil korelasinya ditunjukkan sebesar 34.81 %. Artinya, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi atau hasil belajar adalah gaya belajar dalam lingkungan belajarnya/sekolah. Dalam lingkungan keluarga pihak orangtualah yang turut mempengaruhi kemajuan hasil belajar anak, bahkan mungkin dapat dikatakan menjadi faktor yang sangat penting, karena sebagian besar waktu belajar dilaksanakan di rumah, keluarga kurang mendukung situasi belajar. Seperti kericuhan keluarga, kurang perhatian orang tua, kurang perlengkapan belajar akan mempengaruhi berhasil tidaknya belajar.3 Dengan demikian betapa pentingnya penerapan gaya belajar yang diberikan orangtua untuk tercapainya keberhasilan belajar anak, untuk itu sebagai orangtua haruslah menata gaya belajar anaknya dengan baik sehingga apa yang diinginkan orangtua dapat tercapai, dalam hal ini keberhasilan anak dalam belajar.

3


(2)

63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada Bab IV tentang hubungan gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS siswa SMP Islam YKS Depok, maka dapat dikemukakan suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Antara kedua variabel yaitu variabel gaya belajar siswa (X) dan variabel hasil belajar IPS siswa (Y) terdapat korelasi positif yang cukup signifikan, baik pada taraf signifikasi 1 % ataupun pada taraf signifikasi 5 %. Hal ini berarti Hipotesis alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis nol (Ho) ditolak.

2. Terdapat korelasi yang sedang/cukup antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS siswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.590 yang berada antara interval 0,40 – 0,70.

Pengaruh gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS siswa ditentukan dengan koefisien determinasi sebesar 34.81 % dan 65.19 % ditentukan oleh faktor lain yang turut menunjang hasil belajar IPS siswa.


(3)

64

B. Saran - saran

1. Pihak sekolah dan guru hendaknya lebih memperhatikan dan meningkatkan pola gaya belajar siswa pada setiap mata pelajaran terutama mata pelajaran IPS, karena dengan memperhatikan kualitas gaya belajar pada siswa maka akan mempermudah siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran dan dengan demikian siswa mampu mencapai hasil belajarnya dengan baik dan membanggakan.

2. Orang tua hendaknya memberikan perhatian dan dukungan semangat kepada anak agar mereka lebih tertarik menerapkan gaya belajar yang maksimal dan efektif. Jangan sampai orang tua tidak memperhatikan proses perkembangan belajar anaknya di sekolah maupun dirumah. Dengan demikian anak akan timbul sikap acuh atau tidak respon pada setiap menerima pelajaran.

3. Adanya jalinan kerjasama antara guru, orang tua, dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat tercapai tujuan yang efektif dan efisien. Kerjasama tersebut akan memudahkan siswa dalam berprestasi.

4. Siswa itu sendiri diharapkan dapat belajar dengan sebaik mungkin dan merasa perlu dan pentingnya penerapan gaya belajar mereka secara individu guna untuk menentukan hasil belajar yang baik. Dengan belajar sekaligus berdo’a, maka prestasi akan mudah dicapai.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Arifin, Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, Cet. Kedua, 2003.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. 12, 2006.

Daradjat, Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 1995.

Gunawan, Adi. W, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. 2, 2004.

Hakim, Thursan, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Cet. I, 2000.

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. II, 2003.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Ed. Revisi-5, 2006.

Imron, Ali, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, Cet. I, 1996.

Iska, Zikri Neni, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, Jakarta: Kizi Brother’s, Cet. I, 2006.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 069, Tahun Ke-13, November 2007. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040, Tahun Ke-9, Januari 2003.

Kartono, Kartini, Dra. Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, Jakarta: CV. Rajawali, Cet. I, 1985.

Mulyasa, E. Implementasi Kurikilum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. III, 2005.

Munawwaroh, Djunaidatul, Tanenji, Filsafat Pendidikan Islam (Perspektif Islam dan Umum), Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2003.


(5)

Nasution, S MA. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: PT. Bina Aksara, Cet. I, 1987.

_____________, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara, Cet. V, 1992.

_____________, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. I, 1995.

NK, Roestiyah, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, Cet. II, 1986.

Nurdin, Syafruddin, Model pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, Ciputat: Quantum Teaching, Cet. I, 2005.

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. V, 1990.

Ridwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, Jakarta: Alfabeta, 2007

Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet. I, 1995.

___________, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. Ke-3, 2007.

Sapuri, Rafy, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Ed. I, 2009.

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. Ke-4, 2003.

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 6, 2007.

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. III, 1990.

Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 8, 1997.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-I, 2003.


(6)

Surachmad, Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung: Jemmars, 1986.

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1999.

_____________, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ketujuh, 2002.

Sahertian, Piet. A, Dimensi Administrasi Pendidikan Di Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional, Cet. Ke-I, 1994.

http://istpi.wordpress.com/2008/11/26/memahami-gaya-belajar-siswa/ http://opinimerdeka.blogspot.com/2009/03/gaya-belajar.html

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html