1
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi. Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial
ekonomi, keyakinanagamanya dan kebangsaannya. Contoh : Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bukan sekedar atau
asal-asalan yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang
bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara benar hanya
karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah
seseorang tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender.
2.2.2 Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Sejak tahun 1994, masalah remaja dibicarakan secara terbuka sebagai salah satu masalah kesehatan reproduksi di konferensi kependudukan di Kairo. Di negara-negara
berkembang, salah satu penyebab masalah kesehatan reproduksi seperti angka kematian ibu yang tinggi diduga terkait erat dengan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja.
Antara lain, karena masa transisi dari periode anak-anak ke orang dewasa berlangsung capat di negara-negara berkembang Wiknjosastro, 2006.
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja di Indonesia adalah sebagai berikut Azwar, 2001 ;
1. Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja.
Universitas Sumatera Utara
Informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan baik kepada remaja dan masyarakat luas masih kurang. Hasil jajak pendapat pada
remaja menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat kurang, hingga timbul anggapan-anggapan yang salah. Pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja di berbagai tempat juga masih menjadi bahan pertentangan terutama bila diberikan dengan judul pendidikan seks. Penolakan pada umumnya terjadi
karena anggapan bahwa pemberian informasi tentang seksualitas malah akan merangsang remaja untuk melakukan hubungan seksual, sementara konsep pemberian
informasi yang benar adalah memberikan bekal pada remaja akan pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi, sehingga remaja dapat
menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik, dan kelak dapat menjalankan fungsi reproduksinya secara bertanggung jawab, pada akhirnya dapat menjalani proses
reproduksinya dengan sehat dan selamat serta menghasilkan keturunan yang sehat pula.
2. Masalah Perilaku
Arus globalisasi saat ini memberikan kemudahan akan akses terhadap napza, alkohol dan rokok pada remaja. Pada pengguna napza, kontrol diri menjadi sangat kurang, rasa
malu menipis, kesadaran memudar, dan semuanya ini memudahkan untuk terjun ke dalam seks bebas dan penuh risiko tertular Penyakit Menular Seksual PMS, terjadinya
penularan melalui jarum suntik sangat mudah pada pengguna napza, di samping itu peningkatan status gizi dan kesehatan pada remaja disertai dengan pengaruh hormon
seksual yang mulai diproduksi pada masa remaja menyebabkan kematangan organ seksual menjadi lebih cepat, adanya dorongan seksual akibat kumulasi dari informasi
Universitas Sumatera Utara
1
yang merangsang organ reproduksi disertai kurangnya pembekalan mental, moral dan tata nilai serta etika, dapat mengakibatkan remaja aktif seksual sebelum tercapai
kematangan mental dan sosial, pada keadaan ini remaja dengan masalah perilaku seksual aktif sebelum pernikahan mungkin akan mengalami masa lajang dengan penuh
risiko antara lain 1 kehamilan yang tak diinginkan, 2 aborsi yang tidak aman, dan 3 penyakit menular seksual, termasuk HIVAIDS.
3. Masalah Pelayanan Kesehatan
Akses remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remaja masih kurang, beberapa penyebab adalah kurangnya informasi tentang adanya pelayanan tersebut, adanya
keengganan pergi ke tempat pelayanan tersebut karena pelayanan yang tidak “youth friendly”, petugas yang kurang terampil, pelayanan kurang komprehensif, ditambah
waktu yang tidak sesuai.
4. Peraturan dan perundangan
Perubahan tata nilai, kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi membawa dampak yang amat besar pada kehidupan remaja, tendensi jumlah remaja seksual aktif
semakin meningkat, namun Peraturan dan Perundangan kita tidak memberikan perlindungan bagi remaja seksual aktif ini. Alat dan kontrasepsi pada institusi kesehatan
milik pemerintah hanya disediakan bagi pasangan usia subur. Remaja hamil karena perkosaan atau dengan masalah masalah psikososial yang berat tidak dapat menerima
layanan terminasi kehamilan karena sesuai Undang-Undang, aborsi hanya dibenarkan atas indikasi medis. Tidak adanya dukungan peraturan yang mengijinkan remaja hamil
Universitas Sumatera Utara
dan remaja pasca melahirkan untuk tetap bersekolah akan mendatangkan masa depan yang gelap bagi remaja yang bersangkutan.
2.2.3 Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI Dalam Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja