Konsep Fraud TINJAUAN PUSTAKA

pembuat judgemnet lebih mendasarkan kebiasaan dan kurang mengikuti proses pemikiran dari judgement itu sendiri Slovic, Fischhoff and Lictensteib, 1972 dalam Hastuti dkk, 2003. Tubbs 1992 dalam Widagdo dkk, 2002 mengatakan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki kenggulan dalam hal: 1 mendeteksi kesalahan, 2 memahami kesalahan secara akurat, dan 3 mencari penyebab kesalahan. Di dalam defenisi tersebut pengalaman memadai adanya suatu yang terus hidup secara nyata dan diperoleh dari belajar bukanya diperoleh secara langsung melalui desas-desus atau laporan. 2. Definisi Pelatihan Definisi pelatihan menurut Tanjung dan Arep 2002 adalah sebagai berikut: “ pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan knowledge, kemampuan ability, keahliaan skill dan sikap attitude.” 3. Definisi Pengetahuan Pengetahuan menurut Tanjung dan Arep 2002 adalah sesuatu dengan sebuah derajat yang bisa dipertanggungjawabkan yang diperoleh melalui pengalaman atau asosiasi atau kontrak dengan hal atau individu yang dikenal.

D. Konsep Fraud

1. Materialitas Menurut SA Seksi 312.2 tentang resiko audit dan matrialitas dalam pelaksanaan audit SPAP.No.25, menyatakan bahwa : “Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”. Frishkoff 1970 dalam Hastuti dkk, 2003. Materialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan, bagi para pemakai laporan keuangan, dalam konteks pembuatan keputuasan. Norman O.Olson dalam Hastuti dkk, 2003 percaya bahwa standar yang tinggi dalam praktek akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materialitas yang beralasan yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, dimana akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu atau informasi dikatakan meterial. Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi keuangan seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi, hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan. Infomasi yang tidak material seharusnya diabaikan atau dihilangkan. Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki. Hastuti dkk, 2003. Tujuan dari penetapan meterialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bahan bukti yang cukup. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini Mulyadi dan Kanaka, 2001: a. auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapanya telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi. b. auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi dalam hal terdapat perkecualian bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan. c. auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan auditan. Dalam melakukan auditnya, auditor berkepentingan terhadap hal-hal yang berdampak material terhadap laporan keuangan. Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang diterapkan ikatan akuntan Indonesia mungkin akan mendeteksi terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan yang tidak material bagi laporan keuangan, tetapi audit semacam itu dapat memberikan keyakinan untuk mendeteksi terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan. Namun, terdapat perbedaan respon auditor terhadap masalah yang dideteksi. Pada umumnya, kekeliruan yang tidak material berdiri sendiri dalam pengolahan akuntansi atau penerapan standar dipandang tidak signifikan dalam audit. Sebaliknya, deteksi ketidak beresan mengharuskan pertimbangan implikasinya terhadap integritas manajemen atau karyawan dan kemungkinan dampaknya terhadap aspek audit lainnya. 2. Definisi Salah saji Menurut standar auditing SA seksi 110 SPAP No.02 yang menyatakan bahwa : auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melakukan audit untuk memperoleh keyakikan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Atas dasar di atas, maka salah saji dapat diakibatkan oleh dua 2 hal, yaitu kekeliruan dan kecurangan. Kecurangan adalah termasuk ke dalam ketidakberesan irregularities. Maka hal yang membedakan antara kekeliruan dan ketidakbersan adalah tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan tersebut disengaja atau tidak disengaja. 3. Perbedaan Salah Saji dan fraud Sebagaimana telah diuraikan di atas menurut standar auditing SA seksi 110 SPAP No.02 yang menyatakan bahwa : auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melakukan audit untuk memperoleh keyakikan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Atas dasar di atas, maka salah saji dapat diakibatkan oleh dua 2 hal, yaitu kekeliruan dan kecurangan. Kecurangan adalah termasuk ke dalam ketidakberesan irregularities. Maka hal yang membedakan antara kekeliruan dan ketidakbersan adalah tindakan yang mendasarinya, apakah tindakan tersebut disengaja atau tidak disengaja. Apabila tindakan tersebut dilakukan atas niat disengaja maka dapat dikategorikan kecurangan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kecurangan adalah salah satu penyebab terjadinya salah saji yang cukup material yang diakibatkan oleh faktor kesengajaan oleh pihak manajemen. 4. Definisi Kecurangan Fraud Definisi kecurangan fraud yang paling tegas dan terkenal adalah definisi yang disampaikan oleh The Association of Certified Fraud Examines ACFE dalam Setiawan 2003 adalah sebagai berikut: ”All multifarious means whichs human ingenuity can devise, and which are resorted to by one individual to get advantage over another by false suggestions or suppressions of the truth, and includes all surprise, trick, curning, or dissembling and any unfair way by which another cheated” Menurut ACFE tersebut, kecurangan adalah segala sesuatu yang secara lihai dapat dipakai dan dapat dipergunakan oleh seseorang untuk mendapartkan keuantunga terhadap orang lain dengan cara bujukan palsu atau menutupi kebenaran dan meliputi semua cara-cara tidak terduga surprise, tipu daya trick, kelicikan Curning atau menkelabui dissembling dan semua cara tidak jujur lainnya. Kecurangan fraud menurut Simanjuntak, 2008 sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur- unsur dari kecurangan keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi adalah: a. harus terdapat salah pernyataan misrepresentation b. dari suatu masa lampau past atau sekarang present c. fakta bersifat material material fact d. dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan make-knowingly or recklessly e. dengan maksud intent untuk menyebabkan suatu pihak beraksi. f. pihak yang dirugikan harus beraksi acted terhadap salah pernyataan tersebut misrepresentation g. yang merugikannya detriment. Kecurangan dalam tulisan ini termasuk namun tidak terbatas pada manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasiperusahaan The Institute of internal auditor 1985 di Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu ketidakberesan irregularities dan tindakan illegal yang bercirikan penipuan yang disengaja sedangkan The National Commission on Fraudulent Financial Reporting 1987 mendefinisikan Fraudulent sebagai tindakan yang disengaja atau ketidakhati-hatian Tunggal, 1992. Dalam Christiawan, 2002. Meskipun kecurangan merupakan konsep hukum yang luas, kepentingan auditor berkaitan secara khusus ke tindakan kecurangan yang berakibat terhadap salah saji material dalam laporan keuangan. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. 5. Kategori Kecurangan Fraud Simanjuntak 2008 mengklasifikasikan kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi berikuti ini, yaitu: a. Berdasarkan pencatatan Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori: 1 Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi fraud open on-the- books, lebih mudah untuk ditemukan. 2 Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback fraud hidden on the- books 3 Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukandi-write-off fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan b. Berdasarkan frekuensi Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya: 1 Tidak berulang non-repeating fraud. Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar. 2 Berulang repeating fraud. Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya. Bagi auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung kepada dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan pembulatan ke bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih pembulatan tersebut ke suatu rekening tertentu. c. Berdasarkan konspirasi Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan. d. Berdasarkan keunikan Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1 Kecurangan khusus specialized fraud, yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: 1 pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana disebut juga custodial fraud dan 2 klaim asuransi yang tidak benar. 2 Kecurangan umum garden varieties of fraud yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembeliankontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar. 6. Gejala adanya kecurangan Pelaku kecurangan menurut Simanjuntak 2008 dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu: manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. a. Gejala kecurangan manajemen 1 Ketidakcocokan diantara manajemen puncak 2 Moral dan motivasi karyawan rendah 3 Departemen akuntansi kekurangan staf 4 Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasiperusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas 5 Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi 6 Penjualanlaba menurun, utang dan piutang dagang meningkat 7 Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama 8 Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan 9 Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku. b. Gejala kecurangan karyawan 1 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincianpenjelasan pendukung 2 Pengeluaran tanpa dokumen pendukung 3 Pencatatan yang salahtidak akurat pada buku jurnalbesar 4 Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran 5 Kekurangan barang yang diterima 6 Kemahalan harga barang yang dibeli 7 Faktur ganda 8 Penggantian mutu barang c. Tindakanperilaku pelaku kecurangan Berikut merupakan daftar perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian auditor karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu: 1 Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah. 2 Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja 3 Penjudi berat 4 Peminum berat 5 Sedang dililit utang 6 Temuan audit atas kekeliruan error atau ketidakberesan irregularities dianggap tidak material ketika ditemukan 7 Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri 8 Gaya hidup di atas rata-rata 9 Mobil atau pakaian mahal.

E. Pengaruh Pengalaman auditor Terhadap Pengetahuan auditor Untuk Mendeteksi

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian sertifikasi qualified internal auditor (QIA) dan pengalaman kerja auditor internal terhadap kemampuan dalam mendeteksi fraud (studi empiris pada Perusahaan di Jakarta)

2 18 132

Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

1 8 87

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

Pengaruh Profesionalisme dan PenganAuditor terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

0 1 23

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU DAN BEBAN KERJA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN

0 1 16

Pengaruh Skeptisisme Profesional, Independensi, Kompetensi, Pelatihan Auditor, dan Resiko Audit Terhadap Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan - Unika Repository

0 0 15

Pengaruh Skeptisisme Profesional, Informasi Afektif, Akuntabilitas, Pengetahuan, dan Pengalaman terhadap Pertimbangan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan - Unika Repository

0 1 14

Pengaruh Skeptisisme Profesional, Informasi Afektif, Akuntabilitas, Pengetahuan, dan Pengalaman terhadap Pertimbangan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan - Unika Repository

0 0 23

Pengaruh Skeptisisme Profesional, Informasi Afektif, Akuntabilitas, Pengetahuan, dan Pengalaman terhadap Pertimbangan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan - Unika Repository

0 0 37