Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rendahnya sumber daya manusia Indonesia merupakan cerminan dari rendahnya mutu pendidikan, oleh karena itu harus ada usaha-usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pendidikan. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah meningkatkan kinerja guru, tidak dapat dipungkiri salah satu komponen dalam pendidikan adalah guru, dengan demikian jika kinerja guru meningkat maka mutu pendidikan akan meningkat pula. Itu sebabnya guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efeketif. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika kedudukan, fungsi, dan peran guru diakui sebagai profesi 1 . Bila kita kaitkan dengan ajaran Islam yang sangat mengutamakan penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak ayat-ayat al-Qur’an juga hadits yang membicarakan pentingnya menuntut ilmu serta Allah mengangkat kedudukan orang-orang yang berilmu. Seperti dalam surat al-Mujadalah ayat 11 disebutkan : + , -. - 23 .4 5667 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” Q.S. al-Mujadalah :11 2 SDM guru merupakan salah satu aspek penting yang menyatu dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan, bahkan, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan baik ditingkat nasional maupun local dalam rangka menyikapi hal-hal yang berkenaan dengan tuntutan peningkatan kualitas dan mutu guru dalam pendidikan yang ada saat ini. Dalam undang-undang PP no 74 tahun 2008 tentang guru dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 1 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru,Bedasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi aksara, 2002, hal.7 2 Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia, hlm. 911. Hal yang sama terjadi diranah masyarakat sipil, yakni sejumlah inovasi pendidikan telah dikembangkan dengan mendirikan sekolah-sekolah berdasarkan sejumlah konsep ilmu pendidikan mutakhir dan melakukan invasi tekhnik dan penggunaan perangkat teknologi yang baik dalam proses pembelajarannya. Tak hanya itu konsep-konsep pembaharuan pendidikan mulai digerakkan untuk turut menjawab tantangan peningkatan kualitas pendidikan tersebut. Hal itu hingga kini masih menyita perhatian para ilmuwan dan peneliti maupun praktisi pendidikan dalam upaya memajukan sekolah sebagai institusi formal dalam hirarki kelembagaan pendidikan Indonesia. Definisi kinerja itu sendiri adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi lembaga. Armstrong, sepeti dikutip oleh Abdullah Munir, mengatakan bahwa : Kinerja dan hasil kerja selalu menjadi tanda keberhasilan lembaga dan orang-orang yang ada dalam lembaga tersebut. Prestasi kerja atau kinerja dipengaruhi oleh cara- cara yang ditempuh, usaha yang dilakukan, dan pada gilirannya akan memunculkan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam lembaga, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai sasarantujuan lembaga. 3 Seorang guru yang memiliki kinerja tinggi sudah tentu konsisten terhadap tugasnya dan memiliki disiplin kerja yang tinggi. Karena dengan disiplin segala kegiatan akan teratur dan terarah, sehingga tujuan kerja yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Selain itu orang-orang yang berhasil dalam bidangnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi, dan sebaliknya kebanyakan dari orang yang gagal umumnya tidak disiplin, “Disiplin yaitu suatu keadaan dimana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta tidak ada suatu pelanggaran langsung maupun tidak langsung.” 4 Kinerja guru diharapkan dapat mengembangkan suasana yang senantiasa kondusif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar disekolah melalui kecakapan dalam melakukan interaksi produktif, melakukan penilaian, pendekatan belajar, Sehingga dengan demikian pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan 5 . Guru harus bertanggung jawab menciptakan suasana belajar yang baik dikelas, sehingga dapat mengembangkan pola pikir yang lebih maju bagi siswa, menambah pengalaman baru, dan menguatkan analisis kritis secara praktis. 3 Abdullah Munir, Menjadi Kepala Sekolah yang Efektif, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008 hal, 30. 4 Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995 hal. 183 5 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional Implementasi Kurikulum, Jakarta : Ciputat Press, 2002, hal. 85 Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar telah muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6 Sosok guru yang memiliki kinerja yang tinggi bukan hanya akan terlihat dari kerajinannya dalam memberikan pengajaran didalam kelas, namun juga tergambar dari keinginannya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Untuk itu ia akan senantiasa mencari metode mengajar yang paling tepat disamping senantiasa meningkatkan keahlian dan pengetahuan dirinya. Selain itu, seorang guru yang memiliki kinerja yang baik yaitu, datang dan bekerja secara efektif serta efisien, saling menghargai, suka bekerja sama, demokratis dan dalam bekerja ia bersungguh-sungguh, karena ia berusaha untuk meningkatkan kualitas kerjanya, dan akan memandang segala kesulitan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Untuk melihat efektifitas kinerja, Larnsen dan Mitchel mengusulkan beberapa teori, antara lain pendekatan kontigensi sebagai gabungan dari pendekatan lain. Intinya adalah kinerja akan bergantung pada perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas sekolah secara maksimum, sekolah harus menjamin dipilihnya orang yang tepat, dengan pekerjaan yang tepat disertai kondisi yang memungkinkan bagi mereka untuk bekerja optimal. 7 Dengan demikian seorang guru tidak hanya penyebar informasi Transfer of Knowledge kepada murid secara efektif dan efisien, ia juga dapat menjadi motifator dan fasilitator. Menurut Abuddin Nata, jika gurunya berkualitas baik, maka pendidikan pun akan baik pula. Kalau tindakan para guru dari hari ke hari bertambah baik maka akan menjadi lebih baik pulalah keadaan dunia pendidikan kita. Sebaliknya kalau tindakan para guru makin memburuk maka akan makin parahlah dunia pendidikan kita. 8 Banyak aspek yang dipandang terkait serta berpengaruh terhadap kinerja guru, mulai dari aspek sarana, dukungan kelembagaan, tingkat kesejahteraan motivasi, lingkungan kerja, penadanaan dan sebagainya. Aspek yang diharapkan mampu memperbaiki kinerja guru tersebut penting mendapat perhatian terutama dalam konteks pengambilan kebijakan pendidikan baik di tingkat nasional, lokal, dan terutama ditingkat satuan pendidikan. Salah satu aspek tersebut adalah motivasi berprestasi. Secara etimologis, motivasi atau motivation berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti “menggerakkan” to move. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Henry Simamora bahwa motivasi berasal dari 6 B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta, 1997, Cet. Ke-I hal.3 7 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks menyukseskan MBS dan KBK, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2003 hal. 133 8 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indoneia, Bogor : Kencana, 2003, hal. 146. kata latin, movere yang bermakna bergerak.namun motivasi melibatkan lebih dari sekedar gerakan fisik. Motivasi memiliki gerakan fisik dan mental. Motivasi juga mempunyai dua sisi: gerakan dan motif. Gerakan dapat dilihat, akan tetapi motif harus disimpulkan. 9 Sedangkan motivasi berprestasi ialah motivasi yang menyebabkan orang menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. 10 Kalau kita perhatikan masih banyak guru yang mengesampingkan upaya peningkatan motivasi berprestasi. Rendahnya motivasi guru untuk meningkatkan prestasinya dapat menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di sekolah. Bahkan secara khusus dapat saja berpengaruh terhadap rendahnya kinerja guru yang disebutkan sebelumnya. Bagaimanapun, fakta-fakta tentang kinerja guru yang rendah tersebut selalu diikuti dengan fakta rendahnya motivasi berprestasi guru yang bersangkutan. Pada umumnya lingkungan kerja di sekolah yang kondusif lambat laun dapat berpengaruh pada prestasi sekolah tersebut. Oleh sebab itu, lingkungan kerja sebagai suatu suasana yang melingkupi keseharian guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengajar di sekolah semestinya selalu berada dalam kondusifitas yang prima. Lingkungan harus menyediakan suatu iklim yang mendukung proses berlangsungnya kegiatan belajar dan proses perbaikan manajemen sekolah terutama yang dapat meningkatkan motivasi guru dalam meningkatkan kinerjanya. Pada banyak lembaga pendidikan lingkungan kerja kurang mendapat perhatian. Boleh jadi diakibatkan oleh pengertian yang keliru mengenai lingkungan kerja yang dimaksud. Oleh sebab itulah, sangat penting melakukan studi dan penelitian menyangkut kinerja guru tersebut, untuk mengetahui pengaruhnya dalam peningkatan motivasi belajar siswa. Sehingga kemajuan dan kekurangan yang ada pada diri siswa dapat dilihat untuk memperbaiki kinerja guru dalam mengolah proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja guru, dalam sebuah judul skripsi sebagai berikut : “PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA GURU DI MTS AL-INAYAH RAWA KALONG GUNUNG SINDUR BOGOR” 9 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : STIE YKPN, 2004 hal 456. 10 http:patriotproklamasi.blogspot.com200603motivasi-berprestasi.

B. Identifikasi Masalah 1. Identifikasi Masalah