Sistematika Penulisan Usaha Kecil dan Menengah UKM

13 data-data untuk kemudian dianalisa. Adapun obyek penelitian ini adalah BMT Al Munawwarah BMT Berkah Madani.

4. Teknik Analisa Data

Untuk penyajian analisa data, penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan fakta-fakta yang diperoleh dari BMT Al Munawwarah BMT Berkah Madani mengenai strategi manajemen risiko yang dilakukan kedua BMT tersebut.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, pembatasan perumusan masalah, tujuan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KAJIAN TEORI Berisi informasi tentang BMT, manajemen risiko, pembiayaan, dan UKM. 14 BAB III : OBYEK PENELITIAN Berisi profil BMT Al Munawwarah dan profil BMT Berkah Madani. BAB IV : HASIL PEMBAHASAN Berisi permasalahan dan risiko operasional BMT dalam pembiayaan UKM, solusi pembiayaan bermasalah di BMT Al Munawwarah BMT Berkah Madani, dan analisis perbandingan strategi manajemen risiko pada pembiayaan UKM di BMT Al Munawwarah BMT Berkah Madani. BAB V : PENUTUP Berisi intisari dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan dan kontribusi pemikiran. BAB II KAJIAN TEORI

A. Baitul Maal Wat Tamwil BMT

1. Pengertian BMT

BMT terdiri dari 2 istilah, yaitu baitul maal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil yang berlandaskan syariah. 1 Baitul Maal wat Tamwil BMT atau padanan kata dari Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil yang menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. BMT adalah lembaga keuangan mikro syariah yang ditumbuhkan oleh prakarsa dan dengan modal awal dari tokoh-tokoh 1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi Ilustrasi, Jakarta: Ekonisia, 2007, h. 96. 15 16 masyarakat setempat sebagai landasan ekonomi yang salaam keselamatan berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. 2 Secara konseptual, BMT memiliki 2 fungsi, yaitu: 3 a. Baitut Tamwil Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil, terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. b. Baitul Maal Bait = Rumah, Maal = Harta menerima titipan dana zakat, infaq dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

2. Visi, Misi Tujuan BMT

4

a. Visi BMT

Menjadi lembaga keuangan mikro syariah dengan sistem bagi hasil yang professional dan terpercaya, memiliki jaringan yang luas mencakup ¾ usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia sebelum tahun 2014. 2 M.Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT Baitul Maal Wat Tamwil, Jakarta: PINBUK Press, 2004, h. 1-2. 3 Ibid 4 Ibid 17

b. Misi BMT

Menciptakan sistem, lembaga dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat banyak yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar salaam keselamatan berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan, melandasi tumbuh dan berkembangnya ¾ usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia sebelum tahun 2014.

c. Tujuan BMT

Terciptanya sistem, lembaga dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat banyak yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar salaam keselamatan berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan berwujud pada ¾ usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia sebelum tahun 2014.

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu gambaran secara skematis tentang hubungan kerjasama antarbagian yang terdapat dalam suatu badan dalam rangka mencapai suatu tujuan. Tujuannya adalah untuk mempermudah pelaksanaan tugas, membagi suatu kegiatan-kegiatan kerja besar menjadi kegiatan-kegiatan kerja yang lebih kecil. Di samping itu juga untuk mempermudah pimpinan dalam melaksanakan tugas pengawasan. Berikut ini struktur organisasi BMT: 5 5 M.Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT Baitul Maal Wat Tamwil, Jakarta: PINBUK Press, 2004, h. 17. 18 Departemen Instansi Terkait Kasir Manajer Umum PINBUK Pengurus Ketua, Sekretaris, Bendahara Rapat Anggota Tahunan RAT Pembukuan Administrasi Pembiayaan Penggalangan Dana

B. Manajemen Risiko

1. Pengertian Manajemen Risiko

Secara umum, risiko didefinisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi untuk mencapai tujuannya. Bank Indonesia mendefinisikan risiko 19 sebagai potensi terjadinya peristiwa events yang dapat menimbulkan kerugian bank. 6 Manajemen risiko menurut definisi Bank Indonesia adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. 7 Semua definisi di atas bertujuan agar bankperusahaan memiliki sense akan adanya urgensi atau prioritas tinggi untuk mengatasi atau mengelola risiko yang terjadi sehingga tidak sampai merugikan perusahaan.

2. Tujuan Manajemen Risiko

Tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen risiko adalah untuk menghindari perusahaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan, menekan biaya produksi, dan sebagainya. 8 Namun secara umum tujuan dari manajemen risiko ada dua, yaitu untuk menghindari risiko sebelum terjadinya kerugian preloss objectives dan mengatasi risiko setelah terjadinya kerugian postloss objectives. 9 Adapun sasaran utama yang hendak dicapai oleh manajemen risiko, terdiri dari: 10 6 Robert Tampubolon, Risk Management Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004, h. 19-20. 7 Robert Tampubolon, Risk Management Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004, h. 33. 8 A.Abbas Salim, Asuransi Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 201. 9 Hinsa Siahaan, Manajemen Risiko: Konsep, Kasus Implementasi, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007, h. 315. 20 a. Untuk kelangsungan hidup perusahaan survival. b. Ketenangan dalam berpikir. c. Memperkecil biaya least cost. d. Menstabilisasi pendapatan perusahaan. e. Memperkecilmeniadakan gangguan dalam menjalankan usaha. f. Mengembangkan pertumbuhan perusahaan. g. Mempunyai tanggung-jawab sosial terhadap karyawan.

3. Klasifikasi Manajemen Risiko

Untuk memudahkan pengenalan risiko, kita perlu melakukan klasifikasi sehingga mengenal karakter dari risiko. Risiko secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 4 bagian, yaitu: 11 a. Risiko Murni Pure Risk Adalah risiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan. b. Risiko Spekulatif Speculative Risk Adalah risiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan, tetapi dapat juga menguntungkan. 10 A.Abbas Salim, Asuransi Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 201. 11 Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi Memastikan Keamanan dan Kelanggengan Perusahaan Anda, Jakarta: Penerbit PPM, 2006, h. 17-19. 21 c. Risiko Sistematik Systematic Risk Merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan melalui proses diversifikasi non-diversiviable risk. Ciri dari risiko sistematik adalah tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan cara penggabungan berbagai risiko. d. Risiko Spesifik Specific Risk Merupakan risiko yang dapat dihilangkan melalui proses diversifikasi diversiviable risk. Kebalikan dari risiko sistematik, ciri dari risiko spesifik adalah dapat dihilangkan atau dikurangi dengan cara penggabungan berbagai risiko. Secara khusus, risiko dapat diklasifikasikan ke dalam 8 bagian, antara lain: 12

a. Risiko Kredit

Adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan counterparty memenuhi kewajibannya. Di satu sisi, risiko ini dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan treasury investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam buku bank. Di sisi lain, risiko ini timbul karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan atau ketidakmauan 12 Robert Tampubolon, Risk Management Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004, h. 24-29. 22 debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh isi perjanjian kredit yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi perhatian bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminan kredit collateral, tetapi juga character dari debitur.

b. Risiko Pasar

Adalah eksposur yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar suku bunga dan nilai tukar dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang berbalik arah dari yang diharapkan adverse movement yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Risiko ini biasanya juga disebut sebagai systematic risk atau correlation risk, karena perubahan nilai pasar dari aset bank bertalian dengan faktor-faktor yang bersifat sistemik korelasi antara instrumen, produk, mata uang, atau pasar. Sesuai sifatnya, risiko ini tidak dapat didiversifikasi, tetapi sampai batas tertentu dapat dibatasi hedged.

c. Risiko Likuiditas

Adalah eksposur yang timbul antara lain karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Krisis pembiayaan ini dapat timbul karena pertumbuhan bank atau ekspansi kredit di luar rencana, adanya peristiwa tak terduga seperti penghapusan charge off yang signifikan, hilangnya kepercayaan masyarakat sehingga menarik dana mereka dari bank, atau bencana nasional seperti devaluasi mata uang yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena risiko likuiditas dapat 23 melekat pada aktivitas fungsional perkreditan penyediaan dana, treasury, investasi penanaman dana lainnya, serta kegiatan pendanaan penerbitan surat utang.

d. Risiko Operasional

Adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal internal factors, adanya kesalahan atau kecurangan manusia human factors, kegagalan sistem system factors dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara lengkap, benar tepat waktu, atau adanya masalah eksternal external factors seperti perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank.

e. Risiko Hukum

Adalah eksposur yang timbul karena adanya kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak, dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. Selain itu, risiko hukum dapat timbul akibat dari tindakan manajemen bank atau para karyawan yang melanggar hukum atau regulasi, kecurangan fraud, dan perbuatan lain yang merugikan bank maupun semua pihak yang terlibat stakeholders. 24

f. Risiko Reputasi

Adalah eksposur yang disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.

g. Risiko Strategik

Adalah eksposur yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

h. Risiko Kepatuhan

Adalah eksposur yang disebabkan karena bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.

4. Siklus Manajemen Risiko

13

a. Identifikasi Risiko

Pada tahap ini analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis terhadap pihak-pihak yang berkepentingan stakeholders. Ada berbagai pihak yang berkepentingan yang perlu mendapat perhatian, jika tidak maka perusahaan atau manajemen berada pada posisi yang berbahaya. Mereka termasuk pemegang saham, 13 Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management: Conventional and Sharia System, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 27-29. 25 kreditur, debitur, karyawan, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan.

b. Pengukuran Risiko

Pada dasarnya pengukuran risiko mengacu pada 2 faktor, yaitu kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salahsatu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko.

c. Pemetaan Risiko

Perusahaan tidak perlu takut terhadap semua risiko. Ada risiko yang perlu mendapat perhatian khusus, ada pula risiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko, yaitu untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya terhadap perusahaan. Pemetaan bertujuan untuk memilah-milah mana risiko yang mampu memberi kontribusi positif dan mana risiko yang merupakan value destroyer bila dikelola.

d. Pengelolaan Risiko

Pelaksanaan proses pengelolaan risiko harus digunakan bank untuk mengelola risiko tertentu, terutama yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Usaha yang dapat dilakukan bank antara lain 26 dengan cara hedging dan metode mitigasi risiko lainnya seperti penerbitan garansi, sekuritisasi aset dan credit derivatives, serta penambahan modal bank untuk menyerap potensi kerugian. 14

e. Pengawasan dan Pengendalian Risiko

Keseluruhan proses manajemen risiko harus terus disempurnakan karena sistem dan lingkungan secara dinamis selalu menimbulkan perubahan. Pengawasan dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan. Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko perusahaan. 15

C. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Secara harafiah, pembiayaan financing atau marhun bih diartikan sebagai dana rahn, yaitu dana yang diperoleh rahin nasabah setelah aplikasi rahn-nya diterima oleh pihak murtahin bank, dengan syarat setelah ada penyerahan marhun jaminan kepada pihak murtahin. 16 14 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 800. 15 Fahmi Basyaib, Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 5. 16 Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006, h. 39. 27 Secara istilah, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 17

2. Unsur-unsur Pembiayaan

18 Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian, pemberian pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembiayaan adalah: a. Adanya 2 pihak, yaitu pemberi pembiayaan shahibul maal dan penerima pembiayaan mudharib. Hubungan keduanya merupakan kerjasama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai kehidupan tolong- menolong. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah [5] ayat 2: 17 Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2007, h. 31-32. 18 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 4-5. 28 ⌧ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” b. Adanya kepercayaan shahibul maal kepada mudharib yang didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib. c. Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak mudharib kepada pihak shahibul maal untuk berjanji membayar. Perjanjian tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis akad pembiayaan, atau berupa instrumen credit instrument. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah [2] ayat 282: ⌧ ☺ ☺ ☺ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.” 29 d. Adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari shahibul maal kepada mudharib. e. Adanya unsur waktu time element. Unsur waktu merupakan unsur esensial pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari sisi shahibul maal maupun dari sisi mudharib. f. Adanya unsur risiko degree of risk di kedua belah pihak. Risiko di pihak shahibul maal adalah risiko gagal bayar risk of default, baik karena kegagalan usaha pinjaman produktif maupun ketidakmampuan membayar pinjaman konsumtif atau karena ketidaksediaan membayar. Risiko di pihak mudharib adalah kecurangan dari pihak pemberi pembiayaan, antara lain berupa shahibul maal yang bermaksud mencaplok perusahaan yang diberi pembiayaan atau tanah yang dijaminkan.

3. Tujuan Pembiayaan

19 Pada dasarnya terdapat 2 fungsi yang saling berkaitan dari pembiayaan, yaitu: a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari hasil usaha yang dikelola bersama nasabah. Oleh karena itu, bank hanya akan 19 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 5-6. 30 menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya. b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan memperoleh keuntungan dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.

D. Usaha Kecil dan Menengah UKM

Di Indonesia, berbagai macam institusi pemerintah merumuskan atau mengadopsi definisi dan batasan yang berbeda-beda mengenai UKM. Menurut Undang-undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, batasan usahaindustri kecil didefinisikan sebagai: Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang maupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp.1 miliar atau kurang. 20 Badan Pusat Statistik BPS menyusun kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja. Menurut BPS, UKM adalah entitas bisnis yang memiliki tenaga kerja kurang dari 100 orang, dengan rincian kategori sebagai berikut: 21 1. Usaha rumah tangga dan mikro terdiri dari 1-4 orang tenaga kerja. 2. Usaha kecil terdiri dari 5-19 orang tenaga kerja. 20 Andi Irawan, “Mengapa Membangun Kewirausahaan UKM Itu Penting?” dalam Kewirausahaan UKM: Pemikiran dan Pengalaman, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, h. 8-9. 21 Ibid 31 3. Usaha menengah terdiri dari 20-99 orang tenaga kerja. 4. Usaha besar memiliki tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Depperindag dan Bank Indonesia memberikan batasan UKM berdasarkan nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan, yaitu masing-masing sebesar kurang dari Rp.5 miliar dan Rp.10 miliar. Sedangkan Departemen Koperasi UKM memberikan batasan UKM berdasarkan nilai penjualan setahun, yaitu sebesar kurang dari Rp.5 miliar. 22 Apapun definisi UKM, disadari bahwa UKM yang merupakan jumlah terbesar dari pengusaha Indonesia mempunyai peran yang besar dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan Produk Domestik Bruto maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Pengembangan UKM memerlukan sumber dana yang bersifat utang dari berbagai alternatif sumber dana. Salahsatu kendala yang dihadapi adalah keterbatasan untuk memenuhi agunan sehingga lembaga penjamin pembiayaan menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan pemenuhan itu. 23 Beberapa kendala yang menjadi kelemahan mendasar bagi penyaluran pembiayaan UKM, yaitu: 22 Ibid 23 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 643-644. 32 1. Belum tersedianya danapembiayaan yang murah, mudah, cepat, dan mekanisme yang sederhana untuk dapat mendukung UKM. 2. Penerapan prudential banking yang mempersyaratkan agunan pembiayaan collateral yang cukup sekalipun usahanya layak. 3. Selain kendala dalam penyediaan agunan yang memadai dan sesuai persyaratan, UKM juga menghadapi kendala adanya keterbatasan di bidang manajemen, administrasi, teknologi, dan pemasaran. 24 4. Kurang berpengalamannya UKM dalam berhubungan dengan dunia perbankan. 5. Umumnya UKM belum mampu menyusun laporan keuangan dan rencana pengembangan usaha sebagai salahsatu syarat mendapatkan pembiayaan. 6. Umumnya UKM belum mampu menyatakan kelayakan usahanya dalam proposal permohonan pembiayaan yang baik. 7. Perbandingan modal sendiri UKM dengan dana yang diperlukan dari sumber pembiayaan relatif kecil. 25 Untuk meningkatkan akses usaha kecil terhadap pembiayaan, diatur dalam Undang-undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dilakukan dengan: 1. Meningkatkan kemampuan dalam pemupukan modal sendiri. 2. Meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan. 24 Ibid 25 http:ekisonline.comindex.php?option?=com-contenttask=viewBid=638+temicl=3 , Diakses pada 12 Juli 2010 pukul 15:23 WIB. 33 3. Meningkatkan manajemen keuangan. 4. Menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penjamin. 26 Di sinilah letak manfaat keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan umat dalam hal pembinaan dan pendampingan usaha kecil agar sektor UKM dapat terus berkembang sehingga para pengusaha kecil tersebut tidak terjebak pada usaha pinjam-meminjam kepada rentenir yang pada akhirnya tidak dapat mengembangkan usahanya, justru malah mematikan kegiatan usahanya tersebut. Hal ini telah diatur dalam pasal 17 mengenai Pembinaan, dimana: “Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam Sumber Daya Manusia SDM”. 27 Jadi sudah selayaknyalah BMT sebagai lembaga yang dikhususkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis syariah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan SDM sektor UKM agar dapat mengelola usahanya ke depan dengan lebih baik, tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi Islam. Adapun bantuan teknis yang dapat dilakukan BMT, antara lain: 28 1. Upaya perbaikan teknologi produksi. 2. Teknik pencatatan keuangan usaha. 3. Perbaikan manajemen. 26 Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h. 262-263. 27 Ibid 28 Awalil Rizky, BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, Yogyakarta: UCY Press, 2007, h. 7. 34 4. Memfasilitasi kerjasama antar usaha. 5. Jaringan pemasaran, dan sebagainya. BAB III OBYEK PENELITIAN

A. Profil BMT Al Munawwarah