Latar Belakang Masalah Strategi manajemen risiko pada pembiayaan UKM di BMT al-Munawwarah dan BMT Berkah Madani

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia, sebagai sebuah negara besar dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, sudah sejak lama menggaungkan sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan tidak hanya sebagai bentuk pemihakan kebijakan ekonomi pemerintah kepada ekonomi rakyat, tetapi juga merupakan bentuk pilihan yang tepat untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Pengembangan ekonomi kerakyatan tidak dapat dipisahkan dari pengembangan ekonomi umat Islam karena apabila ekonomi kerakyatan kuat maka ekonomi umat Islam pun akan mengalami hal yang sama. Dengan demikian, perbankan syariah yang merupakan salahsatu komponen dalam ekonomi umat Islam adalah bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan yang digalakkan pemerintah. Secara teoritis, keberpihakan bank syariah dalam penyaluran kredit terhadap pelaku ekonomi kecil dan menengah yang merupakan bagian terbesar dari ekonomi rakyat sangatlah memungkinkan. Kebijakan bank syariah dalam penyaluran kreditnya tidak dibatasi oleh kemampuan membayar bunga. Kelayakan dan prospek suatu usaha menjadi pertimbangan utama dalam pemberian kredit terhadap para nasabahnya. Ini berbeda dengan konsep penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank-bank konvensional yang secara otomatis membatasi penyaluran kreditnya hanya pada mereka yang mampu 1 2 membayar bunga yang ditetapkan terlebih dahulu. Konsep dasar ini memberi peluang bagi para pengusaha kecil dan menengah dalam mendapatkan pelayanan dan mengembangkan potensi ekonomi yang mereka miliki. 1 Posisi Usaha Kecil dan Menengah UKM telah lama diakui sebagai sektor usaha yang sangat penting, karena berbagai perannya yang riil dalam perekonomian. Mulai dari sharenya dalam pembentukan PDB sekitar 63,58, kemampuannya menyerap tenaga kerja sebesar 99,45, atau sangat besarnya jumlah unit usaha yang ada, hingga pada sharenya yang cukup signifikan dalam jumlah nilai ekspor total, yang mencapai sekitar 18,72. 2 UKM memiliki porsi terbesar dalam pembiayaan yang diberikan oleh bank-bank syariah dengan nilai pembiayaan sebesar Rp.17,9 triliun pada tahun 2007, dibandingkan pembiayaan pada sektor non-UKM yang mendapatkan alokasi pembiayaan senilai Rp.7,7 triliun. 3 Berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia BMI tahun 2007, pembiayaan rata-rata perbulan untuk UKM skim musyarakah sebesar Rp.280 miliar, mudharabah sebesar Rp.2,18 triliun, dan murabahah sebesar 1 Muslimin, “Ekonomi Kerakyatan: Kajian Terhadap Kebijakan Ekonomi Orde Baru” dalam Al Iqtishadiyyah Jurnal Kajian Ekonomi Islam, Vol.I, No.1, Januari 2004, Jakarta: P3EI UIN Syarif Hidayatullah, 2004, h. 86-87. 2 Marsuki, Pemikiran dan Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia, Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2006, h. 19. 3 Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2008, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, t.t., h. 12. 3 Rp.2,23 triliun. Sedangkan berdasarkan data pembiayaan Bank Syariah Mandiri BSM kepada UKM tahun 2007 tercatat sebesar Rp.4,83 triliun. 4 Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia, pembiayaan perbankan syariah ke UKM mengalami penurunan Rp.312 miliar. Di Januari 2009 tercatat pembiayaan ke UKM sebesar Rp.26,751 triliun, sedangkan Desember 2008 mencapai Rp 27,063 triliun. Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam IAEI, Mustafa Edwin Nasution, mengatakan hal itu bisa disebabkan oleh sejumlah faktor, salahsatunya krisis ekonomi global. Sektor UKM belum mampu menggerakkan output sehingga bank syariah mengurangi dananya, terutama di sektor yang terkena dampak langsung. Selain krisis ekonomi, Mustafa mengatakan industri keuangan juga menunggu dampak yang terjadi dari paket stimulus yang dikeluarkan sejumlah negara. Pasalnya, dari kebijakan tersebut diharapkan perekonomian terutama sektor riil dapat terus bergerak. 5 Usaha lain yang dilakukan dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan misalnya BMI bersama-sama dengan ICMI dan MUI membentuk Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK pada tanggal 13 Maret 1995 sebagai Lembaga Pembina Swadaya Masyarakat LPSM yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi rakyat 4 Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h. 292-297. 5 http:www.mediacenterkopukm.comdetail-berita.php?bID=3406, Diakses pada 23 Juni 2010 pukul 17:35 WIB. 4 kecil, dan mewujudkan penguasaan pengelolaan sumber daya yang adil, merata dan berkelanjutan. 6 Untuk mencapai tujuan yang dicanangkan PINBUK tersebut, maka sasaran menengah yang ingin dicapai adalah pengembangan usaha di bidang keuangan dan berperan dalam kegiatan ekonomi kecil melalui pengembangan usaha ekonomi sektor riil. Sebab, upaya yang paling pokok dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan adalah memperluas jangkauan akses usaha kecil pada sumber-sumber dana, teknologi pasar, informasi serta pembinaan kewirausahaan dan keterampilan manajemen. 7 Atas dasar itu PINBUK melakukan pengembangan SDM dengan menanamkan jiwa kewirausahaan dan manajemen modern dalam dunia usaha bagi para pelaku ekonomi. Salahsatu usaha PINBUK yang berkembang pesat dalam masyarakat yaitu mendorong tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan yang berdasarkan sistem syariah di tingkat akar rumput grass root melalui Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal wat Tamwil BMT. 8 6 Agus Sumarno, “Skenario Pengembangan Jaringan Ekonomi Umat: Kaitannya BMT dan Sektor Riel” dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A.Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, Jakarta: PINBUK, 2000, h. 242. 7 Ginandjar Kartasasmita, “Pembangunan Ekonomi Umat: Mencermati Peran Lembaga Ekonomi Rakyat”, dalam Baihaqi Abd. Madjid dan Saifuddin A.Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, Jakarta: PINBUK, 2000, h. 85. 8 Muslimin, “Ekonomi Kerakyatan: Kajian Terhadap Kebijakan Ekonomi Orde Baru” dalam Al Iqtishadiyyah Jurnal Kajian Ekonomi Islam, Vol.I, No.1, Januari 2004, Jakarta: P3EI UIN Syarif Hidayatullah, 2004, h. 89. 5 BMT adalah lembaga ekonomi masyarakat yang bertujuan untuk mendukung kegiatan usaha ekonomi rakyat bawah dan kecil yang dijalankan berdasarkan syariat Islam. BMT berintikan dua kegiatan usaha yang mencakup baitul maal dan baitut tamwil. Baitul maal adalah lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHIB zakat, infaq, shadaqah, waqaf dan hibah tanpa adanya keuntungan non profit oriented. Penyalurannya dialokasikan kepada mereka yang berhak mustahiq zakat, sesuai dengan aturan agama dan manajemen keuangan modern. Dalam mengelola dana ZISWAHIB ini, BMT tidak mendapatkan keuntungan finansial karena hasil zakat tidak boleh dibisniskan. 9 Sedangkan baitut tamwil adalah lembaga keuangan Islam informal dengan orientasi keuangan profit oriented. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat KSM yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Kegiatan utama dari lembaga ini adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanantabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan sesuai dengan sistem ekonomi syariah. Dengan demikian, selain menghimpun dana dari masyarakat melalui investasitabungan, kegiatan baitut tamwil juga mengembangkan usaha-usaha 9 Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa: Konsep Sistem Ekonomi Syariah, Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah, t.t., h. 199. 6 produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi umat, terutama pengusaha kecil. 10 Pada setiap usaha, risiko merupakan suatu hal yang mutlak. Risiko juga dapat muncul dari berbagai sumber. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara menangani risiko tersebut. Proses manajemen risiko merupakan suatu hal yang mutlak jika kita ingin menghindari kerugian dalam usaha. Proses ini diyakini memiliki peranan penting dalam keberlangsungan bisnis perbankan syariah. Hal ini sebagai upaya lembaga keuangan berbasis syariah, termasuk yang berskala kecil, agar dapat bertahan dan terus bersaing di industri perbankan. Risiko merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan anticipated maupun yang tidak dapat diperkirakan unanticipated yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan. Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha tetap terkendali pada batas yang dapat diterima serta menguntungkan. 11 Seiring dengan tumbuhnya kesadaran umat Islam untuk mempercayakan dananya pada lembaga keuangan berbasis syariah dan kemudahan dalam mendirikan BMT membuat lembaga ini kian menjamur. Jumlah Lembaga 10 H.A.Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 183. 11 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 623. 7 Keuangan Mikro LKM saat ini diduga tak kurang dari 9000 LKM. Jumlah BMT di seluruh Indonesia diperkirakan sebanyak 3.307 unit dengan aset sekitar Rp.1,5 triliun. Artinya, hampir separuh dari LKM nasional adalah BMT. Secara individual, BMT sangat bervariasi. Tidak sedikit BMT yang mengelola aset di atas Rp.10 miliar dengan jumlah nasabah di atas 3000-an orang, meskipun juga banyak BMT yang asetnya kurang dari 50 juta dan nasabahnya kurang dari 500- an orang. Dua BMT yang cukup berkembang saat ini adalah BMT Al Munawwarah dengan aset ± Rp.4,1 miliar dengan cakupan wilayah Pamulang dan sekitarnya 12 , dan BMT Berkah Madani dengan aset ± Rp.3,1 miliar dengan cakupan wilayah Cimanggis dan sekitarnya. 13 Maka berdasarkan permasalahan dan data-data tersebut di atas, penulis tertarik untuk mencoba memberikan pemaparan lebih lanjut dan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul “Strategi Manajemen Risiko Pada Pembiayaan UKM di BMT Al Munawwarah BMT Berkah Madani” .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah