Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

(1)

KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN

PERDAGANGAN ORANG DALAM

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

110200385 I R E N E

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN

PERDAGANGAN ORANG DALAM

Oleh

110200385 I R E N E

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 19750112 200501 2 002 Windha, SH. M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

NIP : 195603291986011001 NIP. 197302202002121001 (Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H)(Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA PENJUALAN SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN

PERDAGANGAN ORANG DALAM * Irene

** Bismar Nasution *** Mahmul Siregar

Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.Untuk mencapai tujuan yang bersifat ekonomi, sebuah BUMN diperbolehkan untuk melakukan privatisasi BUMN.Salah satu cara upaya BUMN dalam melakukan privatisasi adalah dengan melakukan Penawaran umum perdana atau yang dikenal dengan sebutan Initial Public Offering (selanjutnya disebut IPO).Penawaran umum dalam prakteknya dilaksanakan melalui pasar perdana (primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama beberapa hari saja.Dengan berakhirnya pasar perdana, untuk selanjutnya pemodal dapat memperjualbelikan kembali efeknya pada pasar sekunder (bursa).Proses jual-beli saham pada pasar sekunder mempunyai kemungkinan untuk terjadi kejahatan perdagangan orang dalam yang disebabkan karena adanya benturan kepentingan oleh penyelenggara negara sebagai pemegang saham pada BUMN yang go public.

Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisa data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.Seluruh dara tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.

Peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN go public dalam mengurus dan mengawasi BUMN go public adalah dengan membentuk kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan privatisasi BUMN. Untuk meningkatkan efesiensi BUMN, negara juga berperan dalam membuat deregulasi atas privatisasi BUMN.BUMN yang melakukan privatisasi melakukan penawaran saham di pasar perdana.Penawaran umum (public offering) adalah kegiatan menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan berlangsung pada suatu periode tertentu.Setelah itu, investor dapat melakukan jual beli saham BUMN di di pasar sekunder. Negara sebagai salah satu pemegang saham pada BUMN go public berpotensi untuk melakukan praktik insider trading sehingga terjadi konflik kepentingan negara berupa penyalahgunaan wewenang dan informasi orang dalam oleh dewan direksi dan komisaris sebagai penyelengara negara untuk kepentingan pribadi.

Kata Kunci :Konflik Kepentingan, Pemegang Saham, Penjualan Saham Bumn, Perdagangan Orang Dalam.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham pada Penjualan Saham BUMN dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi S-I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa akan datang.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu yang sudah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini serta waktu bimbingan yang diberikan agar skripsi ini diselesaikan dengan baik.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof atas segala bantuan, kritikan, bimbingan, saran, dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

9. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bimbingan sejak baru menjadi mahasiswa sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

10.Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

11.Kepada kedua orang tua penulis, Nawawi Mulia dan Betty Soleman yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung penulis hingga bisa menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.

12.Adik penulis Ryan Mulia, Tante Penulis Wetty Soleman serta anggota keluarga penulis yang lain yang telah menjadi semangat dan faktor pendorong bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan formal strata satu dan juga memberikan dukungan moral dalam menjalani hidup penulis.

13.Larrisa Japardi, Eric Tanaka, Yuendris dan Wisely, sahabat terbaik serta teman senasib dan sepenanggungan, teman makan-makan dan seperjuangan penulis selama masa perkuliahan di FH USU yang selalu bersama penulis dalam suka maupun duka pada saat menjalani masa perkuliahan dan selalu memberikan dukungan kepada penulis.

14.Grup Pacisu yang selalu hadir memberikan canda dan tawa yang tak terkira kepada penulis selama masa perkuliahan di FH USU.

15.Ekarudy, Stella Guntur, Sheila, Yohana, Cathlin, Irene, Milyardi, Fredy,Christy dan seluruh teman di Fakultas Hukum USU.

16.Aively, Hermanto, Hadi, Josephine, Hillary, Yorris dan Steven yang selalu setia menemani penulis melepas stress.

17.Sahabat-sahabat seperjuangan dari Grup A Fakultas Hukum USU stambuk 2011 yang lain.

18.Kak Yuna yang selalu memberikan arahan dan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

19.Abang dan kakak kelas serta adik-adik kelas Penulis di Fakultas Hukum USU yang lain.

20.Teman-Teman diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, April 2015 Penulis

Irene 110200385


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 19

G. Sistematika Penulisan... 21

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar hukum BUMN melakukan Go Public... 24

B. Tujuan umum BUMN Go Public... 30

C. Prosedur BUMN Go Public...... 34

D. Kedudukan kelayakan Negara dalam BUMN Go Publik... 49

E. Peran Negara pada BUMN yang Go Publik. ... 53

BAB III PENJUALAN SAHAM BUMN YANG TELAH GO PUBLIK DI PASAR SEKUNDER A. Mekanisme Jual Beli Saham BUMN pada Pasar Sekunder... 63


(9)

B. Prinsip Keterbukaan dalam Saham BUMN pada Pasar Sekunder... 68 C. Pengawasan Terhadap Transaksi Jual Beli Saham pada Pasar

Sekunder... 75 BAB IV KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG

SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG DALAM

A. Bentuk Kejahatan Perdagangan Orang Dalam pada Penjualan Saham BUMN... 86 B. Kejahatan Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading) dalam

Penjualan Saham BUMN... 94 C. Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Perdagangan

Orang Dalam, Penyelesaian Hukum Terhadap Perdagangan Orang Dalam pada Penjualan Saham BUMN... 99 D. Perlindungan hukum terhadap investor yang dirugikan

akibat adanya perdagangan orang dalam dan perlindungan hukum terhadap perdagangan orang dalam pada penjualan

saham BUMN... 103 E. Perlindungan Hukum terhadap Investor yang Dirugikan Akibat

Adanya Perdagangan Orang Dalam... 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 129 B. Saran... 130


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang menitikberatkan peningkatan pembangunan di segala bidang. Dewasa ini arah dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah pada dasarnya bertumpu pada trilogi pembangunan, dengan penekanan pada segi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, disamping usaha mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang mantap. Pengembangan dunia usaha merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya pembangunan.Arah pembangunan di sektor ekonomi merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam rangka pengembangan dunia usaha dan penciptaan iklim usaha yang baik yang mendorong kearah pertumbuhan, merupakan kenyataan bahwa investasi dalam jumlah yang besar sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan.1

Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1

Nindoyo Pramono, Sertifikasi saham PT. Go PublicdanHukum Pasar Modal di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.11.


(12)

1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.

Badan Usaha Milik Negara diperbolehkan untuk melakukan privatisasi BUMN sehingga dapat mencapai tujuan yang bersifat ekonomi. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) menyebutkan “Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.” Dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan.Perolehan laba yang dihasilkan masih sangat rendah.Sementara itu, saat ini pemerintah masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu.Dan salah satu upaya yang


(13)

ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.2

Privatisasi BUMN mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.3

Breally dan Myers mendefinisikan IPO sebagai penjualan saham baru untuk meningkatkan atau menambah kas perusahaan.IPO merupakan penjualan saham perusahaan melalui pasar modal, BUMN yang melakukan privatisasi dengan cara ini, antara lain, PT. Telkom (1995), PT. Timah (1995), PT. Aneka Tambang (1997), PT. Bank Mandiri (2003), PT. PGN (2003), PT. Garuda Indonesia Tbk (2007) dan PT. Krakatau Steel (2010). Tujuan dari penawaran perdana adalah untuk mendapatkan tambahan modal bagi perluasan operasi perusahaan. Dengan demikian IPO merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan dana jangka panjang dari masyarakat dengan cara menjual saham kepada masyarakat.

Salah satu cara upaya BUMN dalam melakukan privatisasi adalah dengan melakukan Penawaran umum perdana atau yang dikenal dengan sebutan Initial Public Offering (selanjutnya disebut IPO).

2

Zulperio, Privatisasi BUMN di Indonesia, wordpress.com/2010/04/20/privatisasi-bumn-di-indonesia/ (diakses tanggal 11 Februari 2015).

3

Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN di Indonesia,

(diakses


(14)

Penawaran umum dalam prakteknya dilaksanakan melalui pasar perdana

(primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama beberapa hari saja.Dalam hal ini penawaran efek dilakukan penjamin emisi efek dan para agen penjualan (kalau ada).Dengan berakhirnya pasar perdana, untuk selanjutnya pemodal dapat memperjualbelikan kembali efeknya pada pasar sekunder (bursa).Harga penawaran efek (offering price) pada pasar perdana ditetapkan bersama antara emiten dengan penjamin pelaksana emisi, sedangkan pembentukan harga efek di bursa didasarkan pada hukum permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.

Pasar sekunder adalah pasar tempat jual beli saham-saham perusahaan yang telah dicatatkan di bursa efek untuk menambah modal perusahaan.Pasar sekunder memberikan kesempatan kepada para investor untuk membeli atau menjual saham yang tercatat di bursa efek, setelah terlaksananya penawaran perdana, saham tersebut diperdagangkan dari satu investor kepada investor lainnya.Pada saat suatu saham terdaftar di suatu bursa efek maka investor dan spekulan dapat dengan mudah melakukan transaksi perdagangan di bursa tersebut.Pasar sekunder ini sangat likuid dan transparan.Sebelum adanya sistem perdagangan elektronis maka satu-satunya cara untuk menciptakan likuiditas adalah dengan jalan adanya pertemuan yang teratur antara investor dan spekulan.Hal inilah yang menjadi awal dari munculnya bursa efek.

Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dua jenis pasar, yaitu pasar lelang (auction market) dan di pasar negosiasi (negotiated market). Pasar lelang adalah pasar sekuritas yang melibatkan proses pelelangan (penawaran)


(15)

pada sebuah lokasi fisik. Transaksi antar pembeli dan penjual menggunakan perantara broker yang mewakili masing-masing pihak pembeli dan penjual. Dengan demikian investor tidak dapat secara langsung transaksi, tetapi dilakukan dengan perantara broker. Berbeda dengan penentuan harga saham di pasar perdana, yang dimana harga saham sekuritas ditentukan oleh kesepakatan antara emiten dan underwriter, harga sekuritas di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (kekuatan tarik menarik permintaan dan penawaran) yang terjadi dalam bursa efek.Dalam pasar sekunder ini, investor bisa membeli saham dengan volume berapa saja sesuai dengan kemampuan keuangannya.

Bila dilihat dari kepentingan pemodal dalam membeli dan menjual saham, maka terdapat beberapa perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder. Pertama, pada pasar perdana, harga yang telah ditentukan tidak akan berubah, sedangkan pada pasar sekunder, harga berubah sesuai dengan kekuatan supply dan

demand. Kedua, transaksi perdagangan di pasar perdana tidak dikenakan komisi, sedangkan pasar sekunder, ada biaya komisi.Ketiga, pada pasar perdana hanya berlaku pada saat pembelian saham.Di pasar sekunder, bisa terjadi pola jual beli seperti halnya pasar secara umum.Dari sudut pandang jangka waktu, pasar perdana memiliki batas waktu, sedangkan pasar sekunder tidak.4

Proses jual-beli saham pada pasar sekunder mempunyai kemungkinan untuk terjadi praktik insider trading. Insider trading secara harafiah berarti perdagangan orang dalam. Dalam istilah hukum pasar modal, insider trading

adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong orang

4

M.Irsan Nasarudin,dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004) hlm. 213-214.


(16)

dalam/ perusahaan (dalam arti luas), dimana perdagangan efek tersebut didasarkan karena adanya suatu informasi orang dalam (inside information) yang penting dan mengandung fakta material, dimana pelaku insider trading (inside trader) mengharapkan keuntungan ekonomi, secara langsung atau tidak langsung.5

Pada praktiknya, pasar modal tidak dapat terlepas dari berbagai macam pelanggaran berupa tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan yang pada akhirnya tindakan-tindakan tersebut akan sangat merugikan kepentingan berbagai pihak serta merugikan dan menghambat kelangsungan proses pembangunan perekonomian bangsa. Pelanggaran yang terjadi di dalam penyelanggaraan pasar modal termasuk ke dalam bentuk kejahatan kerah putih (white collar crime), kejahatan kerah putih yang terjadi di pasar modal pada umumnya dilakukan dengan begitu sempurnanya sehingga para korban sama sekali tidak sadar bahwa ia menjadi korban kejahatan tersebut, masyarakat umumnya hanya menganggap kejahatan yang dilakukan dan mengakibatkan kerugian bagi mereka, sebagai akibat yang harus ditanggung karena “kekuatan” pasar negatif, dan merupakan bagian dari mekanisme pasar dimana mereka hanya kebetulan menjadi korbannya. 6

5

Insider Trading

Salah satu bentuk pelanggaran dalam penyelenggaraan pasar modal yang termasuk kejahatan kerah putih adalah perdagangan orang dalam atau dikenal dengan namainsider trading.

Insider Trading di Indonesia diatur di dalam Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98 dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

tanggal 11 Maret 2015).

6


(17)

(selanjutnya disebut UUPM). Terjadinya insider trading dalam perusahaan yang telah go public dikarenakan adanya benturan antara kepentingan pribadi dewan direksi dan komisaris dengan kepentingan perusahaan yang telah go public, yang dimana dewan direksi dan komisaris menggunakan kewenangannya atas informasi orang dalam untuk kepentingan pribadinya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dipilihlah skripsi yang berjudul “Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN yang sudah go public?

2. Bagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang penjualan saham BUMN yang telah go public di pasar sekunder?

3. Bagaimana konflik kepentingan negara sebagai pemegang saham BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :


(18)

a. Untuk mengetahui peran negara sebagai pemegang saham pada BUMN yang sudah go public.

b. Untuk mengetahui penjualan saham BUMN yang telah go public di pasar sekunder

c. Untuk mengetahui konflik kepentingan negara sebagai pemegang saham BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam

2. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang ini antara lain: a. Secara teoritis

Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran berkaitan penjualan saham BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam

b. Secara praktis.

Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan kepentingan negara sebagai pemegang saham berkaitan penjualan saham BUMN dalam kejahatan perdagangan orang dalam

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Konflik Kepentingan Negara


(19)

Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.

Adapun judul yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara lain :

1. Nama : Martua Harahap Nim : 020200019

Judul : Tinjauan Umum terhadap Obligasi Ritel Indonesia seri 001 di PT. Bank Mandiri Persero Tbk

2. Nama : Hayatun P.Nainggolan Nim : 030200055

Judul : Tinjauan Yuridis Obligasi sebagai Alternatif Investasi Di Pasar Modal

3. Nama : Mutiara Siska Sitorus Nim : 050200330

Judul : Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat Terkait Penerbitan Obligasi dalam Pasar Modal (Tinjauan terhadap Undang Undang No. 8 Tahun 1995 dan peraturan lain yang terkait dengan Pasar Modal Indonesia).

4. Nama : Helen H. Hutahaean Nim : 060200220

Judul : Perlindungan Hukum terhadap Investor Pasar Modal Apabila Emiten Gagal Bayar (default) di dalam Perdagangan Obligasi Secara Elektronik


(20)

Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, bila dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Badan Usaha Milik Negara

Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 utamanya ayat (2) dan (3). Ayat (2) berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Penguasaan oleh negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33 tersebut, bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan dapatnya rakyat memanfaatkan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang berasal dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Guna menjalankan penguasaan tersebut, negara melalui pemerintah kemudian membentuk suatu badan usaha milik negara, yang sedikenal dengan sebutan perusahaan negara, yang bertugas melaksanakan penguasaan tersebut.7

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN) menyatakan bahwa

7

Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 104.


(21)

BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hal yang membedakan antara BUMN dengan badan hukum lainnya adalah:8

a. Seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh negara; b. Melalui penyertaan secara langsung; dan

c. Berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan 2. Latar belakang berdirinya Badan Usaha Milik Negara

Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara yang bersinggungan dengan kata “dikuasai oleh negara” yang termuat pada Pasal 33 UUD 1945. Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.Hal mana yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern, karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan.9

8

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Bandung: Aditama, 2006), hlm. 61.

9

Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 3.


(22)

Pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan yang sangat dominan, oleh karena pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan sehingga:10

a) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan;

b) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; c) Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga (setelah

Eropa dan Keturunan Arab serta Tionghoa).

Pada tahun 1969 pemerintah mengklasifikasikan BUMN menjadi empat macam yaitu perusahaan jawatan (perjan), perusahaan umum (perum), perusahaan perseroan (persero) dan perusahaan negara diluar ketiga macam BUMN atas UU No. 9 tahun 1969.

a. Perusahaan Jawatan (Perjan)

Ciri pokok berdasarkan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 adalah :

1. tujuan melayani kepentingan umum.

2. bagian dari departemen atau direktorat jenderal sehingga tidak otonom

3. dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah sebagai bagian dari departemen atau direktorat jenderal.

4. dipimpin oleh kepala jawatan dan diangkat oleh pemerintah

10


(23)

5. diawasi langsung oleh pemerintah secara hierarkis fungsional, diperiksa oleh akuntan Negara dan disahkan oleh menteri.

6. modalnya berasal dari anggran pendapatan dan belanja negara tahunan.

7. para pegawainya berstatus pegawai negeri

8. ruang lingkupnya adalah sektor pelayanan umum yang bersifat strategis

b. Perusahaan Umum (Perum)

Berdasarkan Undang-undang terbaru maksud dan tujuan pendirian perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

c. Perusahaan Perseroan

Modal terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara. Tujuan utamanyaadalah mengejar keuntungan.

d. Perusahaan Negara di luar Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).

3. Go Public

Pada hakekatnya go public secara terjemahannya adalah proses perusahaan yang “go public atau pergi ke masyarakat”, artinya perusahaan itu memasyarakatkan dirinya yaitu dengan jalan memberikan sarana bagi masyarakat untuk masuk dalam perusahaannya, yaitu dengan menerima penyertaan


(24)

masyarakat dalam usahanya, baik dalam pemilikan maupun dalam penetapan kebijakan pengelolaan.11

Go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UUPM dan peraturan pelaksanaannya.12

Perusahaan yang sebelum menjual saham kepada masyarakat disebut perusahaan tertutup (private company) sedangkan perusahaan yang sudah menjual sahamnya ke masyarakat disebut perusahaan terbuka atau perusahaan public (public listed company). Perusahaan publik di Indonesia sejak tahun 1996, banyak yang mulai mengubah nama perusahaan dengan menambahkan kata Tbk di belakang nama yang lama. Tbk berarti terbuka.

Dalam istilah pasar modal, go public sering disebut sebagai IPO, yaitu penawaran pasar perdana kepada masyarakat. Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan.Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa hutang, pembiayaan bentuk lain atau dengan penerbitan surat-surat utang, maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity).

11

Vienovidelusion.blogspot.com/2014/05/makalah-perusahaan-go-public-ptastra.html (diakses tanggal 15 Februari 2015)

12

Proses Go Public


(25)

Misalnya: “PT Buana Finance Indonesia” menjadi “PT Buana Finance Indonesia Tbk”.

Perusahaan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang saham-sahamnya masih dipegang oleh beberapa orang/perusahaan saja, sehingga jual-beli sahamnya dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan oleh anggaran dasar perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang bersangkutan.13

Bagi perusahaan yang telah go public, pasar modal merupakan sarana bagi peningkatan nilai perusahaan. Pasar modal memberikan sarana bagi peningkatan nilai melalui berbagai aksi korporasi yang ditopang oleh keterbukaan informasi secara penuh.Transparansi berdampak pada efisiensi usaha, peningkatan laba, peningkatan harga saham, competitive position, dan peningkatan kemakmuran pemegang saham.

Perseroan terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/banyak perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada publik sehingga jual-beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada publik.

14

4. Go public perusahaan BUMN

Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas

13

Ibid.

14


(26)

pemilikan saham oleh masyarakat. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Butir 12 UU BUMN.Privatisasi adalah sebuah pemikiran dalam ideologi kapitalisme, peran negara di bidang ekonomi hanya terbatas pada pengawasan pelaku ekonomi dan penegakan hukum. Pemikiran ini menetapkan pula pada sektor publik dibebaskan dalam melakukan usaha, investasi, dan inovasi, maka pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan meningkat. 15

Metode privatisasi yang dilakukan pemerintah kebanyakan masih berbentuk penjualan saham kepada pihak swasta.Hal ini menyebabkan uang yang diperoleh dari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ke tangan pemerintah, bukannya masuk ke dalam BUMN untuk digunakan sebagai tambahan pendanaan dalam rangka mengembangkan usahanya.16

5. Konflik kepentingan

Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena pemerintah memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi BUMN hal ini agak kurang menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru, tentunya mereka dituntut untuk melakukan berbagai perubahan. Namun, perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan dana segar yang cukup, sebagian besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya terdahulu yang sebenarnya kurang efisien.

Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas

15

Privatisasi Fakta Dan Bahayanya, http://www.gaulislam.com.(diakses tanggal 11 Maret 2015).

16


(27)

setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya. Penyelenggara negara dalam hal ini adalah seseorang yang menjabat atau memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi negara dalam wilayah hukum negara dan mempergunakan anggaran yang seluruhnya atau sebagian berasal dari negara, misalnya pejabat negara, pejabat publik, penyelenggara pelayanan publik dan berbagai istilah lainnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Termasuk didalamnya semua pejabat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi negara baik dalam cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, penyelenggara negara di BUMN/BHMN/BLU/BUMD.17

Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh Penyelenggara Negara antara lain adalah:18

a. Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan;

b. Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan;

c. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/ instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan;

d. Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan

17

Konflik Kepentinga

Konflik%20Kepentingan%20panduan%20penanganan%20konflik%20kepentingan.pdf (diakses pada tanggal 10 Maret 2015)

18


(28)

jabatan lainnya;

e. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi;

f. Post employment (berupa trading influence, rahasia jabatan);

g. Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.

6. Perdagangan orang dalam

Menurut Sofyan A. Djalil dalam bukunya Tavinayati dan Yulia Qamariyanti yang berjudul Hukum Pasar Modal di Indonesia dijelaskan bahwa,

insider trading adalah istilah teknis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah ini mengacu kepada praktik di mana orang dalam perusahaan (corporate insiders) melakukan transaksi sekuritas (trading) dengan menggunakan informasi yang eksklusif mereka miliki (inside nonpublic information) artinya segala informasi yang penting dan dapat mempengaruhi harga securities dan informasi tersebut belum diumumkan kepada khalayak ramai.19

Objek kejahatan ini adalah informasi yang sifatnya material dan belum terbuka untuk umum, sehingga orang dalam memanfaatkannya untuk kepentingan dan keuntungan sendiri, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan (selanjutnya disebut Bapepam) sebagai lembaga pengawas pasar modal mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan diteruskan dengan proses penyidikan untuk

19

Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal di Indonesia (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), hlm. 81.


(29)

membuktikan telah terjadi pelanggaran dan kejahatan di pasar modal. Bapepam (OJK) juga diberi kewenangan untuk menjatuhkan sanksi baik sanksi pidana penjara (maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 15 Miliar) maupun sanksi administratif terhadap pihak yang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap UUPM.20

F. Metode Penelitian

Kewenangan Bapepam tersebut diatur dalam Pasal 100 dan Pasal 101 UUPM dan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti gunakan untuk memperoleh data atau informasi.Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan.21

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.22

20

Ibid.

21

Ibid. hlm.106.

22

Ibid.


(30)

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.23

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.24Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.25

2. Data penelitian

Dalam penulisan ini menguraikan hal-hal tentang Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu: Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

23

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9.

24

Ibid., hlm 105.

25


(31)

c. Bahan hukum tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.26

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari, dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.27

4. Analisis data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat.

Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan jawaban terhadap permasalahan yang dimaksud.

26

Ibid., hlm 224.

27


(32)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian bab ini akan membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA

BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC

Bab ini berisikana dasar hukum BUMN melakukan Go Public, Tujuan umum BUMN Go Public, kedudukan kelayakan Negara dalam BUMN Go Public dan peran Negara pada BUMN yang Go Public.

BAB III PENJUALAN SAHAM BUMN YANG TELAH GO PUBLIC DI PASAR SEKUNDER.

Bab ini berisikan mekanisme jual beli saham BUMN pada pasar sekunder, prinsip keterbukaan dalam manivestasi saham BUMN pada pasar sekunder dan pengawasan terhadap transaksi jual beli saham pada pasar sekunder.


(33)

BAB IV KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG DALAM

Bab ini berisikan bentuk kejahatan perdagangan orang dalam pada penjualan saham BUMN, konflik kepentingan Negara sebagai pemegang perdagangan orang dalam, penyelesaian hukum terhadap perdagangan orang dalam p;ada penjualan saham BUMN dan perlindungan hukum terhadap investor yang dirugikan akibat adanya perdagangan orang dalam dan perlindungan hukum terhadap perdagangan orang dalam pada penjualan saham BUMN. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.


(34)

BAB II

PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC

A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar telah dirangkum dan dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea 4. Secara eksplisit cita-cita bangsa Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

”... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupanh bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial keadilan sosial,..” (Pembukaan UUD 1945 Alinea 4).

Cita-cita ini secara lebih eksplisit dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan makna sejahtera sebagai sejahtera secara merata, artinya bahwa setiap individu bangsa Indonesia berhak menikmati hidup yang sejahtera. Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dalam pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia.

Rumusan Pasal 33 UUD 1945 (hasil amandemen) dan penjelasannya sebagai berikut:

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.


(35)

c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebsar-besar untuk kemakmuran rakyat.

d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ini diatur dalam undang-undang.

Penjelasan Pasal 33 UUD 1945, sebagai berikut:

Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan untuk pemilikan anggota masyarakat. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, berarti kemakmuran bagi segala orang.Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan perseorangan.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat.Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Secara eksplisit Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konstitusi, selama itu pula keterlibatan pemerintah


(36)

(termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetapi diperlukan. Khusus untuk BUMN, pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi yang saling terkait, yakni visi founding father yang ada dalam UUD 1945, visi dari lembaga/badan pengelola BUMN, dan visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini harus dapat diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk dijadikan pedoman dalam pembinaan.

Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu karakteristik sistem konstitusi dan kenegaraan yang ingin diwujudkan. Pasal 33 bukan sekedar petunjuk tentang susunan perekonomian dan wewenang pemerintah untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi, melainkan mencerminkan cita-cita, keyakinan dan pandangan kenegaraan yang dianut dan diperjuangkan secara konsisten oleh para pemimpin pergerakan nasional.

Sejak Indonesia merdeka, posisi dan peranan perusahaan negara telah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers terutama pada kata “dikuasai oleh negara”.Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.Sebaliknya, Hatta menentang pendapat ini dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung


(37)

proses pembangunan. 28

Dalam perkembangannya banyak unit-unit produksi dan distribusi yang dulu dikuasai/dimiliki oleh negara, ternyata banyak cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak kemudian beralih dimiliki swasta.Ini dapat dilihat adanya pengambilalihan peran negara oleh swasta dalam bentuk monopoli yang mengakibatkan beban bagi perekonomian rakyat.Walaupun dapat dikatakan bahwa pemilikan oleh swasta bisa juga diartikan sebagai “dikuasai oleh negara”, karena ada pengaturan khusus.Dalam kondisi yang demikian, muncul kebijaksanaan pemerintah tentang privatisasi, karena kurang mampunya BUMN dalam bidang manajemen perusahaan.

Sistem ekonomi Indonesia berdasarkan UUD 1945, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada tiga sektor pelaku ekonomi koperasi, usaha negara dan usaha swasta, Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

29

Privatisasi haruslah sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, sesuai dengan pengertian “dikuasai oleh negara” privatisasi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, karena meskipun privatisasi dilaksanakan, negara masih tetap dapat menguasai melalui regulasi. Namun privatisasi dalam pelaksanaannya harus sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Hal ini berarti bahwa privatisasi harus memiliki semangat sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

28

Sejarah BUMN, IMF-World Bank, dan Privatisasi di Indonesia,

29


(38)

dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi.

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Privatisasi sudah dilaksanakan pada tahun 1990-an tetapi baru mempunyai dasar hukum dalam bentuk Undang-Undang pada tahun 2003, yaitu dengan diterbitkannya UU BUMN.Undang-undang tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan privatisasi di Indonesia.Ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh UU BUMN diatur dalam Pasal 1 butir 12 UU BUMN yang menyebutkan bahwa privatisasi merupakan penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilik saham oleh masyarakat.

Privatisasi ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan karena adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha.30

30

I Putu Gede ary Suta, Menuju Pasar Modal Moderen, cet II (Jakarta: Yasyasan SAD Satria Bakti, 2000), hlm. 357.

Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.Yang dimaksud dengan “kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan internasional. BUMN juga menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik dalam penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya.


(39)

Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tampa ada intervensi dari pihak lain di luar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 76 ayat (1) UU BUMN dinyatakan bahwa persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhui kriteria :

1. Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan disektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.

2. Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha kometitif dengan ciri utama terjadinya perubahanteknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk menganti teknologinya.

Menurut Pasal 78 UU BUMN terdapat beberapa metode atau model privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:

1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal; yang dimaksud dengan “penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal” antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering/go public), penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengetian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi persero yang telah terdafta di bursa.


(40)

“penjualan langsung kepada investor” adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lain termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham persro yang belum terdaftar di bursa.

3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “penjualan saham kepada manajemen (Management Buy Out/MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy Out/EBO)”. Adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Dalam hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, penawaran kepada manajemen dan/atau karyawan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan manajemen adalah direksi. Pengaturan tentang privatisasi dalam Peraturan Menteri BUMN antara lain juga tentang kriteria dan cara privatisasi dengan cara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/ atau karyawan (EBO), pemberlakuan Peraturan Menteri bagii persero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS.

B. Tujuan Umum BUMN Go Public

Badan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu tulang punggung perekonomian (aset produktif yang dimiliki pemerintah) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak.Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang


(41)

dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor-sektor penting yang masih belum belum dapat menarik minat swasta.Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan laba.Akan tetapi, kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan dan tidak transparan.

Oleh karena itu, kinerja BUMN dalam perkembangannya terkesan dipandang negatif.Sering kali BUMN dituduh sebagai badan usaha yang tidak efisien dan memiliki profitabilitas yang rendah.Boleh dikatakan bahwa terciptanya kesan dan kondisi seperti itu dipengaruhi orientasi pendirian BUMN, yang semula diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian dibandingkan dengan perolehan laba (profitability). Agar dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif sehingga mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya mekanisme pasar yang begitu kompetitif.31

Privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan

31


(42)

dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha. Menurut I Putu Gede Ary Suta, mantan Ketua Bapepam disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi persaingan di pasar global dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat guna turut serta dalam pemilikan saham BUMN.32

Selain itu, Pasal 74 ayat (2) UU BUMN menegaskan bahwa Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pasal 74 UU BUMN tersebut, maksud dan tujuan Privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero Dengan kata lain, I Putu Gede Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut diprivatisasi maka diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di suatu BUMN.

Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU BUMN, disebutkan bahwa maksud dari privatisasi, adalah:

1. Memperluas kepemilikan masyarakat atas persero; 2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;

3. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; 4. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

5. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; 6. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

32


(43)

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.

Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam tujuan Privatisasi, yang meliputi:33

1. Pengembangan pasar modal domestik; 2. Penyebarluasan kepemilikan saham;

3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan alokasi sumber daya;

4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula pengurangan beban administratif dan finansiil;

5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa;

6. Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi baru;

7. Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu; 8. Pemerataan distribusi pendapatan;

9. Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;

10.Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.

Secara garis besar tujuan Privatisasi BUMN dititikberatkan pada beberapa hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political

33

Hasan Zein Mahmud, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN (Jakarta: Lembaga Managemen FEUI, 1994), hlm.109.


(44)

efficiency.Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari Privatisasi BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

C. Prosedur BUMN Go Public

Metode Privatisasi yang digunakan antara satu negara dengan negara lainnya berbeda satu sama lain tergantung dari tujuan pemerintah, keadaan BUMN itu sendiri, dan kegiatan sektor usahanya. Bagi negara yang menghendaki penyebaran kepemilikan BUMN kepada masyarakat luas dan juga memiliki bursa efek, maka metode penawaran umum (IPO) tentu dapat dilakukan.Tetapi bagi negara yang belum memiliki pasar modal (bursa efek), sudah pasti tidak dapat melakukan privatisasi dengan metode tersebut.Oleh karena itu tidak ada metode privatisasi yang berlaku universal di semua negara. Beberapa metode atau model privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:34

1. Penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares), penawaran ini dapat dilakukan secara parsial (sebagian) maupun seluruh sahamnya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi (going concern) dan menjadi perusahaan publik. Seandainya pemerintah hanya menjual sebagian daripada sahamnya, maka BUMN berubah menjadi perusahaan patungan pemerintah dan swasta. Pendekatan macam ini dilakukan pemerintah agar masih dapat mengawasi management BUMN patungan tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya oleh swasta.

34

Hinsa Siahaan, “Metode Privatisasi dan ‘Go International’ BUMN,” Bisnis Indonesia, 16 Februari, 1994.


(45)

Contoh penggunaan metode public offering of shares adalah Jaguar,

Malaysia Airlines, Singapore Airlines, dan Japan Airlines;

2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of shares/private placement), dalam transaksi ini pemerintah menjual seluruh atau sebagian saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tanggal yang telah diidentifikasi atau kepada pembeli dalam bentuk kelompok atau grup tertentu. Dalam hal ini perusahaan juga diasumsikan sebagai going concern dalam bentuk perseroan terbatas. Transaksi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, umpanya berupa akuisisi langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan kepada kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan secara penuh atau parsial dengan kepemilikan campuran. Private placement

dapat dilakukan sebelum atau serentak dengan public offering. Contoh penggunaan metode private sale of shares/private placement adalah Electric Power Company, Bank of New Zealand, Hotel Ulysee;

3. Penjualan Aktiva BUMN kepada Swasta (Sale of Government or State- Owned Enterprise Assets), pada dasarnya transaksi adalah penjualan aktiva, bukan penjualan saham perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi atau berjalan. Pemerintah mungkin menjual aktiva langsung maupun aktiva utamanya. Apabila tujuannya adalah memisahkan aktiva untuk kegiatan tertentu, maka penjualan aktiva terpisah mungkin hanya alat untuk menjual perusahaan secara keseluruhan. Jadi aktiva dapat dijual tersendiri atau dijual secara bersama-sama sebagai sebuah perusahaan baru. Contoh penggunaan metode Sale of Government or State-Owned Enterprise Assets adalah


(46)

Fabric, Panofor, Jamaica Broadcasting, dan Banco de Colombia;

4. Reorganisasi BUMN menjadi beberapa Unit Usaha (Reorganization or Break-up into Component Parts), pada metode ini, BUMN direorganisasi dan dipecah-pecah atas beberapa unit usaha atau dijadikan holding company

dengan beberapa anak cabang perusahaan. Contoh penggunaan metode

Reorganization or Break-up into Component Parts adalah Sonidep, Port Kelang, Sugar Corporation, Matra, SRI.

5. Penambahan Investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (New Private Investment in an State-Owned Enterprise), pemerintah dapat menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi dengan memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal. Dalam metode ini pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya, tetapi dengan tambahan modal swasta, maka kepemilikan pemerintah mengalami dilusi. Ini juga akan menghasilkan perusahaan patungan swasta pemerintah. Apabila BUMN tidak seluruhnya dimiliki oleh pemerintah, tetapi sebagai pemilik mayoritas, jelas bahwa tambahan modal dari sektor swasta akan menyebabkan pengikisan (dilusi) kepemilikan pemerintah di dalam BUMN yang kemudian menyebabkan BUMN tersebut menjadi swasta. Contoh penggunaan metode New Private Investment in an State-Owned Enterprise adalah Senegambia Hotel, Luffhansa, Zambia Breweries, Compangie Generale d’electricite;

6. Pembelian BUMN oleh Manajemen atau Karyawan (Management/Employee Buyout), istilah management buyout biasanya dikaitkan dengan


(47)

pengembilalihan (akuisisi) pengendalian atau kekuasaan perusahaan oleh sekelompok manajer. Atau kadangkala pengambilalihan kekuasaan dilakukan oleh karyawan atau para pegawai perusahaan. Pengambilalihan mungkin dilakukan dengan leveraged management atau employee buyout, artinya manajemen atau karyawan dapat mengajukan kredit kepada bank dengan jaminan aktiva perusahaan, dan dengan kredit tersebut kekuasaan perusahaan yang diambil alih. Dalam hal pembelian BUMN oleh manager atau pegawainya, biasanya terlebih dahulu dibentuk holding company yang sahamnya kebanyakan dimiliki oleh manajemen dan karyawan. Kemudian

holding company akan mengakuisisi BUMN yang akan diswastakan, dengan dana modal sendiri (equity funds), dan dalam hal leverage buyout dilakukan dengan dana pinjaman. Contoh penggunaan metode Management/Employee Buyout adalah Icelandair, NUI/IRI, Unipart;

7. Kontrak Sewa dan Kontrak Manajemen (Lease and Management Contract), BUMN mengadakan perjanjian atau kontrak manajemen, teknologi, dan tenaga terampil dengan pihak swasta untuk menangani aktiva milik BUMN sampai periode tertentu. Dalam metode ini tidak terdapat pengalihan kepemilikan dan tidak ada pelepasan kepemilikan aktiva pemerintah. Meskipun terkadang ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai langkah awal dari penswastaan penuh, kontrak manajemen dan sewa-menyewa teknologi dan tenaga terampil sektor swasta, sifatnya hanya sebagai kebijaksanaan sementara. Setelah itu, pemerintah dapat memutuskan apakah akan mempertahankan atau menjualnya kepada swasta sebagai perusahaan


(48)

yang menarik karena telah sehat dan mempunyai kemampuan untuk mendatangkan laba yang cukup. Tentunya dengan harga yang lebih baik, daripada dijual begitu saja sewaktu kondisinya merugi. Contoh penggunaan metode Lease and Management Contract adalah Air Pacific, Cataract Hotel, National Park Facilities, National Milk Board, Japan National Railways, dan Pali Sades.

Berdasarkan ketujuh metode tersebut, Privatisasi yang dilakukan di Indonesia cenderung menggunakan metode atau model Privatisasi dengan cara penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Hal ini disebabkan pemerintah hendak memajukan pula pasar modal di Indonesia.Dalam hal ini, modal yang dimiliki oleh BUMN dapat bertambah dengan tingginya sirkulasi penawaran dan permintaan saham atas perusahaan.35

Selain itu, penawaran saham publik juga tidak dapat menyebabkan hilangnya kepemilikan aset negara yang seperti diketahui bahwa BUMN merupakan milik negara dan berfungsi untuk memberikan pelayanan publik. Dengan kata lain, adanya pengendalian dan kepemilikan saham mayoritas dari Dengan begitu tentu perusahaan BUMN tersebut akan dapat memperoleh tambahan modal usaha. Selain itu, dengan adanya penawaran umum saham perusahaan kepada publik tentu tidak akan menyebabkan hilangnya pengendalian perusahaan BUMN oleh Pemerintah, dengan begitu sekali pun pihak swasta atau pun asing memiliki saham atas perusahaan akan tetapi mereka tidak dapat mengendalikan perusahaan disebabkan pemerintah masih memiliki kekuasaan atas BUMN.

35


(49)

Pemerintah dapat membuat BUMN masih berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi publik atau tidak menjadi perusahaan yang mencari laba layaknya perusahaan konvensional.

Di samping itu, privatisasi BUMN melalui mekanisme IPO dinilai lebih efektif karena akan berdampak positif terhadap perkembangan sektor riil dan keuangan. Privatisasi melalui penawaran umum perdana (IPO/Initial Public Offering) juga sangat penting untuk memperluas basis pemodal, baik domestik maupun asing, secara lebih luas.Pasal 70 ayat 1 UUPM menyatakan; “Yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif”. Yang dibebankan kewajiban membuat pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, tetapi setelah dilahirkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 (selanjutnya disebut UU OJK), peran pengawas Bapepam digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) tidak hanya emiten, tetapi juga perusahaan publik yang bukan emiten. Jadi setiap perusahaan terbuka harus melaksanakan kewajiban tersebut. Pernyataan pendaftaran diajukan kepada Bapepam dan menjadi efektif pada hari ke 45 (empat puluh lima) sejak diterimanya oleh Bapepam pernyataan pendaftaran tersebut secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika telah dinyatakan efektif oleh Bapepam kecuali Bapepam meminta perubahan atau tambahan atas pernyataan pendaftaran dalam waktu 45 hari tersebut. Dalam hal ini pernyataan pendaftaran telah disampaikan kembali pada saat Bapepam menerima perubahan atau tambahan informasi tersebut.Apabila Bapepam tidak


(50)

melakukan sesuatu, maka pernyataan pendaftaran tersebut menjadi efektif dengan sendirinya pada hari ke 45 sejak diterimanya pernyataan pendaftaran oleh Bapepam secara lengkap.36

Salah satu upaya untuk memperoleh sumber dana yang efektif adalah melakukan emisi saham, yaitu suatu kegiatan menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat. Tindakan suatu perusahaan melakukan emisi saham untuk menjadi perusahaan go public merupakan suatu rangkaian tindakan baik yang bersifat yuridis maupun non yuridis dengan alasan semata-mata ekonomis dan manajerial. Rangkaian kegiatan dalam rangka melakukan emisi saham, yang akhirnya menghantar suatu perseroan terbatas biasa menjadi perseroan terbatas yang go public pada dasarnya mengakibatkan suatu keadaan hukum yang kompleks sifatnya.37

Emisi saham dapat diartikan sebagai suatu aktivitas dikeluarkannya atau diterbitkannya suatu jenis saham tertentu untuk pertama kalinya dan melakukan pendistribusian efek itu kepada masyarakat melalui penawaran umum dengan maksud menghimpun modal.UUPM Pasal 1 memuat defenisi penawaran umum (public offering), yaitu kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksananya.Penawaran umum dalam praktiknya dilaksanakan melalui pasar perdana (primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama beberapa hari saja.Dalam hal ini

36

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Umum)(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 67.

37

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan(Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hlm 132.


(51)

penawaran efek dilakukan penjamin emisi efek dan para agen penjualan (kalau ada).Setelah pasar perdana berakhir, pemodal dapat memperjualbelikan kembali sahamnya pada pasar sekunder.Harga penawaran saham (offering price) pada pasar perdana ditetapkan bersama antara emiten dengan penjamin pelaksana emisi, sedangkan pembentukan harga efek di bursa didasarkan pada hukum permintaan dan penawaran yang terjadi dalam bursa efek.

Keuntungan melakukan penawaran umum:38

1. Perusahaan menginginkan potensi untuk mendapatkan tambahan modal daripada harus melalui kredit pembiayaan (debt financing).

2. Peningkatan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan oemegang saham utama dan pemegang saham minoritas.

3. Dapat melakukan penawaran efek di pasar sekunder. 4. Meningkatkan prestise dan publisitas perusahaan.

5. Kemampuan untuk mengadopsi karyawan kunci dengan menawarkan opsi (option)

Kelemahan dari Go Public adalah:39

1. Adanya tambahan biaya untuk mendaftarkan efek pada penawaran umum. 2. Menigkatkan pengeluaran dan pemaparan potensi kewajiban berkenaan

dengan registrasi dan laporan berkala.

3. Hilangnya kontrol terhadap persoalan manajemn, karena terjadi dilusi kepemilikan saham.

4. Keharusan untuk mengumumkan besarnya pendapatan perusahaan dan

38

M. Irsan Nasarudin,dkk, Op.Cit., hlm. 215-216.

39


(52)

pembagian dividen.

5. Efek yang diterbitkan mungkin saja tidak terserap oleh masyarakat sesuai dengan perhitungan perusahaan.

Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh suatu perusahaan yang akan melakukan penawaran umum adalah sebagai berikut:40

1. Tahap Pra-Emisi

a. Perusahaan melakukan kewajiban mendalami (due diligence) terhadap keuangan, aset, kewajiban kepada pihak lain dan kewajiban pihak lain terhadap perusahaan dan rencana penghimpunan dana. Dari kajian itu akan terlihat terhadap hal-hal apa saja perusahaan perlu melakukan restrukturisasi, misal permodalan, keuangan, aset, organisasi, atau posisi-posisi tertentu di jajaran eksekutif dan komisaris perusahaan. Dari legal audit bisa diketahui tentang jumlah dan status aset yang dimiliki perusahaan, utang perusahaan kepada pihak lain, piutang pihak lain terhadap perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan melakukan penawaran umum. Perusahaan menyusun rencana penawaran umum yang hanya mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS). Keputusan RUPS itu akan menjadi landasan hukum untuk melakukan penawaran umum. RUPS juga akan memutuskan perubahan Anggaran Dasar (AD) perusahaan. Setelah keputusan RUPS keluar, tahap selanjutnya adalam penerbitan prospektus oleh penjamin efek. Prospektus merupakan dokumen penawaran efek

40


(53)

yang disarikan dari dan mewakili dokumen-dokumen yang menyertai suatu pernyataan pendaftaran.41

1) Akuntan Publik, untuk melakukan asudit terhadap laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir;

Lembaga penunjang yang diperlukan untuk melengkapi isi prospektus adalah :

2) Notaris, untuk membuat dokumen atas perubahan Anggaran Dasar, perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum; dan notulen rapat-rapat;

3) Konsultan Hukum, untuk memberikan pendapat dari segi hukum mengenai semua hal yang berkaitan dengan hukum untuk penawaran umum.

Sedangkan lembaga penunjang lainnya yang diperlukan adalah:

1)Wali Amanat yang akan bertindak untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi sebagai kreditur.

2)Biro Administrasi Efek (PT KPEI). 3)Lembaga Kustodian (PT KSEI)

b. Perusahaan menyiapkan semua dokumen dan perjanjian yang diperlukan untuk melakukan penawran umum.

c. Perusahaan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek. d. Perusahaan melakukan public expose.

e. Perusahaan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam. f. Bapepam akan menyampaikan pernyataan efektif Pernyataan Pendaftaran

41


(54)

tersebut dalam waktu 45 hari setelah meneliti kelengkapan dokumen, cekupan dan kejelasan informasi, dan keterbukaan menurut aspek hukum, akuntansi, keuangan, dan manajemen.

Persiapan dokumen emisi sendiri terdiri dari surat pengantar pernyataan pendaftaran; prospektus lengkap; iklan, brosur, edaran; dokumen lain yang diwajibkan; rencana jadwal emisi; konsep surat efek; laporan keuangan; rencana penggunaan dana yang dirinci pertahun; proyeksi jika dicantumkan dalam prospektus; legal audit; legal opinion; riwayat hidup komisaris dan direksi; perjanjian penjamin emisi; perjanjian agen penjualan; perjanjian penanggungan (untuk emisi obligasi); perjanjian perwaliamanatan (untuk emisi obligasi); perjanjian dengan bursa efek; kontrak pengelolaan saham; kesanggupan emiten untuk menyerahkan semua laporan yang diwajibkan perundangundangan pasar modal; dan informasi lain yang bukan bagian dari pernyataan pendaftaran yang diminta Bapepam. Setelah semua dokumen yang diperlukan untuk emisi telah lengkap, emiten mengadakan kontrak pendahuluan dengan bursa efek dan menandatangani perjanjian-perjanjian emisi.

Khusus penawaran obligasi atau efek utang lainnya emiten harus mendapatkan terlebih dahulu peringkat dari lembaga pemeringkat efek.Barulah kemudian emiten bersama penjamin emisi menyampaikan pernyataan pendaftaran beserta dokumen-dokumennya kepada Bapepam, sekaligus melakukan ekspose terbatas di Bapepam.42

42

IPO,https://thenextkodoxjeniuz.wordpress.com/author/yosephkhaerurrizal/page/3/ (diakses pada tanggal 12 Maret 2015).


(55)

2. Tahap Emisi, yaitu 43

a. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer. b. Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di

pasar primer.

c. Penyerahan efek kepada pemodal di pasar primer.

d. Emiten mencatatkan efeknya di pasar sekunder (di bursa). e. Perdagangan efek di pasar sekunder (di bursa).

Selama masa penawaran efek, emiten melakukan aktivitas penawaran efek pada pasar perdana yang sering disebut sebagai IPO, melaksanakan penjualan saham perdana, sampai mencatatkan efek yang dilepas ke publik ke bursa efek sehingga investor dapat memperjualbelikan efek yang dimilikinya. Secara garis besar selama periode emisi dibedakan menjadi periode pasar perdana dan periode pasar sekunder.Periode pasar perdana, mencakup periode mulai dari efek ditawarkan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi melalui para agen penjual yang ditunjuk, penjatahan oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten, hingga penyerahan efek kepada investor. Jadi sesudah Bapepam menyatakan pernyataan pendaftaran efektif, emiten mulai menyediakan prospektus lengkap untuk publik atau calon pembeli dan memuat prospektus ringkas dalam sebuah surat kabar harian atau lebih yang berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional. Pemasangan prospektus ringkas tersebut setidaknya dilakukan 3 hari kerja sebelum masa penawaran umum agar calon pembeli dapat mempelajari terlebih dahulu penawaran emiten.

43


(56)

Masa penjatahan berjalan hingga 6 hari kerja setelah berakhirnya masa penawaran. Efek yang sudah dialokasikan kemudian diserahkan kepada investor dalam bentuk surat saham kolektif. Sertifikat tersebut sudah harus tersedia bagi pembeli paling lambat 3 hari kerja sebelum pencatatan. Dalam hal pemesanan investor ditolak sebagian atau seluruhnya (misalnya karena keterbatasan efek yang dijual) atau ternyata terjadi pembatalan penawaran, investor sudah harus menerima pengembalian uang pemesanan dari penjamin emisi atau agen penjualan selambat-lambatnya 4 hari kerja setelah tanggal penjatahan atau sesudah tanggal diumumkannya pembatalan tersebut.

Periode pasar sekunder, yaitu periode pencatatan efek di bursa sampai perdagangan sekunder dimulai. Bapepam mensyaratkan bahwa pencatatan harus dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa penawaran umum, atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran pmum tersebut, tergantung mana yang lebih dahulu. Di Bursa Efek Indonesia (selanjutnya disebut BEI), proses pencatatan saham dimulai dari pengajuan permohonan pencatatan ke bursa oleh emiten, tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek yang berlaku di BEI.Persyaratan pencatatan untuk tiap efek berbeda-beda, tetapi persyaratan pertama yang harus dipenuhi dalam melakukan emisi di pasar sekunder adalah terlebih dahulu mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

Persyaratan Pencatatan Saham :44

a. Laporan Keuangan diaudit akuntan terdaftar di Bapepam dengan pendapat

44

Pencatatan Saham


(57)

Wajar Tanpa Kualifikasi (WTK) untuk tahun buku terakhir; b. Minimal jumlah saham yang dicatatkan sebanyak 1 juta saham;

c. Jumlah pemegang saham minimal 200 pemodal (1 pemodal sekurang-kurangnya 500 saham);

d. Emiten wajib mencatatkan seluruh sahamnya yang telah ditempatkan dan disetor penuh sepanjang tidak bertentangan dengan kepemilikan asing (maksimal 49% dari jumlah saham yang tercatat di bursa).

Perusahaan emiten telah berdiri dan beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun (suatu perusahaan dinyatakan telah berdiri pada suatu tahun buku bila anggaran dasar perusahaan telah memperoleh pengesahan dari Departemen Kehakiman, sedangkan perusahaan dianggap telah beroperasi apabila memenuhi salah satu ketentuan berikut ini: 45

a. Telah memperoleh izin/persetujuan tetap dari BKPM; b. Telah memperoleh izin operasional dari Departemen Teknis; c. Secara akuntansi telah mencatat laba/rugi operasional;

d. Secara ekonomis telah memperoleh pendapatan/biaya yang berhubungan dengan operasi pokok);

e. Dalam dua tahun buku terakhir emiten memperoleh laba bersih dan laba operasional;

f. Memiliki minimal kekayaan (aktiva) Rp 20 milyar, modal sendiri Rp 7,5 milyar dan modal disetor Rp 2 milyar;

g. Besarnya kapitalisasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran

45

Makalah Pasar Modal


(58)

umum adalah sekurang-kurangnya Rp 4 milyar;

h. Anggota direksi dan komisaris perusahaan emiten memiliki reputasi yang baik.

3. Tahap Setelah Emisi

Sesudah proses emisi, emiten berkewajiban untuk menyampaikan informasi, yaitu:46

a. Laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan (continous disclosure).

b. Laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi, pergantian direksi (timely disclosure)

Sesudah efek diperdagangkan di pasar sekunder, emiten diwajibkan memberikan pelaporan kepada BEI dan Bapepam. Pelaporan kepada kedua instituisi ini terdiri dari tiga jenis: laporan rutin, berupa laporan keuangan, laporan keuangan tengah tahunan, laporan triwulanan; laporan berkala yaitu laporan mengenai terjadinya setiap kejadian penting dan relevan; dan laporan lainnya, mencakup laporan mengenai perubahan anggaran dasar, rencana RUPS/RULB, perubahan susunan direksi dan komisaris, dan mengenai penyimpangan proyeksi yang dipublikasikan lebih dari 10 %. Laporan rutin kepada Bapepam bahkan tidak hanya meliputi ketiga laporan keuangan yang sudah disebutkan tadi, tetapi juga mencakup beberapa laporan lainnya, seperti laporan penggunaan dana hasil emisi.

Seluruh laporan yang disampaikan emiten kepada bursa akan dipublikasikan kepada para investor melalui pengumuman di lantai bursa maupun

46


(59)

melalui papan informasi. Dengan demikian investor, terutama investor publik, sebagai pihak yang tidak memiliki akses langsung kepada emiten, dapat mengetahui perkembangan performa emiten sehingga dapat mengambil tindakan yang menguntungkan bagi kegiatan investasinya.

Pengetahuan tentang proses IPO sampai dengan pencatatan di bursa efek tentunya belum cukup karena sebagai calon pembeli IPO investor juga ingin mengetahui penawaran apa yang diberikan oleh tiap emiten dan apakah penawaran tersebut sesuai dengan harganya. Hal-hal tersebut banyak dijelaskan dalam prospektus.Prospektus merupakan suatu bentuk promosi emiten atas perusahaannya. Emiten akan memasukkan ke dalam prospektus informasi- informasi yang relevan dengan bisnis perusahaan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Bapepam, dengan harapan dapat menarik banyak calon investor.

D. Kedudukan Kekayaan Negara dalam BUMN Go Public

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Hal ini diatur dalam Pasal 1 Butir 1 UU BUMN. Yang menunjukkan adanya kepemilikan saham pemerintah dalam suatu badan usaha yang lebih jelas diuraikan dalam pengertian perusahaan perseroan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Butir 2 UU BUMN, yang selanjutnya disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima


(1)

Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per-01/Mbu/2010 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Tahunan Privatisasi, Dan Penunjukan Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta Profesi Lainnya. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang tidak langsung menyinggung tentang penjualan saham BUMN go public di pasar sekunder adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Uundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

3. Konflik kepentingan negara sebagai pemegang saham pada BUMN go public timbul karena adanya hak veto negara sebagai pemegang saham BUMN yang memberikan wewenang bagi negara untuk memilih anggota direksi dan komisaris. Selain itu, konflik kepentingan negara dimungkinkan terjadi karena penyalahgunaan informasi orang dalam untuk kepentingan pribadi anggota dewan direksi dan komisaris sebagai penyeleggara negara di BUMN.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran antara lain:

1. Sebaiknya dalam pengurusan dan pengelolaan BUMN, terdapat prinsip keseimbangan antara peran negara dan peran direksi, untuk memastikan diperhatikannya kepentingan publik dan untuk mencegah penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.


(2)

2. Bentuk penyelesaian semua kejahatan perdagangan orang dalam sampai hari ini hanya berupa sanksi administratif, belum ada sanksi pidana untuk praktik insidertrading, padahal insidertrading merupakan white collar crime yang berat karena merugikan banyak orang dan mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal., sehingga dirasa perlu adanya sanksi pidana bagi pelaku insidertrading supaya para pelaku jera.

3. Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan negara, pemilihan dewan direksi dan komisaris sebaiknya dilakukan secara terbuka dan dipilih orang yang benar-benar berintegritas tinggi dan bernasionalisme, sehingga seiring dengan meningkatkan kinerja BUMN, dewan direksi dan komisaris yang dipilih akan memperhatikan kepentingan negara dan publik. Karena BUMN pada dasarnya adalah perusahaan negara untuk kepentingan masyarakat bukan milik pihak-pihak tertentu.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Anoraga, Pandji. BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.

Anwar, Jusuf. Seri Pasar Modal 2: Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia. Bandung: Alumni, 2008.

Atmodjo, Sawidji Wido. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal (Pengetahuan Dasar. Jakarta: Jurnalindo, Aksara Grafika, 1996.

Balfas, Hamud M. Hukum Pasar Modal Indonesia.Jakarta : Tatanusa, 2006. Bastian, Indra.Privatisasi Di Indonesia : Teori Dan Implementasi. Jakarta: Empat

Salemba, 2002.

Diah, Marwah M. Restrukturisasi BUMN di Indonesia. Jakarta: Literata Lintas Media, 2003.

Fuady, Munir. Pasar Modal Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Hartono, Sri Redjeki. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Jakarta: CV. Mandar Maju, 2000.

Ibrahim R. Prospek BUMN dan Kepentingan Umum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Ibrahim, Johannes. Hukum Organisasi Perusahaan. Bandung: Aditama, 2006. Mahmud, Hasan Zein. Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk

Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN,Strategi Pembiayaan & Regrouping BUMN. Jakarta: Aksara Grafika, 1994.

Nasarudin, M. Irsan. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Nasution, Bismar. Hukum Pasar Modal. Jakarta: FH UI. 1999.

Nasution, Bismar. Keterbukaan Dalam Pasar Moda. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, 2001.


(4)

Nugroho, Riant dan Wrihatnolo, Randy R. Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Pangemanan, Donald Moody. Peraturan Insider Trading dalam Pasar Modal Indonesia: Studi Mengenai Penerapan Teori Penyalahgunaan dalam Praktik Insider Trading. Jurnal Hukum & Pasar Modal Edisi 2/Juli/2005.Jakarta : Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), 2005.

Pramono, Nindoyo. Sertifikasi Saham PT. Go PublicdanHukum Pasar Modal di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Ranney, Austin. Governing: An Introduction to Political Science (7th Edition). London: Prentice Hall International, Inc., 1996.

Scott, Charity. Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,Securities Regulation Law Journal, (Vol. 17), 1989.

Sitompul, Asril, Zulkarnain Sitompul, dan Bismar Nasution. Insider Trading, Kejahatan Di Pasar Modal. Jakarta: Books Terrace & Library, 2007. Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetr.Jakarta:

Ghlmia Indonesia, 1994.

Suta, I Putu Gede ary. Menuju Pasar Modal Moderen, cet II. Jakarta: Yasyasan SAD Satria Bakti, 2000.

Taufik, Zulkfli. Pengaturan Privasi Dikaitkan Dengan Parameter Kepentingan Umum Dan Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak.Medan: Program Pascasarjana USU, 2005.

Tavinayati dan Qamariyanti, Yulia.Hukum Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Usman, Marzuki. Pengetahuan Pasar Modal. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1997.

Yuliati , Sri Handani dkk. Manajemen Portofolio dan Analisis Investor. Yogyakarta: ANDI, 1996.

B. Peraturan


(5)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-97/PM/ 1996 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.

C. Website

Bisnis Hitam di Bursa Efek.Draakuskus.wordpress.com/2013/02/04/bisnis-hitam-di-bursa-efek-anatomi-kejahatan -pasar-modal/ (diakses pada tanggal 11 Februari 2015).

BUMN dan BUMS Ruswandialfan.blogspot.com/2011/10/bumn-dan-bums.html (diakses pada tanggal 11 Maret 2015).

Deregulasi. Maret 2015).

Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN di Indonesia.Error! Hyperlink reference not valid. (diakses pada tanggal 11 Februari 2015).

Insider Tradi (diakses pada tanggal 11 Maret 2015).

Konflik Kepentingan.

Nasution, Bismar. “Kejahatan Korporasi” (diakses pada tanggal 13 Maret 2015).

Pasar Modal

(diakses pada

tanggal 12 Maret 2015).

Pemisahan Kekayaan Negara di BUMN

Penawaran Umum


(6)

Pencatatan Saham.

Perusahaan Go Public. Vienovidelusion.blogspot.com/2014/05/makalah-perusahaan-go-public-ptastra.html (diakses pada tanggal 15 Februari 2015).

Proses Go Public Santoso, Setyanto P. “Monopoli Mematikan Potensi BUMN”

(diakses pada tanggal 13 Maret 2015).

Sejarah BUMN, IMF-World Bank dan Privatisasi di Indonesia Maret 2015).

Zulpiero. “Privatisasi BUMN di Indonesia”. 2015).