Metode cell based modeling

mendapatkan visualisasi yang diinginkan sehingga memudahkan dalam klasifikasi citra. Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan nilai Varian dan Covarian dari kanal 1 dan kanal 2 untuk mendapatkan nilai a dan nilai k i k j . Bentuk perumusan nilai a dan nilai k i k j sebagai berikut: k i k j = a + 1 2a + ............................................................ 2 a = 2 1 2 1 var 2 TM TM Co VarTM VarTM − a = Konstanta

2. Penajaman citra untuk ekstraksi kecerahan

Kecerahan perairan dapat diturunkan melalui citra Landsat 7ETM+, menggunakan nilai digital number dari band 1 untuk menentukan distribusi kecerahan. Algoritma kecerahan yang digunakan adalah LAPAN, 2004: Kecerahan m = 17,51427-0,10925 b 1 ................................. 3 b 1 = Digital number pada band 1 Landsat 7ETM+

3.4.1.4 Klasifikasi citra

Metode yang digunakan dalam pengklasifikasian citra adalah klasifikasi terbimbing supervised classification. Citra yang telah ditransformasikan dengan algoritma-algoritma kemudian diklasifikasi. Tujuan dari klasifikasi citra adalah untuk mengubah data citra menjadi kelas tertentu yang khas dan dapat memberikan suatu informasi.

3.5 Metode cell based modeling

Analisis kesesuaian kawasan pariwisata dilakukan dua tahapan analisis data, yaitu a analisis spasial keruangan, dan b analisis tabular. Analisis spasial keruangan yang digunakan untuk penentuan kawasan pariwisata ini adalah metode cell based modeling dengan sistem pembobotan atau skoring yang pada akhirnya digunakan dalam pengambilan keputusan untuk penentuan kawasan potensial pariwisata pesisir maupun bahari. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis keruangan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu penyusunan matriks kesesuaian untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan yang sesuai untuk pariwisata pesisir dan bahari, kemudian tahap selanjutnya adalah proses overlay untuk mendapatkan basis data secara keseluruhan. Metode overlay dilakukan pada data raster sehingga disebut raster overlay. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu di muka bumi dengan memasukan kriteria-kriteria yang dibutuhkan. Adapun proses overlay untuk pariwisata pesisir bagian darat dan bagian laut dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7, overlay pariwisata bahari dapat dilihat pada Gambar 8. Seluruh parameter yang dilibatkan memiliki format data grid, yang terdiri atas sekumpulan sel yang memiliki nilai tertentu. Pengelompokan sel dalam data raster secara garis besar mengikuti operasi zonal functions, karena setiap sel akan dikodekan berdasarkan kriteria yang membentuk suatu zona. Zona yang dimaksud dalam hal ini adalah zona sangat sesuai dengan kode 4, zona sesuai dengan kode 3, zona sesuai bersyarat dengan kode 2 dan zona tidak sesuai dengan kode 1. Seluruh parameter penentu kawasan potensial pariwisata pesisir dan bahari dilakukan proses overlay dengan metode weighted overlay. Zona-zona kesesuaian pada matriks tersebut menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu kawasan untuk kegiatan pariwisata. Pembuatan matriks kesesuaian ini dimulai dengan menentukan parameter apa saja yang berpengaruh terhadap kawasan potensial pariwisata pesisir dan bahari. Penyusunan matriks selanjutnya hanya memperhatikan faktor-faktor yang bervariasi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan Perairan Sabang. Pembobotan setiap parameter berdasarkan dominannya pengaruh parameter tersebut dalam penentuan kawasan potensial pariwisata pesisir dan bahari. Pemberian skoring dimaksudkan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter. Pemberian bobot untuk setiap parameter dalam kajian ini adalah 10 – 35 dan pemberian nilai dalam kisaran 1 – 4. Sistem penilaian kelayakan pariwisata pesisir bagian darat dan laut disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3, untuk pariwisata bahari disajikan pada Tabel 4. Bobot dan skor pada keseluruhan kriteria pariwisata pesisir dan bahari diproses menggunakan sofware dan akan dihasilkan zona potensial pariwisata pesisir dan bahari berdasarkan tingkat kesesuaian faktor-faktor pariwisata. Nilai tiap kelas didapatkan berdasarkan perhitungan dengan rumus sebagai berikut: X = i i xS B ∑ ................................................................ 4 X = Total bobot nilai B i = Bobot pada tiap kriteria S i = Skor pada tiap kriteria Selang tiap-tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum tiap bobot dan skor dikurangi jumlah perkalian nilai minimum yang kemudian dibagi menjadi empat, yang dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Lebar selang kelas = 4 min max ∑ ∑ − i i i i xS B xS B ................... 5 34 3 4 Gambar 5. Diagram alir penelitian Digitasi, Editing, dan Labeling Data Infrastruktur Kecepatan Arus Jarak dari garis pantai Ketersediaan Air Tawar Tutupan Terumbu Karang Jenis Terumbu Karang Jenis Ikan Karang Jenis terumbu karang dan biota yang berasosiasi Basis Data Spasial Pembatasan Penentuan Parameter Pemodelan Spasial Berbasis Sel Cell Based Modeling Kawasan Potensial Pariwisata Pesisir dan Bahari Studi Literatur Penyusunan Matriks Kesesuaian Data Sekunder Survei Lapang dan Pengambilan Data Pendukung Penggabungan Band Substrat Dasar Perairan Y = ln TM1 + KiKj ln TM2 Kecerahan Perairan m = 17.51427-0.10925 b1 Koreksi Radiometrik dan Geometrik Citra Penutupan Lahan RGB 542 Penajaman Citra Komposit Citra Koreksi Geometrik Elevation Koreksi Geometrik Parameter Fisik Daratan Peta Batimetri Pulau Weh Skala 1: 100.000 Data Topografi Citra Satelit LANDSAT 7 ETM Path Row: 131056, Akuisisi 6 Mei 2006 35 3 5 Parameter Pembobotan Raster overlay X 0,3 X 0,25 X 0,25 X 0,2 Gambar 6. Proses overlay untuk penentuan lokasi pariwisata pesisir bagian darat Parameter Pembobotan Raster overlay X 0,35 X 0,25 X 0,25 X 0,2 Gambar 7. Proses overlay untuk penentuan lokasi pariwisata pesisir bagian laut Kedalaman perairan Kecepatan arus Kecerahan perairan Peta kesesuaian wisata pesisir bagian laut Substrat pantai Kemiringan lahan Penutupan lahan Ketersediaan air tawar Jarak dari garis pantai Peta kesesuaian wisata pesisir bagian darat 36 3 6 Parameter Pembobotan Raster overlay X 0,2 X 0,1 X 0,1 X 0,15 X 0,15 X 0,15 X 0,15 Gambar 8. Proses overlay untuk penentuan lokasi pariwisata bahari Kecerahan perairan Tutupan terumbu karang hidup Material dasar perairan Kecepatan arus Jenis ikan karang Kedalaman perairan Peta kesesuaian wisata bahari Jenis terumbu karang dan biota yang erasosiasi 37 3 7 Tabel 2. Sistem penilaian kelayakan untuk pariwisata pesisir bagain darat No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Kemiringan lahan 30 S1 ≤ 10 4 10S2 ≤ 15 3 15 ≤ S3 ≤ 20 2 N20 1 2 Penutupan lahan 25 Lahan terbuka kelapa 4 Semak belukar rendah, savana 3 Belukar tinggi 2 Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan 1 3 Jarak sumber air tawar km 25 S1 ≤ 0,5 4 0,5S2 ≤ 1 3 1S3 ≤ 1,5 2 N1,5 1 4 Jarak dari garis pantai km 20 S1 ≤ 0,1 4 0,1S2 ≤ 0,2 3 0,2S3 ≤ 0,3 2 N0,3 1 Jumlah= Bobot X Skor 100 4 3 2 1 Sumber: Halim, 1998; Haris, 2003; Rakhmawati, 2002; modifikasi Tabel 3. Sistem penilaian kelayakan untuk pariwisata pesisir bagian laut No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Kedalaman perairan m 20 S1 ≤ 5 4 5S2 ≤ 10 3 10S3 ≤ 15 2 N15 1 2 Substrat dasar perairan 30 Pasir 4 Karang mati 3 - 2 Lumpur atau Karang hidup 1 3 Kecepatan arus ms 25 S1 ≤ 0,17 4 0,17S2 ≤ 0,34 3 0,34S3 ≤ 0,51 2 N0,51 1 4 Kecerahan perairan m 25 S1 ≥ 15 4 15S2 ≥ 10 3 10S3 ≥ 5 2 N5 1 Jumlah = Bobot X Skor 100 4 3 2 1 Sumber: Halim, 1998; Haris, 2003; Rakhmawati, 2002: modifikasi 38 3 8 Tabel 4. Sistem penilaian kelayakan untuk pariwisata bahari No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor 1 Kedalaman perairan m 10 3 ≤ S1 ≤ 15 4 15S2 ≤ 20 3 20S3 ≤ 25 2 N25 1 2 Tutupan terumbu karang 15 S1 ≥ 75 4 50 ≤ S275 3 25 ≤ S350 2 N25 1 3 Jenis terumbu karang dan biota yang berasosiasi jumlah jenis 15 S1 ≥ 61 4 27 ≤ S261 3 11 ≤ S227 2 N11 1 4 Jenis ikan karang jumlah jenis 15 S1 ≥ 61 4 27 ≤ S261 3 11 ≤ S227 2 N11 1 5 Substrat dasar perairan 15 Karang hidup 4 - 3 Karang mati 2 Pasir, Lamun dan Lumpur 1 6 Kecepatan arus ms 10 S1 ≤ 0,17 4 0,17S2 ≤ 0,34 3 0,34S3 ≤ 0,51 2 N0,51 1 7 Kecerahan perairan m 20 S1 ≥ 15 4 15S2 ≥ 10 3 10S3 ≥ 5 2 N5 1 Total = Bobot x skor 100 4 3 2 1 Sumber: Halim, 1998; Rakhmawati, 2003; modifikasi Selang kelas yang didapatkan sebesar 0,75, dengan nilai X minimum sebesar 1 dan X maksimum sebesar 4. Nilai kelas N tidak sesuai didapatkan dari X minimum ditambah 0,75. Nilai kelas S 3 sesuai bersyarat didapatkan dari nilai ambang batas atas N 1,75 ditambah 0,75. Nilai kelas S 2 sesuai didapatkan dari nilai ambang batas atas S 3 2,5 ditambah 0,75. Nilai kelas S 1 sangat sesuai didapatkan dari nilai ambang batas atas S 2 3,25 ditambah 0,75. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat ditetapkan selang kelas dari masing-masing kelas adalah sebagai berikut: Kelas S 1 Sangat sesuai = jika 3,25 X Kelas S 2 Sesuai = jika 2,5 X ≤ 3,25 Kelas S 3 Sesuai bersyarat = jika 1,75 X ≤ 2,5 Kelas N Tidak sesuai = jika X ≤ 1,75 Pada penilaian akhir kawasan potensial dibagi menjadi tiga zona potensial yaitu zona sangat ideal jika terdiri dari tiga kawasan sangat sesuai, zona ideal jika terdiri dari dua kawasan sangat sesuai, dan zona yang mempunyai potensi untuk dikembangkan jika terdiri dari satu kawasan sangat sesuai. Masing-masing kelas kesesuaian di atas didefinisikan sebagai berikut: Kelas S 1 : Sangat sesuai highly suitable Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau berpengaruh secara nyata terhadap penggunanya dan tidak akan menaikan tingkatan perlakuan yang diberikan. Kelas S 2 : Sesuai moderately suitable Daerah ini mempunyai pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas ini akan meningkatkan tingkatan perlakuan yang diperlukan. Kelas S 3 : Sesuai bersyarat marginally suitable Daerah ini mempunyai pembatas penghambat yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan tingkatan perlakuan yang diperlukan. Kelas N : Tidak sesuai not suitable Daerah ini mempunyai pembatas penghambat permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan. 3.6 Analisis data lapangan 3.6.1 Persentase penutupan terumbu karang