2.1.1.2 Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi
singkong Razif, 2006; Astawan, 2009. Tepung tapioka mengandung 17 amilosa dan 83 amilopektin.
Penggunaan tepung jenis ini disukai oleh pengolah makanan karena tidak mudah menggumpal, memiliki daya perekat yang tinggi sehingga pemakaianya dapat
dihemat, tidak mudah pecah atau rusak, dan suhu gelatinisasinya rendah Fennema, 1990. Pada pembuatan bakso tepung tapioka digunakan sebagai
bahan pengenyal, tepung tapioka juga sebagai penganti sagu pada pada kerupuk. Kandungan nutrisi pada tepung tapioka, dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 2.3 Kandungan Nutrisi Pada Tepung Tapioka per 100g
Komposisi Jumlah
Kalori per 100 gr 363
Karbohidrat 88.2
Kadar air 9.0
Lemak 0.5
Protein 1.1
Ca mg100 gr 84
P mg100 gr 125
Fe mg100 gr 1.0
Vitamin B1 mg100 gr 0.4
Vitamin C mg100 gr 0
DKBM, 2007 Tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat
dalam industri makanan. Pada pangsit tepung tapioka berfungsi sebagai pengenyal saat menjadi adoanan dan merenyahkan saat pangsit digoreng. Pada
umumnya masyarakat Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar
dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan
lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Ciri tepung tapioka yang baik sebagai berikut :
Warna Tepung; tepung tapioka berwarna putih.
Halus
Tidak mengumpal
Tidak berbau apek
Tidak ada serangga atau kutu
Tidak ada benda asing seperti batu dan benda lainya
2.1.1.3 Air
Air dalam pembuatan pangsit berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal glutein. Air yang
digunakan sebaiknya memiliki pH 6 – 9. Semakin tinggi pH air maka pangsit
yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan pH. Selain pH, air yang digunakan harus memenuhi syarat air minum diantaranya
tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa Astawan, 2006. Sunaryo1985, menyatakan bahwa jumlah air yang ditambahkan
umumnya adalah 28 – 38 . Jika jumlahnya melebihi batas dari 38 maka
adonan menjadilengket dan tidak bisa dibentuk. Jika kurang adonan menjadi keras dan sulit untuk pembentukan. Keadaan mutu adonan juga dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu sekelilingnya
Air yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi persyaratan yaitu tidak berwarna, tidak berbau, jernih tidak mempunyai rasa dan tidak
menggangu kesehatan. Apabila air tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat meningkatkan kadar abu sehingga mutu
pati menurun. Menurut Winarno, 1993 air yang akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum dan memasak harus bebas dari bakteri
pathogen. Tabel 2.4 Standar Umum Air Untuk Industri Makanan
Sifat Air Toleransi ppm
Pengaruh spesifik bila kelebihan
Kekeruhan Warna
Rasa dan bau Besi atau mangan
Alkalinitas Kesadahan
Jumlah padatan terlarut
Bahan organis
Flour 1-10
5 10 “noti-cable”
0,2-0,3
30-250 10-250
850 -
1,7 Pengendapan pada
produk dan alat Penyimpangan warna,
masalah bahan organik Meningkatkan rasa dan
bau dalam produk Noda, penyimpangan
warna dan rasa serta
pertumbuhan “bakteria besi”
Netralisasi asam, mengurangi daya awet
Pengendapan, absorpsi oleh beberapa produk
Penyimpangan warna
Penyimpangan rasa, sedimen pembusukan,
reaksi Pembusukan enamel gigi
pada anak
Sumber: Syarief. R dan Irawati. A 1988
2.1.1.4 Telur